Anda di halaman 1dari 12

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kasus dan Diagnosa Medis


Klien yang bernama Tn.R datang ke RSJ dari jakarta timur diantar oleh keluarganya pada
tanggal 8 februari 2018,ia berumur 20 tahun.sebelumnya klien pernah dirawat di RSJ jakarta selatan
pada tanggal 04 januari 2017.pada saat pengkajian ,klien sering tertawa-tawa sendiri ,mudah
mengamuk,mudah marah, mudah tersinggung dan emosi ketika melihat wanita berambut panjang. Ia
mengatakan pernah melakukan aniaya fisik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain (terutama
wanita).
Dan informasi dari keluarga pasien tersebut Tn.R mengalami hal seperti itu dikarnakan
seminggu sebelum masuk RSJ ia diputuskan oleh tunangannya yang bertahun-tahun pacaran,tetapi
tunangan nya memilih dinikahi oleh saudagar kaya .seminggu dari itu Tn.R sering mengurung diri
dikamar,tertawa-tawa,mudah marah,dan sering memukul kepala dan memukul adik perempuannya.
Pada saat pengkajian klien berbicara seperlunya,kontak mata kurang, pembicaraan sesuai topik, klien
kooperatif, dan sering tiba tiba menangis.dan diperoleh data TTV nya
TD :120/90 mmHg
N :96 x/menit
Suhu :37oC
RR :20 x/menit
Bb :56 kg
Tb :168 cm

Diagnosa medis : skizofrenia paranoid

2.2 LAPORAN PENDAHULUAN HARGA DIRI RENDAH


I. MASALAH UTAMA
Gangguan konsep diri : harga diri rendah

II. PROSES TERJADINYA MASALAH


A. Pengertian
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah
diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri dan
kemampuan diri. Adanya perasaan hilang percaya diri, merasa gagal karena tidak
mampu mencapai keinginan ideal diri (Keliat, 2004).
Gangguan harga diri rendah adalah penilaian negatif seseorang terhadap
diri dn kemampuan, yang diekspresikan secara langsung (Schult & Videbeck,
2003).
Gangguan harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri
atau kemampuan diri yang negatif yang dapat secara langsung atau tidak langsung
diekspresikan (Towsend, 2005).

B. Etiologi
1. Faktor Presdiposisi menurut Stuart & Sundeen (2002) sebagai berikut:
a. Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi :
a) Penolakan orang tua,

1
b) Harapan orang tua yang tidak realistis,
c) Kegagalan yang berulang,
d) Kurang mempunyai tanggung jawab yg personal,
e) Ketergantungan pada orang lain,
f) Ideal diri yang tidak realistis.

b. Faktor yang mempengaruhi penampilan peran.


Meliputi sreotif peran gender, terutama peran kerja dan harapan peran
budaya.
c. Faktor yang mempengaruhi identitas diri meliputi :
a) Ketidakpercayaan orang tua,
b) Tekanan dari kelompok sebaya,
c) Perubahan struktur sosial.

2. Faktor presipitasi menurut Stuart & Sundeen (2002) dapat berasal dari
sumber internal dan eksternal yaitu :
a. Trauma
Seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan peristiwa
yang mengancam kehidupan.
b. Ketegangan peran
Berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dan individu
mengalaminya sebagai frustasi.Ada tiga jenis transisi peran, yaitu :
a) Transisi peran perkembangan
Adalah perubahan normative yang berkaitan dengan
pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam
kehidupan individu atau keluarga dan norma-norma budaya, nilai-
nilai serta tekanan untuk menyesuaikan diri.
b) Transisi peran situasi
Terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota keluarga
melalui kelahiran atau kematian.
c) Transisi peran sehat-sakit
Terjadi akibat pergeseran dari keadaan sehat kekeadaan sakit,
transisi ini dicetuskan oleh :
1. Kehilangan anggota tubuh
2. Perubahan ukuran, bentuk, penampilan atau fungsi tubuh
3. Perubahan fisik yang berhubungan dengan tumbuh kembang
4. Prosedur medis dan keperawatan.

