PEMASANGAN INFUS
LEARNING OUTCOME
Mahasiswa mampu melakukan keterampilan pemasangan infus.
Tujuan pemberian terapi intra vena melalui infus yaitu :
1. Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit,
vitamin, protein, lemak, dan kalori yang tidak dapat dipertahankan secara adekuat
melalui oral.
2. Memperbaiki keseimbangan asam-basa.
3. Memperbaiki volume komponen-komponen darah.
4. Memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan ke dalam tubuh.
5. Memonitor tekanan vena sentral (CVP).
6. Memberikan nutrisi pada saat sistem pencernaan ketika diistirahatkan.
TINJAUAN PUSTAKA
Pemilihan cairan sebaiknya didasarkan atas status hidrasi pasien, konsentrasi
elektrolit, dan kelainan metabolik yang ada. Berbagai larutan parenteral telah
dikembangkan menurut kebutuhan fisiologis berbagai kondisi medis. Terapi cairan
intravena atau infus merupakan salah satu aspek terpenting yang menentukan
dalam penanganan dan perawatan pasien.
Berbagai cairan mempunyai manfaat dan tujuan yang berbeda-beda. Terapi
awal pasien hipotensif adalah cairan resusitasi dengan memakai 2 liter larutan
isotonis Ringer Laktat. Namun, Ringer Laktat tidak selalu merupakan cairan terbaik
untuk resusitasi. Resusitasi cairan yang adekuat dapat menormalisasikan tekanan
darah pada pasien kombustio 18-24 jam sesudah cedera luka bakar. Larutan
parenteral pada syok bipovolemilc diklasifikasi berupa cairan kristaloid, koloid, dan
darah. Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok hipovolemik. Keuntungan
cairan kristaloid antara lain mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak
menyebabkan reaksi alergi, dan sedikit efek samping. Kelebihan cairan kristaloid
pada pemberian dapat berlanjut dengan edema seluruh tubuh sehingga pemakaian
berlebih perlu dicegah.
Larutan NaCI isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok hipovolemik
dengan hiponatremik, hipokhloremia atau alkalosis metabolik. Larutan RL adalah
larutan isotonis yang paling mirip dengan cairan ekstraseluler. RL dapat diberikan
dengan aman dalam jumlah besar kepada pasien dengan kondisi seperti
hipovolemia dengan asidosis metabolik, kombustio, dan sindroma syok. NaCI 0,45%
dalam larutan Dextrose 5% digunakan sebagai cairan sementara untuk mengganti
kehilangan cairan insensibel. .
Tipe-tipe cairan:
1. Isotonik
Suatu cairan yang memiliki tekanan osmotik yang sama dengan yang ada di
dalam plasma
a. NaCI normal 0,9 %
b. Ringer laktat
c. Komponen -komponen darah (albumin 5 %, plasma)
d. Dextrose 5 % dalam air (D 5 W)
2. Hipotonik
Suatu larutan yang memiliki tekanan osmotik yang lebih kecil daripada yang ada
di dalam plasma darah. Pemberian cairan ini umumnya menyebabkan dilusi
konsentrasi larutan plasma dan mendorong air masuk ke dalam sel untuk
memperbaiki keseimbangan di intrasel dan ekstrasel, sel-sel tersebut akan
membesar atau membengkak.
a. Dextrose 2,5 % dalam NaCI 0,45 %
b. NaCl 0,45%
c. NaCl 0,2 %
3. Hipertonik
Suatu larutan yang memiliki tekanan osmotik yang lebih tinggi daripada yang ada
di dalam plasma darah. Pemberian cairan ini meningkatkan konsentrasi larutan
plasma dan mendorong air masuk kedalam sel untuk memperbaiki keseimbangan
osmotik, sel kemudian akan menyusut.
a. Dextrose 5% dalam NaCI 0,9 %
b. Dextrose 5% dalam NaCI 0,45 % (hanya sedikit hipertonis karena dextrose
Komposisi Cairan
c. Ringer laktat, berisi air dan elektrolit (Na-, K-. CI -, Ca+ , laktat)
d. Balans isotonik, isi bervariasi : air, elekirolit, kalori ( Na','. K Mg Cl-.HCO
3
.glukonat).
e. Whole blood (darah lengkap) dan komponen darah.
f. Plasma expanders, berisi albumin, dextran, fraksi protein plasma S% plasmanat),
hespan yang dapat meningkatkan tekanan osmotik, menarik cairan dari
interstisiall ke dalam sirkulasi dan meningkatkan volume darah sementara.
g. Hiperalimentasi parenteral (cairan, elektrolit, asam amino, dan kalori).
Indikasi
1. Pada keadaan emergency resusitasi jantung paru, memungkinkan pemberian
obat langsung ke dalam intravena.
2. Untuk mendapat respon yang cepat terhadap pemberian obat (furosemid,
digoksin).
3. Untuk memasukkan dosis obat dalam jumlah besar secara terus menerus
melalui infus (lidocain. xylocain).
4. Untuk menurunkan ketidaknyaman pasien dengan mengurangi kebutuhan
akan injeksi intramuskuler
5. Untuk mencegah masalah yang mungkin timbul apabila beberapa obat
dicampur dalam satu botol
6. Untuk memasukkan obat yang tidak dapat diberikan secara oral (misal: pada
pasien koma) atau intramuskuler (misal: pasien dengan gangguan koagulasi)
DAFTAR PUSTAKA
1. Cummins, R.O. 1997. Advanced Cardiac Life Support. American Hearth
Association. USA.
2. Muhiman, M. 1989. Penatalaksanaan pasien di Intensive Care Unit. Bagian
Anestesiologi, FKUI. Jakarta. Daftar Pustaka.
3. Delp, MH. And Manning, RT. 1996. Major Diagnosis Fisik. EGC. Jakarta.
4. DeGowin, RL. And Brown, DD. 2000. Diagnostic Examination, 7h ed. Mc Graw-
Hill Co. New York.
Palembang, ……………….
(......)
Nilai Total Skor x 100%
66 Penguji,
...............
