Anda di halaman 1dari 10

PEMBELAJARAN MODEL MULTIPLE INTELLIGENCES

Sugito, M.Pd.I
Guru PAI SMP 1 Warungasem

Manusia benar-benar dicipta sebagai makhluk yang sempurna.


Kesempurnaan itulah yang diistilahkan dalam alquran sebagai ahsani taqwim
(sebaik-baik bentuk). Selain disempurnakan penciptaan bentuk fisik, manusia juga
dibekali dengan akal fikiran juga perasaan (qalbu). Manusia sangat beda dengan
hewan yang hanya memiliki insting. Manusia tentu berbeda pula dengan tumbuhan,
malaikat, iblis serta makhluk lainnya. Sedemikian sempurna makhluk manusia ini,
sehingga ia sering disebut dengan istilah insan kamil.
Bermula dari ketiga ranah kesempurnaan manusia tersebut, maka kemudian
munculah berpuluh-puluh, beratus-ratus, bahkan berjuta-juta dan bermilyar-milyar
potensi yang dihasilkan oleh milyaran manusia yang hidup di muka bumi ini, yang
selanjutnya menghasilkan bermacam-macam profesi yang tak terhitung ragamnya.
Peralihan potensi menjadi profesi semestinya diperhatikan dan diupayakan secara
maksimal, agar perkembangan potensi menjadi profesi itu berlangsung lebih
terarah. Pendidikan beserta lembaga pendidikan adalah media yang tepat untuk
melakukan itu proses tersebut.

Hakekat pendidikan
Pendidikan memiliki makna yang sangat mendasar, disebutkan dalam
kamus besar Bahasa Indonesia, istilah pendidikan berasal dari kata dasar “didik”
(mendidik), yaitu memelihara dan memberi latihan (ajaran pimpinan) mengenai
akhlak dan kecerdasan pikiran. Dalam undang-undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003
Bab I, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

1
2

Menurut Tilaar ada tiga hal terkait dengan pendidikan yang memerlukan
pengkajian. Pertama, pendidikan tidak dibatasi hanya sebagai schooling belaka.
Rumusan mengenai pendidikan dan kurikulumnya yang hanya membedakan antara
pendidikan formal dan non formal perlu disempurnakan lagi dengan menempatkan
pendidikan informal yang justru akan semakin memegang peranan penting dalam
pembentukan tingkah laku manusia dalam kehidupan global yang terbuka. Kedua,
pendidikan bukan hanya untuk mengembangkan intelegensi akademik peserta
didik. Ketiga, pendidikan ternyata bukan hanya membuat manusia pintar tetapi
yang lebih penting ialah manusia yang berbudaya dan menyadari hakikat tujuan
penciptaannya (Tilaar, 1999: 16). Pemikiran Tilaar selaras dengan pendapat
Sindhunata yang menjelaskan bahwa tujuan pendidikan bukan hanya menjadi
manusia yang terpelajar tetapi manusia yang berbudaya (Educated and Civized
human being) (Sindhunata, 2000: 14).
Dari dua pendapat tentang pendidikan di atas, dan tentu masih ratusan
bahkan ribuan pendapat tentang pendidikan, dapat disimpulkan bahwa pendidikan
bukan sekedar pengejaran di dalam kelas yang berorientasi hanya untuk
mengembangkan intelegensi akademik atau kognitif semata, malainkan pendidikan
juga harus mengembangkan aspek yang lain pada peserta didik baik di dalam kelas
maupun di luar kelas. Anak harus tumbuh menjadi manusia yang berkembang
setiap potensi dirinya dan menjadi manusia yang baik budi pekertinya.

