Anda di halaman 1dari 11

TFSLS

Differential Scanning Calorimeter (DSC)

Kelompok 6

Muhammad Rizki Eka Pramudia 11161151


Nurani Eka Gumilang 11161157
Rita Nofera 11161166
Vanni Gandi Putri 11161174
Debi Dayana 11161180

SEKOLAH TINGGI FARMASI BANDUNG


2018
1. Latar Belakang Menggunakan Alat Tersebut - Analisis Termal Polimer

Analisis termal dalam pengertian luas adalah pengukuran sifat kimia fisika bahan

sebagai fungsi suhu. Penetapan dengan metode ini dapat memberikan informasi pada

kesempurnaan kristal, polimorfisma, titik lebur, sublimasi, transisi kaca, dedrasi,

penguapan, pirolisis, interaksi padat-padat dan kemurnian. Data semacam ini berguna

untuk karakterisasi senyawa yang memandang kesesuaian, stabilitas, kemasan dan

pengawasan kualitas.Pengukuran dalam analisis termal meliputi suhutransisi,

termogravimetri dan analisis cemaran.

Teknik-teknik yang mencakup dalam metode analisis termal adalah:

1.(Analisis termogravimetri termogravimetric analysis=TGA), yang didasari pada

perubahan berat akibat pemanasan.

2. Analisis diferensial termal(diferential thermal analysis=DTA),di dasari pada perubahan

kandungan panas akibat perubahan temperatur dan titrasi termometrik. Dalam DTA

(Differential Thermal Analysis), panas diserap atau diemisikan oleh sistem kimia bahan

yang dilakukan dengan pembanding yang inert (Alumina, Silikon, Karbit atau manik kaca)

karena suhu keduanya ditambahkan dengan laju yang konstan. Dalam DSC (Differential

Scanning Calorimetry), sampel dan pembanding juga bergantung pada penambahan suhu

secara terus-menerus, namun panas yang ditambahkan baik ke sampel atau ke pembanding

dilakukan seperlunya, hal ini untuk mempertahankan agar suhu keduanya selalu sama.

Penambahan panas dicatat pada recorder, panas ini digunakan untuk mengganti

kekurangan atau kelebihan sebagai akibat dari reaksi endoterm atau eksoterm yang terjadi

dalam sampel. Data yang di peroleh dari masing-masing teknik tersebut digunakan untuk
memplot secara kontiyu dalam bentuk kurva yang dapat disetarakan dengan suatu spektrum

yang dikenal dengan sebagai termogram.

2. Prinsip Dari Alat DSC

Prinsip dasar yang mendasari teknik ini adalah, bila sampel mengalami

transformasi fisik seperti transisi fase, lebih (atau kurang) panas harus mengalir ke referensi

untuk mempertahankan keduanya pada temperatur yang sama. Lebih atau kurang panas

yang harus mengalir ke sampel tergantung pada apakah proses ini eksotermik atau

endotermik. Misalnya, sebagai sampel padat meleleh, cairan itu akan memerlukan lebih

banyak panas mengalir ke sampel untuk meningkatkan suhu pada tingkat yang sama

sebagai acuan. Hal ini disebabkan penyerapan panas oleh sampel karena mengalami

transisi fase endotermik dari padat menjadi cair. Demikian juga, sampel ini mengalami

proses eksotermik (seperti kristalisasi), panas yang lebih sedikit diperlukan untuk

menaikkan suhu sampel. Dengan mengamati perbedaan aliran panas antara sampel dan

referensi, diferensial scanning kalorimeter mampu mengukur jumlah panas yang diserap

atau dilepaskan selama transisi tersebut.

3. Gambar Alat Yang Digunakan


4. Mekanisme Alat

Menurut Klančnik et al. (2009) terdapat 3 tipe dasar dalam sistem DSC yaitu :
1. Heat – flux DSC

2. Power Competation DSC

3. Hyper DSC

Pada umumnya untuk analisis polimer digunakan 2 tipe dasar sistem DSC yaitu :

1. Heat - flux DSC

Heat – Flux DSC, sampel dan pembanding dihubungkan dengan suatu lempengan

logam. Sampel dan pembanding tersebut ditempatkan dalam satu tungku pembakaran.

Perubahan entalpi atau kapasitas panas dari sampel menimbulkan perbedaan

temperatur sampel terhadap pembanding.

Sistem ini memiliki 3 tipe yaitu :

a. The Disk Type Measuring System

b. The Turret Type Measuring System


c. The Cylinder-Type Measuring System

2. Power compensation DSC

Pada Power – Compensation DSC, suhu sampel dan pembanding diatur secara

manual dengan menggunakan tungku pembakaran yang sama dan terpisah. Suhu

sampel dan pembanding dibuat sama dengan mengubah daya masukan dari kedua

tungku pembakaran. Energi yang dibutuhkan untuk melakukan hal tersebut merupakan

ukuran dari perubahan entalpi atau perubahan panas dari sampel terhadap pembanding.
5. Contoh Hasil Pengujian Beserta Inteprestasi Hasil Jika Memungkinkan
Hubungkan Dengan Sediaan Yang Telah Dijelaskan Pada Kuliah (Sirup Lar. Sejati,
Suspensi, dan Emlsi)

