PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah sakit seharusnya mempertimbangkan bahwa pelayanan di rumah sakit
merupakan bagian dari suatu sistem pelayanan yang terintegrasi dengan para profesional
dibidang pelayanan kesehatan dan tingkat pelayanan yang akan membangun suatu
kontinuitas pelayanan. Maksud dan tujuannya adalah menyelaraskan kebutuhan pasien
dibidang pelayanan kesehatan dengan pelayanan yang tersedia di rumah sakit,
mengkoordinasikan pelayanan, kemudian merencanakan pemulangan dan tindakan
selanjutnya. Hasilnya adalah meningkatkan mutu pelayanan pasien dan efisiensi penggunaan
sumber daya yang tersedia di rumah sakit. Informasi diperlukan untuk membuat keputusan
yang benar tentang kebutuhan pasien yang mana yang dapat dilayani rumah sakit, pemberian
pelayanan yang efisien kepada pasien, dan transfer dan pemulangan pasien yang tepat ke
rumah atau ke pelayanan lain.
Menyesuaikan kebutuhan pasien dengan misi dan sumber daya rumah sakit tergantung
pada keterangan yang didapat tentang kebutuhan pasien dan kondisinya lewat skrining pada
kontak pertama. Skrining pada unit emergency dilaksanakan melalui kriteria triase, evaluasi
visual atau pengamatan, pemeriksaan fisik atau hasil dari pemeriksaan fisik, psikologik,
laboratorium klinik atau diagnostik imajing sebelumnya.
Skrining dapat terjadi disumber rujukan, pada saat pasien ditransportasi emergensi atau
apabila pasien tiba di rumah sakit. Hal ini sangat penting bahwa keputusan untuk mengobati,
mengirim atau merujuk hanya dibuat setelah ada hasil skrining dan evaluasi. Hanya rumah
sakit yang mempunyai kemampuan menyediakan pelayanan yang dibutuhkan dan konsisten
dengan misinya dapat dipertimbangkan untuk menerima pasien rawat inap atau pasien rawat
jalan dan rujukan kepelayanan kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas yang memadai
sesuai kebutuhan pasien.
B. Definisi
Skrining (screening) merupakan pemeriksaan sekelompok orang untuk memisahkan
orang yang sehat dari orang yang mempunyai keadaan patologis yang tidak terdiagnosis atau
mempunyai risiko tinggi. (Kamus Dorland ed. 25 : 974 ). Menurut Rochjati P (2008)
skrining merupakan pengenalan diri secara pro aktif pada ibu hamil untuk menemukan
adanya masalah atau faktor resiko. Sehingga skrening bisa dikatakan sebagai usaha untuk
mengidentifikasi penyakit atau kelainan yang secara klinis belum jelas, dengan
menggunakan tes, pemeriksaan atau prosedur tertentu yang dapat digunakan secara cepat
untuk membedakan orang yang terlihat sehat atau benar – benar sehat tapi sesungguhnya
menderita kelainan.
1
Skrining dilaksanakan melalui kriteria triase, evaluasi visual atau pengamatan,
pemeriksaan fisik atau hasil dari pemeriksaan fisik, psikologik, labolatorium klinik atau
diagnostik sebelumnya.
Gawat darurat adalah suatu keadaan yang mana penderita memerlukan pemeriksaan
medis segera, apabila tidak dilakukan akan berakibat fatal bagi penderita. Instalasi Gawat
Darurat adalah suatu unit di rumah sakit yang harus dapat memberikan pelayanan darurat
kepada masyarakat yang menderita penyakit akut dan mengalami kecelakaan sesuai dengan
standart.
Instalasi Gawat Darurat adalah suatu unit integral dalam satu rumah sakit dimana semua
pengalaman pasien yang pernah datang ke IGD tersebut akan dapat menjadi pengaruh yang
besar bagi masyarakat tentang bagaimana gambaran Rumah sakit itu sebenarnya. Fungsinya
adalah untuk menerima, menstabilkan dan mengatur pasien yang menunjukkan gejala yang
bervariasi dan gawat serta juga kondisi- kondisi yang sifatnya tidak gawat. IGD juga
menyediakan sarana penerimaan untuk penatalaksanaan pasien dalam keadaan bencana, hal
ini merupakan bagian dar perannya didalam membantu keadaan bencana yang terjadi di tiap
daerah.
