Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Vitamin adalah suatu zat senyawa kompleks yang sangat dibutuhkan oleh
tubuh kita yang berfungsi untuk mambantu pengaturan atau proses kegiatan
tubuh. Tanpa vitamin manusia, hewan dan makhluk hidup lainnya tidak akan
dapatmelakukan aktifitas hidup dan kekurangan vitamin dapat menyebabkan
memperbesar peluang terkena penyakit pada tubuh kita.
Vitamin memiliki peranan spesifik di dalam tubuh dan dapat pula
memberikan manfaat kesehatan. Bila kadar senyawa ini tidak mencukupi, tubuh
dapat mengalami suatu penyakit. Tubuh hanya memerlukan vitamin dalam jumlah
sedikit, tetapi jika kebutuhan ini diabaikan maka metabolism di dalam tubuh kita
akan terganggu karena fungsinya tidak dapat digantikan oleh senyawa lain.
Gangguan kesehatan ini dikenal dengan istilah avitaminosis. Di samping itu,
asupan vitamin juga tidak boleh berlebihan karena dapat menyebabkan gangguan
metabolisme pada tubuh.
Dalam penentuan apakah makanan itu mengandung vitamin apa tidak,
diperlukan suatu pengujian agar dapat mengetahui kadar vitamin yang ada seperti
vitamin A, B1, B2, B3, B5, B6, B8, B9, B12, C, D, E, dan K. Dengan mengetahui
kadar vitamin yang ada dalam bahan pangan, maka kita dapat mengetahui kadar
vitamin yang diperlukan oleh tubuh kita agar tidak terjadi kekurangan vitamin
yang dapat mengganggu kesehatan tubuh kita.

1
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari makalah adalah untuk mengetahui apa saja vitamin, serta
metode analisisnya. Sedangkan tujuannya yaitu agar pembaca dapat memperoleh
informasi tentang vitamin. Makalah ini digunakan untuk memenuhi tugas mata
kuliah kimia bahan makanan agar memperoleh nilai yang baik.

1.3 Rumusan Masalah


- Apa saja vitamin dan manfaatnya?
- Bagaimana metode dan tahapan analisis vitamin?

2
BAB II
ISI

2.1 Pengertian Umum Vitamin


Vitamin atau vitamine mula-mula di utarakan oleh sang ahli kimia pola,
dia yang bernama Funk, yang percaya bahwa zat penangkal beri-beri yang larut
dalam amina itu adalah suatu amina yang sangat vital. Dan dari kata tersebut
lahirlah istilah vitamine atau vitamin. Kini vitamin dikenal sebagai suatu
kelompok senyawa organik yang tidak termasuk dalam golongan protein,
karbohidrat, maupun lemak dan terdapat dalam jumlah kecil dalam bahan
makanan tapi sangat penting bagi beberapa fungsi tubuh untuk menjaga
kelangsungan kehidupan serta pertumbuhan (Revan, 2011).
Vitamin adalah bahan esensial yang diperlukan untuk membantu
kelancaran penyerapan zat gizi dan proses metabolisme tubuh. Kekurangan
vitamin dapat berpengaruh bagi kesehatan, karena itu diperlukan asupan harian
dalam jumlah tertentu yang idealnya bisa diperoleh dari makanan. Jumlah
kecukupan asupan vitamin per hari untuk perawatan kesehatan tersebut ditetapkan
sebagai RDA (Recommended Daily Allowance). Beberapa vitamin tertentu bila
diberikan dalam dosis tinggi mempunyai efek, antioksidan yang membantu sistem
imunitas tubuh dalam menetralkan benda asing yang berasal dari radikal bebas
dan kuman penyakit. Dan beberapa vitamin lain mempunyai efek penyembuhan,
sebagai kebalikan dari defisiensi yang terjadi akibat kekurangan vitamin tersebut
(Kim, 2002).
Dalam penentuan ada tidaknya vitamin alat yang dapat digunakan untuk
mengukur kandungan asam amino yaitu dengan menggunakan High Performance
Liquid Chromatography (HPLC). Alat HPLC dapat digunakan juga untuk analisis
asam lemak sebagai komponen penyusun lemak dan vitamin. Mengingat metode
analisis sangat bervariasi baik bahan yang digunakan maupun tingkat
ketelitiannya, maka pemilihan dan penetapan metode analisis merupakan suatu
keharusan (hernawati, 2013).

3
2.2 Macam – macam Vitamin
Menurut Kim (2002), jenis vitamin ada beberapa macam seperti berikut
lengkap dengan informasinya, yaitu:
2.2.1. Vitamin B1

Vitamin B1 berfungsi sebagai koenzim (membantu kerja enzim) penting


dalam sistem metabolisme tubuh untuk menghasilkan energi dari karbohidrat,
lemak, dan protein. Selain itu, vitaminB1 yang dikenal pula sebagai morale
vitamine karena mempunyai efek yang menguntungkan pada sistem saraf pusat
serta sikap mental, juga membantu. fungsi normal saraf pinggir, otot, dan jantung.
Kekurangan vitamin B1 sering terjadi pada usia lanjut, dengan gejala munculnya
gangguan sistem pencernaan yang berupa penyerapan buruk, sembelit
(konstipasi), peka atau tak tahan bahan makanan tertentu, dan hilangnya nafsu
makan. Juga muncul sebagai gejala gangguan saraf berupa penurunan daya ingat,
gelisah, dan mati rasa pada tangan dan kaki. Selain itu, menjadi sangat peka
terhadap rasa nyeri, koordinasi tubuh memburuk, dan lemah.
 Sumber dari makanan: Paling banyak ditemukan pada beras dan gandum
utuh(terutama beras merah), kuning telur, ikan, kacang‐kacangan, dan
polong-polongan.
 Penggunaan: Untuk memelihara fungsi saraf, mengoptimalkan aktivitas
kognitif dan fungsi otak, membantu proses metabolisme karbohidrat, lemak,
protein, dan mengatur sirkulasi serta fungsi darah.
 Dosis RDA: 1‐13 mg sehari, terapi 30‐100 mg sehari.

2.2.2. Vitamin B2

4
Vitamin B2 adalah komponen penting dari dua enzim utama dalam
produksi energi pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Fungsinya
yang lain adalah membantu pertumbuhan dan reproduksi, menjaga kesehatan
mata, serta menjaga kesehatan kulit, kuku, rambut, mulut, bibir, dan tenggorokan.
Kekurangan vitamin B2 sering terjadi pada usia lanjut, mengakibatkan terjadinya
gejala penurunan daya penglihatan, katarak, depresi, gangguan kulit, pening,
rambut rontok, radang mata, lesi mulut, gelisah dan gejala neurologis (mati rasa,
hilang sensasi, seperti kena syok listrik). Gejala lainnya adalah kejang, sensitif
terhadap cahaya, mengantuk, dan lemah.
 Sumber dari makanan: Pangan hewani adalah hati, ginjal, dan jantung
(ayam/sapi), sedangkan dari pangan nabati adalah sayur‐sayuran hijau.
 Penggunaan: Untuk katarak, gangguan pencernaan, kulit, dan depresi.
 Dosis RDA: 1,7 mg sehari. Dosis terapi 25 mg sehari.

2.2.3. Niasin (B3)

Niasin berhubungan dengan kinerja saraf, ditemukan oleh C.A. Elvehjem


dan rekan‐rekannya pada tahun 1937. Kekurangan niasin akan menyebabkan
gejala yang dikenal sebagai pellagra, ditandai dengan terjadinya kulit pecah-pecah
dan bersisik (dermatitis), otak berfungsi tidak sempurna sehingga sering bingung
(demensia), dan diare akibat melemahnya produksi lendir pada sistem pencernaan.
Sebagai koenzim dari NAD dan NADP, niasin berperan dalam reaksi metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein. Dengan enzim yang berbeda, niasin terlibat
dalam 50 reaksi kimia yang berbeda untuk menghasilkan energi, metabolisme
lemak, kolesterol, dan karbohidrat, serta pembuatan beberapa senyawa tubuh
penting, seperti hormon seks dan adrenalin. Dalam fungsinya tersebut, niasin
adalah vitamin penurun lemak yang mencegah penyakit jantung dengan
menurunkan kadar kolesterol, dan memperbaiki aliran darah pada kasus terjadinya
penyumbatan pembuluh darah perifer.

