Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

OCD

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Stase Ilmu Jiwa

Pembimbing:
dr. Eliyati R, Sp.KJ(K)

Disusun Oleh
Bangun Said Santoso 03.012.047
Izzati Saidah 03.013.234
Henny Wahyunigtyas 03.013.227
Tiara Larasati Widyaswara 03.013.190
Didza Saraswati 03.012.079

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
PERIODE 4 JUNI -20 JULI 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
PERSETUJUAN

Referat dengan Judul


“OCD”

Disusun oleh:
Bangun Said Santoso 03.012.047
Izzati Saidah 03.013.234
Henny Wahyunigtyas 03.013.227
Tiara Larasati Widyaswara 03.013.190
Didza Saraswati 03.012.079

Telah diterima dan disetujui oleh dr.


untuk dipresentasikan

Jakarta, 7 juni 2018


Mengetahui,

dr. Eliyati R, Sp.KJ(K)

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah mengizinkan referat ini
terlaksana, karena berkat anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang
berjudul “OCD”. Referat ini disusun untuk memenuhi tugas dari syarat untuk
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Jiwa di Universitas Kedokteran Trisakti
Periode 4 Juni 2018 – 20 Juli 2018.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Eliyati R, Sp.KJ(K) sebagai


pembimbing, dokter dan staf-staf Ilmu Jiwa di Universitas Kedokteran Trisakti , teman-
teman sesama CoAssisten ilmu Jiwa di, Universitas Kedokteran Trisakti dan semua
pihak yang turut serta memberikan bantuan, doa, semangat, dan membantu kelancaran
dalam proses penyusunan referat ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan, namun besar
pengharapan penulis bagi pembaca untuk memberikan masukan dan kritikan yang akan
saya pertimbangkan untuk memperbaiki referat ini menjadi lebih baik,Terima kasih .

Jakarta, 7 Juni 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN...................................................................................... ii
KATA PENGANTAR............................................................................................... iii
DAFTAR ISI.............................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................ 2
2.1 Definisi............................................................................................. 2
2.2 Epidemiologi.................................................................................... 2
2.3 Etiologi ............................................................................................ 3
2.4 Patofisiologi ................................................................................... 4
2.5 Penegakan Diagnosis ...................................................................... 8
2.6 Penatalaksanaan .............................................................................. 12
2.7 Diagnosis Banding........................................................................... 15
BAB III KESIMPULAN......................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 17

iv
v
BAB I
PENDAHULUAN

Gangguan Obsesif-kompulsif (Obsessive Compulsive Disorder OCD) adalah


gangguan kecemasan yang ditandai oleh pikiran-pikiran obsesif yang persisten dan
disertai tindakan kompulsif. Kondisi dimana individu tidak mampu mengontrol dari
pikiran-pikirannya yang menjadi obsesi yang sebenarnya tidak diharapkannya dan akan
mengulang beberapa kali perbuatan tertentu untuk dapat mengontrol pikirannya
tersebut untuk menurunkan tingkat kecemasannya.1

Penderita mengetahui bahwa perbuatan dan pikirannya itu tidak masuk akal,
tidak pada tempatnya atau tidak sesuai dengan keadaan, tetapi ia tidak dapat
menghilangkannya dan juga ia juga tidak mengerti mengapa ia mempunyai dorongan
yang begitu kuat untuk berbuat dan berpikir demikian. Bila tidak menurutinya, maka
akan timbul kecemasan yang hebat. 2

Gangguan Obsesif-kompulsif sendiri membutuhkan adanya obsesi atau


kompulsi yang merupakan sumber gangguan atau kerusakan yang signifikan dan bukan
karena disebabkan oleh gangguan mental lainnya. 3

Gannguan Obsesif-kompulsif diklasifikasikan dalam Diagnostic and Statistical


Manual of Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR) sebagai
gangguan kecemasan.4

Obsesi adalah hal yang mengganggu, berulang, ide-ide yang tidak diinginkan,
pikiran, atau impuls yang sulit untuk dihentikan meskipun mengganggu alam sadar
mereka. Kompulsi merupakan perilaku yang dilakukan berulang, baik yang dapat
diamati ataupun secara mental, yang dilakukan untuk mengurangi kecemasan yang
ditimbulkan oleh obsesi. Beberapa penelitian besar menemukan bahwa obsesi yang

tersering adalah pikiran tentang kontaminasi, dan kompulsi tersering adalah tindakan
“memeriksa” sesuatu. Namun, sebagian besar individu dengan gangguan ini memiliki
multipel obsesi dan kompulsi dari waktu ke waktu.5

