Anda di halaman 1dari 21

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA Laporan Kasus Besar

FAKULTAS KEDOKTERAN AGUSTUS 2018


UNIVERSITAS HALU OLEO

KATARAK TRAUMATIK

Oleh:
Noviarsih Muslimah, S. Ked
K1A1 13 117

Pembimbing :
dr. H. Ilyas Raupong, Sp. M.

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018
BAB I

LAPORAN KASUS

A. Identitas
Nama : An. A
Umur : 14 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Bombana
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Suku : Batak
Tanggal Pemeriksaan : 6 Agustus 2018
Dokter muda : Noviarsih Muslimah

B. Anamnesis
Keluhan Utama : Tidak bisa melihat pada mata kanan
Anamnesis terpimpin : Pasien datang dengan keluhan tidak bisa melihat
pada mata kanan yang dirasakan sejak 3 bulan lalu sebelum ke Poliklinik
Mata Rumah Sakit Bahteramas. Keluhan ini dirasakan semakin memberat,
pasien juga mengeluh mata kanan silau ketika melihat cahaya dan sering
berair. Selain itu pasien juga mengeluh penglihatan pada mata kiri mulai
kabur dan pasien sering merasa sakit kepala. Menurut pasien, keluhan ini
terjadi setelah mata kanan pasien tertancap bagian pulpen yang patah saat
bermain di sekolah sekitar 4 bulan lalu, pasien hanya merasa sakit dan
tidak ada perdarahan. Awalnya pasien merasa sangat silau saat melihat
cahaya, kemudian pandangan menjadi kabur sehingga pasien mulai merasa
kesulitan saat membaca, sekitar 1 bulan setelah kejadian mata kanan
pasien tidak bisa melihat. Keluhan ini baru pertama kali dirasakan pasien.
Riwayat penyakit diabetes mellitus dan hipertensi di sangkal. Pasien tidak
pernah menggunakan lensa kontak dan kacamata sebelumnya. Pasien

1
mengaku di dalam keluarga tidak ada yang menderita sakit yang sama
seperti pasien.

C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Sakit Ringan
Tanda Vital : Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Pernapasan : 18 x/menit
Suhu : tidak diukur

2. Status Ophtalmologis
a. Inspeksi
No Pemeriksaan OD OS
1 Palpebra Edema(-), hiperemis(- Edema(-),
) hiperemis (-)
2 App. lakrimalis Lakrimasi(-) Lakrimasi (-)
3 Silia Sekret(-) Sekret(-)
4 Konjungtiva Injeksi Konjungtiva (- Injeksi Konjungtiva
), hiperemis (-) (-), Hiperemis(-)
5 Bola mata normal normal
6 Mekanisme muscular

7 Kornea Jernih Jernih


8 Bilik mata depan Kesan Normal Kesan Normal
9 Iris Coklat Kehitaman Coklat Kehitaman
10 Pupil Bulat, Sentral, Bulat, Sentral,
Refleks Cahaya (+) Refleks Cahaya (+)
11 Lensa Keruh, shadow test (-) Jernih

2
b. Palpasi
No Pemeriksaan OD OS
1 Tensi okuler Normal Normal
2 Nyeri tekan - +
3 Massa tumor - -
4 Glandula periaurikuler - -