5
 Sumber dari makanan: Paling banyak terdapat pada hati, daging
(ayam/sapi),telur, ikan, kacang‐kacangan, susu, dan avokad.
 Penggunaan: Untuk membantu melepaskan energi dari makanan,
mempertahankan kesehatan sistemsusunan saraf dan rambut.
 Dosis RDA: 20 mg sehari.

2.2.4. Asam Pantotenat (Vitamin B5)

Defisiensi asam pantotenat menyebabkan gejala nyeri otot, depresi,


eksema, kelelahan, kerontokan rambut, insomnia (sulit tidur), tekanan darah
rendah, dan koordinasi buruk. Hal tersebut banyak terjadi pada usia lanjut karena
diet dan penyerapan yang buruk, sehingga asupan asam pantetonat hanya
mencapai tingkat 60% dari kebutuhan yang dianjurkan (RDA). Kekurangan asam
pantotenat dapat berakibat muntah, gangguan saluran cerna, susah tidur, dan lelah.
Walaupun banyak terdapat pada makanan, suplemen asam pantotenat diperlukan
untuk kasus tertentu, untuk membantu memperkuat sistem imun dengan
meningkatkan produksi antibodi.
 Sumber dari makanan: Sumber hewani adalah ikan, telur, susu, hati, ginjal
(ayam/sapi), semua buah yang dibuat selai (kurma, kismis, pisang selai), dan
khamir (yeast). Sedangkan sumber nabatinya adalah ubi jalar, brokoli,
kembang kol, jeruk, stroberi, kacang‐kacangan, dan gandum.
 Penggunaan: Untuk membantu melepaskan energi dari makanan,
mempertahankan kesehatan jaringan dan rambut.
 Dosis RDA: 10 mg sehari.

2.2.5. Vitamin B6

6
Vitamin B6, ditemukan P. Gyorgy pada tahun 1938, berperan dalam
pembentukan protein tubuh, sel‐sel darah merah, prostaglandin, dan senyawa
struktural yang berfungsi sebagai transmiter kimia pada sistem saraf. Vitamin B6
juga penting dalam mempertahankan keseimbangan hormon dan fungsi kekebalan
tubuh. Selain itu, vitamin B6 berperan sebagai koenzim dan terlibat dalam
metabolisme asam amino. Kekurangan vitamin B6 ini ditandai dengan gejala
depresi, kejangkejang (terutama pada anak‐anak), tak tahan gula (glucose
intolerance), melemahnya saraf yang berhubungan dengan daya ingat, anemia,
dan gangguan kulit (dermatitis).
 Sumber dari makanan: Paling banyak ditemukan pada khamir (ragi kering),
daging, hati, ginjal, dan jantung (ayam/sapi), susu, telur, unggas, ikan,
kentang, ubi jalar, sayur‐sayuran, sereal, gandum dan beras tumbuk,
kacang‐kacangan, pisang, kubis, dan kembang kol.
 Penggunaan: Berperan dalam metabolisme karbohidrat, protein dan lemak,
menguatkan kekebalan tubuh, membantu transmisi impuls saraf, menjaga
keseimbangan elektrolit tubuh (natrium dan kalium), merangsang
pertumbuhan sel darah merah, dan membantu sintesa DNA dan RNA.
 Dosis RDA: 2 mg sehari, terapi 25‐ 100 mg sehari.

2.2.6. Biotin (Vitamin B7)

Biotin yang berperan dalam produksi antibodi, disebut juga sebagai


vitamin H, ditemukan oleh M.A. Boas pada tahun 1927. Defisiensi biotin dapat
menimbulkan gangguan jantung, kurang nafsu makan, anoreksia, mual, depresi,
sakit otot, lemah, kulit kering bersisik, dermatitis, dan rambut rontok. Pada wanita
hamil dengan usia kehamilan di bawah 6 bulan dapat muncul gejala bisul,
ketombe (seborrheic dermatitis), dan rambut rontok. Dalam sistem pencernaan,
biotin berperan sebagai koenzim (bagian enzim) dari berbagai enzim metabolisme
yang mengatur penggunaan lemak dan asam amino. Tanpa biotin, metabolisme

7
lemak dan asam amino dapat menjadi terganggu. Biotin termasuk vitamin
nonesensial yang disintesis oleh tubuh di saluran pencernaan.
 Sumber dari makanan: Banyak terdapat pada keju, hati, kedele, kembang
kol, daging, susu, kacang tanah, sayuran, pisang, tomat, jeroan, telur
(terutama bagian kuningnya), jamur, kacang‐kacangan, dan gandum lengkap.
Namun, perlu diperhatikan bahwa putih telur mentah mengandung avidin,
yaitu suatu protein yang mengikat biotin, sehingga akan mencegah
penyerapan biotin oleh tubuh.
 Penggunaan: Untuk mempertahankan kesehatan kulit dan rambut.
 Dosis RDA: 300 mcg sehari.

2.2.7. Asam Folat (Vitamin B9)

Salah satu fungsi asam folat adalah sebagai bahan pembentuk senyawa
THF (tetrahidro‐folat), koenzim yang diperlukan dalam sintesa DNA, dan
pematangan sel darah merah. Asam folat berperan dalam pencegahan penyakit
jantung dan stroke dengan memecah homo‐sistein, substansi dalam darah yang
meningkatkan risiko penyakit tersebut. Dari perannya dalam membantu sintesa
DNA, asam folat mencegah kanker dengan memperbaiki kerusakan pada DNA
yang menjadi awal dari perkembangan penyakit ini. Defisiensi asam folat dapat
berakibat anemia makrositik, diare, mudah terkena infeksi, lidah merah dan licin,
depresi, gangguan mental, lelah, dan pingsan. Seharusnya defisiensi ini tidak perlu
terjadi, karena asam folat termasuk vitamin yang non‐esensial yang disintesis di
dalam saluran cerna, dan juga terdapat dalam jumlah cukup pada bahan makanan
sehari‐hari.

8
 Sumber dari makanan : Banyak terdapat pada hati, daging, ginjal, sayuran
hijau, gandum, telur, ikan, kacang hijau, khamir. Sumber lain adalah jeruk,
stroberi, wheat germ, dan kacang‐kacangan.
 Penggunaan: Untuk membantu pembentukan sel darah merah, dan
mempertahankan kesehatan sistem pencernaan.
 Dosis RDA: Untuk pria 170 mcg dan untuk wanita 150 mcg sehari. Ibu hamil
disarankan untuk mendapatkan tambahan 400 mcg asam folat sehari, karena
dari penelitian terungkap bahwa asam folat dapat mengurangi risiko cacat
bawaan pada bayi.

2.2.8. Vitamin B12

Vitamin B12 berperan dalam menjaga agar sel‐sel berfungsi normal,


terutama sel‐sel saluran pencernaan, sistem saraf, dan sumsum tulang, serta
memecah homo‐sistein (substansi dalam darah yang meningkatkan risiko stroke
dan penyakit Alzheimer). Kekurangan vitamin B12 akan melemahkan fungsi saraf
dengan akibat gejala berupa kaki bergetar, dan perasaan terbakar. Pada orang
lanjut usia kekurangan vitamin B12 dapat menyebabkan kepikunan, depresi atau
gangguan mental, anemia, dan diare. Vitamin B12 bekerja sama dengan asam
folat untuk proses‐proses tubuh, termasuk sintesa DNA. Karena vitamin B12
bekerja mengaktifkan kembali asam folat, maka kekurangan vitamin B12 juga
akan berakibat terjadinya kekurangan asam folat.