…………………………
KATETER URIN
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah menyelesaikan modul kateter urin, mahasiswa diharapkan mampu :
1. Menjelaskan macam-macam kateter urin
2. Mengidentifikasi indikasi pemasangan kateter urin
3. Melakukan tehnik pemasangan kateter urin yang benar
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM URINARIA
Sistem urinaria terdiri dari bermacam-macam struktur dengan masing-masing
fungsinya. Struktur ini bekerja selaras untuk mengatur keseimbangan cairan tubuh,
elektrolit dan asam basa dengan cara menyaring darah yang melalui ginjal,
reabsorbsi selektif air, elektrolit dan non elektrolit serta mengekskresi kelebihannya
sebagai kemih. Ginjal juga mengeluarkan sampah metabolisme (seperti urea,
kreatinin dan asarn urat) dan zat kimia asing. Selain fungsi regulasi dan ekskresi,
ginjal juga mersekkresi renin, bentuk aktif vitamin D dan eritropoetin. (Hall, 2003);
Price and Wilson, 1995)
Struktur yang membangun sistem urinaria terdiri dari:
1. Ginjal
2. Ureter
3. Kandung kemih
4. Urethra
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terletak di kedua sisi
kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ginjal
kiri karena tertekan ke bawah oleh hati. Kutup atasnya terletak setinggi kosta
keduabelas, sedangkan kutup atas ginjaj kiri terletak setinggi kosta sebelas.
Kapsul ginjal yaitu lapisan jaringan ikat yang kuat mengelilingi ginjal
Korteks ginjal, terletak dibawah kapsul ginjal dan terdiri dari tubulus ginjal sebagai
sistem filtrasi.
Nefron
Nefron merupakan unit fungsional ginjal. Setiap ginjal terdiri dari satu juta
nefron yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi sama, dengan demikian
pekerjaan ginjal dapat dianggap sebagai jumlah total dari fungsi semua nefron
tersebut. Setiap nefron tersusun dari kapsula bowman yang mengitari rumbai kapiler
glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle dan tubulus kontortus distal
yang berlanjut sebagai duktus pengumpul. Struktur inilah yang membuang sisa hasil
metabolisme dari darah dan membentuk urin untuk dikeluarkan. Tiga fungsi utama
nefron dapat disebutkan sebagai berikut:
1. Mengontrol cairan tubuh melalui proses sekresi dan reabsorbsi cairan.
2. Ikut mengatur pH darah.
3. Membuang sisa metabolisme darah.
Medula ginjal
Medula ginjal terbagi-bagi menjadi baji segitiga yang disebut piramid, tampak
bercorak karena tersusun dari segmen-segmen tubulus dan duktus pengumpul
nefron. Piramid-piramid tersebut diselingi oleh bagian korteks yang disebut kolom
bertini.
Papila ginjal
Papila (apeks) dari tiap piramid membentuk duktus papilaris Bellini yang
KATETER URIN
Definisi:
Kateter urin adalah sebuah alat berbentuk tabung yang dipasang pada bagian tubuh
manusia untuk mengalirkan, mengumpulkan dan mengeluarkan urin dari kandung
kemih (No name, 2005)
Jenis-jenis kateter urin
Jenis jenis kateter urin yang dikenal antara lain:
1. Kateter Nelathon/ kateter straight/ kateter sementara adalah kateter urin yang
berguna untuk mengeluarkan urin sementara atau sesaat. Kateter jenis ini
mempunyai bermacam-macam ukuran, semakin besar ukurannya semakin
besar diameternya. Pemasangan melalui uretra.
2. Kateter balon/kateter Folley, Kateter Indwelling/ Kateter Tetap adalah kateter
yang digunakan untuk mengeluarkan urin dalam sistem tertutup dan bebas
hama, dapat digunakan untuk waktu lebih lama (± 5 hari). Kateter ini terbuat dari
karet atau plastik yang mempunyai cabang dua atau tiga dan terdapat satu
balon yang dapat mengembang oleh air atau udara untuk mengamankan/
menahan ujung kateter dalam kandung kemih. Kateter dengan dua cabang, satu
cabang untuk memasukkan spuit, cabang lainnya digunakan untuk mengalirkan
urin dari kandung kemih dan dapat disambung dengan tabung tertutup dari
kantung urin, sedangkan kateter dengan tiga cabang, kedua cabang mempunyai
fungsi sama dengan kateter diatas, sementara cabang ketiga berfungsi untuk
disambungkan ke irigasi, sehingga cairan irigasi yang steril dapat masuk ke
kandung kemih, tercampur dengan urin, kemudian akan keluar lagi.
Pemasangan kateter jenis ini bisa melalui uretra atau suprapubik. (Senat
UKURAN KATETER
Wanita dewasa Kateter no 14/16
Laki-laki dewasa Kateter no 18/20
Anak-anak Kateter no 8/10
Wanita Laki-laki
Panjang urethra 3,7 - 6 cm 14 - 20 cm
Kateter yang masuk 5- 7,5 cm 15 - 22,5 cm
Yang diberi jelly 3 - 4 cm 5 - 7,5 cm
D. PROSEDUR TINDAKAN/PELAKSANAAN
1. Identifikasi pasien
2. Jelaskan prosedur kepada pasien
3. Tarik tirai tempat tidur dan atur posisi
a. Pasien anak/pasien sadar butuh bantuan
b. Pasien dewasa/wanita : posisi dorsal recumbent dengan lutut
fleksi
c. Pasien dewasa/ laki- laki : Posisi supine dan kaki abduksi
4. Pasang urin bag
5. Pasang perlak atau alas pada klien
6. Tuangkan cairan antiseptic
7. Sediakan spuit isi aquadest
8. Cuci tangan dengan cara furbringer
9. Pasang sarung tangan
10. Lakukan vulva/perineum hygiene
11. Buka set kateter dan berikan jelly di ujung kateter
12. Masukkan kateter sampai urin mengalir
13. Ketika urin mengalir, pindahkan tangan yang tidak dominant dari labia atau dari
penis ke kateter.
1. Jika menggunakan indwelling kateter, isi balon kemudian tarik kateter ± 2,5
cm
2. Fiksasi kateter
3. Bantu pasien pada posisi yang nyaman
4. Kumpulkan dan buang alat-alat yang sekali pakai, bersihkan alat-alat yang
bukan sekali pakai
5. Cuci tangan
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim.2002. The Indwelling Urynary Cathether. (On Line) http://www
snihc.com/patient Education. Diakses 4 Februari 2005.