c. Tonometri
Tidak dilakukan pemeriksaan

d. Visus :
VOD : 1/300
VOS : 6/6

e. Penyinaran Obliq
Tidak dilakukan pemeriksaan

f. Funduskopi
Tidak dilakukan pemeriksaan

g. Laboratorium
Tidak dilakukan pemeriksaan

h. Colour Sense
Tidak dilakukan pemeriksaan

i. Campus Visual
Tidak dilakukan pemeriksaan

j. Slit Lamp
Tidak dilakukan pemeriksaan

3
D. Resume
Pasien An. A, 14 tahun, datang dengan keluhan tidak bisa melihat pada
mata kanan yang dirasakan sejak 3 bulan lalu sebelum ke Poliklinik Mata
Rumah Sakit Bahteramas. Keluhan ini dirasakan semakin memberat,
merasa Pasien juga mengeluh mata kanan silau ketika melihat cahaya dan
sering berair. Selain itu pasien juga mengeluh penglihatan pada mata kiri
mulai kabur dan pasien sering merasa sakit kepala. Keluhan ini terjadi
setelah mata kanan pasien tertancap bagian pulpen yang patah saat
bermain di sekolah sekitar 4 bulan lalu, pasien hanya merasa sakit dan
tidak ada perdarahan. Awalnya pasien merasa sangat silau saat melihat
cahaya, kemudian pandangan menjadi kabur sehingga pasien mulai merasa
kesulitan saat membaca, sekitar 1 bulan setelah kejadian mata kanan
pasien tidak bisa melihat. Keluhan ini baru pertama kali dirasakan pasien.
Pasien tidak pernah menggunakan lensa kontak dan kacamata sebelumnya.
Pasien mengaku di dalam keluarga tidak ada yang menderita sakit yang
sama seperti pasien. Pada pemeriksaan fisik didapatkan Tanda vital : TD :
100/60 mmHg, Nadi : 86x/menit, pernapasan : 16x/menit. Visus : VOD
1/300, VOS : 6/6. Status ophtalmologis pada inspeksi didapatkan lensa
OD keruh, refleks cahaya (-), nyeri tekan (-).

E. Diagnosis
Katarak traumatik

F. Rencana terapi
Extracapsular Cataract Extraction (ECCE) dengan implantasi Intra Ocular
Lens (IOL)

G. Prognosis
Ad Vitam : Dubia et Bonam
Ad Functionam : Dubia et Malam
Ad Sanationam : Dubia et Malam

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Katarak Traumatik


Katarak traumatik merupakan katarak yang muncul sebagai akibat cedera
pada mata yang dapat merupakan trauma perforasi ataupun tumpul pada
bola mata yang terlihat sesudah beberapa hari ataupun beberapa tahun.
Katarak traumatik ini dapat muncul akut, subakut, atau pun gejala sisa dari
trauma mata. Katarak dapat terjadi sebagai akibat trauma tumpul berat.1

B. Anatomi dan Fisiologi Kornea


1. Anatomi lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak bewarna,
dan hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan
diameternya 9 mm. Lensa tergantung pada zonula dibelakang iris;
zonula menghubungkannya dengan korpus siliar. Disebelah anterior
lensa terdapat aqueous humor; disebelah posteriornya, terdapat badan
vitreus. Kapsul lensa adalah suatu membran semipermeabel yang akan
memperbolehkan air dan elektrolit masuk.2

Gambar 1. Bentuk dan Posisi Lensa

Disebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus


lensa lebih keras daripada korteksnya. Seiring dengan bertambahnya
usia, serat-serat lamelar subepitel terus diproduksi sehingga lensa
perlahan-lahan menjadi lebih besar dan kurang elastis. Nukleus dan
korteks terbentuk dari lamellae konsentrasi yang panjang.2

5
Masing-masing serat lameral mengandung sebuah inti gepeng.
Pada pemeriksaan mikroskop, inti ini jelas dibagian perifer lensa di
dekat ekuator dan berbatasan dengan lapisan epitel subkapsular. Lensa
ditahan di tempatnya oleh ligamentum suspensorium yang dikenal
sebagai zonula (zonula zinnia), yang tersusun atas banyak fibril; fibril
–fibril ini berasal dari permukaan korpus siliari dan menyisip ke dalam
ekuator lensa.3

Gambar 2. Anatomi Lensa

Sekitar 65 % lensa terdiri atas air dan 35 % berupa protein


(kandungan proteinnya tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh).
Selain itu, terdapat sedikit sekali mineral seperti yang biasa ada di
jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa
daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation
terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat
nyeri, pembuluh darah, atau saraf di lensa.2,3
2. Fisiologi lensa
Lensa merupakan salah satu media refraksi penting dari mata dan
memfokuskan sinar cahaya pada retina. Lensa memiliki daya refraksi
10-20 dioptri, tergantung pada akomodasi individu.2 Lensa
mendapatkan nutrisi melalui difusi dari humor aqueous. Dalam hal ini
menyerupai biakan jaringan, dengan humor aqueous sebagai substrat