9
 Sumber dari makanan: Hati (ayam atau sapi), daging, susu serta produk
olahan, telur, ikan, sayur-sayuran, kedelai serta produk olahan (tahu, tempe,
tauco, kecap), bekatul, dan rumput laut.
 Penggunaan: Untuk mengatur pembentukan sel darah merah, mencegah
kerusakan dinding saraf, sintesa DNA, mengubah karbohidrat, lemak dan
protein menjadi energi.
 Dosis RDA : 6 mcg sehari, terapi 5‐50 mcg sehari.

2.2.9. Vitamin C

Vitamin ini mempunyai rasa asam, enak untuk dikonsumsi sehari‐hari, dan
fungsinya banyak sekali untuk kesehatan. Kadarnya yang tinggi di dalam sel
darah putih (10 sampai 80 kali lebih tinggi dari kadar plasma), terutama limfosit,
dengan cepat habis selama infeksi. Kondisi tersebut mirip dengan kasus gusi
berdarah bila kekurangan vitamin C. Vitamin C membantu mencegah infeksi yang
diakibatkan beberapa jenis virus dan bakteri, menambah masa hidup, serta
mengurangi terjadinya katarak. Fungsi lain dari vitamin C adalah sebagai
antioksidan, penghasil senyawa transmiter saraf dan hormon tertentu, membantu
memperbaiki sel tubuh dan meningkatkan kerja enzim sebagai faktor penyerap
dan pengguna zat gizi lainnya. Vitamin C juga mengurangi risiko kanker dengan
mengurangi kerusakan akibat radikal bebas pada DNA yang dapat memicu
kanker. Vitamin C adalah vitamin esensial, karena manusia tidak dapat
menghasilkan vitamin C sendiri, sehingga diperlukan asupan dari makanan. Pada
saat kita mengalami infeksi, dibutuhkan vitamin C dalam jumlah sangat besar
untuk membantu darah putih menghancurkan kuman penyerang.
 Sumber dari makanan: Paling banyak ditemukan pada buah‐buahan, seperti
jambu biji, nenas, jeruk, tomat, mangga, dan sirsak. Sayuran ada juga yang
mengandung banyak vitamin C, yaitu bayam, brokoli, cabai, dan kentang.

10
 Penggunaan: Untuk membantu penyembuhan luka, penyerapan zat besi' dan
kalsium, dan mempertahankan kesehatan kulit dan jaringan.
 Dosis RDA: untuk pria 60 mg, wanita: 60 mg sehari. Untuk terapi sebagai
antioksidan digunakan dalam dosis tinggi 500 ‐ 2.000 mg sehari.
2.3 Analisis Vitamin
2.3.1 Vitamin B1 (Tiamin)
A. Prinsip
Ekstraksi dan hidrolisis enzimatis dari ester-ester tiamin fosfat dan

pembersihan. Metode ini didasarkan pada pengukuran fluoresensi dari bentuk

oksidasi tiamin (tiokrom)

B. Metode dan Tahapan Analisis


 Metode Spektrofluorometri
1. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis vitamin B1 dalam susu adalah
sebagai berikut:
 Resin untuk kromatografi, disiapkan dengan menambah 50 gram Bio-Rex
dengan 300 mL HCl 2 N, diaduk selama 15 menit, disaring, dan diulangi lagi
dengan menambahkan 300 mL H2O, diaduk selama 1 menit, disaring, dan
diulangi lagi sampai diperoleh pH H2O antara 4,5–7,0. Akuades (H2O) harus
bebas dari suspensi resin ketika didiamkan selama 15 detik. Jika terbentuk
suspensi resin, pencucian diulang hingga diperoleh H2O jernih.
 Larutan natrium asetat 2 N, disiapkan dengan melarutkan 272 gram natrium
asetat trihidrat dalam air secukupnya hingga 1 L.
 Indikator pH brom kresol hijau dibuat dengan melarutkan 100 mg indikator
dalam 2,8 mL NaOH 0,05 N dengan penghangatan. Larutan indikator
diencerkan dengan H2O sampai 200 mL. Kisaran warna indikator: hijau (4,0) –
biru (5,8).
 Indikator pH bromofenol biru dibuat dengan melarutkan 100 mg indikator
dalam 3,0 mL NaOH 0,05 N dengan penghangatan. Larutan indikator
diencerkan dengan H2O sampai 250 mL. Kisaran warna indikator: kuning (3,0)
– biru (4,6).

11
 Larutan enzim 10% dibuat dengan melarutkan 10 gram enzim diastase dalam
akuades dan mengencerkannya sampai 100 mL.
 Larutan kalium klorida netral 25%, dibuat dengan melarutkan 250 gram KCl
dalam air secukupnya hingga 1 L.
 Larutan kalium klorida-asam, dibuat dengan menambahkan 8,5 mL HCl pada 1
L larutan kalium klorida di atas.
 Larutan kalium ferisianida 1%, dibuat dengan melarutkan 1 gram K3Fe(CN)6
dalam air secukupnya lalu mengencerkannya sampai 100 mL. Larutan ini
dibuat baru tiap hari.
 Pereaksi pengoksidasi disiapkan dengan mencampur 4,0 mL larutan kalium
ferisianida 1% dengan NaOH 15% secukupnya hingga 100 mL. Pereaksi ini
digunakan dalam waktu 4 jam setelah pembuatan.
 Isobutil alkohol.
 Larutan stok kinin sulfat, dibuat dengan melarutkan 10 mg kinin sulfat dalam
asam sulfat 0,1 N secukupnya hingga 1 L. Larutan stok ini disimpan dalam
labu berwarna merah atau kuning.
 Larutan baku kinin sulfat dibuat dengan mengencerkan 5,0 mL larutan stok
kinin sulfat di atas dengan H2SO4 0,1 N sampai 200 mL. Larutan baku ini
disimpan dalam labu berwarna merah atau kuning.
 Alkohol yang diasamkan dibuat dengan mengencerkan 250 mL alkohol dengan
H2O sampai 1 L. Larutan ini ditambah HCl tetes demi tetes untuk mengatur
pH-nya antara 3,5–4,3.
 Larutan asam asetat 3%, dibuat dengan mengencerkan 3 mL asam asetat glasial
dengan H2O sampai 100 mL.

2. Penyiapan kolom Kromatografi


Kolom kromatografi disiapkan dengan cara memasukkan glass wool dari
atas kolom sampai ujung kolom. Dengan hati-hati, suspensi resin dimasukkan
dalam H2O sampai ketinggian 10 cm. Cairan dijaga untuk tidak berada di bawah
permukaan resin selama proses adsorbsi.
3. Penyiapan larutan baku Tiamin HCl

12
 Larutan baku stok (induk)- 100 µg/mL, dibuat dengan menimbang secara
seksama 50,0 mg baku tiamin HCl yang telah dikeringkan dalam desikator.
Tiamin HCl dilarutkan dalam larutan alkohol 20% yang telah diasamkan
dengan HCl untuk mengatur pH larutan 3,5–4,3 lalu mengencerkannya sampai
batas tanda dengan alkohol yang telah diasamkan.
 Larutan antara 10 µg/mL, dibuat dengan mengencerkan 100,0 mL larutan stok
(induk) 100 µg/mL diatas sampai 1 L dengan alkohol 20% yang telah
diasamkan dengan HCl untuk mengatur pH antara 3,5–4,3.
 Larutan baku kerja- 1 µg/mL, dibuat dengan mengambil 10,0 mL larutan baku
antara lalu ditambah 50 mL HCl 0,1 N. Larutan selanjutnya didigesti selama 30
menit pada penangas uap pada suhu 95–100oC atau dalam penangas air
mendidih selama 30 menit dengan sesekali diaduk.
 Larutan baku kerja untuk sampel-sampel yang mengandung tiamin bebas,
dibuat dengan mengencerkan 20,0 mL larutan kerja (iii) sampai 100 mL
dengan HCl 0,1 N. Larutan ini ditandai sebagai larutan baku uji dan
dilanjutkan secara langsung dengan proses oksidasi.
 Larutan baku kerja untuk sampel-sampel yang mengandung tiamin pirofosfat,
dibuat dengan cara: mengambil 20,0 mL larutan baku kerja lalu dilanjutkan
dengan proses hidrolisis enzim dimulai dengan “larutan diencerkan dengan 65
mL”. Setelah selesai dilanjutkan dengan pemurnian hingga diperoleh larutan
25,0 mL. Larutan ini ditandai sebagai larutan baku uji (mengandung tiamin
HCl 5 µg) dan dilanjutkan dengan proses oksidasi.