Sinergi Multiple Intelligences dengan pendidikan


Muslim Afandi berkesimpulan bahwa tren dunia pendidikan abad ke-21
lebih berorientasi pada pengembangan potensi manusia, bukan kepada kemampuan
teknikal dalam melakukan eksploitasi alam (Afandi, 2014: 137). Pemikiran Muslim
tentu ada dasarnya. Penelitian neuropsikologi menunjukkan fakta bahwa potensi
manusia yang sudah teraktualisasikan masih sangat sedikit, baru sekitar 10%. Salah
satu inti pemanfaatan ptensi itu adalah bagaimana kita bisa mengoptimalkan potensi
mind and brain untuk meraih prestasi peradaban secara cepat dan efisien
(Silberman, 2009: xiv).
3

Kesuksesan CEO media sosial semacam Facebook dan watshapp, pemilik


situs jual beli online seperti bukalapak dan shopee, serta penyedia aplikasi
transportasi online, merupakan sedikit contoh mereka yang sukses mengoptimalkan
potensi mind and brain. Dalam dunia pendidikan, penggunaan metode dan media
yang tepat bagi pendidik dalam menggali dan memaksimalkan potensi yang ada
pada diri peserta didik sehingga dapat meraih prestasi yang semaksimal mungkin.
Pada setiap individu, proses itu digerakkan melalui koordinasi kecerdasan yang ada
pada individu masing-masing. Pertanyaannya kemudian adalah, apakah sebenarnya
kecerdasan itu, dan bagamanakah cara memaksimalkannya menjadi prestasi.
Howard Gardner mendefinisikan kecerdasan sebagai kemampuan untuk
memecahkan persoalan dan menghasilkan produk yang bermacam-macam dan
dalam situasi yang nyata (Suparno, 2005: 17). Gardner juga mendefinisikan
kecerdasan sebagai potensi biopsikologi untuk memproses bentuk-bentuk
informasi yang spesifik dalam cara-cara tertentu (Gardner, 2006:36). Bukan hanya
satu, tapi seseorang bisa memiliki beberapa kecerdasan, dan kecerdasan yang lebih
dominanlah yang kemudian akan berkembang dan menghasilkan prestasi. Inilah
yang oleh Gardner disebut Multiple intelligences.
Multiple intelligence is a natural way to structure learning. All the aspects
of the person are taught to, meaning can be extracted, and applications can be
made to life. The childern in our classrooms are multifaceted and have many
abilities. (Kecerdasan ganda adalah cara dasar pada pembelajaran struktur. Semua
aspek-aspek manusia telah dipelajari juga, arti dapat dikutip dan penerapan dapat
dibuat untuk hidup. Peserta didik di kelas beranekaragam segi dan memiliki banyak
kemampuan). Menurut Gardner arti dari multiple intelligences di sini adalah
kemampuan untuk menyelesaikan masalah, untuk mendapatkan jawaban yang
spesifik dan untuk belajar materi baru dengan cepat dan efisien. Intelligence is the
ability to solve problems, or to create products, that are valued within one or more
cultural (Gardner, 1983: x).
Penelitian Gardner telah menjelaskan kecerdasan manusia sebelumnya,
serta menghasilkan definisi tentang konsep kecerdasan yang sungguh pragmatis.
Sebelum Gardner melempar teori multiple intelligences, teori kecerdasan lebih
4

cenderung diartikan secara sempit. Kecerdasan seseorang lebih banyak ditentukan


oleh kemampuan menyelesaikan serangkaian tes IQ, kemudian tes itu diubah
menjadi angka standar kecerdasan. Gardner berhasil mendobrak dominasi teori dan
tes IQ yang sejak 1905 banyak digunakan oleh pakar psikolog di seluruh dunia
(Chatib, 2013:132). Gardner memandang kecerdasan manusia dengan:
a) Kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi dalam kehidupan
nyata; b) Kemampuan untuk menghasilkan persoalan-persoalan baru untuk
diselesaikan; c) Kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang akan menimbulkan
penghargaan dalam budaya seseorang. Gardner juga menjelaskan bahwa kecedasan
ganda mempunyai karakteristik konsep antara lain : a). Semua inteligensi itu
berbeda-beda; b). Semua kecerdasan dimiliki manusioa dalam kadar yang berbeda.
Semua kecerdasan dapat dieksplorasi, ditumbuhkan dan dikembangkan secara
optimal; c). Adanya indikator kecerdasan dalam tiap-tiap kecerdasan. Dengan
latihan, seseorang dapat membangun kekuatan kecerdasan yang dimiliki;
d). Semua kecerdasan-kecerdasan tersebut bekerjasama mewujudkan aktivitas
yang dilakukan individu; e). Semua jenis kecerdasan ditemukan disemua lintas
kebudayaan di dunia dan kelompok usia; f). Kecerdasan dapat diekspresikan
melalui profesi dan hobi (Agustin, 2006: 21).
Dominasi teori IQ telah sedemikian mengakar pada pola pikir masyarakat
secara luas. Sangat tidak mudah untuk mengubah asumsi tentang satu-satunya alat
untuk sukses adalah kecerdasan dalam ranah kognitif. Kita lihat pola pendidikan
yang terjadi saat ini pada umumnya masih mengedepankan keseragaman dan
pengukuran siswa yang cerdas hanya sebatas pada IQ saja. Pemberlakuan
kurikulum 2013 sejatinya mulai menggeser ke posisi pengajaran dengan
memperhatikan keseimbangan antara kognitif, sikap dan penerapan (praktik).
Namun, ibarat pepatah jauh panggang dari pada api, pada realisasinya guru masih
memberikan penghargaan setinggi-tingginya pada siswa yang berprestasi di bidang
akademik, dengan memandang biasa-biasa saja siswa yang berprestasi di bidang
sikap maupun ketrampilan dalam olah raga, seni maupun lainnya, terlebih bila
siswa tersebut rendah dalam nilai akademik.
5