Rumah sakit merupakan terminal terakhir dalam menanggulangi penderit gawat darurat
oleh karena itu fasilitas rumah sakit khususnya instalasi gawat darurat harus dilengkapi
sedemikian rupa sehingga dapat menanggulangi gawat darurat. Pelayanan keperawatan
gawat darurat merupakan pelayanan profesional yang didasarkan pada ilmu dan metedologi
keperawatan gawat darurat merupakan pelayanan profesional yang didasarkan pada ilmu dan
metodelogi keperawatan gawat darurat berbentuk bio- psiko- sosio spiritual yang
komprehensif ditujukan kepada klien atau pasien yang mempunyai masalah aktual atau
potensial mengancam kehidupan tanpa atau terjadinya secara mendadak atau tidak
diperkirakan tanpa atau disertai kondisi lingkungan yang tidak dapat dikendalikan.
Sistem Triage: Proses di mana seorang klinisi menilai tingkat urgensi pasien.
Triage: sistem triase adalah struktur dasar di mana semua pasien yang datang
dikategorikan ke dalam kelompok tertentu dengan menggunakan standar skala penilaian
urgensi atau struktur .
Re-triase: status klinis adalah merupakan kondisi yang dinamis. Jika terjadi perubahan
status klinis yang akan berdampak pada perubahan kategori triase, atau jika didapatkan
informasi tambahan tentang kondisi pasien yang akan mempengaruhi urgensi (lihat di
bawah), maka triage ulang harus dilakukan. Ketika seorang pasien kembali diprioritaskan,
kode triase awal dan kode triase selanjutnya harus didokumentasikan. Alasan untuk
melakukan triage ulang juga harus didokumentasikan.
Urgensi: Urgensi ditentukan berdasarka kondisi klinis pasien dan digunakan untuk
menentukan kecepatan intervensi yang diperlukan untuk mencapai hasil yang optimal.
Tingkat Urgensi adalah tingkat keparahan atau kompleksitas suatu penyakit atau
cedera. Sebagai contoh, pasien mungkin akan diprioritaskan ke peringkat urgensi yang lebih
2
rendah karena mereka dinilai cukup aman bagi mereka untuk menunggu penilaian
emergensi, walaupun mereka mungkin masih memerlukan rawat inap di rumah sakit untuk
kondisi mereka atau mempunyai kondisi morbiditas yang signifikan dan resiko kematian.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan dari sistem triase adalah untuk memastikan bahwa tingkat dan kualitas
pelayanan yang diberikan kepada masyarakat adalah sesuai dengan kriteria klinis, bukan
didasarkan pada kebutuhan organisasi atau administrasi.
2. Tujuan Khusus
1. Mengoptimalkan keselamatan dan efisiensi pelayanan darurat berbasis-rumah sakit
dan untuk menjamin kemudahan akses terhadap pelayanan kesehatan di seluruh
lapisan masyarakat;
2. Sebagai Sebuah tempat masuk tunggal untuk semua pasien datang (bersifat
ambulans dan non-bersifat ambulans), sehingga semua pasien memperoleh proses
penilaian yang sama.
3. Lingkungan fisik yang sesuai untuk melakukan melakukan pemeriksaan
singkat. Juga diperlukan lingkungan yang memberikan kemudahan untuk pasien
menyampaikan kondisi klinis, memperoleh rasa aman dan persyaratan administrasi,
serta ketersediaan peralatan pertolongan pertama serta tersedianya fasilitas cuci
tangan.
4. Sebuah sistem penerimaan pasien yang terorganisir akan memungkinkan
kemudah aliran informasi kepada pasien dari unit triase sampai ke seluruh
komponen instalasi gawat darurat , dari pemeriksaansampai penanganan pasien
5. Didapatnya data yang tepat waktu untuk kebutuhan pemberian pelayanan ,
termasuk sistem untuk memberitahukan kedatangan pasien dengan ambulan dan
pelayanan gawat darurat lainnya.