4. Penyiapan sampel (ekstraksi)


 Untuk sampel-sampel yang mengandung tiamin bebas (tidak digunakan untuk
sampel yang mengandung tiamin pirofosfat).
 Untuk sampel kering atau setengah kering yang mengandung senyawa
basa dalam jumlah kecil, penyiapan sampelnya: ditimbang sejumlah sampel
secara seksama yang setara dengan 15 µg tiamin HCl lalu dimasukkan dalam
labu yang berukuran sesuai dan ditambah sejumlah mL HCl 0,1 N sebanyak
10 kali berat sampel kering dalam gram. Campuran diaduk hingga sampel
terdispersi dalam cairan. Jika terjadi gumpalan, larutan digojog kuat hingga
semua partikel padat bersentuhan dengan cairan. Tepi labu dicuci dengan HCl

13
0,1 N. Larutan selanjutnya didigesti selama 30 menit pada penangas uap pada
suhu 95–100oC dengan seringkali diaduk lalu didinginkan. Jika gumpalan
masih terjadi, campuran digojog hingga partikel terdispersi. Larutan
selanjutnya diencerkan dalam labu takar dengan HCl 0,1 N hingga
mengandung ± 0,2 µg/mL. Larutan ini ditandai sebagai larutan sampel uji.
 Untuk sampel kering atau setengah kering yang mengandung senyawa
basa dalam jumlah cukup tinggi, penyiapan sampel dilakukan dengan cara:
ditimbang sejumlah sampel secara seksama yang setara dengan 15 µg tiamin
HCl, dimasukkan dalam labu yang berukuran sesuai, ditambah HCl encer
dalam sampel hingga pH-nya ± 4, ditambah sejumlah volume H2O hingga
volumenya 10 kali berat sampel kering dalam gram. Campuran ditambah 1
mL HCl 10 N tiap 100 mL cairan. Jika terjadi gumpalan, larutan digojog kuat
hingga semua partikel padat bersentuhan dengan cairan. Tepi labu dicuci
dengan HCl 0,1 N. Larutan selanjutnya didigesti selama 30 menit pada
penangas uap pada suhu 95–100oC dengan seringkali diaduk lalu didinginkan.
Jika gumpalan masih terjadi, campuran digojog hingga semua partikel
terdispersi. Larutan selanjutnya diencerkan dalam labu takar dengan HCl 0,1
N hingga mengandung ± 0,2 µg/mL. Larutan ini ditandai sebagai larutan
sampel uji.
 Untuk sampel cair, penyiapan sampel dilakukan dengan cara: diambil
sejumlah tertentu sampel secara seksama yang setara dengan 15 µg tiamin
HCl, dimasukkan dalam labu yang berukuran sesuai. pH larutan diatur
dengan penambahan HCl atau NaOH hingga pH ± 4. Larutan selanjutnya
ditambah sejumlah volume H2O hingga volumenya 10 kali berat sampel
dalam gram. Larutan ditambah 1 mL HCl 10 N tiap 100 mL cairan lalu
diaduk hingga sampel terdispersi dalam cairan. Jika terjadi gumpalan, larutan
digojog kuat. Tepi labu dicuci dengan HCl 0,1 N. Larutan selanjutnya
didigesti selama 30 menit pada penangas uap pada suhu 95–100oC dengan
seringkali diaduk lalu didinginkan, dan jika gumpalan masih terjadi campuran
digojog. Larutan diencerkan dalam labu takar hingga mengandung ± 0,2
µg/mL. Larutan ini ditandai sebagai larutan sampel uji.

14
 Untuk sampel-sampel yang mengandung tiamin pirofosfat, penyiapan
sampelnya dilakukan dengan cara.
 penyiapan sampelnya dilakukan dengan cara: ditimbang sejumlah sampel
secara seksama yang setara dengan 15 µg tiamin HCl, dimasukkan ke dalam
labu yang berukuran sesuai lalu ditambah sejumlah mL HCl 0,1 N sebanyak
10 kali berat sampel kering dalam gram. Larutan diaduk hingga sampel
terdispersi dalam cairan. Jika terjadi gumpalan, larutan digojog kuat hingga
semua partikel padat bersentuhan dengan cairan. Tepi labu dicuci dengan
HCl 0,1 N. Larutan didigesti selama 30 menit pada penangas uap pada suhu
95–100oC dengan seringkali diaduk lalu didinginkan. Jika gumpalan masih
terjadi, campuran digojog hingga partikel terdipersi. Larutan diencerkan
dalam labu takar dengan HCl 0,1 N hingga mengandung ± 0,2–0,5 µg/mL.
Larutan ini ditandai sebagai larutan sampel uji. Proses selanjutnya adalah
dengan hidrolisis enzim dan dengan pemurnian.

4. Hidrolisis dengan Enzim


Sejumlah tertentu aliquot yang mengandung 10–25 µg tiamin diambil dan
diencerkan dengan 65 mL HCl 0,1 N. pH masing-masing larutan diatur 4,0-4,5
dengan penambahan larutan natrium asetat 2 N menggunakan indikator
bromkresol hijau. Titik akhir ditandai dengan perubahan warna biru yang tetap.
Larutan selanjutnya ditambah 5 mL larutan enzim, dicampur, diinkubasikan pada
suhu 45–50oC selama 3 jam, lalu didinginkan, dan pH-nya diatur ± 3,5
menggunakan indikator bromofenol biru. Larutan diencerkan dengan HCl 0,1 N
sampai 100 mL dan disaring melalui kertas saring yang tidak menyerap tiamin.

5. Pemurnian
Sejumlah aliquot larutan sampel yang telah disaring yang mengandung ± 5
µg tiamin dilewatkan pada kolom kromatografi yang telah dipersiapkan. Kolom
kromatografi dicuci 3 kali masing-masing dengan 5 mL H2O yag hampir
mendidih. Permukaan cairan jangan dibiarkan berada di bawah permukaan resin.
Tiamin dielusi dari resin dengan melewatkan 5 kali masing-masing 4,0–4,5 mL
larutan KCl-asam yang hampir mendidih (>60oC) melalui kolom. Permukaan

15
cairan jangan dibiarkan berada di bawah permukaan resin. Eluat yang diperoleh
dari hasil hidrolisis dan pemurnian larutan baku dikumpulkan dalam labu takar 25
mL, didinginkan, dan diencerkan dengan larutan KCl-asam sampai batas volume.
Larutan ini ditandai sebagai larutan sampel uji.

 Metode Kolorimetri
Dasar metode ini adalah reaksi antara tiamin dengan 6-aminotimol yang
telah didiazotasi. Hasil peruraian tiamin tidak menghasilkan warna dengan
pereaksi ini. Dekstrosa, laktosa, maltosa, sukrosa, tepung, kasein, gelatin, pepton,
urea, gliserofosfat dan logam berat, dengan kadar 100 kali lebih besar dari kadar
tiamin tetap tidak mengganggu. Riboflavin, asam nikotinat, nikotinamid,
piridoksin, asam pantotenat, guanin, adenin, triptopan, tirosin dan histidin yang
terdapat dengan kadar 20 kali lebih besar daripada kadar tiamin juga tidak
mengganggu.
Pereaksi 6-aminotimol dibuat dengan melarutkan 50 mg 6-aminotimol
dalam 50 mL asam klorida 0,35% dan mengencerkannya dengan air secukupnya
hingga 200 mL.
Prosedur penetapan kadar tiamin murni dengan pereaksi 6-aminotimol:
Sejumlah 5,0 pereaksi 6-aminotimol didinginkan dengan es, ditambah 2,0
mL natrium nitrit 0,1%, lalu dicampur dan didiamkan selama 1 menit. Larutan
selanjutnya ditambah 5,0 mL natrium hidroksida 20% dan diencerkan dengan air
secukupnya sampai 20,9 mL. Sejumlah 1,0 pereaksi ini ditambah 1,0 larutan
sampel. Setelah 5 menit larutan diencerkan dengan air untuk mendapatkan
absorbansi yang sesuai. Digunakan larutan blanko. Jika larutan sampel telah
berwarna atau keruh, dilakukan penetapan seperti diatas kemudian warna yang
terjadi disari dengan campuran pelarut yang terdiri atas 90 mL toluen yang telah
didestilasi ulang (redestilasi) dan 10 mL n-butanol. Lapisan pelarut organik
dipisahkan dan ditambah ± 1 gram natrium sulfat anhidrat untuk mengeringkan
pelarut lalu diukur absorbansinya.