6
dan bola mata sebagai wadah yang menyediakan suhu konstan.
Metabolisme dan proses rinci biokimia yang terlibat dalam proses
penuaan yang kompleks belum sepenuhnya di pahami. Karena itu,
tidak mungkin mempengaruhi perkembangan katarak dengan obat.
Metabolisme dan pertumbuhan sel-sel lensa mengatur dirinya sendiri.
Kegiatan metabolik ini penting untuk mempertahankan keutuhan,
transparansi, dan fungsi dari lensa optik.2
Epitel lensa membantu mempertahankan keseimbangan ion dan
transportasi nutrisi, mineral, dan air ke lensa. Jenis dari transportasi
disebut sebagai “pump-leak system”yang memungkinkan pemindahan
aktif dari natrium, kalium, kalsium, dan asam amino dari humor
aqueous ke lensa serta difusi pasif melalui kapsul lensa posterior.
Memelihara keseimbangan (homeostasis/ sangat penting untuk
transparansi lensa dan berkaitan erat dengan keseimbangan air. Kadar
air lensa biasanya stabil dan tetap dalam keseimbangan dengan humor
aqueous sekitarnya. Seiring bertambahnya usia kadar air lensa semakin
berkurang, sedangkan protein terlarut dari lensa (albuminoid)
meningkat. Lensa menjadi lebih keraas, kurang elastis, dan kurang
transparan. Transparansi lensa secara nyata berkurang yang dijumpai
pada 95% dari semua orang yang berusia diatas 65 tahun. Bagian
tengah atau inti lensa menjaadi sclerosis dan sedikit kekuningan
dengan usia.2,3

C. Epidemiologi
Di Amerika Serikat diperkirakan terjadi 2,5 juta trauma mata setiap
tahunnya. Kurang lebih 4-5% dari pasien-pasien mata yang membutuhkan
perawatan mata yang komperhensif merupakan keadaan skunder akibat
trauma mata. Trauma merupakan penyebab tertinggi untuk buta monokula
pada orang kelompok usia dibawah 45 tahun. Setiap tahunnya
diperkirakan 50.000 orang tidak dapat membaca Koran sebagai akibat
trauma mata.1

7
Dilihat dari jenis kelamin perbandingan kejadian katarak traumatic laki-
laki dan perempuan adalah 4 : 1. National Eye Trauma System Study
melaporkan rata-rata usia penderita katarak traumatic adalah 28 tahun dari
648 kasus yang berhubungan dengan trauma mata. Sementara itu usia
yang paling sering terkena adalah anak-anak dan dewasa muda.1

D. Patofisiologi
Trauma tumpul bertanggung jawab dalam mekanisme coup dan
contrecoup. Mekanisme coup adalah mekanisme dengan dampak
langsung. Ini akan mengakibatkan cincin Vossius (pigmen iris tercetak)
dan kadang-kadang ditemukan pada kapsul lensa anterior setelah trauma
tumpul. Mekanisme contrecoup menunjuk kepada cedera yang jauh dari
tempat trauma yang disebabkan oleh gelombang energi yang berjalan
sepanjang garis sampai kebelakang. Ketika permukaan anterior mata
terkena trauma tumpul, ada pemendekan cepat pada anterior-posterior
yang diikuti pemanjangan garis ekuatorial. Peregangan ekuatorial dapat
meregangkan kapsul lensa, zonula atau keduanya. Kombinasi coup,
contrecoup dan pemanjangan ekuatorial bertanggung jawab dalam
terjadinya katarak traumatik yang disebabkan trauma tumpul bola mata.
Trauma tembus yang secara langsung menekan kapsul lensa menyebabkan
opasitas kortikal pada tempat trauma. Jika trauma cukup besar,
keseluruhan lensa akan mengalami opasifikasi secara cepat, namun jika
kecil, katarak kortikal yang akan terjadi.4,5
1. Luka memar atau tumpul
Jika terjadi trauma akibat benda keras yang cukup kuat
mengenai mata dapat menyebabkan lensa menjadi opak. Trauma yang
disebabkan oleh benturan dengan bola keras adalah salah satu
contohnya. Kadang munculnya katarak dapat tertunda sampai kurun
waktu beberapa tahun. Bila ditemukan katarak unilateral, maka harus
dicurigai kemungkinan adanya riwayat trauma sebelumnya, namun
hubungan sebab dan akibatnya kadang-kadang cukup sulit dibuktikan