C. Manifestasi Klinik
1. Gambaran diri ( Body Image )
Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara
sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang
ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu
yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan pengalaman baru
setiap individu (Stuart and Sundeen , 2002).
Beberapa gangguan pada gambaran diri tersebut dapat menunjukan
tanda dan gejala, seperti :

2
a. Syok Psikologis
Syok Psikologis merupakan reaksi emosional terhadap dampak
perubahan dan dapat terjadi pada saat pertama tindakan. Syok
psikologis digunakan sebagai reaksi terhadap ansietas.
b. Menarik diri
Klien menjadi sadar akan kenyataan, ingin lari dari kenyataan , tetapi
karena tidak mungkin maka klien lari atau menghindar secara
emosional. Klien menjadi pasif, tergantung , tidak ada motivasi dan
keinginan untuk berperan dalam perawatannya.
c. Penerimaan atau pengakuan secara bertahap
Setelah klien sadar akan kenyataan maka respon kehilangan atau
berduka muncul. Setelah fase ini klien mulai melakukan reintegrasi
dengan gambaran diri yang baru. Tanda dan gejala dari gangguan
gambaran diri di atas adalah proses yang adaptif, jika tampak gejala
dan tanda-tanda berikut secara menetap maka respon klien dianggap
maladaptif sehingga terjadi gangguan gambaran diri yaitu :
a) Menolak untuk melihat dan menyentuh bagian yang berubah
b) Tidak dapat menerima perubahan struktur dan fungsi tubuh.
c) Mengurangi kontak sosial sehingga terjadi menarik diri.
d) Perasaan atau pandangan negatif terhadap tubuh.
e) Preokupasi dengan bagian tubuh atau fungsi tubuh yang hilang.
f) Mengungkapkan keputusasaan.
g) Mengungkapkan ketakutan ditolak.
h) Depersonalisasi.
i) Menolak penjelasan tentang perubahan tubuh.

2. Ideal diri
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus
berperilaku berdasarkan standart, aspirasi, tujuan atau penilaian personal
tertentu (Stuart and Sundeen, 2002). Tanda dan gejala :
a. Merasa diri tak berharga
b. Rasa bersalah
c. Ketegangan peran yang dirasakan
d. Pandangan hidup yang pesimis
e. Penolakan terhadap kemampuan personal atau ketidakmampuan untuk
mendapatkan penghargaan yang positif

3. Harga diri
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai
dengan menganalisa seberapa jauh prilaku memenuhi ideal diri (Stuart and
Sundeen, 2002). Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan
negatif terhadap diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri dan harga
diri. Harga diri rendah dapat terjadi secara situasional (trauma) atau kronis
(negatif self evaluasi yang telah berlangsung lama). Tanda dan gejala harga
diri rendah:
a. Perasaan malu
b. Perasaan bersalah pada diri sendiri

3
c. Merendahkan martabat
d. Menarik diri
e. Percaya diri kurang
f. Mencederai diri

4. Peran
Peran adalah sikap dan perilaku nilai serta tujuan yang diharapkan
dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat (Keliat, 2004). Tanda
dan gejala gangguan peran:
a. Mengingkari ketidakmampuan menjalankan peran
b. Mengungkapkan ketidakpuasan peran
c. Kegagalan menjalankan peran
d. Ketegangan menjalankan peran
e. Apatis/bosan/jenuh/putus
f. Ganti-ganti peran

5. Identitas
Identitas adalah kesadarn akan diri sendiri yang bersumber dari
observasidan penilaian yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep
diri sendiri sebagai satu kesatuan yang utuh (Stuart and Sudeen, 2002).
Tanda dan gejala identitas yang kurang:
a. Memandang dirinya secara unik
b. Merasakan dirinya berbeda dengan orang lain
c. Merasakan otonomi : menghargai diri, percaya diri, mampu diri, diri dan
dapat mengontrol diri menerima
d. Mempunyai persepsi tentang gambaran diri, peran dan konsep diri
Akibat Harga diri rendah dapat beresiko terjadinya isolasi sosial : menarik
diri, isolasi sosial menarik diri adalah gangguan kepribadian yang tidak
fleksibel pada tingkah laku yang maladaptive, mengganggu fungsi
seseorang dalam hubungan sosial. Tanda dan gejala dari isolasi sosial
 Gejala positif
a. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
b. Menghindar dari orang lain (menyendiri)
c. Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap
dengan klien lain/perawat
d. Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk
e. Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas
f. Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan
percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap
g. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
h. Posisi janin saat tidur b.