Penggalian kecerdasan peserta didik masih sangat jarang dilakukan sebagai


sandaran utama untuk mengawali setiap rancangan pembelajaran, strategi dan
pendekatan yang digunakan, serta evaluasi yang ditetapkan. Kecenderungan minat,
bakat, talenta dan ketrampilan dasar belum menjadi bagian integral. Berkaitan
dengan kecerdasan antara lain: verbal linguistik, Kecerdasan logis matematis,
Kecerdasan visual spasial, Kecerdasan musika ritmis, Kecerdasan interpersonal,
Kecerdasan interpersonal, Kecerdasan jasmaniyah kinestetik, Kecerdasan
naturalis, Inteligensi eksistensial spiritual (Yaumi, 2012:24).

Cara Pembelajaran Multiple Intelligences


Multiple intelligences Gardner penting dibumikan, agar tidak sekedar
menjadi ide langit yang tidak ada realisasinya. Berbagai macam cara peserta didik
dalam belajar, membuat pendidik harus memahami karakter setiap cara belajar
peserta didik. Pendidik memberikan materi dengan suatu cara, biasanya melalui
perpaduan antara ceramah, penggunaan papan tulis, buku pelajaran dan lembar
latihan, itu membuat sebagian peserta didik masalah. Pendidik dapat menciptakan
cara belajar secara optimal yang disesuaikan dengan kemampuan belajar peserta
didik.
Silberman menguraikan langkah-langkah yang harus ditempuh pendidik
dalam proses belajar multiple intelligences akan meningkat jika peserta didik
melakukan hal-hal: 1) Mengemukakan kembali informasi dengan kata-kata mereka
sendiri; 2) Memberikan contoh; 3) Mengenali dalam bermacam bentuk dan situasi;
4) Melihat kaitan antara informasi dengan fakta atau gagasan lain;
5) Menggunakan beragam cara; 6) Memprediksi sejumlah konsekuensi;
7) Menyebutkan lawan atau kebalikannya (Silberman, 2004:19).
Muliple inelligences memberikan kesempatan seluas-luasnya setiap peserta
didik, berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada dirinya, dan belajar sesuai
cara belajar masing-masing, karena peserta didik yang berbeda tidak bisa
disamaratakan cara mengembangkan potensinya. Dengan potensi yang dimilikinya,
seorang peserta didik tipe logis-matematis lebih mudah untuk belajar dan
mengembangkan potensinya dengan membentuk konsep dan mencari pola serta
6