8
dikarenakan tidak adanya tanda-tanda lain yang dapat ditemukan
mengenai adanya trauma sebelumnya tersebut. Pada trauma tumpul
akan terlihat katarak subkapsular anterior maupun posterior.4

Gambar 3. Cincin Vossius pada Luka Tumpul

2. Luka tusuk atau perforasi


Luka perforasi pada mata mempunyai tendensi yang cukup
tinggi untuk terbentuknya katarak. Jika objek yang dapat menyebabkan
perforasi tembus melalui kornea tanpa mengenai lensa biasanya tidak
memberikan dampak pada lensa, dan bila trauma tidak menimbulkan
suatu luka memar yang signifikan maka katarak tidak akan terbentuk.
Hal ini tentunya juga bergantung kepada penatalaksanaan luka kornea
yang hati-hati dan pencegahan terhadap infeksi, akan tetapi trauma-
trauma seperti diatas dapat juga melibatkan kapsul lensa, yang
mengakibatkan keluarnya lensa mata ke bilik anterior. Urutan dari
dampak setelah trauma juga bergantung pada usia pasien.6
Kapsul lensa pada anak ruptur, maka akan diikuti oleh reaksi
inflamasi di bilik anterior dan masa lensa biasanya secara berangsur-
angsur akan diserap jika tidak ditangani dalam waktu kurang lebih 1
bulan. Namun demikian, pasien tidak dapat melihat dengan jelas
karena sebagian besar dari kemampuan refraktif mata tersebut hilang.
Keadaan ini merupakan konsekuensi yang serius dan kadang
membutuhkan penggunaan lensa buatan intraokuler. Bila ruptur lensa
terjadi pada dewasa, juga diikuti dengan reaksi inflamasi seperti halnya
pada anak, namun tendensi untuk fibrosis jauh lebih tinggi dan

9
jaringan fibrosis opak yang terbentuk tersebut dapat bertahan dan
menghalangi pupil. Sebuah perforasi atau cedera tembus lensa sering
menyebabkan kekeruhan korteks di lokasi pecah, biasanya
berkembang pesat untuk terjadinya kekeruhan. 5,6
Trauma tembus akan menimbulkan katarak yang lebih cepat,
perforasi kecil akan menutup dengan cepat akibat priloferasi epitel
sehingga bentuk kekeruhan terbatas kecil. Trauma tembus besar pada
lensa akan mengakibatkan terbentuknya katarak dengan cepat disertai
dengan terdapatnya lensa didalam bilik mata. Pada keadaan ini akan
terlihat secara histopatologik masa lensa yang akan difagosit makrofag
dengan cepatnya yang dapat memberikan bentuk endoftalmitis
fakolitik. Lensa dengan kapsul anterior saja yang pecah akan menjerat
korteks lensa sehingga akan mengakibatkan terbentuknya cincin
Soemering atau bila epitel lensa berproliferasi aktif akan terlihat
mutiara Elschnig.6