……………………….
HECTING
LEARNING OUTCOME
Mahasiswa mampu melakukan ketrampilan jahit luka:
menentukan jenis luka
memberikan penjelasan dan meminta persetujuan tindakan
medik
melakukan cuci tangan secara foerbringer
melakukan tindakan aseptik anti septik
melakukan anestesi lokal
melakukan debridemen luka
melakukan jahit luka/ suture interuptus
melakukan jahit luka/ suture jelujur
melakukan jahit luka/ suture jelujur terkunci
melakukan jahit luka/ suture matras horisontal
melakukan jahit luka/ suture matras vertikal
melakukan dressing
TINJAUAN PUSTAKA
Luka
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh (diskontinuitas
jaringan). Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul,
perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik atau gigitan hewan. Proses
yang kemudian terjadi pada jaringan yang rusak ini ialah penyembuhan luka yang
dapat dibagi dalam tiga face, yaitu face inflamasi, poliferasi dan penyudahan yang
Diagnosis
Pertama-tama dilakukan pemeriksaan secara teliti untuk memastikan apakah
ada perdarahan yang harus dihentikan. Kemudian, tentukan jenis trauma, tajam atau
tumpul, luasnya kematian jaringan, banyaknya kontaminasi dan berat ringannya
luka.
Tindakan
Pertama dilakukan anestesia setempat atau umum, tergantung berat dan letak
luka, serta keadaan penderita. Luka dan sekitarnya dibersihkan dengan antiseptik,
kalau perlu dicuci dengan air sebelumnya. Kemudian daerah sekitar lapangan kerja
ditutup dengan kain steril dan secara steril dilakukan kembali pembersihan luka dari
kontaminan secara mekanis, misalnya pembuangan jaringan mati dengan gunting
atau pisau dan dibersihkan dengan bilasan, guyuran atau semprotan cairan NACI.
Akhirnya lakukan penjahitan denganrapi. Bila diperkirakan akan terbentuk atau
dikeluarkan cairan yang berlebihan perlu dibuat penyaliran. Luka ditutup dengan
bahan yang dapat mencegah lengketnya kasa, misalnya mengandung vaselin,
ditambah dengan kasa penyerap, dan dilanjut dengan pembalut elastis.
Penyulit
1. Penyulit dini
Hematom harus dicegah dengan mengerjakan hemostasis secara teliti.
Hematom yang mengganggu atau terlalu besar sebaiknya dibuka dan
dikeluarkan.. Seroma adalah penumpukan cairan luka dilapangan bedah. Jika
seroma mengganggu atau terlalu besar dapat dilakukan pungsi. Jika seroma
kambuh sebaiknya dibuka dan dipasang penyalir. lnfeksi luka terjadi jika luka
yang terkontaminasi dijahit tanpa pembilasan dan eksisi yang memadai. Pada
keadaan demikian luka harus dibuka kembali, dibiarkan terbuka dan penderita
diberi antibiotik sesuai dengan hasil biakan dari cairan luka atau nanah.
2. Penyulit lanjut
Keloid dan jaringan parut hipertropik timbul karena reaksi serat kolagen yang
berlebihan dalam proses penyembuhan luka. Serat kolagen disini teranyam
teratur. Keloid yang tumbuh berlebihan melampaui batas luka, sebelumnya
menimbulkan gatal dan cenderung kambuh bila dilakukan intervensi bedah.
Anestesia
1. Anestesia infiltrasi
Anestesia infiltrasi dilakukan dengan menyuntikkan anestetik lokal langsung
ke jaringan tanpa mempertimbangkan persarafannya. Anestetik berdifusi dan
khasiatnya dicapai melalui penghambatan ujung saraf perasa di jaringan subkutan.
Jika penyuntikan anestetik menimbulkan nyeri, berarti tehnik penyuntikan tidak
memenuhi syarat. Infiltrasi dimulai dengan penyuntikan kecil intrakutan yang
memang menimbulkan sedikit nyeri. Tempat penyuntikan intrakutan digunakan
sebagai pintu masuk selanjutnya untuk anestetik. Penyuntikannya harus dilakukan
secara teliti, sedikit demi sedikit supaya tidak menyebabkan nyeri.
2. Anestesi lapangan
Merupakan penyuntikan anestetik subkutan sedemikian rupa sehingga terjadi
anestesia di distal penyuntikan.
Sediaan lidokain
Mula kerja Lama kerja
Anestetik % Dosis maksimal (ml)
Lidokain 2% 10 5 menit
Lidokain+adrenalin 2% 25 5 menit 70 menit
Penjahitan luka
Ada tiga hal yang menentukan pemilihan jenis benang jahit, yaitu jenis
bahannya, kemampuan tubuh untuk menyerapnya dan susunan filamennya. Benang
yang dapat diserap melalui reaksi enzimatik pada cairan tubuh kini banyak dipakai
Penyerapan benang oleh jaringan dapat berlangsung antara tiga hari sampai tiga
bulan bergantung pada jenis benang dan kondisi jaringan yang dijahit.
Menurut bahan asalnya, benang dibagi dalam benang yang terbuat dari usus
domba (catgut) dan dibedakan dalam catgut murni yang tanpa campuran dan catgut
kromik yang bahannya bercampur larutan asam kromat. Catgut murni cepat diserap,
kira-kira dalam waktu satu minggu, sedangkan catgut cromik diserap lebih lama,
kira-kira 2-3 minggu.
Disamping itu, ada benang yang terbuat dari bahan sintetik, baik dari asam
poliglikolik maupun dari poliglaktin dan memiliki daya tegang yang besar. Benang ini
dapat dipakai pada semua jaringan termasuk kulit. Benang yang dapat diserap
menimbulkan reaksi jaringan setempat yang dapat menyebabkan fistel benang atau
infiltrat jaringan yang mungkin ditandai indurasi. Benang yang tidak dapat diserap
oleh tubuh umumnya tidak menimbulkan reaksi jaringan karena bukan merupakan
bahan biologik. Benang ini dapat berasal dari sutra yang sangat kuat dan liat, dari
kapas yang kurang kuat dan mudah terurai, dan dari poliester yang merupakan
bahan sintetik yang kuat dan biasanya dilapisi teflon. Selain itu terdapat pula benang
nilon yang berdaya tegang besar, yang dibuat dari polipropilen, dan baja yang
terbuat dari baja tahan karat.