3. Tujuan Skrining
Untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas dari penyakit dengan pengobatan dini
terhadap kasus- kasus yang ditentukan.
Test skrining dapat dilakukan
a. Pertanyaan / Quesioner
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan Laboratorium
d. X- Ray
3
BAB II
RUANG LINGKUP
A. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pelayanan instalasi gawat darurat meliputi:
1. Pasien dengan kasus True Emergency
Yaitu pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat darurat atau akan menjadi
gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak
mendapat pertolongan secepatnya.
2. Pasien dengan kasus False Emergency
Yaitu pasien dengan:
Keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tidak memerlukan tindakan darurat
Keadaan gawat tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota badannya
4
Keadaan tidak gawat dan tidak darurat
Skrining menyesuaikan kebutuhan pasien dengan misi dan sumber daya rumah sakit
tergantung pada keterangan yang didapat tentang kebutuhan pasien dan kondisinya lewat
skrining pada kontak pertama. Skrening pada unit emergency dilaksanakan melalui kriteria
triase, evaluasi visual atau pengamatan, pemeriksaan fisik atau hasil dari pemeriksaan
fisik,psikologik, laboratorium klinik atau diagnostik X- ray sebelumnya. Pelaksana panduan
skrining pasien ini adalah perawat IGD, petugas TPP rawat jalan dan perawat jaga
poliklinik.
B. Batasan Operasional
1. Instalasi gawat darurat
2. Triase
3. Prioritas
4. Survey primer
5. Survey sekunder
6. Pasien gawat darurat
7. Pasien gawat tidak darurat
8. Pasien darurat tidak gawat
9. Pasien tidak gawat tidak darurat
10. Kecelakaan
11. Bencana
BAB III
TATA LAKSANA
A. Evaluasi Visual
Pasien yang secara pengamatan visual dalam keadaan gawat dan memerlukan
pertolongan segera langsung diarahkan ke IGD
Pasien yang secara pengamatan visual tidak memerlukan pertolongan segera akan
diarahkan ke poliklinik.
Jika RS belum mempunyai pelayanan spesialistik tertentu maka pasien disarankan
untuk dirujuk.
B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik head to toe meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi, termasuk
juga pemeriksaan psikologik.
5
kondisi pasien, maka petugas laboratorium yang akan ke IGD untuk pengambilan sample.
Kemudian jika memerlukan penanganan lebih lanjut akan dikonsultasikan ke dokter
spesialis sesuai dengan penyakit, konsultasi bias dilakukan melalui IGD atau diarahkan ke
praktek ke poliklinik.
D. Skrining di IGD
Penderita non trauma atau trauma/multitrauma memerlukan penilaian dan pengelolaan yang
cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Waktu berperan sangat penting, oleh
karena itu diperlukan cara yang mudah, cepat dan tepat. Proses awal ini dikenal dengan
Initial assessment ( penilaian awal ).
Penilaian awal meliputi:
1. Persiapan
2. Triase
3. Primary survey (ABCDE)
4. Resusitasi
5. Secondary survey
6. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinarnbungan
7. Transfer ke pusat rujukan yang lebih baik
Urutan kejadian diatas diterapkan seolah-seolah berurutan namun dalam praktek sehari-hari
dapat dilakukan secara bersamaan dan terus menerus.
1. PERSIAPAN
A. Tahap Pra-Rumah Sakit
1. Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dan
petugas lapangan
2. Sebaiknya terdapat pemberitahuan terhadap rumah sakit
sebelum penderita mulai diangkut dari tempat kejadian.
3. Pengumpulan keterangan yang akan dibutuhkan di rumah
sakit seperti waktu kejadian, sebab kejadian, mekanisme kejadian dan riwayat
penderita.
