Anda di halaman 1dari 7

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis tuberkulosis kutis


adalah Tuberculin Skin Test (TST), pemeriksaan histopatologi, pemeriksaan mikroskop untuk
menemukan basil tahan asam, kultur untuk menemukan mikobakteria, Polymerase Chain
Reaction (PCR) untuk mendeteksi DNA mikrobakteria, pemeriksaan serologi untuk
mendeteksi antibodi terhadap antigen mikrobakteria berupa QuantiFERON-TB Gold (QFT-G).

a. Tuberculin Skin Test (TST)


Protein M.tuberkulosis (tuberkulin) disuntikkan intradermal sebanyak 5U (0,1 ml) di
bagian anterior lengan. Reaksi maksimal terjadi 48 jam setelah disuntikkan. Reaksi positif
berupa indurasi eritema batas tegas ukuran diameter lebih dari 10 mm. Pada pasien infeksi
HIV, diameter lesi ≥ 5mm sudah dinyatakan positif. Pada pasien yang sudah pernah
mendapat vaksin BCG, diameter lesi ≥ 15 mm dinyatakan positif. Hasil tes positif terjadi
2-3 minggu setelah infeksi. 3,5 Hasil tes tuberkulin positif tergantung pada imunitas host.
Tes tuberkulin positif pada kasus tuberkulosis inokulasi primer, skrofuloderma,
tuberkulosis gumosa, tuberkulosis verukosa kutis, lupus vulgaris, dan tuberkulid. Hasil tes
tuberkulin negatif terjadi pada host dengan imunitas buruk, misalnya pada kasus
tuberkulosis orifisialis, tuberkulosis miliaris akut, dan tuberkulosis gumosa dengan kondisi
fisik buruk.
b. Pemeriksaan Histopatologi
Sediaan pemeriksaan histopatologi berasal dari biopsi lesi kulit. Masing-masing lesi akan
memberikan gambaran histopatologi berbeda. Berikut adalah gambaran histologi masing-
masing tuberkulosis kutis:
Tabel 2. Gambaran Histopatologi Tuberkulosis Kutis
c. Pemeriksaan Basil Tahan Asam
Pemeriksaan mikroskopik untuk menemukan bakteri tahan asam dilakukan dengan
pewarnaan spesimen kulit menggunakan Ziehl Neelsen. Hasil positif bila ditemukan 104
bakteri per millimeter. Hasil pemeriksaan bakteri tahan asam ini dapat mengklasifikasikan
tuberkulosis kutis menjadi multibasiler dan pausibasiler. Pada kasus dengan jumlah bakteri
sedikit, sering ditemukan hasil negatif. Hasil negatif pemeriksaan ini tidak menyingkirkan
diagnosis tuberkulosis kutis.
d. Pemeriksaan Kultur
Media yang digunakan untuk kultur adalah Egg-Based Media/Lowenstein Jensen dan
media agar semisintesis (Middlebrook 7H10 dan 7H11). Hasil kultur dengan media solid
terlihat pada minggu ke-4 sampai ke-8. Media kultur cair akan mempercepat pertumbuhan
koloni menjadi 3-7 hari. Metode kultur cepat yang sering digunakan adalah radiometri
BACTEC (BATEC 460) atau nonradiometri BACTEC (BATEC MGIT 960). Hasil kultur
positif pada tuberkulosis kutis multibasiler, sedangkan tidak semua kasus tuberkulosis
kutis pausibasiler hasil kulturnya positif.
e. Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pemeriksaan ini bisa mendeteksi fragmen DNA M. tuberculosis sangat cocok pada
tuberkulosis kutis dengan jumlah bakteri tahan asam sedikit yang tidak terdeteksi dengan
pemeriksaan mikroskop menggunakan pewarnaan Ziehl-Neelsen dan pemeriksaan kultur.
Pemeriksaan PCR juga cocok digunakan pada pasien immunocompromised (infeksi HIV).
Pemeriksaan sangat spesifik sehingga bisa membedakan antigen M.tuberculosis dengan
mikobakterium lainnya.
f. Pemeriksaan Serologi
Pemeriksaan ini untuk mendeteksi antibodi yang terbentuk akibat infeksi tuberkulosis.
Pemeriksaan QFT-G menggunakan antigen protein M.tuberculosis yaitu ESAT-6 dan
CFP-10. Pada pemeriksaan ini diukur kadar IFN-γ yang terbentuk setelah 16-24 jam
sebagai respons terhadap antigen tersebut. Pemeriksaan lain yang lebih sensitif adalah T-
SPOT® yang mengukur IFN-γ yang diproduksi oleh sel T.

Tatalaksana

Non medikamentosa

Keadaan umum diperbaiki, misalnya keadaan gizi dan anemia.