Gambar 4. Cincin Soemering

Gambar 5. Mutiara Elschning

10
3. Radiasi
Sinar yang terlihat cenderung tidak menyebabkan timbulnya
katarak. Ultraviolet juga mungkin tidak menyebabkan katarak karena
sinar dengan gelombang pendek tidak dapat melewati atmosfir. Sinar
gelombang pendek ( tidak telihat ) ini dapat menyebabkan luka bakar
kornea superficial yang dramatis, yang biasanya sembuh dalam 48
jam. Cedera ini ditandai dengan “snow blindness” dan “welder flash”.7
Sinar infra merah yang berkepanjangan (prolong) juga dapat menjadi
penyebab katarak, ini dapat ditemui pada pekerja bahan-bahan kaca
dan pekerja baja, namun penggunaan kacamata pelindung dapat
setidaknya mengeliminasi sinar X ini dan sinar gamma yang juga dapat
mengakibatkan katarak. Katarak traumatik disebabkan oleh radiasi ini
dapat ditemukan pada pasien-pasien yang mendapat radioterapi
(seluruh tubuh) leukemia, namun resiko terjadinya hanya apabila terapi
menggunakan sinar X.8
4. Kimia
Trauma basa pada permukaan mata sering menyebabkan
katarak, selain menyebabkan kerusakan kornea, konjungtiva, dan iris.
Komponen basa yang masuk mengenai mata menyebbakan
peningkatan pH cairan akuous dan menurunkan kadar glukosda dan
askorbat. Hal ini dapat terjadi secara akut ataupun pelahan-lahan.
Trauma kimia dapat juga disebabkan oleh zat asam, namun karena
trauma asam sukar masuk ke bagian dalam mata dibandingkan basa
makan jarang menyebabkan katarak.6

E. Gejala Klinis
Gambaran klinis yang dapat ditemui antara lain adalah1:
1. Penurunan ketajaman visus
Katarak secara klinis relevan jika menyebabkan penurunan signifikan
pada ketajaman visual, baik itu dekat maupun jauh. Biasanya akan
ditemui penurunan tajam penglihatan dekat signifikan dibanding

11
penglihatan jauh, mungkin disebabkan oleh miosis akomodatif. Jenis
katarak yang berbeda memiliki tajam penglihatan yang berbeda pula.
Pada katarak subkapsuler posterior dapat sangat mengurangi
ketajaman penglihatan dekat menurun daripada penglihatan
jauh.Sebaliknya katarak nuklear dikaitkan dengan tajam penglihatan
dekat yang tetap baik dan tajam penglihatan jauh yang buruk.
Penderita dengan katarak kortikal cenderung memperoleh tajam
penglihatan yang baik.
2. Silau
Seringkali penderita mengeluhkan silau ketika dihadapkan dengan
sinar langsung. Biasanya keluhan ini ditemukan pada katarak
subkapsuler posterior dan juga katarak kortikal. Jarang pada katarak
nuklearis.
3. Sensitivitas kontras
Sensitivitas kontras dapat memberikan petunjuk mengenai kehilangan
signifikan dari fungsi penglihatan lebih baik dibanding menggunakan
pemeriksaan Snellen. Pada pasien katarak akan sulit membedakan
ketajaman gambar, kecerahan, dan jarak ruang sehingga menunjukkan
adanya gangguan penglihatan.
4. Pergeseran myopia
Pasien katarak yang sebelumnya menggunakan kacamata jarak dekat
akan mengatakan bahwa ia sudah tidak mengalami gangguan refraksi
lagi dan tidak membutuhkan kacamatanya. Sebaliknya pada pasien
yang tidak menggunakan kacamata, ia akan mengeluhkan bahwa
penglihatan jauhnya kabur sehingga ia akan meminta dibuatkan
kacamata. Fenomena ini disebut pergeseran miopia atau penglihatan
sekunder, namun keadaan ini bersifat sementara dan terkait dengan
stadium katarak yang sedang dialaminya.
5. Diplopia monokuler
Pada pasien akan dikeluhkan adanya perbedaan gambar objek yang ia
lihat, ini dikarenakan perubahan pada nukleus lensa yang memiliki

12
indeks refraksi berbeda akibat perubahan pada stadium katarak. Selain
itu, dengan menggunakan retinoskopiatau oftalmoskopi langsung, akan
ditemui perbedaan area refleks merah yang jelasterlihat dan tidak
terlalu jelas.

F. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan
pemeriksaan laboratorium. Pada anamnesis perlu digali tentang1 :
1. Riwayat trauma, mekanisme trauma
2. Riwayat kondisi mata sebelumnya
3. Riwayat penyakit sebelumnya
4. Keluhan penglihatan
Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain1 :
1. Visus, lapangan pandang, dan pupil
2. Kerusakan ekstraokuler
3. Tekanan intraokuler
4. Bilik anterior
5. Lensa
6. Retina
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain CT- Scan
untuk melihat ada tidaknya fraktur, benda asing ataupun kelainan struktur
lainnya.1

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan katarak traumatik tergantung kepada saat terjadinya.
Bila terjadi pada anak sebaiknya dipertimbangkan akan kemungkinan
terjadinya amblyopia. Untuk mencegah amblyopia pada anak dapat
dipasang lensa intra ocular primer atau skunder.Apabila tidak terdapat
penyulit maka dapat ditunggu sampai mata menjadi tenang. Bila terjadi
penyulit seperti seperti glaucoma, uveitis, dan lain sebagainya maka segera

13
dilakukan ekstraksi lensa.9 Penyulit uveitis dan glaucoma sering dijumpaia
pada orang usiaa tua. Pada beberapa pasien dapat terbentuk cincin
sommering pada pupil sehinggaa dapat mengurangi tajam penglihatan.
Keaadaan sepertidapat disertaai dengan perdarahan, aablasi retina, uveitis,
atau salah letak lensa.10
Harus diberikan antibiotic sistemik dan topical serta kortikosteroid
topical dalam beberapa hari untuk memperkecil kemungkinan infeksi dan
uveitis. Atropin sulfat 1% 1 tetes 3 kali sehari, dianjurkan untuk menjaga
pupil tetap berdilatasi dan untuk mencegah pembentukan sinekia
posterior.10
Katarak dapat dikelurkan pasa saat pengeluaran benda asing atau
setelah peradangan mereda.Apabila terjadi glaucoma selama periode
menunggu, bedah katarak jangan ditunda walaupun masih terdapat
peradangan. Untuk mengeluarkan katarak traumatic, biasanya digunakan
teknik-teknik yang sama dengan yang digunakan untuk mengeluarkan
katarak kongenital, terutama pada pasien berusia kurang dari 30 tahun.9
Indikasi penatalaksanaan pembedahan pada kasus-kasus katarak
traumatik adalah sebagai berikut:
1. Penurunan visus yang berat
2. Hambatan penglihatan karena proses patologis pada bagian
posterior
3. Inflamasi yang diinduksi lensa atau terjadinya glaucoma
4. Ruptur kapsul dengan edema lensa
5. Keadaan patologis okular lain yang disebabkan trauma dan
membutuhkan tindakan bedah
Metode fakoemulsifikasi standar dapat dilakukan jika kapsul lensa
intak dan integritas dari zonular cukup. Ekstraksi katarak intrakapsular
diperlukan pada kasus-kasus dislokasi anterior atau instabilitas zonular
yang ekstrem. Dislokasi anterior lensa ke bilik anterior meupakan suatu
keadaan emergensi yang harus segera dilakukan tindakan (removal),
karena dapat menyebabkan pupillary block glaucoma. Lesentomi dan