4. Prinsip utama adalah bahwa tidak boleh membuat keadaan
lebih parah
5. Yang harus dilakukan oleh paramedik adalah :
- Menjaga airway dan breathing
- Kontrol perdarahan dan syok
- Imobilisasi penderita, dan
- Pengiriman ke rumah sakit terdekat yang cocok
B. Tahap Rumah Sakit
1. Evakuasi penderita
Dalam keadaan dimana penderita trauma dirumah sakit yang dibawa tanpa persiapan
pada pra rumah sakit sebaiknya evakuasi dari kendaraan ke brankar dilakukan oleh
petugas rumah sakit dengan berhati- hati. Selalu harus diperhatikan kontrol servikal.
Prinsip Do no futher harm !
2. TRIASE
Triase adalah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya yang
tersedia. Pada umumnya kita akan melakukan triase tidak perduli apakah penderita hanya satu
6
atau banyak.
Bila satu penderita, akan mencari masalah penderita ( selection of problems)
Bila banyak penderita, akan mencari penderita yang paling bermasalah.
Pemilahan akan didasarkan pada keadaan ABC ( Airway, Breathing, dan Circulation)
Triage adalah seleksi pasien sesuai tingkat kegawat daruratan sehingga pasien
terseleksi dalam mendapatkan pertolongan sesuai dengan tingkat kegawat daruratannya.
Triage di RS MutiaraHatiMojokerto menggunakan system labeling warna, pasien
ditentukan apakah gawat darurat, gawat tidak darurat, atau darurat tidak gawat atau tidak
gawat tidak darurat. Pasien yang telah di seleksi diberi label warna pada listnya, sesuai
dengan tingkat kegawatannya menggunakan START (Simple Triage and Rapid
Transportation)
Adapun pemberian labeling warna sesuai dengan tingkat kegawatannya, sebagai
berikut :
1. Pasien gawat darurat diberi label warna merah
2. Pasien darurat tidak gawat diberi label warna kuning
3. Pasien tidak gawat dan tidak darurat diberi warna hijau
4. Pasien yang telah dinyatakan meninggal diberi label warna hitam
3. PRIMARY SURVEY
Pada tahap ini harus dicari keadaan yang mengancam nyawa, tetapi sebelum memegang
penderita trauma selalu harus proteksi diri terlebih dahulu untuk menghindari tertular penyakit
seperti hepatitis dan AIDS
Alat proteksi diri :
- Sarung tangan
- Kaca mata, terutama apabila penderita menyemburkan darah
- Apron
- Sepatu
Langkah pertama : memakai alat proteksi diri
Lakukan primary survey atau mencari keadan yang mengancam nyawa adalah :
7
a. Airway dengan control servical
b. Breathing dan ventilasi
c. Circulation dengan kontrol perdarahan
d. Disability, status neurologis dan nilai GCS
e. Exposure/ environmental : buka baju penderita tetapi cegah hipotermia
8
c. Massive Haematotoraks ( Perdarahan didalam rongga toraks ) lapor dokter untuk
segera WSD, nilai apakah perlu thorakotomy ?
d. Flail chest dengan contusio paru analgetik, asisted ventilasi perlu definitif
Tentukan apa masalah / gangguannya, kemudian lakukan tindakan atau perlu segera lapor
dokter bedah
9
- Jika petugasnya sendiri, pemeriksaan kekuatan otot dilakukan pada saat secondary survey
e. Exposure / kontrol lingkungan
Gunting pakaian dan lihat jejas/ cedera ancaman yang lain ), kemudian cegah hipotermia
Selimut
Re evaluasi Tindakan ABCDE
Tambahan peralatan / pemasangan alat pada primary survey
f. Folley catheter, lihat ada kontra indikasi ?
Tidak dipasang bila ada ruptur uretra :
- Pada laki- laki, ada darah di OUE, scrotum haematum, RT prostat melayang
- Pada wanita : keluar darah, hematum perinium
Bila tidak ada kontraindikasi : pasang, urine pertama dibuang kemudian tampung.