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Gangguan Obsesif kompulsif (F42) adalah gangguan kecemasan yang ditandai


oleh pikiran-pikiran obsesif yang persisten dan disertai tindakan kompulsif atau
berulang. Pikiran obsesional adalah gagasan, bayangan pikiran atau impulse yang
timbul dalam pikiran individu secara berulang – ulang dalam bentuk yang sama.
Tindakan atau ritual yang kompulsif merupakan prilaku yang stereotipik yang di ulang
berkali-kali.6,7

2.2 Epidemiologi

Setelah diyakini langka, gangguan obsesif kompulsif memiliki prevalensi


seumur hidup sebesar 2,5% dalam studi ECA (Epidemiological Catchment Area).
Perkiraan terbaru tentang prevalensi seumur hidup umumnya berada pada kisaran 1,7-
4%. Penelitian ECA menemukan bahwa gangguan Obsesif Kompulsif adalah gangguan
kejiwaan yang tersering keempat (setelah fobia, gangguan penggunaan narkoba dan
gangguan depresif mayor).7

Diperkirakan bahwa sekitar 1 dari 100 orang dewasa atau antara 2 hingga 3 juta
orang dewasa di Amerika Serikat saat ini menderita gangguan Obsesif Kompulsif. Ini
kira-kira adalah jumlah yang sama orang yang tinggal di kota Houston, Texas. Ada juga
setidaknya 1 dari 200.000 atau 500.000 - anak-anak dan remaja yang menderita
gangguan Obsesif Kompulsif. Ini adalah jumlah yang sama anak-anak yang menderita
diabetes. Itu berarti ada empat atau lima anak dengan gangguan Obsesif Kompulsif
kemungkinan terdaftar di setiap sekolah dasar. Mulai dari sekolah menengah sedang
sampai besar, mungkin ada 20 siswa yang sedang berjuang dengan tantangan yang
disebabkan oleh Gangguan Obsesif Kompulsif. Gangguan Obsesif kompulsif
menyerang laki-laki, perempuan dan anak-anak dari semua ras dan latar belakang yang
sama. umur rata-rata onset dari gangguan obsesif kompulsif berkisar 22 sampai 36

2
tahun, dengan hanya sekitar 15% dari pasien yang menderita berumur lebih dari 35
tahun.8,9

2.3 Etiologi

1. Aspek Biologis

- Neurotransmitter
a. Sistem serotoninergik
Banyak percobaan yang dilakukan untuk mendukung hipotesis tentang
terlibatnya disregulasi serotonin terhadap munculnya gejala obsesi dan
kompulsif pada penyakit ini. Banyak data yang menunjukkan bahwa obat
serotonergik lebih efektif dibandingkan dengan obat lain yang juga
mempengaruhi sistem neurotransmitter, tetapi apakah serotonin terlibat sebagai
penyebab terjadinya gangguan obsesif kompulsif masih belum jelas. Fungsi
serotonin di otak ditentukan oleh lokasi system proyeksinya. Proyeksi pada
konteks frontal diperlukan untuk pengaturan mood, proyeksi pada ganglia
basalis bertanggung jawab pada gangguan obsesi kompulsi.10,11

b. Sistem Noradrenergik
Bukti saat ini masih kurang tentang adanya disfungsi sistem
noradrenergik dalam terjadinya gangguan obsesif kompulsif. Namun, ada
laporan dari peningkatan dalam OCD gejala dengan clonidine oral.10,11

- Sistem Neuroimunologi
Beberapa pakar berpendapat bahwa ada hubungan positif antara infeksi
streptokokus dan gangguan obsesif kompulsif. Infeksi Streptokokus β-
Hemolitikus grup Adapat menyebabkan demam rematik, dan sekitar 10-30%
pasien juga mengalami Syndenham’s chorea dan Gangguan Obsesif Kompulsif.
Genetik juga diduga berpengaruh untuk terjadinya gangguan obsesif –
kompulsif dimana ditemukan perbedaan yang bermakna antara kembar
monozigot dan dizigot.10,11

3
2. Psikologis

Gangguan obsesif kompulsif menyetarakan pikiran dengan tindakan atau


aktifitas tertentu yang dipresentasikan oleh pikiran tersebut. Ini disebut
“thought-action fusion” (fusi pikiran dan tindakan). Fusi antara pikiran dan
tindakan ini dapat disebabkan oleh sikap-sikap tanggung jawab yang berlebih-
lebihan yang menyebabkan timbulnya rasa bersalah seperti yang berkembang
selama masa kanak-kanak, dimana pikiran jahat diasosiasikan dengan niat
jahat.10,11

