2. ETIOLOGI
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asthma bronkial.
a. Faktor predisposisi
1) Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun
belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas.
Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga
dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat
alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asthma
bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu
hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
1) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan, seperti:
debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan
polusi.
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut, seperti : makanan dan
obat-obatan.
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit, seperti :
perhiasan, logam dan jam tangan.
2) Perubahan cuaca.
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma.Atmosfir yang mendadak dingin
merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-
kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim
hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan
dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
3) Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan
asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang
sudah ada.Disamping gejala asma yang timbul harus segera
diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi
perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya.Karena jika stresnya belum diatasi maka gejala
asmanya belum bisa diobati.
4) Lingkungan kerja.
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya
serangan asma.Hal ini berkaitan dengan dimana dia
bekerja.Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan,
industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas.Gejala ini membaik
pada waktu libur atau cuti.
5) Olah raga/aktifitas jasmani yang berat.
6) Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari
cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan
asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai
aktifitas tersebut.
3. PATOFISIOLOGI
Suatu serangan akut asma akan disertai oleh banyak
perubahan dijalan nafas yang menyebabkan penyempitan: edema dan
peradangan selaput lender, penebalan membrane basa, hipersekresi
kalenjar mucus dan yang lebih ringan kontraksi otot polos. Perubahan
histology yang sama dpat dijumpai pada keadaan tanpa serangan akut
akibat pajanan kronik derajat rendah ke satu atau lebih pemicu asma.
Melalui berbagai jalur, zat-zat pemicu tersebut merangsang
degranulasi sel mast dijalan nafas yang menyebabkan pembebasan
berbagai mediator yang bertanggung jawab untuk perubahan yang
terjadi. Mediator yang terpenting mungkin adalah leukotrien C, D dan E
tetapi terdapat bukti bahwa histamine, PAF, neuropeptida, zat-zat
kemotaktik, dan berbagai protein yang berasal dari eosinofil juga
berperan penting dalam proses ini. obstruksi menyebabkan
peningkatan resistensi jala nafas (terutama pada ekspirasi karena
penutupan jalan nafas saat ekspirasi yang terlalu dini); hiperinflasi
paru; penurunan elastisitas dan frekuensi-dependent compliance paru;
peningkatan usaha bernafas dan dispneu; serta gangguan pertukaran
gas oleh paru. Obstruksi yang terjadi tiba-tiba besar kemungkinannya
disebabkan oleh penyempitan jalan nafas besar, dengan sedikit
keterlibatan jalan nafas halus, dan biasanya berespon baik terhadap
terapi bronkodilator.Asma yang menetap dan terjadi setiap hari hampir
selalu memiliki komponen atau fase lambat yang menyebabkan
penyakit jalan nafas halus kronik dan kurang berespon terhadap terapi
bronkodilator saja.Eosinofil diperkirakan merupakan sel efektor utama
pada pathogenesis gejala asma kronik, dimana beberapa mediatornya
menyebabkan kerusakan luas pada stel epitel bronkus serta
perubahan-perubahan inflmatory. Walaupun banyak sel mungkin
sitokin (termasuk sel mast, sel epitel, makrofag dan eosinofil itu sendiri)
yang mempengaruhi diferensiasi, kelangsungan hidup, dan fungsi
eosinofil, sel T type TH2 dianggap berperan sentral, karena sel ini
mampu mengenali antigen secara langsung. Obstruksi pada asma
biasanya tidak sama, dan defek ventilasi-perkusi menyebabkan
penurunan PaO2. Pada eksaserbasi asma terjadi hiperventilasi yang
disebabkan oleh dispneu.pada awalnya banyak keluar dan Pa CO 2
mungkin rendah namun seiring dengan semakinparahnya obstruksi,
PaCO2 meningkat karena hipoventilasi alveolus. Efek obstruksi berat
yang timbul mencakup hipertensi pulmonaris, peregangan ventrik.