 Metode Alkalimetri
Adanya hidroklorida pada tiamin hidroklorida dapat dititrasi dengan
natrium hidroksida 0,1 N menggunakan indikator brom timol biru.

16
Prosedur penetapan kadar tiamin hidroklorida dengan metode
alkalimetri:
 Lebih kurang 500 mg tiamin hidroklorida yang ditimbang seksama,
dilarutkan dalam 75 mL air bebas CO2 lalu dititrasi dengan NaOH 0,1 N
menggunakan indikator brom timol biru. Tiap mL NaOH 0,1 N setara dengan
33,70 gram tiamin hidroklorida.
 Berat ekivalen (BE) tiamin hidroklorida pada penetapan secara alkalimetri
adalah sama dengan berat molekulnya (BM). Hali ini disebabkan karena tiap
1 mol tiamin hidroklorida bereaksi dengan 1 mol NaOH.

 Metode Titrasi Bebas Air (TBA)


Tiamin hidroklorida dalam asam asetat glasial dapat dititrasi dengan asam
perklorat dengan sebelumnya ditambah raksa (II) asetat berlebihan. Kedua atom
nitrogen dalam tiamin hidroklorida tertitrasi sehingga berat ekivalennya setengah
dari berat molekulnya. Sebagai indikator dapat digunakan p-naftol benzen, merah
kuinaldin, atau dengan kristal violet.
Prosedur penetapan kadar tiamin dengan metode TBA:
 Lebih kurang 250 mg tiamin hidroklorida yang ditimbang seksama ditambah
10 mL asam asetat glasial, 10 mL raksa (II) asetat 5% dalam asam asetat
glasial, dan ditambah 20 mL dioksan. Selanjutnya larutan dititrasi dengan
asam perklorat 0,1 N menggunakan indikator 3 tetes kristal violet sampai
warna biru. Tiap mL asam perklorat 0,1 N setara dengan 16,86 mg tiamin
hidroklorida.
 Berat ekivalen (BE) tiamin hidroklorida pada penetapan secara titrasi bebas
air adalah setengah dari berat molekulnya (BM/2). Hali ini disebabkan karena
tiap 1 mol tiamin hidroklorida bereaksi dengan 2 mol HClO4.

 Metode Argentometri
Adanya klorida dalam tiamin hidroklorida dapat ditetapkan secara
argentometri dengan menggunakan metode Volhard. Pada penetapan dengan
metode Volhard suasananya harus asam sebab jika suasananya basa maka akan
terjadi reaksi antara perak nitrat dengan basa membentuk Ag(OH) yang pada
tahap selanjutnya akan membentuk endapan putih Ag2O, akibatnya perak nitrat

17
tidak hanya bereaksi dengan sampel tetapi juga bereaksi dengan basa.
Prosedur penetapan kadar vitamin B1 secara argentometri:
 Lebih kurang 100 mg tiamin hidroklorida yang ditimbang secara seksama
dilarutkan dalam 20 mL air. Larutan diasamkan dengan asam nitrat encer dan
ditambah 10 mL perak nitrat 0,1 N. Endapan yang terjadi disaring dan dicuci
dengan air sampai tidak mengandung klorida. Filtrat selanjutnya dititrasi
dengan larutan baku ammonium tiosianat 0,1 N menggunakan indikator besi
(III) amonium sulfat. Tiap mL perak nitra 0,1 N setara dengan 16,86 mg
tiamin hidorklorida.
 Berat ekivalen (BE) tiamin hidroklorida pada penetapan secara argentometri
adalah setengah dari berat molekulnya (BM/2). Ini disebabkan karena tiap 1
mol tiamin hidroklorida(yang mengandung 2 Cl-) bereaksi dengan 2 mol
AgNO3.

 6. Metode Gravimetri
Tiamin dalam tablet vitamin B1 dan dalam injeksi dapat ditetapkan secara
gravimetri dengan cara mengendapkan larutan tiamin menggunakn asam
silikowolframat.
Prosedur penetapan kadar tiamin dengan metode gravimetri:
Sejumlah tertentu tablet yang telah ditimbang secara seksama dan setara
dengan lebih kurang 50 mg tiamin hidroksida, diencerkan dengan air secukupnya
hingga 50 mL lalu ditambah 2 mL asam klorida pekat dan dipanaskan hingga
mendidih. Pada larutan yang telah mendidih ini selanjutnya ditambah dengan
cepat tetes demi tetes 4 mL asam silikowolframat yang baru disaring lalu
dididihkan selama 4 menit. Larutan disaring melalui penyaring kaca masir lalu
dicuci dengan 50 mL campuran mendidih yang terdiri atas 1 bagian volume asam
klorida pekat dan 19 bagian air yang mengandung asam silikowolframat 0,2%
(b/v), kemudian dicuci 2 kali tiap kali dengan 5 mL aseton. Sisa dikeringkan pada
suhu 105oC selama satu jam lalu didinginkan selama 10 menit dan dibiarkan
dalam eksikator di atas larutan asam sulfat 38% dan ditimbang. Tiap gram sisa
setara dengan 192,9 mg tiamin hidroklorida.

18
C. Perhitungan Kadar
Perhitungan kadar vitamin B1 dapat dihitung dengan rumus :

(V xN)AgNO3 x mg kesetaraan
Kadar vitamin B1=
N Kesetaraan x berat penimbangan (mg)

Dimana volume AgNO3 adalah volume hasil titrasi dan untuk Normalitas
AgNO3 adalah hasil standarisasi larutan AgNO3 dengan NaCl kemudian dikalikan
dengan mg kesetaraan vitamin B1 dan hasilnya dibagi dengan Normalitas
kesetaraan AgNO3 yang dikalikan dnegan berat penimbangan NaCl lalu dikalikan
100%. Dimana Tiap ml larutan AgNO3 0,1 N setara dengan 16,86 vitamin B1.

2.3.2 Vitamin B2 (Riboflavin)


A. Prinsip
Ektraksi, pembersihan dan kompensasi adanya substansi pengganggu dan
ditentukan dengan fluorometer

B. Metode dan Tahapan Analisis


 Metode spektrofluorometri
Cara penetapan langsung dapat digunakan terhadap campuran yang bebas
dari senyawa berwarna yang mengganggu atau senyawa pengganggu lain yang
mengandung riboflavin lebih besar dari 0,1 %.
Cara penetapan langsung dapat digunakan terhadap campuran yang tidak
mengandung senyawa berfluorosensi atau senyawa berwarna yang larut dalam air
atau dalam asam encer. Pengukuran harus dilakukan secepat mungkin karena
riboflavin terurai oleh sinar ultraviolet.
Larutan sampel: Sejumlah serbuk yang ditimbang seksama dan setara
dengan lebih kurang 2,5 mg riboflavin dimasukkan ke dalam labu 250 mL lalu
ditambah 1 mL asam asetat 32,5% dan air secukupnya hingga 200 mL. Lalu
dipanaskan di atas penangas air sambil sering dikocok hingga riboflavin larut lalu
didinginkan hingga suhu 20ºC. Larutan ditambah air secukupnya hingga 250 mL
dan dicampur baik-baik.
Larutan riboflavin baku persediaan I, dibuat dengan melarutkan 50 mg
riboflavin yang telah dikeringkan pada suhu 105 ºC selama 2 jam dalam asetat
0,02 N secukupnya hingga 500 mL.