3. Faktor Psikososial

Gangguan obsesif-kompulsif bisa disebabkan karena regresi dari fase


anal dalam perkembangannya. Mekanisme pertahanan psikologis mungkin
memegang peranan pada beberapa manifestasi pada gangguan obsesif-
kompulsif. Represi perasaan marah terhadap seseorang mungkin menjadi alasan
timbulnya pikiran berulang untuk menyakiti orang tersebut. Mekanisme
pertahanan psikologis mungkin memegang peranan pada beberapa manifestasi
gangguan obsesif – kompulsi. Represi perasaan marah terhadap seseorang
mungkin menjadi alas an timbulnya pikiran berulang untuk menyakiti orang
tersebut.10,11

2.4 PATOFISIOLOGI12,13

a. Neuroanatomi dan Neurokimia

Gangguan obsesif kompulsif dihubungkan dengan gangguan sistem serotonin


otak. Disregulasi serotonin, meskipun telah mencakup banyak gangguan psikologis, dan
apakah gangguan ini lebih dari satu daripada lainnya pada tipe abnormalitas yang tidak
jelas. Gangguan obsesif kompulsif dihubungkan dengan hipersensitivitas dari post sinap
reseptor serotonin. Individu yang mempunyai gangguan dapat memiliki disfungsi

4
spesifik pada gen yang mengkode serotonin transporter (5-HTT) dan serotonin reseptor
(5HT2A), tapi tidak secara konsisten ditemukan. Sistem glutamate dapat juga terganggu
pada gangguan obsesif kompulsif. Penelitian awal mencakup gen glutamate transporter
seperti Sapap3 dan SLC1A1 pada gangguan ini. lagipula sistem dopamine dapat menjadi
abnormal pada gangguan obsesif kompulsif, meskipun hasil yang tidak konsisten
dipercaya dengan gen dopamine yang dihubungkan dengan kelainan ini.12,13

Dua gambaran umum tentang gangguan obsesif kompulsif—keraguan yang


berlebihan dan berulang—dipercaya bahwa terdapat area otak spesifik yang dilibatkan
pada kondisi ini. Pada area orbito-fronto striatal (termasuk nucleus caudatus) dan pada
dorsolateral korteks prefrontal dicakup pada penghambatan/inhibisi respon dari rencana,
organisasi, dan verifikasi dari aksi yang sebelumnya. Hal ini berdasarkan meta-analisis
dari gambaran otak pada dewasa yang mempunyai gejala obsesif kompulsif yang
terlihat pada korteks orbita dan nucleus caudatus. Penemuan serupa dilaporkan juga
pada anak-anak. Penelitian awal yang yang menunjukkan perihal anomali putih pada
region frontal orang dengan obsesif kompulsif, yang secara konsisten dengan hipotesa
disregulasi pada bagian otak ini dan lainnya. Sirkuit orbito-subcortical menghubungkan
area dari otak yang berhubungan dengan gejala obsesif kompulsif. Jalur langsung dari
dari kortek serebral ke ventromedial caudatus, ke segmen internal dari globus palidus
dan substantia nigra, dan kemudian ke thalamus dan kembali ke korteks. Jalur tidak
langsung yang sama tapi dari ventromedial caudatus mempunyai struktur bervariasi dari
ganglia basalis sebelum memasuki kembali ke jalur langsung. Overaktivitas dari jalur
langsung dapat dihubungkan dengan gangguan obsesif kompulsif.12,13

b. Faktor Genetik

Orang dengan gangguan obsesif kompulsif menjadi lebih mungkin terkena hal
serupa pada anggota keluarga tingkat pertama daripada kelompok kontrol yang tidak
mempunyai gangguan ini. Studi serupa pada dewasa menyatakan bahwa gejala obsesif
kompulsif yang heriditer dengan faktor genetic, 27-47% dari score varian dari
pengukuran gejala obsesif kompulsif. 53-73% dari varian dipengaruhi oleh faktor

5
lingkungan. Pada studi gangguan obsesif kompulsif pada anak-anak, faktor genetic
terhitung 45-65% dari varian. Tidak ada perbedaan jenis kelamin pada faktor herediter.
Meskipun begitu hubungan keluarga dapat menjadi faktor yang kuat pada onset anak-
anak dengan gangguan obsesif kompulsif daripada kasus dengan gangguan yang
berkembang dikemudian hari. Genom pertama yang luas dihubungkan dari gangguan
obsesif kompulsif yang sekarang diteliti oleh Internasional Obsesif Compulsif
Foundation genetic Collaborative. Studi ini mengembangkan lebih lanjut informasi
mengenai kelainan genetic pada gangguan ini.12,13