Pathway
Pathway B1, B2, B3
Alergen Psikologis
Penyempitan
diameter Bronkus
(Bronkokonstriksi)
Asma
Peningkatan Leukosit
Bronkokonstriksi Nyeri dada
Penurunan ekspansi
paru
Penyempitan
diameter Bronkus
(Bronkokonstriksi)
Asthma
Sesak Nafas
Penurunan asupan
oksigen
Energi berkurang
Kelemahan fisik
Intolerasnsi aktivitas
5. KLASIFIKASI
a. Berdasarkan Penyebab
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat
diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:
1) Ekstrinsik (alergik)
Asma ekstrinsik ditandai dengan adanya reaksi alergik yang
disebabkan oleh faktor-faktor pencetus spesifik (alergen),
seperti serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic
dan aspirin) dan spora jamur. Oleh karena itu jika ada faktor-
faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka
akan terjadi serangan asthma ekstrinsik. Pasien dengan asma
ekstrinsik biasanya sering dihubungkan dengan adanya suatu
predisposisi genetik terhadap alergi dalam keluarganya.
2) Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi
terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui,
seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya
infeksi saluran pernafasan dan emosi.Serangan asma ini
menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu
dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema.
Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3) Asthma gabungan
Bentuk asma yang paling umum.Asma ini mempunyai
karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik (Smeltzer &
Bare, 2002).
6. MANIFESTASI KLINIK
a. Gejala awal berupa:
- Batuk terutama pada malam atau dini hari
- Sesak napas
- Napas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien
menghembuskan napasnya
- Rasa berat di dada
- Dahak sulit keluar.
- Belum ada kelainan bentuk thorak
- Ada peningkatan eosinofil darah dan IG E
- BGA belum patologis
b. Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam
jiwa atau disebut juga stadium kronik. Yang termasuk gejala yang
berat adalah:
- Serangan batuk yang hebat
- Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal
- Sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut)
- Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan
duduk
- Kesadaran menurun
- Thorak seperti barel chest
- Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
- Sianosis
- BGA Pa O2 kurang dari 80%
- Suara nafas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest)
(Direktorat Bina Farmasi dan Klinik, 2007)
7. PENATALAKSANAAN
Prinsip umum dalam pengobatan pada asma bronkhiale :
a. Menghilangkan obstruksi jalan nafas
b. Mengenal dan menghindari faktor yang dapat menimbulkan
serangan asma.
c. Memberi penerangan kepada penderita atau keluarga dalam cara
pengobatan maupun penjelasan penyakit.
Penatalaksanaan asma dapat dibagi atas :
a. Pengobatan dengan obat-obatan, seperti :
1) Beta agonist (beta adrenergik agent)
2) Methylxanlines (enphy bronkodilator)
3) Anti kolinergik (bronkodilator)
4) Kortikosteroid
5) Mast cell inhibitor (lewat inhalasi)
b. Tindakan yang spesifik tergantung dari penyakitnya, misalnya :
1) Oksigen 4-6 liter/menit.
2) Agonis B2 (salbutamol 5 mg atau veneteror 2,5 mg atau terbutalin
10 mg) inhalasi nabulezer dan pemberiannya dapat di ulang
setiap 30 menit-1 jam. Pemberian agonis B2 mg atau terbutalin
0,25 mg dalam larutan dextrose 5% diberikan perlahan.
3) Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat
ini dalam 12 jam.
4) Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg itu jika tidak ada respon
segera atau klien sedang menggunakan steroid oral atau dalam
serangan sangat berat.
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dijumpai napas menjadi cepat dan
dangkal, terdengar bunyi mengi pada pemeriksaan dada (pada
serangan sangat berat biasanya tidak lagi terdengar mengi, karena
pasien sudah lelah untuk bernapas)
b. Pemeriksaan Fungsi Paru
1) Spirometri
Spirometri adalah mesin yang dapat mengukur kapasitas vital
paksa (KVP) dan volume ekspirasi paksa detik pertama
(VEP1).Pemeriksaan ini sangat tergantung kepada kemampuan
pasien sehingga diperlukan instruksi operator yang jelas dan
kooperasi pasien.Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil
nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang diperiksa.Sumbatan jalan napas
diketahui dari nilai VEP1 < 80% nilai prediksi atau rasio
VEP1/KVP < 75%.