19
Larutan riboflavin baku persediaan II, dibuat dengan cara menambah 10,0
mL larutan riboflavin baku persediaan I dengan asam asetat 0,02 N secukupnya
hingga 100 mL.
Larutan riboflavin baku, dibuat dengan mengencerkan 10,0 mL larutan
riboflavin baku persediaan II dengan air secukupnya hingga 100 mL.
Kadar dalam mg riboflavin dihitung dengan menggunakan rumus:
2,5 x B – C / A – B

 Metode spektrometri
Larutan riboflavin dalam pH 4,0 menunjukkan absorbs maksimum (λ maks)
pada 444 nm. Cara ini digunakan untuk menetapkan kemurnian riboflavin atau
untuk penetapan riboflavin dilakukan dengan cara terlindung dari cahaya.
Prosedur penetapan kadar riboflavin tunggal secara spektrofotometri:
Sekitar 100 mg riboflavin yang ditimbang seksama dilarutkan dengan
pemanasan dalam campuran 2 mL asam asetat glacial dan 150 mL air. Larutan
selanjutnya diencerkan dengan air, didinginkan, ditambah air secukupnya hingga
1000 mL. pada 10,0 mL larutan ditambah 3,5 mL natrium asetat 0,1 M kemudian
ditambah air secukupnya hingga 100 mL. kadarnya dihitung dengan
menggunakan riboflavin baku sebagai pembanding.

C. Perhitungan Kadar
(I-b)
µg Tiamin HCl tiap 5mL larutan uji = s-d

2.3.3 Vitamin B3 (Niasin)


A. Prinsip
Prinsip penentuan analisis didasarkan pada tingkat kemampuan larutan
vitamin B3 untuk mengabsorbsi beberapa jenis panjang gelombang.

B. Metode dan Tahapan Analisis


Metode Spektrofotometer

 Preparasi Sampel, Timbang sampel (kira-kira mengandung 0,1 mg niasin) dan


tambahkan NH2SO4, autoklaf selama 1 jam dan dinginkan. Atur pH sampai

20
6,8 dan encerkan sampai volume konsentrasi 0,1 g niasin/mL. campur dan
saring
 Preparasi tabung pengujian, Pengulangan sedikitnya menggunakan 0,5, 1,0,
2,0, 3,0, 4,0 dan 5,0 mL sampel kemudian tambahkan air sampai mencapai 5
mL. tambahkan 5 mL Difco Basal medium untuk niasin ke dalam masing-
masing tabung, autoklaf selama 10 menit pada suhu 121 oC dan dinginkan
 Preparasi standar Sama dengan preparasi pengujian Standar = larutan yang
mengandung 0,1 μL/mL niasin Inokulasi dan inkubasi (37 oC, 16-18 jam)
Tambahkan 1 tetes inokulum ke masing-masing tabung, tutup tabung dan
inkubasi pada suhu 37 oC selama 16-18 jam sampai kekeruhan maksimum
pada tabung dengan konsentrasi niasin paling tinggi.
 Pengukuran Absorbansi diukur pada panjang gelombang 540-660 nm.

C. Perhitungan Kadar
Penentuan kadar Vitamin B3 dilakukan dengan mengukur tingkat
kemampuan absorbansi larutan vitamin dengan berbagai panjang gelombang dan
konsentrasi berbeda-beda sehingga dapat dibuat kurva linear dengan
menggunakan nilai hubungan antara panjang gelombang dengan absorbansi
larutan.

2.3.4 Vitamin B5 (Asam Pantotenat)


A. Prinsip
Prinsip yang digunakan dalam analisis vitamin B6 yaitu pembebasan
pirodoksin dengan cara hidrolisis dengan HCl, pemanasan, pengasaman,
pencucian, dan elusi serta penjernihan eluat yang membentuk supernatan yag
mendapatkan tiga perlakuan berbeda kemudian ditambahkan reagen Gibb untuk
mengahasilkan kompleks berwarna biru.

B. Metode dan Tahapan Analisis


a. Pembutan Reagen Gibb ( larutan A)
Sebanyak 100 mg 2,6-dikhloroquinonkhloroimida dilarutkan dalam
250 mL isopropanol, dimasukkan dalam botol dan disimpan di lemari pendingin.

21
Bila selama penyimpanan timbul warna merah muda, reagen harus dibuang
(tidak murni).
b. Larutan ammonia-HCl (larutan B)
Sebanyak 160 gram NH4Cl + 700 mL akuades + 16 mLl NH4OH jenuh,
kemudian diencerkan sampai 1000 mL.
c. Pemurnian 2,6-dikhloroquinonkhloroimida
Larutkan 1 gram dalam 50 mL aseton kemudian diendapkan dengan penambahan
sedikit air setetes demi tetes sambil diaduk. Saring kristalnya dalam corong
Buchner, dikeringkan dengan pompa vakum, simpan dalam botol tertutup di
dalam refrigerator.

d. Larutan piridoksin-HCl (Larutan C)


Sebanyak 100 mg kristal piridoksin dilarutkan dalam 1 L HCl 0,1N dan
disimpan di lemari pendingin (stabil hingga 3 bulan) merupakan larutan induk
untuk membuat larutan standar.
e. Larutan Buffer
Sebanyak 73 gram Na2HPO4.2H2O + 167g asam sitrat + akuades sampai
1000 mL pada 3.0.
f. Preparasi Ekstrak Uji
- 3 gram sampel (mengandung 30-200 g pantotenat, lebih baik + 100g)
+ 10ml HCl 4N, dipanaskan dalam gelas kimia mendidih selama 1 jam.
- Larutan didinginkan dan pH-nya dibuat 3.0 dengan HCl 1N dan NaOH 1N
- Ditambah 3 mL larutan buffer + 2,5 gram reagen absorben Lloyd,
hemegenkan selama 5 menit.
- Setrifugasi dan supernatan dibuang
- Residu dicuci dengan 5 mL HCl 0,001 N: sentrifugasi dan supernatan
dibuang.
- Ditambah 5 mL NaOH 2 N, diencerkan sampai 20 mL, dikocok selama
3 menit, lalu disentrifugasi (elusi pantotenat).
- Diambil 10 mL eluat, ditambah 50 mL isopropil alkohol, dan disentrifugasi.
- Supernatan (ekstrak uji) yang jernih dipindah dan pHnya diatur menjadi 5,0
sampai 7,0 dengan HCl 12 N

22
g. Pengembangan Warna
- Disiapkan 3 tabung reaksi dan diisi dengan :
(1) 6 mL ekstrak + 2 mL larutan B + 1 mL asam borat jenuh (blanko)
(2) 6 mL ekstrak + 2 mL larutan B + 1 mL air
(3) 6 mL ekstrak + 2 mL larutan B + 1 mL larutan standar (10 g pantotenat)
- Ditambah 1 mL larutan A (reagen Gibb) dan setelah 60 detik, transmisinya
dibaca pada 620 nm.

C. Perhitungan Kadar
Perhitungan penetapan kadar vitamin B7 menggunakan rumus :
 L 2  10  60  1
g pantotenat       18,5 
 L 3  L 2  6 mL  10  W
Keterangan:
L2 = densitas fotometrik (2-log G); G = % transmisi
L3 – L2 = peningkatan densitas fotometrik karena penambahan 10 g
pantotenat
W = bobot sampel (gram)
(60/10) x 18,5 = faktor pengenceran (koreksi dilakukan untuk volume 1,5ml
diserap oleh 2,5g adsorben dalam volume total 20 mL)

2.3.5 Vitamin B6 (Pridoksin)


A. Prinsip
Prinsip yang digunakan dalam analisis vitamin B7 yaitu pembebasan
pirodoksin dengan cara hidrolisis dengan HCl, pemanasan, pengasaman,
pencucian, dan elusi serta penjernihan eluat yang membentuk supernatan yag
mendapatkan tiga perlakuan berbeda kemudian ditambahkan reagen Gibb untuk
mengahasilkan kompleks berwarna biru.