Medikamentosa
Prinsip pengobatan tuberculosis kutis sama dengan tuberkulosis paru. Untuk mencapai
hasil yang baik, hendaknya diperhatikan syarat berikut ini.

1. Pengobatan harus dilakukan scara teratur tanpa terputus agar tidak cepat terjadi
resistensi.
2. Pengobatan harus dalam kombinasi. Dalam kombinasi tersebut INH disertakan, karena
obat tersebut bersifat baktersidal, harganya murah dan efek sampingnya jarang terjadi.
Sedapat-dapatnya dipilih paling sedikit 2 obat yang bersifat bakterisidal.

Daftar obat TB yang terdapat di Indonesia dicatumkan pada table. Yang bersifat
bakterisidal ialah INH (H), rimfampisin (R), pirazinamid (Z), dan streptomisin (S). Sedangkan
etambutol bersifat bakteriostatik. Pemilihan obat tergantung pada keadaan ekonomi penderita,
berat-ringannya penyakit, dan adakah kontraindikasi.
Dosis INH (H) pada anak 10 mg/Kg BB, pada orang dewasa 5mg/Kg BB, dosis
maksimum 400 mg sehari. Rifampisin (R) 10 mg/kg BB paling lama diberikan 9 bulan. Bila
digunakan Z hanya selama 2 bulan, kontraindikasinya penyakit hepar. Pirazinamid (Z) 25
mg/kg BB, streptomisin (S) 15 mg/kg BB, dosis maksimun streptomisin 90 gram. Ethambutol
(E) 15 mg/kg BB.

Obat antituberkulosis yang ada di Indonesia: dosis, cara pemberian dan efek sampingnya
Nama obat Dosis Cara pemberian Efek samping utama
INH 5-10 mg/kg BB per os, dosis tunggal neuritis perifer gangguan
hepar
Rifampisin 10 mg/kg BB per os, dosis tunggal
waktu lambung kosong gangguan hepar
Pirazinamid 20-35 mg/kg BB per os dosis terbagi gangguan hepar
Etambutol bulan I/II 25 mg/ per os, dosis tunggal gangguan N II
Kg BB,berikutnya
15 mg/kg BB
Streptomisin 25 mg/kg BB per inj im gangguan N VIII

Pada pengobatan tuberkulosis terdapat 2 tahapan, yaitu tahapan awal (intensif) dan
tahapan lanjutan. Tujuan tahapan awal adalah membunuh kuman yang aktif membelah
sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya dengan obat yang bersifat bakterisidal. Tahapan
lanjutan ialah melalui kegiatan sterilisasi membunuh kuman yang tumbuh lambat. R dan H
disebut bakterisidal lengkap karena kedua obat tersebut dapat memasuki seluruh populasi
kuman sedangkan Z hanya berkerja pada lingkungan asam dan S dalam lingkungan basa.
Umumnya sebagai pengobatan TB kutis cukup digunakan 3 atau 2 obat. Misalnya
kombinasi 3 obat : H, R, dan Z. Setelah 2 bulan Z dihentikan karena rejimen tersebut sangat
poten, sehingga massa pengobatan dapat dipersingkat, sedangkan yang lain diteruskan. Karena
ketiga obat tersebut sangat hepatotoksik maka sebelum pengobatan dimulai diperiksa lebih
dahulu fungsi hepar (SGOT, SGPT, dan fosfatase alkali). Dua minggu sesudah terapi diulangi,
biasanya meninggi. 2 minggu kemudian diperiksa lagi. Bila tetap atau menurun, pengobatan
dilanjutkan. Tetapi, jika meninggi cara pengobatan diubah, Z dihentikan, R diberikan seminggu
2 kali dengan dosis setiap kali 600 mg. rejimen lain ialah kombinasi H, R dan E. Yang diberikan
selama 2 bulan, dilanjutkan dengan H dan R tanpa etambutol. Jika pasien kurang mampu maka
terpaksa diberikan kombinasi 2 obat saja yaitu H dan R atau H dan etambutol, dengan sedirinya
waktu pengobatan lebih lama. Setelah sebulan pengobatan tidak tampak perbaikan, harus
dicurigai telah terjadi resistensi dan dapat diberikan obat lain.
Pengobatan tuberkulosis kutis yang disebabkan oleh mikobakteria atipikal
pengobatannya agak berbeda dengan yang disebabkan oleh M. tuberkulosis.
M. marinum
Pengobatan dengan minosiklin sehari 100-200 mg selama 6-12 minggu. Pengobatan
lain dengan rimfampisin 600 mg dan etambutol 1,2 gram sehari selama 3-6 bulan. Juga ddapat
dengan kotrimoksazol 2-3 tablet (1 tablet berisi 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg
trimoksazol) sehari 2 kali selama 6 minggu. Pada kasus yang sukar disembuhkan dilakukan
pembedahan.
M. kansasii
Pengobatan dengan obat-obat antituberkulosis, terutama streptomisin, rifampisin, dan
etambutol dalam kombinasi. Dapat juga diberikan minosiklin 200 mg per hari.
M. scrofulaceum
Kuman ini tidak begitu sensitif terhadap obat-obat antituberkulosis. Pengobatan pilihan
untuk limfadenitis ialah eksisi. Pada penyakit yang meluas kombinasi obat antituberkulosis
dapat dicoba.
M. avium-intracellulare
Penyakit ini tidak begitu responsif dengan pengobatan kimiawi, dianjurkan tindakan
pembedahan. Jika belum sembuh dapat dikombinasikan dengan klaritromisin.
M. fortuitum
Infeksi tersebut dapat diberikan dengan klaritromisin 500 mg sehari 2 kali atau
minosiklin 100-200 mg per hari.
M. chelonae
Biasanya resisten terhadap sefaksitin, tobramisin lebih efektif daripada amikasin.
Terapi pembedahan berupa eksisi dapat dilakukan pada lupus vulgaris dan TB kutis verukosa
yang kecil. Pengobatan topical pada TB kutis tidak sepenting pengobatan sistemik.
Prognosis
Pada umunya selama pengobatan memenuhi syarat seperti yang telah disebutkan,
prognosisnya baik.