hubungan abstrak. Peserta didik dengan tipe logis-matematis, akan mengalami


kesulitan untuk belajar dengan melalui media irama dan melodi. Pada kondisi
semacam ini, maka kemampuan seorang pendidik untuk mengetahui karakter
masing-masing peserta didik sangat diperlukan.
Lebih rinci dari yang disampaikan Silberman, Thomas Amstrong,
menjelaskan cara belajar Muliple intelligences sebagai berikut :
a) Belajar Dengan Cara Linguistik.
Cara belajar terbaik dalam bidang ini adalah dengan mengucapkan,
mendengarkan, dan melihat kata-kata. Cara untuk memotivasi peserta didik
dengan menyediakan buku, seperti perpustakaan dan kaset rekaman.
b) Belajar Dengan Cara Logis-Matematis.
Peserta didik yang mempunyai kelebihan dalam jenis kecerdasan ini belajar
dengan membentuk konsep dan mencari pola serta hubungan abstrak. Pendidik
memberi materi konkret yang bisa dijadikan bahan percobaan, waktu yang
lama untuk mempelajari gagasan baru.
c) Belajar Dengan Cara Visual spasial.
Peserta didik yang unggul dalam bidang ini efektif belajar secara visual.
Mereka perlu diajari melalui gambar, visual dan warna. Cara untuk memotivasi
mereka adalah melalui media seperti: film, vidio, peta dan grafik.
d) Belajar Dengan Cara Kinestetik.
Peserta didik yang bakat dalam kecerdasan ini belajar dengan menyentuh,
memanipulasi dan bergerak. Cara terbaik memotivasi mereka melalui seni
peran, gerakan kreatif dan semua jenis kegiatan yang melibatkan fisik.
e) Belajar Dengan Cara Musik.
Peserta didik dengan kecerdasan musikal belajar melalui irama dan melodi.
Mereka bisa mempelajari apapun dengan mudah jika hal itu dinyanyikan, serta
mereka belajar dengan diiringi musik kesukaan mereka.
f) Belajar Dengan Cara Interpersonal.
Cara belajar terbaik anak-anak yang berbakat dengan kecerdasan ini adalah
dengan berhubungan dan bekerjasama mereka perlu belajar melalui interaksi
dengan orang lain.
7

g) Belajar Dengan Cara Intrapersonal.


Peserta didik dengan kecenderungan ke arah ini paling efektif belajar ketika
diberi kesempatan untuk menetapkan target, memilih kegiatan mereka sendiri.
Anak-anak ini memotivasi diri sendiri (Amstrong, 2005:78-80).
Menerapkan pembelajaran multiple intelligences, untuk pendidikan dengan
makna sekolah, tentu bukan perkara yang mudah. Karena di sekolah peserta didik
memiliki potensi yang heterogen. 30 siswa yang belajar di kelas, sudah pasti
memiliki 30 macam potensi. Kemudian bagaimana cara menerapkan multiple
intelligences di kelas majemuk. Pada kondisi ini, pendidik dituntut untuk
menguasai skill mengajar yang maksimal. Seorang pendidik harus mendesain
kondisi pembelajaran yang dapat memfasilitasi peserta didik dalam mencapai
tujuan pendidikan yang ditetapkan. Pendidikan penting untuk menentukan strategi
yang akan diterapkan. Dalam menentukan strategi apa yang akan diterapkan di
kelasnya, pendidikan perlu memahami 3 hal yaitu: (1) karakteristik peserta didik,
(2) kompetensi yang akan dicapai, dan (3) karakteristik materi yang akan
disampaikan. Setelah memahami 3 hal tersebut, pendidikan juga perlu menentukan
akan menggunakan strategi induktif atau deduktif. Penentuan penggunaan strategi
induktif atau deduktif didasarkan pada kebutuhan berdasarkan analisa pendidik
sendiri.
Multiple intelligences juga menuntut pendidik untuk menguasai dan
menerapkan metode pembelajaran secara variatif. Metode mengajar adalah suatu
cara/jalan yang harus dilalui di dalam mengajar (Slamento, 2003). Banyak sekali
metode pembelajaran yang bisa dipilih seorang pendidik dengan
mempertimbangkan kesesuaian dengan materi yang akan disampaikan. Macam-
macam metode pembelajaran di antaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3)
diskusi; (4) simulasi; (5) pengalaman lapangan; (6) curah pendapat; (7) debat, dan
sebagainya. Pemilihan metode harus tepat dan efektif. Menurut Nining
Mariyaningsih, untuk menilai penggunaan metode pembelajaran sudah efektif atau
belum adalah sebagai berikut;
1. Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran;
2. Membuat siswa tertantang;
8

