Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN DEPARTEMEN

BEDAH DENGAN CHOLANGITIS


DI RSSA RUANG 17

DISUSUN OLEH:

AGIL MUHAMMAD ISA


201810461011033

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2018
1. DEFINISI
Kolangitis adalah peradangan akut dinding saluran empedu, hampir selalu
disebabkan infeksi bakteri pada lumen steril.Kolangitis merupakan infeksi bakteri dari
sistem duktus bilier, yang bervariasi tingkat keparahannya dari ringan dan dapat
sembuh sendiri sampai berat dan dapat mengancam nyawa. Kolangitis akut merupakan
superimposa infeksi bakteri yang terjadi pada obstruksi saluran bilier, terutama yang
ditimbulkan oleh batu empedu, namun dapat pula ditimbulkan oleh neoplasma ataupun
striktur.
Kolangitis adalah infeksi bakterial yang akut dari saluran empedu yang
tersumbat baik secara parsial atau total; sumbatan dapat disebabkan oleh penyebab dari
dalam lumen saluran empedu misalnya batu koledokus, askaris yang memasuki duktus
koledokus atau dari luar lumen misalnya karsinoma caput pankreas yang menekan
duktus koledokus, atau dari dinding saluran empedu misalnya kolangio-karsinoma atau
striktur saluran empedu.

2. ANATOMI FISIOLOGI
Kandung empedu merupakan kantong berbentuk alpukat yang terletak tepat
dibawah lobus kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, infundibulum,
dan kolum. Fundus bentuknya bulat, ujung nya buntu dari kandung empedu. Korpus
merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah bagian yang sempit
dari kandung empedu (Brunicardi, 2005).
Empedu yang di sekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran
empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua
saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan hati sebagai duktus hepatikus
komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus
koledokus.

a. DUKTUS SISTIKUS
Duktus sistikus merupakan lanjutan dari vesika fellea, terletak pada porta
hepatis yang mempunyai panjang kira-kira 3-4 cm. Pada porta hepatis duktus
sistikus mulai dari kollum vesika fellea, kemudian berjalan ke postero-kaudal
di sebelah kiri kollum vesika fellea. Lalu bersatu dengan duktus hepatikus
kommunis membentuk duktus koledokus. Mukosa duktus ini berlipat-lipat
terdiri dari 3-12 lipatan, berbentuk spiral yang pada penampang longitudinal
terlihat sebagai valvula disebut valvula spiralis (Heisteri).
b. DUKTUS HEPATIKUS
Duktus hepatikus berasal dari lobus dexter dan lobus sinister yang bersatu
membentuk duktus hepatikus komunis pada porta hepatis dekat pada processus
papillaris lobus kaudatus. Panjang duktus hepatikus kommunis kurang lebih 3
cm terletak disebelah ventral arteri hepatika propria dexter dan ramus dexter
vena portae. Bersatu dengan duktus sistikus menjadi duktus koledokus
c. DUKTUS KOLEDOKUS
Duktus koledokus mempunyai panjang kira – kira 7 cm dibentuk oleh persatuan
duktus sistikus dengan duktus hepatikus kommunis pada porta hepatis, dimana
dalam perjalanannya dapat dibagi menjadi tiga bagian.
Pada kaput pankreas duktus koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus
wirsungi membentuk ampulla, kemudian bermuara pada dinding posterior pars
desenden duodeni membentuk suatu benjolan ke dalam lumen disebut papilla
duodeni major.

Gambar. 1. Anatomi saluran empedu

Gambar. 1. Anatomi saluran empedu


3. ETIOLOGI & FAKTOR RISIKO
Kolangitis dapat disebabkan oleh berbagai keadaan patologis yang semuanya akan
berakhir dengan statis aliran empedu dan akhirnya terjadi infeksi, diantaranya :
ð Choledocholitiasis
ð Terjadi akibat obstruksi saluran empedu, terutama koledokolitiasis, dan
penyebab jarang seperti tumor, kateter, indwelling stents, pancreatitis akut, dan striktur
ringan. Bakteri (E. coli, klebsiella, clostridium, bacteroides, enterobacter, streptococcus
grup D) kemungkinan besar masuk ke sfingter oddi. Sebagian pula, kolangitis parasit,
misal, fasciola hepatica, skistosomiasis, dll.
a. Striktur bilier sistem
b. Neoplasma pada sistem bilier
c. Parasit cacing Ascaris
d. Pankreatitis kronis
e. Tumor pankreas
f. HIV/AIDS

Penyebab tersering obstruksi biliaris adalah : koledokolitiasis, obstruksi struktur


saluran empedu, dan obstruksi anastomose biliaris. Bagaimanapun berat penyebab
obstruksi, kolangitis tidak akan terjadi tanpa cairan empedu yang terinfeksi. Kasus
obstruksi akibat keganasan hanya 25-40% yang hasil kultur empedunya positif.
Koledokolitiasis menjadi penyebab tersering kolangitis.