c. Autoimun

Beberapa kasus dari anak-anak yang mengalami gangguan obsesif kompulsif


onsetnya dapat oleh karena infeksi streptococcus, yang menyebabkan inflamasi dari
ganglia basalis. Beberapa kasus yang tergolongkan dengan kondisi klinis yang disebut
gangguan autoimun neuropsikiatri dihubungkan dengan infeksi streptococcus. Pada
beberapa kasus, gejala obsesif kompulsif kadang secara sukses tertangani dengan
pemberian antibiotic, jika intervensi terjadi awal pada gangguan ini. Infeksi yang
dihubungkan dengan gangguan obsesif kompulsif dapat terjadi tidak lebih dari 10% dari
onset awal gangguan, hal ini dapat menjadi berat karena gangguan dapatan ini.12,13

d. Model Biologis

Isu dari berbagai model gangguan obsesif kompulsif adalah heterogenitas gejala
dari gangguan, muncul pertanyaan dimana gangguan ini memperlihatkan etiologi yang
heterogen pula. Sebagai tambahan, perbedaan model dapat digunakan untuk
mengklasifikasikan gejala obsesif kompulsif. Model biologis dari gangguan ini
mempunyai beberapa dukungan dari penelitian empiris, meskipun model ini sangat jauh
untuk bisa menerangkan kenapa seseorang berkembang pada gangguan ini, contohnya
adanya kontaminasi dari obsesi dan menghilangkan kompulsi, sedangkan yang lain
perkembangannya simetris dan memberikan obsesi dan kompulsi, dan perkembangan
lainnya lagi bergejala dari kedua klasifikasi tersebut. Pelajaran dari pengalaman yang
penting untuk menentukan gejala seseorang dengan abnormalitas biologis. Pada kasus

6
ini, model biologis dibutuhkan untuk menjelaskan peran faktor lingkungan dan system
biologis.12,13

e. Model Kognitif dan Behavior

Model psikologi kontemporer dari gangguan obsesif kompulsif, satu dengan


dukungan penelitian empiris adalah pendekan kognitif-behavior yang bertujuan bahwa
kemuculan obsesif-kompulsif dari tipe disfungsi, kekuatan dari resiko yang
mempengaruhi seseorang berkembang menjadi obsesif dan kompulsif. Dasar dari model
ini adalah penemuan kuat mengenai intrusi kognitif yang tidak dikehendaki (pikiran
yang tidak menyenangkan, image, dan impuls yang mengganggu kesadaran) yang
diterangkan oleh orang banyak dan populasi umum. Gangguan ini tipikalnya
mempunyai isi yang sama dengan obsesi klinisya.12,13

Contohnya, mereka dapat mempunyai gangguan pikiran dari salah satu keluarga
yang meracuni atau pikiran yang tidak diinginkan dari ucapan yang tidak disadari oleh
orang. Penelitian mempelajari perkembangan gangguan menjadi obsesi dimana mereka
menilai penting dirinya, ketidak penerimaan yang tinggi dan immoral atau menjadi
bersikap individual sebagai pribadi yang bertanggung jawab. Contohnya, pertimbangan
yang tidak dikehendaki, gambaran gangguan dari menikam anaknya dengan pisau.
Pengalaman banyak orang seperti gangguan tentang rasa hormat sebagai
ketidaksenangan tetapi merupakan suatu peristiwa yang tidak berarti dengan tidak
adanya hubungan yang cukup. Sesuai dengan model pendekatan kognitif dan behavior,
seperti gangguan perkembangan ke dalam model obsesi jika seseorang menilainya
menjadi lebih penting dan kuat “mempunyai pikiran menikam anaknya berarti saya
kehilangan control dan membunuhnnya”. Sebagai penilaian yang menimbulkan distress
dan motivasi dari individu yang terpengaruh untuk mencoba mensupresi atau
memindahkan gangguan yang tidak diinginkan (contoh, mencoba untuk mengganti
gambaran yang tidak diinginkan dengan yang disukai), dan menerima untuk mencegah
kejadian berbahaya yang dihubungkan dengan gangguan (contohnya, membuang pisau,
dan melanjutkan pembicaraan dengan orang untuk mengecek keamanan anaknya).12,13

7
Dari persepsi ini, ritual kompulsi berkembang dari usaha untuk memindahkan
gangguan dan mencegah bahaya yang dirasa secara sadar. Model pendekatan kognitif-
behavior bertujuan bahwa kompulsi menjadi persisten dan berlebihan karena mereka
menguatkan dengan segera pengurangan distress dan secara temporer memindahkan
pikiran yang tidak diinginkan (pengurangan negatif) dan karena mereka mencegah
individu belajar dari penilaian yang tidak realistis (contohnya, individu yang gagal
belajar bahwa gambaran bahaya yang tidak diinginkan tidak menunjukkan bahaya).12,13

2.5 PENEGAKAN DIAGNOSIS

Diagnosis gangguan kobsesif kompulsif didasarkan pada gambaran klinisnya.