Selain itu, dengan spirometri dapat mengetahui reversibiliti
asma, yaitu adanya perbaikan VEP1 > 15 % secara spontan,
atau setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau
setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah
pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu.Pemeriksaan
spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi
juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan.
2) Peak Expiratory Flow Meter (PEF meter)
Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai APE < 80% nilai
prediksi.Selain itu juga dapat memeriksa reversibiliti, yang
ditandai dengan perbaikan nilai APE > 15 % setelah inhalasi
bronkodilator, atau setelah pemberian bronkodilator oral 10-14
hari, atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) 2
minggu.
Variabilitas APE ini tergantung pada siklus diurnal (pagi dan
malam yang berbeda nilainya), dan nilai normal variabilitas ini <
20%.
Cara pemeriksaan variabilitas APE
Pada pagi hari diukur APE untuk mendapatkan nilai terendah
dan malam hari untuk mendapatkan nilai tertinggi.
APE malam – APE pagi
Variabilitas harian = ------------------------------------- x 100%
½ (APE malam + APE pagi)
(Direktorat Bina Farmasi dan Klinik, 2007)
c. Pemeriksaan Tes Kulit (Skin Test)
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen
yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
d. Pemeriksaan Darah
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula
terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.Pemeriksaan ini
hanya dilakukan pada penderita dengan serangan asma berat atau
status asmatikus.
9. KOMPLIKASI
Berbagai komplikasi menurut Mansjoer (2008) yang mungkin
timbul adalah :
1. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga
pleura yang dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada.
Keadaan ini dapat menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut
lagi dapat menyebabkan kegagalan napas.
2. Pneumomediastinum
Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”, juga
dikenal sebagai emfisema mediastinum adalah suatu kondisi
dimanaudara hadir di mediastinum. Pertama dijelaskan pada
1819 oleh Rene Laennec, kondisi ini dapat disebabkan oleh
trauma fisik atau situasi lain yang mengarah ke udara keluar dari
paru-paru, saluran udara atau usus ke dalam rongga dada .
3. Atelektasis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru
akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus)
atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.
4. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan
oleh jamur dan tersifat oleh adanya gangguan pernapasan yang
berat. Penyakit ini juga dapat menimbulkan lesi pada berbagai
organ lainnya, misalnya pada otak dan mata. Istilah Aspergilosis
dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp.
5. Gagal napas
Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadap
karbodioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju
konsumsi oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam sel-
sel tubuh.
6. Bronkhitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan
bagian dalam dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil
(bronkhiolis) mengalami bengkak. Selain bengkak juga terjadi
peningkatan produksi lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa
perlu batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir yang
berlebihan, atau merasa sulit bernapas karena sebagian saluran
udara menjadi sempit oleh adanya lendir.
7. Fraktur iga
B. ASUHAN KEPERAWATAN
10. PENGKAJIAN
a. Identitas Klien
1) Riwayat kesehatan masa lalu :
Riwayat keturunan, alergi debu, udara dingin
2) Riwayat kesehatan sekarang :
Keluhan sesak napas, keringat dingin.
3) Status mental :
Lemas, takut, gelisah
4) Pernapasan :
Perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan.
5) Gastro intestinal :
adanya mual, muntah.
6) Pola aktivitas :
Kelemahan tubuh, cepat lelah
b. Pemeriksaan Fisik
1) Dada
a) Contour, Confek, tidak ada defresi sternum
b) Diameter antero posterior lebih besar dari diameter
transversal
c) Keabnormalan struktur Thorax
d) Contour dada simetris
e) Kulit Thorax ; Hangat, kering, pucat atau tidak, distribusi
warna merata
f) RR dan ritme selama satu menit.
2) Palpasi
a) Temperatur kulit
b) Premitus : fibrasi dada
c) Pengembangan dada
d) Krepitasi
e) Massa
f) Edema
3) Auskultasi
a) Vesikuler
b) Broncho vesikuler
c) Hyper ventilasi
d) Rochi
e) Wheezing
f) Lokasi dan perubahan suara napas serta kapan saat
terjadinya.
c. Pemeriksaan Penunjang
a) Spirometri
b) Tes provokasi
c) Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam
serum.
d) Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
e) Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
f) Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
g) Pemeriksaan sputum.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Indonesia.