B. Metode dan Tahapan Analisis


a. Pembutan Reagen Gibb ( larutan A)
Sebanyak 100 mg 2,6-dikhloroquinonkhloroimida dilarutkan dalam
250 mL isopropanol, dimasukkan dalam botol dan disimpan di lemari pendingin.
Bila selama penyimpanan timbul warna merah muda, reagen harus dibuang
(tidak murni).

23
b. Larutan ammonia-HCl (larutan B)
Sebanyak 160 gram NH4Cl + 700 mL akuades + 16 mLl NH4OH jenuh,
kemudian diencerkan sampai 1000 mL.
c. Pemurnian 2,6-dikhloroquinonkhloroimida
Larutkan 1 gram dalam 50 mL aseton kemudian diendapkan dengan penambahan
sedikit air setetes demi tetes sambil diaduk. Saring kristalnya dalam corong
Buchner, dikeringkan dengan pompa vakum, simpan dalam botol tertutup di
dalam refrigerator.
d. Larutan piridoksin-HCl (Larutan C)
Sebanyak 100 mg kristal piridoksin dilarutkan dalam 1 L HCl 0,1N dan
disimpan di lemari pendingin (stabil hingga 3 bulan) merupakan larutan induk
untuk membuat larutan standar.
e. Larutan Buffer
Sebanyak 73 gram Na2HPO4.2H2O + 167g asam sitrat + akuades sampai
1000 mL pada 3.0.
f. Preparasi Ekstrak Uji
- 3 gram sampel (mengandung 30-200 g piridoksin, lebih baik + 100g)
+ 10ml HCl 4N, dipanaskan dalam gelas kimia mendidih selama 1 jam.
- Larutan didinginkan dan pH-nya dibuat 3.0 dengan HCl 1N dan NaOH 1N
- Ditambah 3 mL larutan buffer + 2,5 gram reagen absorben Lloyd,
hemegenkan selama 5 menit.
- Setrifugasi dan supernatan dibuang
- Residu dicuci dengan 5 mL HCl 0,001 N: sentrifugasi dan supernatan
dibuang.
- Ditambah 5 mL NaOH 2 N, diencerkan sampai 20 mL, dikocok selama
3 menit, lalu disentrifugasi (elusi piridoksin).
- Diambil 10 mL eluat, ditambah 50 mL isopropil alkohol, dan disentrifugasi.
- Supernatan (ekstrak uji) yang jernih dipindah dan pHnya diatur menjadi 5,0
sampai 7,0 dengan HCl 12 N
g. Pengembangan Warna
- Disiapkan 3 tabung reaksi dan diisi dengan :
(4) 6 mL ekstrak + 2 mL larutan B + 1 mL asam borat jenuh (blanko)

24
(5) 6 mL ekstrak + 2 mL larutan B + 1 mL air
(6) 6 mL ekstrak + 2 mL larutan B + 1 mL larutan standar (10 g piridoksin)
- Ditambah 1 mL larutan A (reagen Gibb) dan setelah 60 detik, transmisinya
dibaca pada 620 nm.

C. Perhitungan Kadar
Perhitungan penetapan kadar vitamin B7 menggunakan rumus :

 L 2  10  60  1
g piridoksin       18,5 
 L 3  L 2  6 mL 10  W
Keterangan:
L2 = densitas fotometrik (2-log G); G = % transmisi
L3 – L2 = peningkatan densitas fotometrik karena penambahan 10 g
piridoksin
W = bobot sampel (gram)
(60/10) x 18,5 = faktor pengenceran (koreksi dilakukan untuk volume 1,5ml
diserap oleh 2,5g adsorben dalam volume total 20 mL)

2.3.6 Vitamin B7 (Biotin)


A. Prinsip
Ektraksi, pembersihan dan kompensasi adanya substansi pengganggu dan
ditentukan dengan fluorometer

B. Metode dan Tahapan Analisis


 Metode spektrometri
Larutan riboflavin dalam pH 4,0 menunjukkan absorbs maksimum (λ maks)
pada 444 nm. Cara ini digunakan untuk menetapkan kemurnian riboflavin atau
untuk penetapan riboflavin dilakukan dengan cara terlindung dari cahaya.
Prosedur penetapan kadar riboflavin tunggal secara spektrofotometri:
Sekitar 100 mg riboflavin yang ditimbang seksama dilarutkan dengan
pemanasan dalam campuran 2 mL asam asetat glacial dan 150 mL air. Larutan
selanjutnya diencerkan dengan air, didinginkan, ditambah air secukupnya hingga
1000 mL. pada 10,0 mL larutan ditambah 3,5 mL natrium asetat 0,1 M kemudian

25
ditambah air secukupnya hingga 100 mL. kadarnya dihitung dengan
menggunakan riboflavin baku sebagai pembanding.

C. Perhitungan Kadar
(I-b)
µg Tiamin HCl tiap 5mL larutan uji =
s-d
2.3.7 Vitamin B9 (Asam Folat)
A. Prinsip
Prinsip yang digunakan dalam analisis vitamin B9 adalah menggunakan
beberapa larutan yaitu larutan sampel, larutan standar, dan eluent dengan metode
identifikasi dengan cara menginjeksi larutan standar dan larutan sampel ke dalam
sistem HPLC.

B. Metode dan Tahapan Analisis


a. Pembuatan Fase Gerak
- Ditimbang seksama 1640 mg natrium asetat dengan menggunakan neraca
analitik (untuk volume 2 L larutan MPh).
- Dimasukan ke dalam beaker glass 2000 mL.
- Dilarutkan dengan 1800 mL purified water, kemudian diaduk dengan
magnetic stirer.
- Diatur pH dengan menambahkan asam asetat glasial hingga mencapai pH
3,0.
- Ditambahkan purified water hingga volume mencapai 2000 mL. Kemudian
jadilah larutan 1.
- Diambil 1800 mL larutan 1 dengan menggunakan gelas ukur 2000 mL.
- Ditambahkan asetonitril sebanyak 200 mL, kemudian dikocok hingga
larutan homogen.
- Disaring ke dalam botol dengan menggunakan millipore 0,45 mm.
a. Membuat Media Disolusi (Buffer)
Membuat NaOH 1N
- Ditimbang seksama 40 g NaOH dengan menggunakan neraca analitik.
- Dimasukkan ke dalam labu ukur 1 L.
- Ditambahkan purified water ke dalam labu ukur sampai tepat batas.

26
- Dikocok hingga larutan homogen.
Membuat HCl 1N
- Diambil sebanyak 85,3 mL HCl 37% kemudian dimasukkan kedalam labu
ukur 1 L.
- Ditambahkan purified water ke dalam labu ukur sampai tepat batas.
- Dikocok hingga larutan homogen.
Membuat 3 L larutan Buffer Citrate 0.05M pH 6
- Ditimbang seksama 5,99 g asam sitrat dengan menggunakan neraca analitik.
- Dimasukkan ke dalam beaker glass 3 L.
- Ditimbang seksama 35,73 g trinatrium dihidrat dengan menggunakan neraca
analitik.
- Dicampur ke dalam beaker glass 3 L.
- Ditambahkan dengan purified water sebanyak 3000 L.
- Diaduk dengan magnetic stirer.
- Diatur pH dengan menggunakan NaOH 1N atau HCl 1N yang telah dibuat
sebelumnya hingga mencapai pH 6.
c. Preparasi Standar
- Ditimbang seksama 100 mg standar folic acid dengan menggunakan neraca
analitik.
- Dimasukan kedalam labu ukur 250 mL.
- Diencerkan dengan larutan buffer citrate secukupnya, kemudian dilarutkan
dengan buffer citrate hingga tanda batas labu ukur. (Standar 1).
- Dipipet 5 mL dari standar 1 kedalam labu ukur 100 mL, kemudian
diencerkan dengan larutan buffer citrate hingga tanda batas labu ukur.
(Standar 2).
- Dipipet 2.5 mL dari standar 2 kedalam labu ukur 100 mL, kemudian
diencerkan dengan larutan buffer citrate hingga tanda batas labu ukur.
(Standar 3).
- Masing-masing standar disaring dengan filter 0,45 µm kedalam vial HPLC
untuk dianalisis.
d. Preparasi Sampel
- Ditimbang seksama 6 tablet sediaan obat yang akan dianalisis.