Tidak seperti pasien psikotik, pasien dengan gangguan obsesif kompulsif biasanya
menunjukkan wawasan dan menyadari bahwa perilaku mereka tidak normal atau tidak
logis.14

Sebagai bagian dari kriteria diagnostik untuk Gangguan Obsesif Kompulsif,


Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision
(DSM-IV-TR) memberikan kemudahan bagi para klinisi untuk mendiagnosis gangguan
obsesif kompulsif pada pasien yang umumnya tidak sadar akan obsesi berlebihan dan
kompulsinya.14

Kriteria obsesif menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth
Edition, Text Revision (DSM-IV-TR) harus memenuhi 4 kriteria dibawah ini :

 Pikiran berulang dan terus-menerus, impuls, atau gambaran yang dialami di


beberapa waktu selama gangguan yang bersifat mengganggu dan tidak sesuai
dan menyebabkan kecemasan dan penderitaan. Orang dengan gangguan ini
menyadari kualitas patologis dari pikiran-pikiran yang tidak diinginkan ini
(seperti ketakutan untuk menyakiti anak-anak mereka) dan tidak akan terjadi
pada mereka, tetapi pikiran ini sangat mengganggu dan sulit untuk berdiskusi
dengan orang lain.

8
 Pikiran, impuls, atau gambar tidak hanya kekhawatiran yang berlebihan tentang
masalah kehidupan nyata.
 Pasien mencoba untuk menekan atau mengabaikan pikiran seperti itu atau untuk
menetralisirnya dengan beberapa pemikiran lain atau tindakan.
 Orang tersebut mengakui bahwa pikiran obsesional, impuls, atau gambaran
adalah produk dari pikiran sendiri (tidak dipaksakan dari luar, seperti dalam
penyisipan pikiran).

Kriteria Kompulsif menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders,


Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR) harus memenuhi 2 kriteria dibawah ini :

 Individu melakukan perilaku berulang (misalnya, mencuci tangan, pemesanan,


memeriksa) atau tindakan mental (misalnya, berdoa, menghitung, mengulang
kata-kata diam-diam) dalam menanggapi sebuah obsesi atau menurut aturan
yang harus diterapkan secara kaku. Perilaku tersebut bukan akibat efek fisiologis
langsung dari suatu zat atau kondisi medis umum.
 Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau mengurangi
gangguan atau mencegah suatu peristiwa atau situasi yang dicemaskan. Namun,
perilaku atau tindakan mental yang dilakukan baik tidak terhubung pada cara
yang realistis dengan apa yang mereka buat untuk mentralisir atau cegah atau
jelas berlebihan.

 Pada beberapa poin selama gangguan, pasien mengakui bahwa obsesi atau
kompulsi itu berlebihan atau tidak masuk akal (walaupun ini tidak berlaku untuk
anak-anak).
 Obsesi atau kompulsi itu menimbulkan penderitaan, yang memakan waktu
(berlangsung >1 jam/hari), atau secara signifikan mengganggu rutinitas normal
seseorang, fungsi pekerjaan atau akademis, atau kegiatan sosial biasanya atau
hubungan dengan orang lain.
 Jika gangguan Axis I lainnya muncul, isi dari obsesi atau kompulsi tersebut tidak
terbatas pada itu saja.

9
 Gangguan ini tidak terjadi karena pengaruh langsung zat psikotik atau kondisi
medis tertentu.
 Spesifikasi tambahan "dengan tilikan rendah" dibuat bagi seorang dengan
gangguan obsesif kompulsif jika, untuk dalam suatu jangka waktu episode, orang
tersebut tidak mengenali bahwa gejala itu berlebihan atau tidak masuk akal.