Karena tidak dapat diserap maka benang akan tetap berada di jaringan
tubuh. Benang jenis ini biasanya dipakai pada jaringan yang sukar sembuh. Bila
terjadi infeksi akan terbentuk fistel yang baru dapat sembuh setelah benang yang
bersifat benda asing dikeluarkan:
Benang alami terbuat dari bahan sutra atau kapas. Kedua bahan alami ini
dapat bereaksi dengan jaringan tubuh meskipun minimal karena mengandung juga
bahan kimia alami. Daya tegangnya cukup dan dapat diperkuat bila dibasahi terlebih
dahulu dengan larutan garam sebelum digunakan.
Benang sintetik terbuat dari poliester, nilon, atau polipropilen yang umumnya
dilapisi oleh bahan pelapis teflon atau dakron. Dengan lapisan ini permukaannya
lebih mulus sehingga tidak mudah bergulung atau terurai. Benang ini mempunyai
daya tegang yang besar dan dipakai untuk jaringan yang memerlukan kekuatan
penyatuan yang besar.
Menurut bentuk untaian seratnya, benang dapat berupa monofilamen bila
hanya terdiri atas satu serat saja dan polifilamen bila terdiri atas banyak serat yang
diuntai menjadi satu. Ukuran benang merupakan salah satu faktor yang menentukan
kekuatan jahitan. Oleh karena itu, pemilihan ukuran benang untuk menjahit luka
bedah bergantung pada jaringan apa yang dijahit dan dengan mempertimbangkan
faktor kosmetik. Sedangkan kekuatan jaringan ini ditentukan oleh jumlah jahitan
yang dibuat, jarak jahitan, dan jenis benangnya. Pada daerah wajah digunakan
ukuran yang kecil (5,0 atau 6,0)
The use of common brand names as examples does not indicate a product
endorsement. Suture gauge selection: Use the smallest gauge suture material
that will perform adequatel
tidak bermata yang disebut atraumatik akan membuat lubang yang lebih halus.
Jenis jahitan
Jenis jahitan yang umum dipakai adalah:
Jahitan tunggal/ terputus/ interuptus
Jahitan jelujur/ kontinyu
Jahitan jelujur/ kontinyu terkunci
Jahitan matras vertikal
Jahitan matras horisontal.
Saat .pengangkatanjahitan
Daerah jahitan Saat pengangkatan (hari ke-)
Alat:
Minor set steril terdiri:
Jenis alat Jumlah
kontrol.
18. Menentukan prognosis penyembuhan
Menjelaskan lama penyembuhan, waktu pengangkatan jahitan, hasil jahitan,
penyuli- perryulit yang mempengaruhi penyembuhan luka.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ahmadsyah Ibrahim. Ed: Luka, dalam: Syamsuhidajat R, Wim de Jong, ed.
Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 2. Jakarta: EGC. 2004: 66-88
2. Saefudin Abdul Bari. Adriaansz george, Wiknjosastro Gulardi Hanifa, Waspodo
Djoko, ed. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Ed. l. Jakarta: JNPKKR-POGI. 2000: 45-54
3. Wijdjoseno-Gardjito. Ed: Anestesia, dalam: Syamsuhidajat R, Wim de Jong, ed.
Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 2. Jakarta: EGC. 2004: 239-264
4. Wijdjoseno-Gardjito. Ed: Pembedahan, dalam: Syamsuhidajat R. Wim de Jong,
ed. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 2. Jakarta: EGC. 2004: 265-288
5. Karnadihardja Warko. Ed: Penyulit pascabedah, dalam: Syamsuhidajat R, Wim
de Jong, ed. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 2. Jakarta: EGC. 2004: 293-303
6. Surgical Care at the District Hospital.htm
7. ResidentNet-Wound Closure-clinical update.htm
Palembang, …………………
(........)
Nilai Total skor x 100%
46 Penguji,
...................
……………………….
MODUL SKILL LAB B-JILID 1 37
LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP
LEARNING OUTCOME
Setelah mengikuti kegiatan ini, mahasiswa dapat :
- Menjelaskan tujuan pengambilan darah arteri
- Melakukan pengambilan darah arteri secara cermat dan akurat
Pelaksanaan
- Beri salam, panggil pasien dengun namanya.
- Jelaskan tujuan, prosedur dan lama tindakan yang akan dilakukan kepada klien.
Rasional memberikan informasi pada klien. Penjelasan pada pasien tantang
tujuan dari test ini dan pemberitahuan bahwa tindakan ini dapat merimbukan
rasa sakit nyeri. (catatan : beberapa institusi mengijinkan diberikan anastesi di
area penusukan dengan 1% lidocaine (Xilocaine) akan mempersiapkan diri
pasien, atau pada bayi dioleskan anestesi semprot/salep.
- Beri kesempatan pada klien untuk bertanya.
- Menanyakan keluhan utama klien.
- Memulai tindakan dengan cara yang baik.
- Jaga privacy klien.
- Dekatkan peralatan pada klien.
- Atur posisi klien agar nyaman.
- Identifikasi tempat penusukan.
- Posisikan klien dengan lengan ekstensi dan telapak tangan menghadap ke atas.
- Letakkan pengalas.
- Pakai sarung tangan.
- Palpasi arteri radial dan brakial dengan jari tangan. Tentukan daerah pulsasi
maksimal. Rasional mengidentiflikasi dimana letak arteri yang paling dekat
dengan permukaan kulit.
- Lakukan test Allen. Rasional untuk mengkaji keadekuatan sirkulasi kolateral
pada arteri ulnaris. Sirkulasi kolateral ini penting bila arteri radialis terobstruksi
oteh trombus setelah dilakukan tindakan penusukan.