Dalam beberapa tahun terakhir dengan semakin banyaknya pemakaian manipulasi


saluran biliaris invasif seperti kolangiografi, stent biliaris, untuk terapi penyakit saluran
biliaris telah menyebabkan pergeseran penyebab kolangitis. Selain itu pemakaian
jangka panjang stent biliaris seringkali disertai obstruksi stent oleh cairan biliaris yang
kental dan debris biliaris yang menyebabkan kolangitis.

4. MANIFESTASI KLINIS
a. Penyakit ini biasanya dimulai secara bertahap dengan kelelahan yang amat
sangat, gatal-gatal dan jaudince.
b. Seringkali didapatkan nyeri hebat di epigastrium atau perut kanan atas karena
adanya batu koledokus. Nyeri ini bersifat kolik, menjalar ke belakang atau ke
skapula kanan, kadang-kadang nyeri bersifat konstan
c. Terdapat pembesaran hati dan limpa, atau gejala-gejala sirosis.
d. Bisa juga terjadi hipertensi portal, asites dan kegagalan hati, yang bisa berakibat
fatal.
e. Pada sebagian kecil kasus ini tidak didapatkan ikterus, hal ini dapat diterangkan
karena batu di dalam duktus koledokus tersebut masih mudah bergerak sehingga
kadang-kadang aliran cairan empedu lancar, sehingga bilirubin normal atau
sedikit saja meningkat
f. Kadang-kadang tidak jelas adanya demam, tetapi ditemukan lekositosis.
g. Fungsi hati menunjukkan tanda-tanda obstruksi yakni peningkatan yang
menyolok dari GGT atau fosfatase alkali. SGOT/SGPT dapat meningkat, pada
beberapa pasien bahkan dapat meningkat secara menyerupai menyerupai
hepatitis virus akut.