Menurut PPDGJ-III untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif


atau tindakan kompulsif, atau kedua-duanya harus ada hampir setiap hari selama
sedikitnya dua minggu berturut-turut. Hal tersebut merupakan sumber penderitaan
(distress) atau mengganggu aktivitas penderita. Gejala-gejala obsesif harus mencakup
hal-hal berikut: 14

a. Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri


b. Setidaknya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan, meskipun
ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita
c. Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut diatas bukan merupakan hal yang
memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan atau
anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan seperti dimaksud diatas).
d. Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan
yang tidak menyenangkan.
Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif dengan depresi.
Penderita gangguan obsesif kompulsif sering kali juga menunjukan gejala depresi dan
sebaliknya penderita gangguan depresi berulang dapat menunjukkan pikiran-pikiran
obsesif selama episode depresinya. Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut,
meningkat atau menurunnya gejala depresi umumnya diikuti secara paralel dengan
perubahan gejala obsesif.14
Diagnosis gangguan obsesif kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada gangguan
depresi pada saat gejala obsesif kompulsif tersebut timbul. Bila dari keduanya tidak ada
yang menonjol, maka lebih baik menganggap depresi sebagai diagnosis yang primer.
Pada gangguan menahun, maka prioritas diberikan pada gejala yang paling bertahan
saat gejala yang lain menghilang.14

10
Meskipun pikiran obsesional dan tindakan kompulsif lazimnya terjadi bersama-
sama, akan bermanfaat jika kita dapat menentukan gejala mana yang lebih dominan
pada beberapa individu, karena keadaannya mungkin akan responsif terhadap
pengobatan yang berlainan.

1. Predominan Pikiran Obsesional atau Pengulangan (F42.0)


Keadaan ini dapat berupa gagasan, bayangan mental (mental images) atau
dorongan untuk berbuat. Meskipun isi pikiran tersebut berbeda-beda, tetapi
umumnya hampir selalu menyebabkan distres. Kadang-kadang berupa pikira-
pikiran yang tidak ada habisnya untuk dipertimbangkan. Ketidakmampuan
untuk mengambil keputusan atas berbagai alternatif tersebut merupakan unsur
penting dalam banyak pengulangan obsesional lainnya dan sering kali disertai
ketidakmampuan untuk mengambil keputusan mengenai hal-hal kecil tetapi
perlu dalam kehidupan sehari-hari.
2. Predominan Tindakan Kompulsif [Obsessional Ritual] (F42.1)
Mayoritas tindakan kompulsif berkaitan dengan kebersihan (khususnya
mencuci tangan), memeriksa berulang untuk menyakinkan bahwa suatu situasi
yang dianggapnya berpotensi bahaya tidak dibiarkan terjadi, atau masalah
kerapian dan keteraturan. Perilaku ini dilandasi perasan takut terhadap bahaya
yang mengancam dirinya atau yang bersumber dari dirinya, dan tindakan ritual
yang dilakukan merupakan ikhtiar simbolik atau sia-sia untuk menghindari
bahaya tersebut. Tindakan ritual kompulsif tersebut bisa menyita banyak waktu
sampai beberapa jam setiap hari dan kadang-kadang disertai ketidakmampuan
mengambil keputusan dan kelambanan yang mencolok.
3. Campuran Tindakan dan Pikiran Obsesional (F42.2)
Kebanyakan dari pasien obsesif-kompulsif memperlihatkan unsur dari baik
pikiran yang obsesional maupun tindakan (perbuatan) yang kompulsif.
Subkategori ini harus digunakan bilamana keduanya secara seimbang sama
menonjol, yang sering kali memang demikian, tetapi kalau salah satu memang
jelas lebih dominan, sebaiknya ditanyakan dalam satu kategori yang lebih

11
spesifik, karena pikiran dan tindakan dapat menunjukkan respon yang berbeda
terhadap pengobatan yang berbeda.
4. Gangguan Obsesif-Kompulsif Lainnya (F42.8)
5. Gangguan Obsesif-Kompulsif YTT (F42.9)

2.5 PENATALAKSANAAN
1. Psikoterapi
Penanganan psikoterapi untuk gangguan obsesif kompulsif umumnya diberikan
hampir sama dengan gangguan kecemasan lainnya. Psikoterapi suportif jelas
memiliki bagiannya, khususnya untuk pasien gangguan bosesif kompulsif yang
walaupun gejalanya memiliki berbagai derajat keparahan adalah mampu untuk
bekerja dan membuat penyesuaian sosial.14
Tujuan Psikoterapi Suportif adalah: 15
1. Menguatkan daya mental yang ada
2. Mengembangkan mekanisme yang baru dan yang lebih baik untuk
mempertahankan kontrol diri
3. Mengembalikan keseimbangan adaptif

Cara-cara psikoterapi suportif antara lain sebagai berikut : 15


1. Ventilasi atau (psiko) kataris
2. Persuasi atau bujukan
3. Sugesti
4. Penjaminan kembali (reassurance)
5. Bimbingan dan penyuluhan
6. Terapi kerja
7. Hipno-terapi dan narkoterapi
8. Psikoterapi kelompok
9. Terapi perilaku