Untuk melakukan test Allen, lakukan penekanan pada kedua denyutan radialis
dan ulnaris dari salah satu pergelangan tangan pasien sampai denyutannya
hilang. Tangan menjadi pucat karena kurangnya sirkulasi ke tangan. Lepaskan
tekanan pada arteri ulnaris. Jika tangan kembali normal dengan cepat (tangan
akan kemerahan dalam 10 detik), hasil test dinyatakan negatif dan penusukan
arteri dapat dilakukan pada pergelangan tangan tersebut. Jika setelah dilakukan
pelepasan tekanan pada arteri ulnaris tangan tetap pucat, artinya sirkulasi
ulnaris tidak adekuat. Hasil test dinyatakan positif dan pergelangan tangan yang
lain harus di-test. Bila hasil test pada kedua pergelangan tangan adalah positif,
arteri femoralis harus dieksplorasi.
- Pasang label identitas (nama pasien, tanggal, jam, suhu tubuh saat
pengambilan, ruangan) dispuit. Pastikan sampel dianalisis dalam waktu 5-10
menit, atau ditransport dalam freezer.
- Bersihkan daerah penusukan dengan kapas alkohol.
- Monitor tempat penusukan terhadap adanya perdarahan dengan melakukan
inspeksi; Dan palpasi. Rasional mengidentifikasi hematoma atau perdarahan.
Lakukan balutan tekan (pressure dressing) jika perdarahan berlanjut.
- Bereskan peralatan.
- Lepaskan sarung tangan.
- Evaluasi hasil yang dicapai. (subyektif dan obyektif)
- Beri reinforcement positif pada klien.
- Mengakhiri pertemuan dengan baik.
- Cuci tangan.
- Dokumentasi. Dokunientasikan tindakan yang sudah dilakukan. Yang perlu
didokumentasikan meliputi:
Waktu dilakukannya prosedur.
Jenis pemeriksaan yang dilakukan
Keadaan kulit (kemerahan, perdarahan berlebihan)
DAFTAR PUSTAKA
1. Turner, R and Blackwood, R,. 2000. Clinical Skills, 3rd ed. Blackwell Science.
UK.
2. Gupte, S. 2003. Neonatal Emergency, Recent Advances in Pediatrics, volume
12, Jaypee Brothers, New Delhi.
Nama :
NIM :
Nilai
No Aspek yang dinilai
0 1 2
1 Cek catatan medik
2 Siapkan formulir laboratorium
3 Cuci tangan
4 Siapkan alat dan bahan
5 Beri salam, panggil pasien dengan namanya
6 Jelaskan tujuan dan prosedur
7 Beri kesempatan pasien bertanya
Dekatkan peralatan
8 Atur posisi pasien agar nyaman
9 Pakai sarung tangan
10 Palpasi arteri radial atau brachial dengan jari tangan.
Tentukan daerah pulsasi maksimal
11 Lakukan test Allen.*
12 Stabilisasikan arteri radial dengan melakukan hiperekstensi
pergelangan tangan; stabilisasi arteri brakialis dengan
melakukan hiperekstensi siku.
13 Disinfeksi daerah penusukan di sekitar pulsasi maksimal
dengan kapas alkohol dengan gerakan sirkuler dari dalam ke
luar atau dengan usapan satu arah
14 Pegang kapas alkohol dengan jari tangan dan palpasi pulsasi
lagi. Pertahankan jari tangan di daerah proksimal dari daerah
penusukan.
15 Masukkan jarum, dengan sudut 45 derajat - 90 derajat (sesuai
dengan lokasi). langsung ke dalam arteri.
16 Perhatikan masuknya darah ke dalam spuit yang teriihat
seperti "denyutan". Hentikan menusukkan jarum lebih jauh bila
terlihat "denyutan" ini.
17 Pertahankan posisi dan tunggu sampai terkumpul 2 sampai 3
ml (atau sesuai kebutuhan) darah ke dalam spuit.
18 Letakkan kapas alkohol di atas daerah penusukan dan tank
jarum: lakukan penekanan sesegera mungkin dengan
menggunakan kapas alkohol tersebut
19 Keluarkan udara dari spuit; lepaskan jarum dan buang.
20 Ujung jarum ditusukkan ke dalam gabus.
21 Pasang label identitas (nama pasien, tanggal, jam, suhu tubuh
Palembang, ……………….
(.......)
Nilai Total skor x 100%
60 Penguji,
..........................
……………………………..
- Tuangkan obat cair tidak pada bagian labelnya. Baca jumlah obat yang dituang
pada dasar meniscus.
- Pisahkan obat-obat yang memerlukan data pengkajian awal. seperti tanda
vital.
- Periksa tanggal kadaluarsa obat saat menyiapkannya.
PROSEDUR:
1. Cuci tangan
2. Siapkan alat-alat
3. Periksa label obat dengan catatan pemberian obat atau kartu obat sesuai
prinsip 5 benar
4. Lakukan perhitungan dosis sesuai yang diperlukan
5. Pegang ampul dan turunkan cairan di atas leher ampul dengan menjentikkan
leher ampul atau putarkan dengan cara merotasikan pergelangan tangan
6. Usapkan kapas alkohol di sekeliling leher ampul dengan tangan dominan,
tempatkan jari tangan non dominan di sekeliling bagian bawah ampul dengan
ibu jari melawan sudut
7 Patahkan tutup ampul dengan menjauhi diri dan orang yang ada di dekat anda
8. Tempatkan tutup ampul pada kertas atau buang di tempat khusus
9. Buka tutup jarum
10. Tekan plunger hingga habis, jangan aspirasi udara ke dalam spuit
alergi.