3. Membangun rasa ingin tahu siswa;


4. Meningkatkan keaktifan siswa;
5. Merangsang daya kreativitas siswa; dan
6. Mudah dilaksanakan oleh guru (Mariyaningsih, 2018:11-12).
Untuk memilih metode apa yang akan diterapkan dalam pembelajaran,
pendidik harus mempertimbangkan beberapa hal di antaranya: (1) Karakteristik
materi pembelajaran; (2) kondisi siswa; (3) kemampuan guru; (4) sarana dan
prasarana; (5) situasi kelas/ lingkungan.
Untuk mampu menerapkan pembelajaran Multiple intelligences, pendidik
harus tidak bosan untuk senantiasa mereview dan melakukan evaluasi terhadap
setiap pembelajaran yang dia lakukan beserta semua strategi juga metode yang
dipilih. Evaluasi dilakukan untuk memperbaiki kekurangan dan kelemahan, serta
meningkatkan apa yang dianggap telah berhasil.

Kesimpulan
Peserta didik bukanlah robot, yang harus dibentuk potensinya secara
general, sama antara yang satu dengan peserta didik yang lainnya. Sependapat
dengan pemikiran Gardner, setiap manusia dilahirkan dengan potensi yang berbeda.
Oleh karenanya, setiap mereka harus dikembangkan potensinya dengan cara yang
bervariasi, sesuai dengan tipe masing-masing.
Agar mampu menerapkan pembelajaran Multiple intelligences, seorang
pendidik, baik secara individu maupun berkolaborasi, sangat dituntut untuk
memiliki kemampuan membedakan potensi setiap peserta didik dan juga memilih
metode yang tepat sesuai tipe potensi anak didiknya. Pendidik tidak bisa memaksa
semua muridnya untuk menjadi orang dengan profesi yang memiliki keahlian yang
sama semua, karena setiap individu memiliki potensi yang heterogen. Potensi yang
heterogen itu, seyogyanya diarahkan secara variatif dan dengan bijaksana untuk
berkembang dan berprestasi searah dengan potensi setiap individu itu.
Mengembangkan potensi peserta didik, diperlukan kemampuan pendidik
secara maksimal dalam menggunakan strategi dan metode pembelajaran, dengan
senantiasa melakukan perbaikan dan peningkatan.
9
10

DAFTAR PUSTAKA

Agustin, Mumbiar, “Mencoba Mengembangkan Potensi Kecerdasan Jamak


Pada Anak”. http://www.Pikiran-rakyat.com/cetak/2006/092006/21/0703.htm.
Armstrong, Thomas, Setiap Anak Cerdas: Panduan membantu Anak
Belajar Dengan Memanfaatkan Multiple Intelligence-nya, Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2005, terj.
Buchori, Mochtar. “Peranan Pendidikan dalam Pembentukan Budaya Politik di
Indonesia”, dalam Sindhunata (Ed.), Menggagas Paradigma Baru Pendidikan:
Demokratisasi, Otonomi, Civil Society, Globalisasi, Yogyakarta: Kanisius, 2000.
Campbell, Linda, Bruce Campbell dan Dee Dickinson, Metode Praktis
Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligence, Depok: Intuisi Press, 2006.
Chatib, Munif, Sekolahnya Manusia, Sekolah Berbasis Multiple
Intelligences di Indonesia, Bandung: Kaifa, 2013.
Gardner, Howard, Frames Of Mind (The Theory of Multiple Intelligences),
New York: Basicbooks, 1983.
Gardner, Howard, Changing Minds, Seni Mengubah Pikiran Kita dan
Orang Lain, Jakarta: Transmedia, 2006.
Gardner, Howard, Multiple Intelligence : The Theory in Practice, USA:
Basic Books, 1993.
Jasmine, Julia, Panduan Praktis Mengajar Berbasis Multiple
Intelligences, Bandung: Nuansa, 2007.
Marianingsih, Nining dan Mistina Hidayati, Bukan Kelas Biasa, Surakarta:
Kekata Publisher, 2018.
Silberman, Melvin L., Active Learning: 101 Cara Belajar Siswa
Aktif, Bandung: Nuansa, 2004, terj.
Suparno, Paul, Teori Inteligensi Ganda, dan Aplikasinya di Sekolah,
Yogyakarta: Kanisius 2004, Cet. I.
Tilaar, H.A.R., Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia,
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999.
Yaumi, Muhammad, Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences,
Jakarta: Dian Rakyat, 2012.

Anda mungkin juga menyukai