Ada beberapa faktor gangguan obsesif kompulsif sangat sulit untuk


disembuhkan, penderita gangguan obsesif kompulsif kesulitan mengidentifikasi

12
kesalahan (penyimpangan perilaku) dalam mempersepsi tindakannya sebagai
bentuk penyimpangan perilaku yang tidak normal. Individu beranggapan bahwa ia
normal-normal saja walaupun perilakunya itu diketahui pasti sangat
menganggunya. Baginya, perilaku kompulsif tidak salah dengan perilakunya tapi
bertujuan untuk memastikan segala sesuatunya berjalan dengan baik-baik saja.
Faktor lain adalah kesalahan dalam penyampaian informasi mengenai kondisi yang
dialami oleh individu oleh praktisi secara tidak tepat dapat membuat individu
merasa enggan untuk mengikuti terapi.15

2. Psikofarmaka
Obat-obat Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) bekerja
terutama pada terminal akson presinaptik dengan menghambat ambilan kembali
serotonin. Penghambatan ambilan kembali serotonin diakibatkan oleh ikatan
obat (misalnya: fluoxetine) pada transporter ambilan kembali yang spesifik,
sehinggga tidak ada lagi neurotransmitter serotonin yang dapat berkaitan
dengan transporter. Hal tersebut akan menyebabkan serotonin bertahan lebih
lama di celah sinaps. Pengguanaan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor
(SSRI) terutama ditujukan untuk memperbaiki perilaku stereotipik, perilaku
melukai diri sendiri, resisten terhadap perubahan hal-hal rutin, dan ritual obsesif
dengan ansietas yang tinggi. Salah satu alasan utama pemilihan obat-obat
penghambat reuptake serotonin yang selektif adalah kemampuan terapi.15,16
Efek samping yang dapat terjadi akibat pemberian fluexetine adalah
nausea, disfungsi seksual, nyeri kepala, dan mulut kering. Toleransi SSRI yang
relatif baik disebabkan oleh karena sifat selektivitasnya. Obat SSRI tidak
banyak berinteraksi dengan reseptor neurotransmitter lainnya. Penelitian awal
dengan metode pengamatan kasus serial terhadap 8 subjek. Tindakan terapi
ditujukan untuk mengatasi gejala-gejala disruptif, dan dimulai dengan
fluexetine dosis 10 mg/hari dengan pengamatan. Perbaikan paling nyata
dijumpai pada gangguan obsesif dan gejala cemas.16

13
Trisiklik (Tricyclics)
Obat jenis trisiklik berupa clomipramine (Anafranil). Trisiklik merupakan obat-
obatan lama dibandingkan SSRIs dan bekerja sama baiknya dengan SSRIs.
Pemberian obat ini dimulai dengan dosis rendah. Beberapa efek pemberian jenis
obat ini adalah peningkatan berat badan, mulut kering, pusing dan perasaan
mengantuk.16

Monoamine oxidase inhibitors (MAOIs).


Jenis obat ini adalah phenelzine (Nardil), tranylcypromine (Parnate) dan
isocarboxazid (Marplan).Pemberian MAOIs harus diikuti pantangan makanan
yang berkeju atau anggur merah, penggunaan pil KB, obat penghilang rasa sakit
(seperti Advil, Motrin, Tylenol), obat alergi dan jenis suplemen. Kontradiksi
dengan MOAIs dapat mengakibatkan tekanan darah tinggi.16

KLASIFIKASI DAN KOMPLUSI

14
2.6 DIAGNOSIS BANDING16
1. Ritual-ritual yang sesuai dengan perkembangan anak dalam bermain & berperilaku.

2. Gangguan Cemas Menyeluruh

3. Tic disorders (contoh: Sindrom Tourette)

Sindrom Tourette merupakan suatu gangguan saraf (neuropsikiatri) dan perilaku


(neurobehavioral disorder), yang ditandai dengan adanya gangguan motorik dan phonic
(vokal) tics. Gangguan/aksi terjadi dengan tidak disadari dan berlangsung cepat (brief
involuntary actions).
Pada anak-anak, biasanya kelainan sindrom tourette mulai terlihat pada usia 2 hingga 7
tahun sampai dengan tingkat keparahan tertinggi pada usia 10-12 tahun. Dibanding anak
perempuan, anak laki-laki cenderung lebih beresiko mengalami sindrom tourette.
Sindrom tourette ditandai dengan gejala yang disebut tic. Tic berarti gerakan atau
kontraksi otot yang berulang-ulang, cepat, tiba-tiba atau mendadak, tak terkendali, tak
bertujuan, dan meniru-niru. Beberapa penderita mengalami tic ringan seperti berkedip,
menyentakkan kepala, menyalak, atau memekik. Namun, beberapa pasien mengalami tic
parah seperti melompat-lompat, memukul, menggigit, atau mengeluarkan sumpah
serapah.