- Yakinkan tersedianya obat antidot (epinephrine hydrochloride, bronchodilator
dan antihistamin) di unit sebelum dimulai
- Reaksi alergi atau sensitivitas ini dapat FATAL
NAMA :
NlM :
Nilai
No Aspek yang dinilai
0 1 2
1 Cek indikasi medis
2 Cuci tangan
3 Siapkan obat sesuai prinsip 5 benar*
4 Berikan salam, identifikasi klien dan panggil klien dengan
namanya
5 Jelaskan prosedur dan tujuan pemberian obat pada
klien/keluarga
6 Beri kesempatan klien untuk bertanya
7 Tanyakan keluhan klien dan kaji adanya alergi
8 Jaga privasi klien
9 Gunakan sarung tangan
10 Pilih tempat penusukan
11 Bantu klien untuk mendapatkan posisi yang nyaman dan
mudah untuk perawat melihat tempat penusukan
Injeksi intradermal
12 Dengan ujung jarum menghadap ke atas dan menggunakan
tangan dominan, masukkan jarum tepat di bawah kulit
dengan sudut 10-15 derajat*
13 Jika jarum telah masuk ke bawah kulit dan terlihat masukkan
lagi sekitar 1/8 inci
14 Cabut jarum dengan sudut yang sama saat disuntikkan.Jika
terdapat darah, usap dengan lembut menggunakan kapas
alkohol lain.
15 Observasi kulit adanya kemerahan atau bengkak. jika test
alergi, observasi adanya reaksi sistemik (misalnya sulit
bernafas, berkeringat, pingsan, berkurangnya tekanan darah,
mual, muntah. sianosis)
16 Kaji kembali klien dan tempat injeksi setelah 5 menit, 15
menit dan selanjutnva secara periodik
17 Buat lingkaran 1 inci di sekeliling jendalan dan instruksikan
klien untuk tidak menggosok daerah itu
lnjeksi intramuskular
18 Bebaskan pakaian dari tempat penusukan
19 Bersihkan tempat yang akan digunakan dengan kapas
alkohol
injeksi subcutan
29 Pilih tempat penusukan pada lengan atas atau abdomen. Jika
kedua tempat tersebut tidak memungkinkan pilih tempat
altematif lainnya (lihat gambar 3). Rotasikan tempat
penusukan.
30 Bantu klien untuk mendapatkan posisi yang nyaman sesuai
tempat yang dipilih
31 Letakkan alas di bawah bagian tubuh yang akan dilakukan
terapi intravena
32 Bersihkan tempat yang akan digunakan dengan kapas
alkohol
33 Buka tutup jarum
34 Tarik kulit dan jaringan lemak dengan ibu jari dan jari tangan
non dominan
35 Dengan tangan yang dominan, masukkan jarum dengan
sudut 45° dan untuk orang gemuk dengan sudut 90°
36 Lepaskan tarikan tangan non dominan
37 Tarik plunger dan observasi adanya darah pada spuit
38 Jika tidak ada darah, masukkan obat perlahan
Intravena
42 Letakkan pasien pada posisi semi fowler atau supine jika
tidak memungkinkan
43 Letakkan alas di bawah bagian tubuh yang akan di lakukan
tindakan terapi intravena
44 Bebaskan lengan pasien dari baju/kemeja
45 Letakkan tourniquet 5 cm di atas tempat tusukan
46 Kencangkan tourniquet
47 Anjurkan pasien untuk mengepalkan telapak tangan dan
membukanya beberapa kali, palpasi dan pastikan tekanan
yang akan ditusuk.
48 Bersihkan kulit dengan cermat menggunakan kapas alkohol,
lalu diulangi dengan menggunakan kapas betadin. Arah
melingkar dari dalam keluar lokasi tusukan.
49 Gunakan ibu jari untuk menekan jaringan dan vena 5 cm
dibawah tempat tusukan
50 Pegang Jarum dalam posisi 30 derajat sejajar vena yang
akan ditusuk, lalu tusuk perlahan dan pasti
51 Rendahkan posisi jarum sejajar kulit dan teruskan jarum ke
dalam vena
52 Lakukan aspirasi
53 Lepaskan tourniquet
54 Masukkan obat ke dalam pembuluh vena perlahan-lahan
55 Keluarkan jarum dari pembuluh vena
56 Tutup tempat tusukan dengan kasa steril yang diberi betadin
57 Cuci tangan
58 Dokumentasi
TOTAL SKORE
Keterangan:
0= tidak dilakukan/disebut sama sekali
1 =dilakukan tapi kurang sempurna
2 =disebut/ dilakukan dengan sempurna
* =Critical point (item yang harus dilakukan)
Batas lulus 75%, dengan tidak ada critical point yang bernilai = 0
Palembang, ……………….
Total skor (.......)
Nilai x 100%
2 x jumlah aitem Penguji,
.......... .............................
……………………………..
TUJUAN
TINJAUAN TEORI
Pipa lambung secara umum ada dua bentuk yaitu lumen tunggal dan lumen ganda.
Ukuran tube untuk dewasa berkisar 14-18 French. Macammacam pipa NGT :
Pipa Levin, terbuat dari karet dengan lumen tunggal untuk intubasi
lambung, dimasukan melalui hidung
Variasi dari pipa levin : nasogastrik plastik dan salem sump tube,
mempunyai lumen ganda, untuk drainase dan utnuk melindungi lambung dari
tekanan negatif yang besar
Pipa Ewald
Pipa Miller-Abbort, dengan lumen ganda, lumen pertama untuk
aspirasi cairan dan gas, lumen kedua dengan kantong udara di ujung
distalnya untuk memacu motilitas usus.
CARA KERJA :
Cek identitas penderita dan jelaskan prosedur pelaksanaan
Siapkan alat-alat
Tempatkan pasien dalam posisi duduk atau fowler tinggi dengan leher
hiperekstensi jika klien koma, tempatkan dengan posisi semi fowler
Lakukan pengukuran.
Cuci tangan
Pakai sarung tangan
Lubrikasi selang 10 - 20 cm
Masukkan selang secara lembut hingga ke posterior nasotaring
Fleksikan kepala setelah melewati. posterior nasofaring, elaksasikan pasien
Dorong klien unruk menelan
Jangan paksakan untuk masukkan (cfek)
Catatan :
Jika penderita tersedak atau muntah di sekitar pipa, pikirkan
terjadinya pipa buntu atau lilitan pipa di orofaring atau esofagus
Jika penderita sianotik atau sesak nafas, kemungkinan pipa
masuk ke paru-paru
Perhatikan airway dengan penghisapan yang teratur jika sekresi
oral tetap ada
Pertahankan agar pipa tidak buntu dengan irigasi dan reposisi
Catat cairan yang masuk dan keluar
DAFTAR PUSTAKA
1. Syamsuhidajat R, Wim de Jong, ed. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 2. Jakarta: EGC.
2004: 66-88
2. Surgical Care at the District Hospital.htm
3. ResidentNet-Wound Closure-clinical update.htm
NAMA :…………………..