Periksa pengeluaran / jam, normal :
- 0,5 cc/ kg BB/ jam, Dewasa
- 1 cc/ kg BB/ jam, Anak
- 2 cc/kg BB/ Jam, Bayi
Bila terdapat kesulitan pemasangan kateter karena striktur uretra atau BPH, jangan
dilakukan manipulasi atau instrumentasi, segera konsultasikan pada bagian bedah
g. Gastric tube
Bila lewat hidung perhatikan kontra indikasi : Fr. Tulang basis cranii atau trauma
maksilofacial ( gunakan orogastric tube )
Selalu tersedia alat suction selama pemasangan kateter lambung, karena bahaya aspirasi
bila pasien muntah.
4. RESUSITASI
a. Re-evaluasi ABCDE
b. Sirkulasi
Sirkulasi secara umum terdiri dari jantung, pembuluh darah dan darah. Frekuensi denyut
jantung pada orang dewasa adalah 60-100 x/menit, kurang dari 60 x/ menit disebut
bradikardi, lebih dari 100 x/ menit disebut takikardi. Pada bayi frekuensi denyut jantung
adalah 85 – 200x / menit, sedangkan pada anak- anak 60-140 x/ menit. Pada penderita yg
ditemukan bradikardi, ini merupakan prognosis yang buruk.
Tekanan darah sistolik dapat turun jika penderita sudah kehilangan darah lebih dari 30 %
dari volume darahnya.
c. Syok
Syok dapat disebabkan karena berbagai hal. Semua penderita yang mengalami syok
10
harus dipasang infus. Gejala syok adalah kulit pucat dan dingin ( gangguan perfusi
kulit ), takikardi, berkurangnya produksi urin (oliguria sampai anuria karena gangguan
perfusi ginjal ) gangguan kesadaran ( gangguan perfusi otak ) dan turunnya tekanan
darah.
Pengelolaan syok ditujukan terhadap penyebabnya, misalnya bila syok karena
perdarahan maka perdarahan harus dihentikan.
Dosis awal pemebrian cairan kristaloid adalah 1000- 2000 ml pada dewasa dan 20 ml /
kg pada anak dengan tetesan cepat ( lihat tabel 1)
Evaluasi resusitasi cairan
- Nilailah respon penderita terhadap pemberian cairan awal ( lihat gambar 1,
tabel 1 dan tabel 2 )
- Nilai perfusi organ ( nadi, warna kulit, kesadaran dan produksi urin ) serta
awasi tanda-tanda syok
Pemberian cairan selanjutnya berdasarkan respon terhadap pemberian cairan awal.
1. Respon cepat
- Pemberian cairan diperlambat sampai kecepatan maintenance
- Tidak ada indikasi bolus cairan tambahan yang lain atau pemberian darah
- Pemeriksaan darah dan cross-matchtetap dikerjakan
- Konsultasikan pada ahli bedah karena intervensi operatif mungkin masih
diperlukan
2. Respon Sementara
- Pemberian cairan tetap dilanjutkan, ditambah dengan pemberian darah
- Respon terhadap pemberian darah menentukan tindakan operatif
- Konsultasikan pada ahli bedah
3. Tanpa respon
- Konsultasikan pada ahli bedah
- Perlu tindakan operatif sangat segera
- Waspadai kemungkinan syok non hemoragik seperti tamponade jantung atau
kontusio miokard
Gambar 1
a. Rapid response
b. Transient response
c. No respons
11
Tabel 1. Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah Berdasarkan Presentasi Penderita
Semula.
KELAS I Kelas II Kelas III Kelas IV
Kehilangan Darah Sampai 750 750-1500 1500-2000 >2000
(mL)
Kehilangan Darah (% Sampai 15% 15%-30% 30%-40% >40%
volume darah)
Denyut Nadi <100 >100 >120 >140
Tekanan Darah Normal Normal Menurun Menurun
Tekanan nadi Normal atau Naik Menurun Menurun Menurun
(mm Hg)
Frekuensi Pernafasan 14-20 20-30 30-40 >35
Produksi Urin >30 20-30 5-15 Tidak berarti
(mL/jam)
CNS/ Status Sedikit cemas Agak cemas Cemas, Bingung,lesu
Mental bingung (lethargic)
Penggantian Cairan Kristaloid Kristaloid Kristaloid dan Kristaloid dan
darah darah
12
berlebih
Cedera organ dalam Potensial kehilangan darah Perbaikan volume
Hanya dilakukan bila Tranfusi ( jika diperlukan)
Konsultasi bedah
hemodinamik stabil
Dibawah ini adalah algoritma bantuan hidup dasar pada orang dewasa yang menggambarkan
13
langkah- langkah RJP.