27
- Ditaruh pada cawan petri dan diberi nomor sesuai urutan saat penimbangan.
- Dilakukan penghitungan rata-rata bobot dalam 1 tablet.
e. Pengkondisian HPLC
Dilakukan pencucian kolom HPLC sebagai berikut :
- Dicuci Kolom Utispher HDO C18 125×4,6 mm dengan Asetonitril 70%
selama 45 menit.
- Dicuci Kolom Utispher HDO C18 125×4,6 mm dengan Metil Alkohol 10%
selama 45 menit.
- Dicuci Kolom Utispher HDO C18 125×4,6 mm dengan MPh selama 45
menit.

f. Uji Disolusi
- Siapkan alat disolusi, RPM diatur menjadi 75 rpm.
- Isi alat disolusi dengan air sampai batas, kemudian tunggu suhu mencapai
37˚C.
- Setelah suhu mencapai 37˚C masukkan sampel sesuai nomor urutan,
dimulai dari nomor 1, kemudian beri selang 1 menit untuk sampel
berikutnya hingga sampel nomor 6.
- Setelah dimasukkan sampel terakhir kemudian nyalakan timer atur waktu 60
menit.
- Setelah 60 menit ambil larutan dari basket 1 menggunakan syringe dan
masukkan ke dalam tabung nomor 1. Pada menit berikutnya ulangi langkah
tersebut pada basket nomor 2 dan masukkan pada tabung nomor 2, lakukan
sampai basket nomor 6.
- Pipet 2 mL larutan masing-masing dari tabung nomor 1 sampai 6 kemudian
dimasukkan pada tabung nomor 7 dan dicampur.
- Saring masing-masing tabung dan masukkan ke dalam vial HPLC dan beri
sesuai nomor.
- Masukkan Buffer Citrate ke dalam vial HPLC sebagai larutan kontrol
(eluent).
- Kemudian Masukkan kedalam HPLC dengan urutan vial yaitu vial eluent,
vial standar 1, vial standar 2, vial standar 3, vial sampel 1, vial sampel 2,

28
vial sampel 3, vial sampel 4, vial sampel 5, vial sampel 6, vial sampel 7, vial
standar 1, vial standar 2, vial standar 3, dan vial eluent
g. Identifikasi
- Diinjeksikan 20 µL larutan standar dan larutan sampel ke dalam sistem
HPLC (High Performance Liquid Chromatography).

C. Perhitungan Kadar
Perhitungan penetapan kadar vitamin B9 menggunakan rumus :

1 5 2,5 900
DF      1000  4,5g
250 100 100 1
mg disolusi
0
0 disolusi   100 0 0
mg LC
A sampel
Kadar B 9   mg standar  DF
A standar

2.3.8 Vitamin B12 (Kobalamin)


A. Prinsip
Prinsip yang digunakan dalam analisis vitamin B12 adalah ekstraksi
vitamin kobalanin dengan asam asetat. Sampel dan standar perbandingan yang
mengandung vitamin kobalanin disuntik ke kolom HPLC pada panjang
gelombang yang telah ditentukan.

B. Metode dan Tahapan Analisis


Ekstraksi vitamin B12 diawali dengan penimbangan sampel sebanyak 2-5 g
yang mangandung sekitar 40 mikrogram vitamin B12 dimasukkan ke dalam tabung
reaksi tertutup. Buffer asetat sebanyak 20 mL dan 0,2 mL larutan kalium sianida
ditambahkan pada tabung reaksi. Tabung dimasukkan ke dalam penangas air
mendidih selama 30 menit, lalu ddinginkan dan diencerkan sampai 50 mL air
suling dan disaring dengan kertas Whatman 42. Homogenisasi selama 5 menit
dengan ultrasonic dan didiamkan pada suhu ruang sampai dingin. Penambahan 25
mL metanol, dan tepatkan sampai volume 50 mL dengan asam asetat 2 %. Sampel

29
disentrifuse pada 4000 rpm selama 30 menit. Supernatan dipisahkan untuk
disuntikkan ke HPLC, dengan kondisi HPLC sebagai berikut:
Fase gerak : H2O pH 2
Kolom : C18
Kecepatan aliran : 0,5 mL/menit
Pompa : 515 HPLC pump
Injektor : Cecil 1100 series
Program : Isokratik
Detektor : UV visibel
Panjang gelombang : 280 nm
Sensitivitas : 0,01 AUFS
Suhu : kamar
Tekanan : 6000 psi

C. Perhitungan Kadar
Perhitungan penetapan kadar vitamin B12 menggunakan rumus :

 standar vi t. B12  volume akhir (mL)  fp


area sampel
Kadar vita min B12  area standar
bobot sampel (g)

2.3.9 Vitamin C (Asam Askorbat)


A. Prinsip
Prinsip yang digunakan dalam analisis vitamin C adalah dengan oksidasi
analat oleh I2 sehingga I- tereduksi menjadi ion iodida kemudian ditambahkan C2
dan C3 dengan indikator amilum. Akhir titrasi ditandai dengan warna biru
(iod-amilum).

B. Metode dan Tahapan Analisis


Sebanyak 5 mL vitamin C ditambahkan 25 mL akuades kemudian
ditambahan 2 mL larutan Pati 1 %. Setelah itu dititrasi dengan larutan iodin
standar 0,01 N. Akhir titrasi terbentuk warna biru yang tetap. Titrasi harus
dikerjakan cepat karena pada senyawa lain seperti glutathion dan sistein akan

30
teroksidasi perlahan-lahan oleh larutan iodin dan menghasilkan hasil yang tidak
akurat (error).

C. Perhitungan Kadar
Perhitungan penetapan kadar vitamin C menggunakan rumus :

mL larutan Iodin  0,88 mg askorbat


Kadar Vit. C 
mL Iodin
1 mL 0,01 N iodin ekuivalen dengan 0,88 mg asam askorbat.

31
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Secara umum metode analisis pada vitamin mengguankan metode
kromatografi (HPLC), hanya pada ekstraksinya yang berbeda. Metode-metode
analisis seperti kolorimetri, Spektrofotometer, Titrasi Iodometri, Mikrobiologikal
Assay, Bioassay, Gravimetri, merupakan metode tambahan dalam analisis
vitamin.

3.2 Saran
Dalam menganalis kadar vitamin, sebaiknya menggunakan metode
kromatografi (HPLC), karena dengan metode ini data yang diperoleh lebih akurat
dibandingkan dengan metode yang lain.

32
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2009, Analisis Vitamin, (elisa.ugm.ac.id/user/archive/.../bfc8fe866a61af


274e8ff0a72d9e70f).

Clarke, 2005, Analysis of Drugs and Poisons. Versi chm.

Dirjen POM, 1949, Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : DepKes RI.

Dirjen POM, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : DepKes RI.

Fibri, D.L.N., 2012, Vitamin Larut Dam Air Dan Vitamin Larut Dalam Lemak,
Jurusan Teknologi Pangan Dan Hasil Pertanian Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.

Http://wikipedia. Vitamin. Org.

James, R.F., 1989, Martindale Edisi 29, The Pharmaceutical Press, London.

Rohman, A., dan Sudjadi, 200, Analisis Kuantitatif Obat. UGM Press,
Yogyakarta,.
Yulianti, I., 2011, Karakteristik Mineral Dan Vitamin B12 Kerang Hasil
Tangkapan Samping, Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas
Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

33

Anda mungkin juga menyukai