NIM : ……………….
SKORE
NO ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
1 Panggil pasien dengan namanya
2 Jelaskan prosedur dan tujuan pemasangan NGT pada klien
3 Membantu klien untuk posisi high fowler*
4 Bersama dengan klien menentukan kode yang akan digunakan
misalnya mengangkat telunjuk untuk mengatakan tunggu sejenak
karena rasa tidak enak
5 Menyiapkan alat disamping tempat tidur klien dan memasang
handuk pada dada klien, meletakan tissue dan bengkok pads
jangkauan klien
6 Mencuci tangan
7 Memasang sarung tangan (prinsip bersih)
8 Menganjurkan klien untuk relaks dan bernapas normal dengan
menutup sebelah hidung kemudian mengulangi dengan menutup
hidung yang Iainnya untuk menentukan insersi NGT
9 Mengukur panjang tube yang akan dimasukan dengan
mengunakan:
a. metode Tradisional: ukur jarak dari puncak lubang hidung ke
daun telinga bawah dan ke prosesus xifoideus di sternum
b. metode Hanson: mula-mula tandai 50 cm pada tube
kemudian lakukan pengukuran dengan metode tradisional.
Tube yang akan dimasukan pertengahan antara 50 cm dan
tanda tradisional.
10 Memberi jelly pada tube sepanjang 10-20 cm
11 Mengingatkan klien bahwa tube segera akan dimasukan dengan
posisi kepala ekstensi, masukan tube melalui lubang hidung
yang telah dtentukan
12 Menekuk kepala pasien ke dada (fleksi) setelah tube melewati
nasopharynx. Mempersilahkan klien untuk relaks sebentar dan
berikan tissue
13 Menekankan perlunya bernapas dengan mulut dan menelan
selama prosedur berlangsung
14 Menganjurkan klien untuk menelan dengan memberikan air
minum (dengan sedotan) jika perlu; mendorong tube sampai
sepanjang yang diinginkan dengan memutarnya pelan-pelan
bersamaan pada saat klien menelan
15 Tidak memaksakan tube masuk bila ada hambatan;
menghentikan mendorong tube dan segera menarik tube;
mencek posisi tube mengunakan spatel lidah (tongue blade) dan
senter
16 Menchek letak tube:
a. memasang spuit pada ujung NGT; memasang stetoscope
pada perut bagian kiri atas klien (daerah gaster), kemudian
suntikan 10-20 cc udara bersamaan dengan auskultasi
abdomen
b. aspirasi pelan-pelan untuk mendapatkan isi lambung
c. bila tube tidak dilambung, masukan lagi 2,5-5 cm tubenya.
17 Fiksasi tube dengan plester
a. memotong 5-7,5 cm plester; membelah menjadi 2 salah satu
ujungnya sepanjang 3,5 cm; memasang ujung yang lainya di
batang hidung klien; lingkarkanl silangkan plester pada tube
yang keluar dari hidung dan tempelkan pada batang hidung.
b. tempelkan ujung NGT pata baju klien dengan memasang
plester pada ujungnya dan penitikan pada baju.
18 Evaluasi dan cuci tangan
19 Dokumentasi
TOTAL SKORE
Keterangan:
0 = tidak dilakukan/disebut sama sekali
1 = dilakukan tapi kurang sempurna
2 = disebut/dilakukan dengan sempurna .
* = Critical point ( item yang harus dilakukan)
Batas lulus 75%, dengan tidak ada critical point yang bernilai = 0
Palembang, ……………….
(.......)
Nilai Total skor x 100%
50 Penguji,
.......... .................... .
……………………………..
SIRKUMSISI
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah menyelesaikan modul sirkumsisi, mahasiswa diharapkan mampu :
1. Menjelaskan kepentingan sirkumsisi secara medis
2. Menjelaskan teknik-teknik sirkumsisi
3. Melakukan sirkumsisi dengan benar
TINJAUAN PUSTAKA
Sirkumsisi atau yang dikenal oleh masyarakat sebagai khitan atau sunat,
atau dalam budaya jawa dikenal dengan istilah "sumpit" pada dasarnya adalah
pemotongan sebagian dari preputium penis hingga keseluruhan glans penis dan
corona radiata terlihat jelas. Penis merupakan organ tubuler yang dilewati oleh
uretra. Penis berfungsi sebagai saluran kencing dan saluran untuk menyalurkan
semen kedalam vagina selama berlangsungnya hubungan seksual.
Penis dibagi menjadi tiga regio : pangkal penis, korpus penis, dan glans
penis. Pangkal penis adalah bagian yang melekat pada tubuh di daerah simphisis
pubis. Korpus penis merupakan bagian yang didalamnya terdapat saluran,
sedangkan glans penis adalah bagian paling distal yang melingkupi meatus uretra
eksterna. Corona radiata merupakan bagian "leher" yang terletak antara korpus
penis dan glans penis.
Kulit yang menutupi penis menyerupai kulit skrotum, terdiri dari lapisan otot
polos dan jaringan areolar yang memungkinkan kulit bergerak elastis tanpa merusak
struktur dibawahnya. Lapisan subkutannya juga mengandung banyak arteri, vena
dan pembuluh limfe superficial. Jauh dibawah jaringan areolar, terdapat kumparan
jaringan elastis yang merupakan struktur internal penis. Sebagian besar korpus
penis terdiri dari jaringan erektil, corpora cavernosa dan corpus spongiosum
Lipatan kulit yang menutupi ujung penis disebut preputium. Preputium
melekat di sekitar corona radiata dan melanjut menutupi glans. Kelenjar-kelenjar
preputium yang terdapat di sepanjang kulit dan mukosa preputium mensekresikan
waxy material yang dinamakan smegma. Sayangnya, smegma merupakan media
yang sangat baik bagi perkembangan bakteri. Inflamasi dan infeksi sering terjadi di
daerah ini, khususnya bila higienitasnya tidak dijaga dengan baik. Salah satu cara
untuk mengatasi problem ini adalah dengan sirkumsisi.