BAB 3
Kesimpulan
Tuberkulosis kutis adalah tuberkulosis pada kulit yang di Indonesia disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis dan mikrobakteria atipikal. Tuberkulosis kutis yang paling sering

ditemukan adalah skrofuloderma dan tuberkulosis verukosa. Di daerah tropis, skrofuloderma

lebih dominan. Lupus vulgaris lebih sering ditemukan pada wanita, sedangkan tuberkulosis

verukosa sering ditemukan pada laki-laki. Tuberkulosis kutis yang sering ditemukan pada

anak-anak adalah skrofuloderma. Pada daerah endemis tuberkulosis, 50% kasus tuberkulosis

kutis dapat terjadi pada usia kurang dari 19 tahun.

Klasifikasi tuberkulosis kutis menurut Pillsburry dengan sedikit perubahan: Tuberkulosis

Kutis Sejati ada 2 macam :

a. Tuberkulosis kutis primer (tuberculosis chancre)

b. Tuberkulosis kutis sekunder (Tuberkulosis kutis miliaris, Skrofuloderma,

Tuberkolosis kutis verukosa, Tuberkulosis kutis gumosa, Tuberkulosis kutis orifisialis,

Lupus Vulgaris).

Tuberkuloid ada 2 macam :

a. Bentuk Papul (Lupus miliaris, Tuberkuloid papulonekrotika, Liken skrofulosorum)

b. Bentuk granuloma (Eritema nodosum, Eritema induratum)

Hal-hal yang mempengaruhi timbulnya gejala klinik adalah sifat kuman, respon imun

tubuh saat kuman ini masuk kedalam tubuh ataupun saat kuman ini sudah berada didalam tubuh

serta jumlah dari kuman tersebut. Respon imun yang berperan pada infeksi M. tuberculosis

adalah respon imunitas selular. Sedangkan peran antibodi tidak jelas atau tidak memberikan

imunitas.

Diagnosis tuberkulosis kutis didasarkan atas anamnesis riwayat TB, pemeriksaan

bakteriologik (untuk menentukan etiologinya), pemeriksaan histopatologik (untuk

menegakkan diagnosis), dan tes tuberkulin. Ada juga yang menyebutkan bahwa Reaksi

berantai polimerase (polymerase chain reaction) dapat dipakai untuk menentukan etiologi.
Tetapi kerugiannya tidak dapat mendeteksi kuman hidup, jadi kultur masih tetap merupakan

baku emas.

Prinsip pengobatan tuberkulosis kutis sama dengan tuberkulosis paru. Untuk mencapai

hasil yang baik hendaknya diperhatikan syarat-syarat yaitu pengobatan harus dilakukan secara

teratur tanpa terputus agar tidak cepat terjadi resistensi dan pengobatan harus dalam kombinasi.

Dalam kombinasi tersebut INH disertakan, diantaranya karena obat tersebut bersifat

bakterisidal, harganya murah dan efek sampingnya langka. Sedapat-dapatnya dipilih paling

sedikit 2 obat yang bersifat bakterisidal, dan keadaan umum diperbaiki.

Pada pengobatan tuberkulosis terdapat 2 tahapan, yaitu tahapan awal (intensif) dan

tahapan lanjutan. Tujuan tahapan awal adalah membunuh kuman yang aktif membelah

sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya dengan obat yang bersifat bakterisidal. Tahapan

lanjutan ialah melalui kegiatan sterilisasi membunuh kuman yang tumbuh lambat.

Anda mungkin juga menyukai