5. PATOFISIOLOGI
Kolangitis akut disebabkan oleh infeksi bakteri pada pasien dengan obstruksi bilier.
Organisme biasanya naik dari duodenum, penyebaran hematogen dari vena portal
adalah sumber yang jarang dari infeksi. Faktor predisposisi yang paling penting bagi
cholangitis akut adalah obstruksi bilier dan stasis. Penyebab paling umum dari obstruksi
bilier pada pasien dengan cholangitis akut tanpa saluran empedu stent adalah batu
empedu (28-70 persen), stenosis jinak (5-28 persen), dan keganasan (10-57 persen).
Selain itu, kolangitis akut adalah komplikasi umum penempatan stent untuk obstruksi
bilier.
Mekanisme masuknya bakteri pada saluran empedu
Bakteri dapat masuk ke saluran empedu ketika mekanisme penghalang normal
terganggu. Hal ini dapat mengakibatkan translokasi bakteri dari sistem portal atau
duodenum ke dalam pohon bilier. Mekanisme penghalang yang normal termasuk
sfingter Oddi, yang biasanya membentuk suatu penghalang mekanis yang efektif untuk
duodenum refluks dan naik infeksi bakteri. Selain itu, tindakan pembilasan kontinu
empedu ditambah aktivitas bakteriostatik garam empedu membantu menjaga sterilitas
empedu. Sekretorik IgA dan lendir empedu mungkin berfungsi sebagai faktor anti-
kepatuhan, mencegah kolonisasi bakteri.
Obstruksi bilier mempromosikan pembendungan empedu dan bakteri pertumbuhan
dan juga dapat membahayakan mekanisme pertahanan kekebalan tubuh inang. Karena
anatomi yang khas, sistem bilier kemungkinan akan terpengaruh terhadap tekanan
intraductal tinggi.Terjadinya bakteremia atau endotoksemia berkorelasi langsung
dengan tekanan intrabiliari. Meningkatnya tekanan intrabiliari akan menyebabkan
peningkatan permeabilitas ductules empedu, memungkinkan translokasi bakteri dan
racun dari sirkulasi portal ke dalam saluran empedu6. Tekanan tinggi juga
meningkatkan migrasi bakteri dari empedu ke dalam sirkulasi sistemik, meningkatkan
risiko septikemia . Selain itu, peningkatan tekanan bilier merugikan mempengaruhi
sejumlah mekanisme pertahanan tuan rumah termasuk: Sel Kupffer , Aliran empedu
,Produksi IgA.
Bakteri duodenum dapat memasuki sistem empedu dalam konsentrasi tinggi ketika
mekanisme penghalang terganggu, seperti yang terjadi setelah sphincterotomy
endoskopi, bedah koledokus, atau penyisipan stent empedu. Kolangitis akut sering
berkembang setelah endoskopi atau manipulasi perkutan dengan lengkap drainase bilier
atau sebagai komplikasi akhir dari penyumbatan stent empedu.
Namun, bakteri juga bisa lewat secara spontan melalui sfingter Oddi dalam jumlah
kecil. Kehadiran benda asing, seperti batu atau stent, kemudian dapat bertindak sebagai
media untuk kolonisasi bakteri. Empedu yang diambil dari pasien tanpa obstruksi steril
atau hampir steril . Sebagai perbandingan, sekitar 70 persen dari semua pasien dengan
batu empedu memiliki bukti bakteri dalam empedu . Pasien dengan batu empedu
saluran memiliki probabilitas lebih tinggi empedu budaya positif dibandingkan dengan
batu empedu di kandung empedu atau duktus sistikus
6. KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi dari penyakit kolangitis terutama yang derajat tinggi (kolangitis
supuratif) adalah sebagai berikut:
Abses hati piogenik
Abses hati piogenik merupakan 75% dari semua abses hati. Abses ini pada anak dan
dewasa muda terjadi akibat komplikasi apendisitis, dan pada orang tua sebagai
komplikasi penyakit saluran empedu seperti kolangitis. Infeksi pada saluran empedu
intrahepatik menyebabkan kolangitis yang menimbulkan kolangiolitis dengan akibat
abses multiple.
Bakteremia, sepsis bakteri gram negatif
Bakteremia adalah terdapatnya bakteri di dalam aliran darah (25-40%). Komplikasi
bakteremia pada kolangitis dapat terjadi oleh karena etiologi utama penyebab terjadinya
kolangitis adalah infeksi bakteri. Demam merupakan keluhan utama sekitar 10-15%
(Josh, 2006).
Peritonitis sistem bilier
Kebocoran empedu dalam ruang peritoneal menyebabkan iritasi dan peritonitis. Jika
empedu terkena infeksi, maka akan menyebabkan peritonitis dan sepsis yang
mempunyai resiko tinggi yang sangat fatal.
Kerusakan duktus empedu
Duktus empedu dapat dengan mudah rusak pada tindakan kolesistektomi atau pada
eksplorasi duktus empedu yang tidak sesuai dengan anatominya. Kesalahan yang
sangat fatal adalah tidak mengetahui cara melakukan transeksi atau ligasi pada duktus.
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Laboratorium darah
Pada pemeriksaaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis pada sebagian besar
pasien. Hitung sel darah putih biasanya melebihi 13.000. Lekopeni atau
trombositopenia kadang – kadang dapat ditemukan, biasanya jika terjadi sepsis
parah. Sebagian besar penderita mengalami hiperbilirubinemia sedang.
Peningkatan bilirubin yang tertinggi terjadi pada obstruksi maligna. Tes fungsi hati
termasuk alkali fosfatase dan transaminase serum juga meningkat yang
menggambarkan proses kolestatik (Shojamanes, 2006)
b. Foto polos abdomen
Meskipun sering dilakukan pada evaluasi awal nyeri abdomen , foto polos
abdomen jarang memberikan diagnosis yang signifikan. Hanya sekitar 15% batu
saluran empedu yang terdiri dari kalsium tinggi dengan gambaran radioopak yang
dapat dilihat. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar
hidrops, kandung empedu kadang juga dapat terlihat sebagai massa jaringan lunak
di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura
hepatika
c. Ultrasonografi
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk
mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik
maupun ekstrahepatik. Juga dapat dilihat kandung empedu yang menebal karena
fibrosis atau edema karena peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada
duktus koledokus distal kadang sulit dideteksi, karena terhalang udara di dalam
usus. Dengan ultrasonografi lumpur empedu dapat diketahui karena bergerak
sesuai dengan gaya gravitasi (Brunicardi, 2005)
d. CT Scan
Ct Scan tidak lebih unggul daripada ultrasonografi untuk mendiagnosis batu
kandung empedu. Cara ini berguna untuk diagnosis keganasan pada kandung
empedu yang mengandung batu, dengan ketepatan sekitar 70-90 persen.
e. ERCP
Endoskopik merupakan selang kecil yang mudah digerakkan yang menggunakan
lensa atau kaca untuk melihat bagaian dari traktus gastro intestinal. Endoscope
Retrograde Cholangiopancreotography (ERCP) dapat lebih akurat menentukan
penyebab dan letak sumbatan serta keuntungannya juga dapat mengobati penyebab
obstruksi dengan mengeluarkan batu dan melebarkan peyempitan.