4. Gangguan Psikotik

15
BAB III
KESIMPULAN

Gangguan obsesif kompulsif adalah gangguan cemas, dimana pikiran seseorang


dipenuhi oleh gagasan-gagasan yang menetap dan tidak terkontrol, dan ia dipaksa untuk
melakukan tindakan tertentu berulang-ulang, sehingga menimbulkan stress dan
mengganggu fungsinya dalam kehidupan sehari-hari. Prevalensi penderita gangguan ini
adalah sekitar 2-3% dari populasi, dengan jumlah penderita perempuan lebih banyak
daripada laki-laki. Penyebab gangguan obsesif kompulsif antara lain dipengaruhi oleh
aspek biologis, psikologis, dan aspek sosial.15
Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan
kompulsif, atau kedua-duanya harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya dua
minggu berturut-turut. Diagnosis gangguan obsesif kompulsif ditegakkan hanya bila
tidak ada gangguan depresi pada saat gejala obsesif kompulsif tersebut timbul. Bila dari
keduanya tidak ada yang menonjol, maka lebih baik menganggap depresi sebagai
diagnosis yang primer. Pada gangguan menahun, maka prioritas diberikan pada gejala
yang paling bertahan saat gejala yang lain menghilang.15,16
Gejala dari Obsesif Kompulsif ditandai dengan pengulangan pikiran dan
tindakan sedikitnya 4 kali untuk satu kompulsi dalam sehari dan berlangsung selama 1
sampai 2 minggu selanjutnya. Penanganan pasien dengan gangguan obsesif kompulsif
dapat berupa psikoterapi dan psikofarmakologi. Prognosis pasien gangguan obsesif
kompulsif dapat baik dan buruk. Prognosis buruk bila terjadi pada usia anak-anak,
terdapat depresi berat serta adanya kepercayaan waham. Sedangkan baik bila
penyesuian sosial dan pekerjaan yang baik, adanya peristiwa pencetus, dan suatu sifat
gejala yang episodik. 15,16

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Koo Soo Meng. Obsessive Compulsive Disorder. 2006. Available from:


www.med.nus.edu.sg/pcm/book/14.pdf.
2. Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Universitas Airlangga Press. 2009. h.
312-13.
3. Benjamin J, Virginia A. Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry. Seventh
Edition. Lippincott Williams & Wilkins Publishers. 200. Pg 2569-2580.
4. William M Greenberg. Obsessive Compulsive Disorder. [updated 2011 December 29; cited
2018 June 6]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1934139-overview.
5. Jerald K, Allan T. Obsessive Compulsive Disorder. WileyEssential of Psychiatry. British
Library Cataloguing. 2006.
6. Ko Soo Meng. Obsessive Compulsive Disorder. 2006. Available from:
www.med.nus.edu.sg/pcm/book/14.pdf.
7. William M Greenberg. Obsessive Compulsive Disorder. [ updated 2011 December 29; cited
2012 January 25]. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/1934139-
overview
8. S. Wilhelm, G. S. Steketee’s. “Cognitive Therapy for Obsessive- Compulsive Disorder: A Guide
for Professionals”.2006. Available from : www.newharbinger.com
9. Michael A J. Obsessive Compulsive Disorder. The new england journal of medicine. Inggris :
Department of Psychiatry, Massa- chusetts General Hospital. 2004.
10. Kaplan, Harold I MD,dkk. Gangguan Obsesif Kompulsif. ilmu pengetahuan perilaku psikiatri

klinis, Jilid 2, edisi Ketujuh, Hal 40-41

11. Sadock VA. Kaplan dan Sadock Synopsis Sciences/ Clinical. Tenth Edition. New York:
Lippincott Williams dan Wilkins. 2007. p 604
12. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: PT
Nuh Jaya;2001.p.76-77.
13. Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.2009.h
290-6.
14. Maslim Rusdi. Panduan Praktis Penggunaan Obat Psikotropik. Edisi Ketiga. Jakarta: PT Nuh
Jaya ; 2000. P.47-51
15. Laurenc B, Keith P, Donald B, Iain B. Pharmacotherapy of Asthma. Goodman & Gilman’s
Manual of Pharmacology and Therapeutics. United States of America : The McGraw-Hills
Company. 2008. p 286-295

17
16. Sa’adi Y. PSIKOLOGI ABNORMAL Obsesif Kompulsif. Madiun : Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP
PGRI. 2010.

18

Anda mungkin juga menyukai