Prosedur sirkumsisi di barat khususnya USA umum dilakukan segera pada
bayi baru lahir. Dari sisi agama, budaya dan dukungan data epidemiologi, sirkumsisi
dianggap memiliki pengaruh yang baik bagi kesehatan reproduksi walaupun hal ini
masih menjadi perdebatan di kalangan ahli.
Di seluruh dunia, diperkirakan sekitar 25% pria telah disirkumsisi. Bukti
epidemiologi yang kuat menunjukkan pengaruh sirkumsisi : pria yang telah
disirkumsisi (dewasa dan neonatus) memiliki resiko lebih kecil menderita infeksi
saluran kemih, penyakit genitalia ulseratif, karsinoma penis, dan infeksi HIV
dibandingkan dengan pria yang tidak disirkumsisi.
Walaupun demikian, sirkumsisi pada neonatus tetap menjadi perdebatan.
Sirkumsisi dianggap memiliki risiko dan efek negative seperti nyeri, perdarahan,
trauma penis, dan infeksi postoperasi. Banyak praktisi medis yang merasa bahwa
prosedur sirkumsisi pada neonatus memiliki efek negative yang lebih besar
dibandingkan bila dilakukan pada pria dewasa. American Academy of Pediatrics dan
Canadian Paediatrics Society tidak menjadikan sirkumsisi sebagai prosedur rutin
pada neonatus, tetapi keduanya dapat saja melakukannya dengan dukungan dan
persetujuan orang tua berdasarkan evaluasi medis individu dengan melihat
keuntungan dan kerugiannya.
PROSEDUR TINDAKAN/PELAKSANAAN
1. Mempersiapkan dan mengecek semua alat dan bahan yang diperlukan `
2. Menempatkan alat dan bahan pada tempat yang mudah dijangkau
3. Mempersiapkan pasien (menyapa dengan ramah dan mempersilahkan pasien
untuk berbaring)
4. Melakukan anamnesis singkat (identitas, riwayat penyakit, riwayat luka,
perdarahan dan penyembuhan luka, kelainan epispadia dan hipospadia) .
S. Meminta pasien membuka celana/sarung dan menenangkan pasien dengan
sopan
6. Melakukan cuci tangan furbringer
7. Memakai handscoen steril
8. Desinfeksi daerah operasi mulai dari preputium sampai pubis secara sentrifugal
9. Memasang duk steril dengan benar
10. Melakukan anestesi blok n.pudendus
11. Melakukan anestesi infiltrasi sub kutan pada corpus penis ke arah proximal
12. Melakukan konfirmasi apakah anestesi telah berhasil
13. Membuka preputium perlahan-lahan dan bersihkan penis dari smegma
menggunakan kasa betadin sampai corona glandis terlihat.
14. Kembalikan preputium pada posisi semula
15. Klem preputium pada jam 11, 1 dan jam 6
16. Gunting preputium pada jam 12 sampai corona glandis
17. Lakukan jahit kendali mukosa - kulit pada jam 12
18. Gunting preputium secara melingkar kanan dan kiri dengan menyisakan
frenulum pada klem jam 6
19. Observasi perdarahan (bila ada perdarahan, klem arteri/vena, ligasi dengan
jahitan melingkar)
20. Jahit angka 8 pada frenulum
21. Lakukan pemotongan frenulum di distal jahitan .
22. Kontrol luka dan jahitan, oleskan salep antibiotik di sekeliling luka jahitan
23. Balut luka dengan kasa steril
24. Buka duk dan handscoen, cek alat dan rapikan kembali semua peralatan
25. Pemberian obat dan edukasi pasien
DAFTAR PUSTAKA
1. Syamsuhidajat R, Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 2. Jakarta:
EGC.
Nama :
NIM :
SKOR
NO ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
1 Mempersiapkan dan mengecek semua alat dan bahan yang
diperlukan
2 Menempatkan alat dan bahan pada tempat yang mudah
dijangkau
3 Mempersiapkan pasien (menyapa dengan ramah dan
mempersilahkan pasien untuk berbaring)
4 Melakukan anamnesis singkat (identitas, riwayat penyakit,
riwayat luka, perdarahan dan penyembuhan luka, kelainan
epispadia dan hipospadia)
5 Meminta pasien membuka celana/sarung dan menenangkan
pasien dengan sopan Melakukan cuci tangan furbringer
6 Melakukancuci tangan furbringer
7 Memakai handscoen steril
8 Desinfeksi daerah operasi mulai dari preputium sampai pubis
secara sentrifugal
9 Memasang duk steril dengan benar
10 Melakukan anestesi blok n.pudendus
11 Melakukan anestesi infiltrasi sub kutan pada corpus penis ke
arah proximal
12 Melakukan konfirmasi apakah anestesi telah berhasil
13 Membuka preputium perlahan-lahan dan bersihkan penis dari
smegma menggunakan kasa betadin sampai corona glandis
terlihat.
14 Kembalikan preputium pada posisi semula
15 Klem preputium pada jam 11, 1 dan jam 6
16 Gunting preputium pada jam 12 sampai corona glandis
17 Lakukan jahit kendali mukosa - kulit pada jam 12
18 Gunting preputium secara melingkar kanan dan kiri dengan
menyisakan frenulum pada klem jam 6
19 Observasi perdarahan (bila ada perdarahan, klem
arteri/vena, ligasi dengan jahitan melingkar)
20 Jahit angka 8 pada frenulum
21 Lakukan pemotongan frenulum di distal jahitan
22 Kontrol luka dan jahitan, oleskan salep antibiotik di sekeliling
luka jahitan
23 Balut luka dengan kasa steril
24 Buka duk dan handscoen, cek alat dan rapikan kembali
semua peralatan
25 Pemberian obat dan edukasi pasien
TOTAL
Keterangan:
0 = tidak dilakukan/disebut sama sekali
1 = dilakukan tapi kurang sempurna .
2 = disebut/ dilakukan dengan sempurna
* = Critical point (item yang harus dilakukan)
Batas lulus. 75%, dengan tidak ada critical point yang bernilai = 0
Palembang, ……………….
(.......)
Nilai Total skor x 100%
50 Penguji,
...............................
……………………………..