f. Skintigrafi
Skintigrafi bilier digunakan untuk melihat sistem bilier termasuk fungsi hati dan
kandung empedu serta diagnosa beberapa penyakit dengan sensitifitas dan
spesifitas sekita 90% sampai 97%. Meskipun test ini paling bagus untuk melihat
duktus empedu dan duktus sistikus, namun skintigrafi bilier tidak dapat
mengidentifikasi batu saluran empedu atau hanya dapat memberikan informasi
sesuai dengan letak anatominya. Agent yang digunakan untuk melakukan test
99m
skintigrafi adalah derivat asam iminodiasetik dengan label Tc.
g. Kolesistografi oral
Metode ini dapat digunakan untuk melihat kerja dari sistem bilier melalui prinsip
kerja yang sama dengan skintigrafi tapi dapat memberikan informasi yang lebih
jelas. Pasien diberi pil kontras oral selama 12-16 jam sebelum dilakukan tes.
Kemudian kontras tadi diabsorbsi oleh usus kecil, lalu dibersihkan oleh hepar dan
di ekskresi ke dalam empedu dan dikirim ke kandung empedu.
h. Kolangiografi
Biasanya diindikasikan ada suatu saat dalam penatalaksanaan pasien dengan
kolangitis. Pada sebagian besar kasus, kolangiografi dilakukan untuk menentukan
patologi biliaris dan penyebab obstruksi saluran empedu sebelum terapi definitif.
Jadi, kolangiografi jarang diperlukan pada awal perjalanan kolangitis dan dengan
demikian harus ditunda sampai menghilangnya sepsi. Kekecualian utama adalah
pasien yang datang dengan kolangitis supuratif, yang tidak berespon terhadap
antibiotik saja. Pada kasus tersebut, kolangiografi segera mungkin diperlukan
untuk menegakkan drainase biliaris. Kolangiografi retrograd endoskopik ataupun
kolangiografi transhepatik perkutan dapat digunakan untuk menentukan anatomi
atau patologi billiaris. Tetapi, kedua teknik tersebut dapat menyebabkan kolangitis
pada sekitar 5 persen pasien. Dengan demikian perlindungan antibiotik yang tepat
harus diberikan sebelum instrumentasi pada semua kasus.