 Gejala negative
a. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan
terhadap penyakit (rambut botak karena terapi).

4
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri
sendiri)
c. Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
d. Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
e. Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan
yang suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya

 Menurut Carpenito, L.J (1998 : 352); Keliat, B.A (1994 : 20)


a. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat
tindakan terhadap penyakit. Misalnya : malu dan sedih karena rambut
jadi botak setelah mendapat terapi sinar pada kanker
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya : ini tidak akan terjadi
jika saya segera ke rumah sakit, menyalahkan/ mengejek dan mengkritik
diri sendiri.
c. Merendahkan martabat. Misalnya : saya tidak bisa, saya tidak
mampu, saya orang bodoh dan tidak tahu apa-apa
d. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin
bertemu dengan orang lain, lebih suka sendiri.
e. Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya
tentang memilih alternatif tindakan.
f. Mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah disertai harapan
yang suram, mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.

5
D. Patofisiologi/Pathway

Isolasi sosial : menarik diri

Core
Gangguan konsep diri : Harga diri rendah Problem

Gangguan citra tubuh

E. Penatalaksanaan
1. Psikofarmakologi
a. Medikasi psikotropik (psikoaktif) mengeluarkan efeknya di dalam otak,
mengubah emosi dan mempengaruhi perilaku
b. Neurotransmitter adalah pembawa pesan kimiawi yang membawa
penghambat atau penstimulasi dari satu neuron ke neuron lain melintasi ruang
(sinaps) diantara mereka
c. Terapi elektrokonvulsif (ECT)

2. Penatalaksanaan Medis :
a. Chlorpromazine (CPZ)
Indikasi : Untuk syndrome psikosis yaitu berdaya berat dalam
kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya nilai norma sosial
dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: waham,
halusinasi, gangguan perasaan, dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali,
berdaya berat dalam kehidupan sehari-hari, tidak mampu kerja, hubungan
sosial, dan melakukan kegiatan rutin.
Kontra indikasi : Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan
jantung, dan ketergantungan obat.
Mekanisme kerja : Memblokade dopamine pada reseptor pasca sinaps di
otak khususnya system ekstra pyramidal.
Efek samping : Sedasi, gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/
parasimpatik, mulut kering, mata kabur, kesulitan dalam buang air kecil,
hidung tersumbat, gangguan irama jantung), metabolic (jaundice).

b. Haloperidol (HR/ Resperidone)

6
Indikasi : Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi
kehidupan sehari-hari.
Kontra indikasi : Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung,
febris, dan ketergantungan obat.
Mekanisme kerja : Obat anti psikosis dalam memblokade dopamine pada
reseptor pasca sinaptik neuron di otak khususnya system ekstra pyramidal.
Efek samping : Sedasi dan inhibisi psikomotor, gangguan otonomik
(hipotensi, anti kolinergik, mulut kering, kesulitan buang air kecil dan buang
air besar, hidung tersumbat, mata kabur)

c. T rihexyphenidyl (THP)
Indikasi : Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ansefalitis dan
idiopatik, sindrom Parkinson akibat obat, misalnya reserpina dan fenotiazine.
Kontra indikasi : Hipersensitifitas terhadap trihexyphenidyl, psikosis berat,
hipertropi prostate, dan obstruksi saluran cerna.
Mekanisme kerja : Sinergis dengan kinidine, obat anti depresan trisiklik dan
anti kolinergik lainnya.
Efek samping : Mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah,
bingung, agitasi, konstipasi, takikardi, retensi urine.