5. SECONDARY SURVEY
- Anamnesa( khusus pasien trauma ) :
S : Sindrome
A : Alergi
M : Medication ( Obat yang sedang dikonsumsi saat ini )
M : Mekanisme/ sebab trauma
P : Past History
L : Last meal ( Makan/ minum terakhir )
E : Event/ Environtment yang berhubungan dengan kejadian perlukaan
- Log roll From head to toe, fingger in every orifice : periksa dengan teliti untuk
menilai adakah BTLS ? ( perubahan Bentuk, Tumor, Luka, dan Sakit )
- TTV
- Pemeriksaan fisik ( lihat tabel 3)
- Sebelum dilakukan pemeriksaan tambahan, periksa keadaan penderita dengan teliti dan
pastikan hemodinamik stabil
- Selalu siapkan perlengkapan resusitasi di dekat penderita karena pemeriksaan tambahan
biasanya dilakukan di ruangan lain
- Pemeriksaan tambahan yang biasanya diperlukan :
14
CT scan kepala, abdomen ( rujuk )
USG abdomen
Foto ekstremitas
Foto vertebra
Urografi dengan kontras ( rujuk )
- Catatan : Log roll bisa dilakukan di tahap primary survey jika memang ada indikasi yang
mengancam jiwa.
15
• Pneumo/ • Krepitasi mediastinum )
hematotorak • Nyeri punggung hebat • Bronchoskopi
• Cedera (rujuk)
bronchus • Tube torakostomi
• Kontusio (rujuk)
paru • Perikardio
• Kerusakan sintesis (rujuk)
aorta • USG Trans-
torakalis Esofagus (rujuk)
16
Ekstremitas • Cedera jaringan • Inspeksi • Jejas, • Foto ronsen
lunak • Palpasi pembengkakan, • Doppler ( rujuk )
• Fraktur pucat • Pengukuran
• Kerusakan sendi • Mal-alignment tekanan
• Defisit neuro- • Nyeri, nyeri tekan, kompartemen
vascular Krepitasi ( rujuk )
• Pulsasi hilang/ • Angiografi( rujuk
berkurang )
• Kompartemen
• Defisit neurologis
6. RE-EVALUASI PENDERITA
a. Penilaian ulang terhadap penderita, dengan mencatat dan melaporkan setiap
perubahan pada kondisi penderita dan respon terhadap resusitasi.
b. Monitoring tanda-tanda vital dan jumlah urin
c. Pemakaian analgetik yang tepat diperbolehkan
17
BAB IV
DOKUMENTASI
18
Lampiran 1
RUMAH S A K I T
MutiaraHati
Jl. Raya Kemantren Wetan 49 Terusan, Gedeg Mojokerto
Tlp (0321) 363442, Fax (0321) 366186
FORMULIR RUJUKAN
A. Data Penderita
Nama :
Alamat :
Kota :
Tanggal lahir : Sex : Berat Badan :
Nama Keluarga
Terdekat :
Alamat :
Kota :
No. Telepon :
B. Waktu
Tanggal :
Tanggal cedera :
Waktu Masuk IGD :
Waktu masuk kamar Operasi :
Waktu saat dirujuk :
C. Riwayat SAMPLE
S:
A:
M:
P:
L:
E:
E. Diagnosa :
F. Pemeriksaan diagnostik
Data lab. terlampir
Foto rontge terlampir
EKG terlampir
Contoh darah, cairan LCS terlampir
19
Cairan yang diberikan: jenis, jumlah
Lain-lain
I. Pengelolaan pasien sebelum transport, selama transport dan setelah sampai di tempat tujuan
Sebelum transport Selama transport Saat di tempat tujuan
Tgl/Jam SOAP Tgl/Jam SOAP Tgl/Jam SOAP
20
Rumah Sakit :
No. Telpon :
21