8. PENATALAKSANAAN
i. Konservatif
Jika diagnosis klinis kolangitis telah dibuat, penatalaksanaan awal adalah
konservatif. Keseimbangan cairan dan elektrolit harus dikoreksi dan
perlindungan antiobiok dimulai. Pasien yang sakit ringan dapat diterapi sebagai
pasien rawat dengan antibiotik oral. Dengan kolangitis supuratif dan syok septik
mungkin memerlukan terapi di unit perawatan insentif dengan monitoring
invasif dan dukungan vasopresor.
Pemilihan awal perlindungan antibiotika empiris harus mencerminkan
bakteriologi yang diduga. Secara historis, kombinasi aminoglikosida dan
penicillin telah dianjurkan. Kombinasi ini adalah pilihan yang sangat baik
untuk melawan basil gram negatif yang sering ditemukan dan memberikan
antivitas sinergistik melawan enterokokus. Penambahan metronidazole atau
clindamycin memberikan perlindungan antibakterial terhadap anaerob
bakteroides fragilis, jadi melengkapi perlindungan antibiotik. Perlindungan
antibiotik jelas diubah jika hasil biakan spesifik dan kepekaan telah tersedia.
Satu faktor yang seringkali dipertimbangkan dalam pemilihan antibiotik untuk
terapi kolangitis adalah konsentrasi obat yang terdapat dalam empedu. Secara
teoritis antibiotik saluran biliaris yang ideal harus merupakan antibiotik yang
bukan saja mencakup organisme yang ditemukan dengan infeksi saluran
biliaris, tetapi juga yang dieksresikan dalam konsentrasi tinggi ke dalam cairan
empedu.
j. Dekompresi Biliaris
Sebagian besar pasien (sekitar 70 persen) dengan kolangitis akan berespon
terhadap terapi antibiotik saja. Pada kasus tersebut demam menghilang dan tes
fungsi hati kembali ke normal seringkali dalam 24 sampai 48 jam. Jika pasien
tidak menunjukkan perbaikan atau malahan memburuk dalam 12 sampai 24 jam
pertama, dekompresi biliaris darurat harus dipertimbangkan. Pada sebagian
besar kasus, dekompresi biliaris segera paling baik dilakukan secara non
operatif baik dengan jalur endoskopik maupun perkutan. Yaitu:
1) Penanggulangan sfingterotomi endoskopik
Apabila setelah tindakan di atas keadaan umum tidak membaik atau malah
semakin buruk, dapat dilakukan sfingterotomi endoskopik, untuk
pengaliran empedu dan nanah serta membersihkan duktus koledokus dari
batu. Kadang dipasang pipa nasobilier. Apabila batu duktus koledokus
besar, yaitu berdiameter lebih dari 2 cm, sfingterotomi endoskopik mungkin
tidak dapat mengeluarkan batu ini. Pada penderita ini mungkin dianjurkan
litotripsi terlebih dahulu
2) Lisis batu
Disolusi batu dengan sediaan garam empedu kolelitolitik mungkin berhasil
pada batu kolesterol. Terapi berhasil pada separuh penderita dengan
pengobatan selama satu sampai dua tahun. Lisis kontak melalui kateter
perkutan kedalam kandung empedu dengan metil eter berhasil setelah
beberapa jam. Terapi ini merupakan terapi invasif walaupun kerap disertai
dengan penyulit
9. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1) Identitas
2) Keluhan utama
Pada penderita kolangitis, klien mengeluh nyeri perut kanan atas nyeri tidak
menjalar /menetap, nyeri pada saat menarik nafas dan nyeri seperti ditusuk tusuk
3) Riwayat penyakit
a) Riwayat penyakit dahulu
Riwayat medis pasien mungkin dapat membantu contohnya riwayat dari
keadaan berikut dapat meningkatkan resiko cholangitis, seperti :
- Batu kandung empedu atau batu saluran empedu
- Pasca cholecystectomy
- Manipulasi endoskopik atau ERCP cholangiogram
- Riwayat cholangitis sebelumnya
- Riwayat HIV/AIDS: choalngitis yang berhubungan dengan aids memliki
cirri edema bilier ekstrahepatik ulserasi dan obstruksi bilier
b) Riwayat penyakit sekarang
Banyak pasien yang datang dengan ascending cholangitis tidak memiliki
gejala klasik tersebut. Sebagian besar pasien mengeluh nyeri abdomen
kuadran lateral atas. Gejala lain yang dapat terjadi meliputi: jaundice,
demam, menggigil dan kekakuan, nyeri abdomen tinja yang acholis.
c) Riwayat penyakit keluarga
Perlu dikaji apabila klien mempunyai penyakit keturunan seperti diabetes
mellitus, hipertensi, anemia.
4) Pemeriksaan fisik
d) System pernafasan
Inspeksi : dada tampak, pernafasan dangkal klien tampak gelisah
Palpasi : vocal vremitus teraba merata
Perkusi : sonor
Auskultasi : tidak terdapat suara tambahan (ronchi, wheezing)
e) System kardiovaskuler
Terdapat takikardi dan diaphoresis
f) System neurologi
Tidak terdapat gangguan pada system neurologi

g) Sistem pencernaan
Inspeksi : tampak ad distensi abdomen diperut kanan atas klien mengeluh
mual muntah
Auskultasi : peristaltic usus 5-12x / menit flatulensi
Perkusi : adanya pembengkakan di abdomen atas/ kuadran kanan atas nyeri
tekan epigastrium
h) System eliminasi
Warna urine lebih pekat dan warna feses seperti tanah liat
i) System integument
Terdapat ikterik/jaundice dengan kulit berkeringat dan gatal
j) System musculoskeletal
Terdapat kelemahan otot karena gangguan produksi ATP

b. Diagnose keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan distensi kandung kemih
2. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inflamasi
3. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan mual muntah
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan iritasi lumen
5. Dehidrasi berhubungan dengan mual muntah

c. Intervensi keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan distensi kandung kemih
Tujuan : setalah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24jam nyeri
berkurang
Criteria hasil :
- Keadaan umum normal pasien tampak nyaman
- Nyeri berkurang pasien tampak rileks ditunjukkan dengan skala nyeri 1-3
- Pasien melakukan managemen nyeri saat nyeri kembali datang
- TTV dalam batas normal
Intervensi :
1. BHSP
R/ dengan hubungan saling percaya mempermudah proses keperwatan
2. Observasi, catat lokasi dan skala nyeri dan karakter nyeri
R/ membantu membedakan penyebab nyeri dan memberikan informasi
tentang kemajuan / perbaikan penyakit