3. Psikoterapi
Psikoterapi yang dapat membantu penderita adalah psikoterapi suportif dan
individual atau kelompok serta bimbingan yang praktis dengan maksud untuk
mengembalikan penderita ke masyarakat ( Seraquel, 2004 )

F. Masalah Keperawatan Yang Perlu Dikaji :


1. Gangguan konsep dri : harga diri rendah
Data yang perlu dikaji :
 Data Subyektif
Pasien mengatakan saya tidak mampu, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
 Data Obyektif
Pasien terlihat lebih suka sendri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin menciderai diri/mengakhiri hidup.
G. Diagnosa Keperawatan
Harga diri rendah

H. Intervensi Keperawatan
Diagnosa : Harga diri rendah.
Tujuan umum: Kien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
Tujuan khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
a. Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan prinsip komunikasi
terapeutik:
a) Sapa klien dengan ramah secara verbal dan nonverbal
b) Perkenalkan diri dengan sopan
c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien

7
d) Jelaskan tujuan pertemuan
e) Jujur dan menepati janji
f) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g) Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
b. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien.
c. Utamakan memberi pujian yang realistik.
3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
a. Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilakukan.
b. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.

4. Klien dapat merencanakn kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.


a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari.
b. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
c. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien lakukan.
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kemampuannya.
a. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
b. Diskusikan pelaksanaan kegiatan dirumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara mearwat klien dengan
harag diri rendah.
b. Bantu keluarga memberiakn dukungan selama klien dirawat.
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah.

2.3 STRATEGI PELAKSANAAN


A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien :
- Klien tampak gelisah
- Klien tampak tegang
- Klien berbicara sesuai curahan hatinya
- Klien kadang menangis
- Klien kooperatif
- Klien selalu memakai pakaian bagus atau rapih
- Kontak mata klien kurang
- Selalu keras pada saat berbicara
- Klien pernah melakukan aniyaya fisik pada dirinya dan orang lain
- Klien menyendiri
2. Diagnosa keperawatan: Resiko perilaku kekerasan
3. Tujuan khusus:
a. Keluarga pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
b. Keluarga pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
c. Keluarga pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya
d. Pasien Keluarga pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang
dilakukannya
e. Keluarga pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku
kekerasannya

8
f. Keluarga pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik
1.
4. Tindakan keperawatan:
a. Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat klien.
b. Jelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya PK.
c. Jelaskan cara merawat PK.
d. Latih 1 cara merawat PK: fisik 1.
e. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian.

B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


ORIENTASI
Salam Terapeutik:
“Selamat Pagi Tn.T, perkenalkan nama saya Wayan Gede, dapat dipanggil Wayan, saya
perawat yang dinas di RSJ Jakarta. Jadi saya datang untuk mengunjungi mas, nama mas siapa,
senangnya dipanggil apa?”

Evaluasi/ Validasi:
”Bagaimana perasaan mas hari ini? Apakah masalah yang mas hadapi?”

Kontrak: Topik, waktu, dan tempat


“Bisa kita berbincang-bincang sekarang tentang masalah yang mas hadapi?” “Berapa lama
kita bisa berbincang-bincang mas? Bagaimana kalau 30 menit?” “Dimana enaknya kita
berbincang-bincang, mas? Bagaimana kalau di ruang tamu?”