14
vitrektomi pars plana dapat menjadi pilihan terbaik pada kasus-kasus
rupture kapsul posterior. Dislokasi posterior, atau instabilitas zonular yang
ekstrem.9
Teknik Operasi
Operasi dilakukan untuk 1 mata sekali operasi. Prosedur yang sama
bisa dilakukan jika setelah sekitar 1 minggu mata yang pertama kali di
operasi telah stabil.8
1. Intracapsular Cataract Extraction
Hingga pertengahan tahun 1980, metode ini masih menjadi pilihan.
Intracapsular cataract extraction digunakan hanya jika terjadi
subluksasi lensa atau dislokasi lensa. Seluruh lensa dibekukan
dalam kapsul dengan cryophake dan di buang dari mata melalui
sayatan besar kornea superior
2. Extracapsular Cataract Extraction
Extracapsular cataract extraction dengan implantasi dari
intraocular lens (IOL) di posterior chamber adalah sebagai metode
operasi pilihan utama untuk sekarang ini. Dengan melakukan
Pembukaan anterior kapsul (capsularrhexis), kemudian hanya
korteks dan nukleus yang dibuang (extracapsular extraction);
kapsul posterior dan zonula dipertahankan tetaap utuh.Ini
menyediakan dasar yang stabil untuk implantasi lensa intraocular
di chamber posterior.
3. Phacoemulsification
Sekarang ini metode phacoemulsification adalah metode yang
lebih disukai untuk menghilangkan nukleus. Dimana nukleus
sangat sulit sehingga seluruh nukleus harus di express atau di
aspirasi. Kemudian bagian lembut dari korteks dikeluarkan oleh
alat penghisap dengan aspirator ataupun irrigator. Kemudian
kapsul posterior di perhalus dan IOL di implantaasikan di kantong
kapsul yang kosong. Phacoemulsification dan implantasi IOL
hanya membutuhkan insisi yang panjangnya 3-6 mm dimana

15
teknik menembus yang digunakan untuk membuat sayatan ini tidak
memerlukan jahitan dikarenakan luka akan menutup dengan
sendirinya.8
Keuntungan lebih dari intracapsular cataract extraction adalah
dikarenakan extracapsular cataract extraction biasanya tidak mencapai
exposur yang luas dari retina seperti intracapsular cataract extraction,
terutama apabila katarak sekunder hadir. Namun extracapsular cataract
extraction mempertahankan integritas anterior dan posterior bilik mata,
serta badan vitreous tidak bisa prolaps setelah ekstraksi katarak
intrakapsular.8

H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain:
1. Dislokasi lensa dan subluksasi sering ditemukan bersamaan dengan
katarak traumatik.
2. Komplikasi lain yang dapat berhubungan, seperti phakolitik,
phakomorpik, blok pupil, glaucoma sudut tertutup, uveitis, retina
detachment, ruptur koroid, hifema, perdarahan retobulbar,
neuropati optik traumatik.1

I. Pencegahan1
1. Berhati-hati agar tidak melukai mata pada setiap aktivitas.
2. Segera ke dokter jika mengalami infeksi mata, luka, terasa sakit, atau
tejadi penurunan kemampuan penglihatan.

16
BAB III
DISKUSI KASUS

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien tersebut didagnosis


sebagai katarak traumatik. Pasien merupakan anak laki-laki berusia 14 tahun.
Berdasarkan data epidemiologi dilihat dari jenis kelamin perbandingan kejadian
katarak traumatik laki-laki dan perempuan adalah 4 : 1. National Eye Trauma
System Study melaporkan usia yang paling sering terkena adalah anak-anak dan
dewasa muda.
Pada anamnesis pasien datang keluhan tidak bisa melihat pada mata kanan
yang dialami sejak 3 bulan lalu. Keluhan ini dirasakan semakin memberat, pasien
juga mengeluh mata kanan silau ketika melihat cahaya dan sering berair.
Gejala klinis pada katarak traumatik antara lain penurunan signifikan pada
ketajaman visual, rasa silau saat terkena dengan sinar langsung, gangguan
sensitifitas kontras, pergeseran myopia dan diplopia monkuler.
Keluhan ini terjadi setelah mata kanan pasien tertancap bagian pulpen yang
patah saat bermain di sekolah sekitar 4 bulan lalu, pasien hanya merasa sakit dan
tidak ada perdarahan. Awalnya pasien merasa sangat silau saat melihat cahaya,
kemudian pandangan menjadi kabur sehingga pasien mulai merasa kesulitan saat
membaca, sekitar 1 bulan setelah kejadian mata kanan pasien tidak bisa melihat.
Trauma tembus akan menimbulkan katarak yang lebih cepat, perforasi kecil
akan menutup dengan cepat akibat priloferasi epitel sehingga bentuk kekeruhan
terbatas kecil. Trauma tembus besar pada lensa akan mengakibatkan terbentuknya
katarak dengan cepat disertai dengan terdapatnya lensa didalam bilik mata.
Setelah terjadi tramua tembus yang cukup dalam, kapsul lensa pada anak
ruptur, maka akan diikuti oleh reaksi inflamasi di bilik anterior dan masa lensa
biasanya secara berangsur-angsur akan diserap jika tidak ditangani dalam waktu
kurang lebih 1 bulan dan dapat menyebabkan kekeruhan. Namun demikian, pasien
tidak dapat melihat dengan jelas karena sebagian besar dari kemampuan refraktif
mata tersebut hilang.