3. Anjurkan pasien dalam posisi nyaman


R/ pada posisi fowler rendah menurunkan tekanan intra abdomen
4. Anjurkan managemen nyeri distraksi relaksasi nafas dalam
R/ untuk melakukan koping pasien terhadap nyeri
5. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesic
R/ untuk mengatasi nyeri
6. Observasi tanda tanda vital
R/ untuk mengetahui perkembangan pasien
7. Kaji respon pasien
R/ wajah menunjukkan perasaan yang dirasakan klien
2. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam suhu tubuh
kembali normal
Criteria hasil :
- Suhu tubuh kembali normal pasien nyaman
- Tanda vital dalam bats normal
- Pasien dapat melakukan tindakan untuk mengurangi suhu tubuh
Intervensi :
1. BHSP
R/ dengan hubunga saling percaya mempermudah proses keperawatan
2. Observasi tanda vital
R/ untuk mengetahui perkembangan pasien
3. Anjurkan menggunakan pakaian tipis dan minum air putih
R/ menggunakan pakaian tipis dan minum air putih yang bnaya dapat
menurunkan panas
4. Anjurkan untuk melakukan kompres dingin pada daerah dada dan ketiak
R/ kompres dapat membantu menurunkan panas
5. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik
R/ antripiretik unutk menurunkan suhu
6. Kaji respon pasien
R/ wajah dapat menggambarkan apa yang dirasakan klien

3. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan mual muntah


Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24jam
keseimbangan nutrisi terpenuhi
Criteria hasil :
- Asupan nutrisi kembali seimbang
- Pasien menunjukkan energy yang adekuat
- Ttv dalam batas normal
- Mual muntah berkurang
Intervensi :
1. BHSP
R/ dengan hubungan saling percaya mempermudah proses keperawatan
2. Observasi tanda tanda vital
R/ untuk mengetahui perkembangan pasien
3. Anjurkan untuk makan sedikit tapi sering
R/ untuk mencegah mual muntah
4. Berkolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian program diet
R/ setiap pasien mempunyai diet yang berbeda
5 Monitoring asupan gizi pasien
R/ mengetahui perkembangan nutrisi pasien
6. Kaji respon pasien
R/ menggambarkan apa yang dirasakan pasien

4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan iritasi lumen


Tujuan : setalah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24jam pasien dapat
tidur dengan nyaman
Criteria hasil :
- Klien dapat tidur dengan nyaman
- TTV dalam batas normal
- Klien tidak pucat
- Kebutuhan tidur terpenuhi
Intervensi :
1. BHSP
R/ dengan hubungan saling percaya mempermudah proses keperawatan
2. Observasi tanda vital
R/ untuk mengetahui perkembangan pasien
3. Anjurkan untuk mengatur posisi nyaman
R/ dengan posisi nyaman dapat membantu tidur
4. Anjurkan untuk relaksasi nafas dalam
R/ untuk merilekskan tubuh
5. Kaji respon pasien

DAFTAR PUSTAKA
Luhulima, JW, dr, Prof, Abdomen, Anatomi II, Bagian Antomi FKUH, Makassar, 2001. hal :
28-29
Brunicardi FC et al. Schwartz’s principles of surgery. 8th edition.United StatesAmerica :
McGraw Hill, 2005.826-42.
Price SA, Wilson LM. Kolelitiasis dan Kolesistisis dalam : Patofisiologi. Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit, edisi 4. Jakarta : EGC. 1995. 430-44.
Connors, P.J., and Carr-Locke, D.L. 1991 Endoscopic Retrograde Cholangiography - Findings
and Endoscopic Sphincterotomy for Cholangitis and Pancreatitis, dari Gastrointestinal
Endoscopy Clinics of North America, 1-1: 27-50, W.B. Saunders, Philadelphia

Anda mungkin juga menyukai