KERJA: Langkah-Langkah Tindakan keperawatan


“Mas, apa masalah yang mas hadapi? Apa yang mas lakukan? Baik mas, Saya akan coba
jelaskan tentang marah mas dan hal-hal yang perlu diperhatikan.” “Mas, marah adalah suatu
perasaan yang wajar tapi bisa tidak disalurkan dengan benar tapi marah akan membahayakan
diri sendiri, orang lain dan lingkungan apabila tidak disalurkan dengan benar. “Kalau nanti
mas sudah mulai ingin marah, mas tampak tegang dan merah, lalu kelihatan gelisah, itu
artinya mas sedang marah”. “Bila hal tersebut terjadi sebaiknya mas melampiaskannya jangan
kepada orang lain namun kepada benda-benda mati yang lunak seperti bantal, guling dan
kasur , jangan lupa jaga jarak dan jauhi benda-benda tajam dari sekitar mas seperti gelas,
pisau”. “Bila m as masih marah dan ngamuk segera minta keluarga mas untuk membawa mas
bawa ke puskesmas atau RSJ setelah sebelumnya diikat dulu (ajarkan caranya pada keluarga).
“Nah mas, mas sudah lihat kan apa yang saya ajarkan kepada mas bila tanda-tanda kemarahan
itu muncul. kita belajar satu cara dulu?” ”Salah satunya begini mas, kalau tanda-tanda marah
tadi sudah terlihat pada mas maka mas bisa berdiri, lalu mas tarik napas dari hidung, tahan
sebentar selama 3 detik, lalu keluarkan/tiup perlahan –lahan melalui mulut seperti
mengeluarkan kemarahan. “Ayo coba mas praktikan cara-caranya tadi”, “nah, lakukan 5 kali.
Selain itu, mas bisa meminta keluarga mas untuk mengingatkan jadwal latihan cara
mengontrol marah yang sudah dibuat yaitu secara fisik atau menarik napas dalam yang kita
latih tadi”.

TERMINASI:
Evaluasi respon klien te rhadap tindakan keperawatan:
 Subyektif:

9
“Bagaimana perasaan mas setelah kita bercakap-cakap tentang cara mengendalikan marah?”
 Obyektif:
“Coba ibu sebutkan lagi cara melatih marah agar tidak menyakiti orang lain”

Tindak lanjut klien (apa yang perlu dilatih klien sesuai dengan hasil tindakan yang
telah dilakukan):
“Setelah ini coba mas minta ingatkan keluarga mas tentang jadwal yang telah dibuat untuk
mas ya ”

Kontrak yang akan datang (Topik, waktu, dan tempat):


“Bagaimana kalau kita ketemu 2 hari lagi untuk latihan cara-cara yang telah kita bicarakan
tadi mas?” “Tempatnya disini saja lagi ya mas?”.

2.4 PROFOSAL TAK SOSIALISASI


2.5 PROFOSAL TAK REALITA
2.6 PROFOSAL TAK SENSORI
2.7 PROFOSAL TAK PERSEPSI

10
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.
Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim dari marah atau ketakutan (panic).
Perilaku agresif dan perilaku kekerasan itu sendiri dipandang sebagai suatu rentang, dimana
agresif verbal di suatu sisi dan perilaku kekerasan (violence) di sisi yang lain.
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
1. Menyerang atau menghindar (fight of flight)
2. Menyatakan secara asertif (assertiveness)
3. Memberontak (acting out)
4. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan

3.2 SARAN
Perawat hendaknya menguasai asuhan keperawatan pada klien dengan masalah perilaku
kekerasan sehingga bisa membantu klien dan keluarga dalam mengatasi masalahnya.Kemampuan
perawat dalam menangani klien dengan masalah perilaku kekerasan meliputi keterampilan dalam
pengkajian, diagnose, perencanaan, intervensi dan evaluasi. Salah satu contoh intervensi
keperawatan yang dapat dilakukan pada klien dengan masalah perilaku kekerasan adalah dengan
mengajarkan teknik napas dalam atau memukul kasur/bantal agar klien dapat meredam
kemarahannya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Capernito, LJ. 2008. Diagnosa Keperawatan: Aplikasi pada Praktik Klinis. Jakarta: EGC.

Keliat, Budi A. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2. Jakarta: EGC.

Purwaningsih, Wahyu. Karlina, Ina. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta: Nuha Medika
Press.

Stuart and Sundeen. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Towsend, Mary C. 2005. Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri. Jakarta : EGC
Keliat, Ana Budi. Dkk. 2009. Model Praktik Keperawatan professional Jiwa, Jakarta; EGC

Keliat, Ana Budi. Dkk. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta; EGC

Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung; Refika Aditama

Stuart GW, Sundeen. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta; EGC

12

Anda mungkin juga menyukai