17
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Tanda vital : TD : 100/60 mmHg, Nadi :
86x/menit, pernapasan : 16x/menit. Visus : VOD 1/300, VOS : 6/6. Status
ophtalmologis pada inspeksi didapatkan lensa OD keruh, shadow test (-), nyeri
tekan (-).
Pasien ini didiagnosis dengan Katarak Traumatik. Kemudian diberikan
terapi pembedahan berupa Extracapsular cataract extraction dengan implantasi
lensa. Indikasi penatalaksanaan pembedahan pada kasus-kasus katarak traumatik
adalah sebagai berikut:
1. Penurunan visus yang berat
2. Hambatan penglihatan karena proses patologis pada bagian posterior
3. Inflamasi yang diinduksi lensa atau terjadinya glaucoma
4. Ruptur kapsul dengan edema lensa
5. Keadaan patologis okular lain yang disebabkan trauma dan
membutuhkan tindakan bedah

Extracapsular cataract extraction dengan implantasi dari intraocular lens


(IOL) di posterior chamber adalah sebagai metode operasi pilihan utama untuk
sekarang ini. Dengan melakukan Pembukaan anterior kapsul (capsularrhexis),
kemudian hanya korteks dan nukleus yang dibuang (extracapsular extraction);
kapsul posterior dan zonula dipertahankan tetaap utuh. Ini menyediakan dasar
yang stabil untuk implantasi lensa intraocular di chamber posterior.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Robert H Graham, Hampton Roy Sr. Traumatic Cataract. Update: Sep 2,


2014. Medscape. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1211083-overview#a0101
2. T. Schlote, J. Rohrbach, M. Grueb, J. Mieke. Pocket Atlas of Ophthalmology.
Thieme. 2006. P165-197
3. Akino Wakasugi, et al. Response of the Mouse Lens to Varying Sizes of
Injured Area. Departments of Ophtalmic Anatomy ang Physiologi Graduate
School of Medical Science, Kitasato University, Kanagawa, Japan. Available
from: http://www.nichigan.or.jp/jjo-oj/pdf/04604/046040391.pdf
4. A. K. Khurana. Comphrehensive Ophthalmology, Fourth Edition. Chapter 7-
Cataract. India: New Age International (P). 2007. p5-11 & p134-136
5. James C. Bobrow, et al. Lens And Cataract. On: American Academy of
Ophtalmology. (2011-2012). P53-60
6. Vaughan, Daniel. G., Asbury, Taylor., Riordan-Eva, Paul. (2007). General
Ophthalmology, 17th Edition. Mc Graw Hill, Lange.
7. Tim Root, Basic Eye Anatomy chapter 2. 2008. p18-28.
8. P. T. Khaw, P. Shah, A. R. Elkington. ABC of Eyes, Fourth Edition. London:
BMJ Books. 2004. P50-51
9. Seung-II Lee, Hyo-Cheol Song. A Case of IsolatedPosterior Capsule
Ruptureand Traumatic Cataract Caused by Blunt Ocular Trauma.
Department of Ophthalmology, Dongkang Hospital, Ulsan, Korea. Available
from: http://ekjo.org/Synapse/Data/PDFData/0065KJO/kjo-15-140.pdf
10. Bruce James, Chris Chew, Anthony Bron. (2003). Lecture Notes On
Ophthalmology, Ninth Edition. Hong Kong.

19
20

Anda mungkin juga menyukai