Salah contoh analisis polimer menggunakan metode DSC yaitu penentuan ketahanan

suhu dari polimer pektin yang telah dimodifikasi untuk tujuan pemanfaatannya sebagai

membran. Dimana Sampel ditimbang sebanyak 5 – 20 mg. Untuk sampel serbuk, sampel

langsung digerus halus, dan diletakkan di dalam pan sedangkan untuk sampel rubbery,

sampel diletakkan pada plat kaca dan dikeringkan, kemudian film yang dihasilkan dipotong

seukuran pan (diameter film sekitar 3 – 4 mm). Sampel dalam pan di-crimping dengan

tutup stainless steel menggunakan alat crimp. Alat DSC dihidupkan dengan mengalirkan

gas nitrogen dan diatur kenaikan temperatur 2 ºC per menit. Untuk kalibrasi temperatur

dan panas DSC, pada alat diletakkan blanko berupa pan kosong dan sampel berisi zat

pengkalibrasi yaitu indium dan/atau seng. Setelah kalibrasi selesai, sampel indium dan/atau

seng diganti dengan sampel polimer yang akan diukur, dan pan blanko tetap pada posisi

semula selama pengukuran. Untuk sampel serbuk yang rapuh (Tg tinggi), alat diatur 50 ºC

di bawah Tg. Untuk sampel rubbery (Tg rendah), digunakan nitrogen cair untuk temperatur

sangat rendah.
Berdasarkan perbandingan puncak termogram hasil analisis DSC dari pektin murni

(Gambar 12) dengan pektin adipat (Gambar 13) terlihat ada perbedaan yang cukup nyata.

Termogram DSC pektin memperlihatkan adanya puncak pada 73°C dan 153°C. Suhu 73°C

mengindikasikan adanya pengotor (air). Suhu 153°C menunjukkan kemungkinan titik leleh (Tm)

dari pektin. Termogram ini juga menunjukkan bahwa pada kisaran suhu 0–200°C pektin berada

dalam fase yang heterogen. Pada kisaran 0-153°C pektin berwujud padat sedangkan pada suhu di

atas 153°C pektin telah berwujud cair. Termogram DSC pada pektin adipat memperlihatkan kurva

yang homogen. Artinya, pada kisaran suhu 0-200°C pektin adipat berwujud padat. Tidak

terlihatnya Tm mengindikasikan bahwa senyawa ini kemungkinan memiliki titik leleh yang lebih

tinggi dari 200°C sehingga tidak terlihat dalam termogram pada Gambar 13.Perbedaan yang cukup

nyata ini membuktikan bahwa pektin telah dapat dimodifikasi dengan asam adipat menghasilkan

suatu polimer lain dengan Tm yang lebih tinggi (Nurjannah, 2008).


6. Pembahasan
1. Polimer

Polimer merupakan ilmu pengetahuan yang berkembang secara aplikatif. Kertas,

plastik, ban, serat-serat alamiah, merupakan produk-produk polimer. Polimer adalah

makromolekul yang biasanya memiliki bobot molekul tinggi, dibangun dari pengulangan

unit-unitnya.Molekul sederhana yang membentuk unit-unit ulangan ini dinamakan

monomer. Sedangkan reaksi pembentukan polimer dikenal dengan istilah polimerisasi.

Panjang rantai polimer dihitung berdasarkan jumlah satuan unit ulang yang terdapat

dalam rantai yang disebut derajat polimerisasi (DP). Semua polimer yang dapat

dimanfaatkan untuk plastik, karet, atau serat mempunyai bobot molekul antara 10.000 dan

1.000.000 Berdasarkan sumbernya, polimer digolongkan dalam dua jenis, yaitu polimer

alam dan polimer sintetik. Polimer alam ialah polimer yang terjadi secara alamiah,

misalnya selulosa dan pektin, sedangkan polimer sintetik ialah polimer yang disintesis oleh

manusia melalui reaksi polimerisasi dari suatu monomer.

Berdasarkan unit-unit ulang pada rantai molekul, polimer dibedakan dalam tiga

kelompok, yaitu polimer linear, polimer bercabang, dan polimer bertaut silang. Polimer

linear tersusun dari unit-unit ulang yang berikatan satu sama lain pada ujungujung

monomer. Polimer bercabang terdiri atas rantai utama polimer yang mengikat beberapa

monomer dan membentuk cabang pada rantai utama. Polimer bertaut silang merupakan

gabungan beberapa rantai utama polimer yang terikat satu sama lain. Taut silang yang

terbentuk dalam jumlah besar akan membentuk jaringan tiga dimensi

Berdasarkan sifat termalnya, polimer sintetik digolongkan ke dalam dua jenis, yaitu

termoplastik dan termoset. Polimer termoplastik dapat melunak dan mencair pada waktu
pemanasan dan jika sudah dingin akan mengeras kembali sehingga dapat diproses

berulang-ulang. Polimer yang termasuk golongan termoplastik di antaranya adalah

polivinil klorida (PVC), polietilena (PE), polipropilena (PP), dan polistirena. Polimer

termoset ialah polimer yang mempunyai struktur rantai bercabang dan cabang ini saling

mengikat membentuk ikatan silang. Polimer jenis ini apabila telah diproses menjadi produk

tertentu, tidak dapat dilunakkan kembali dengan pemanasan. Polimer yang termasuk

golongan termoset di antaranya adalah formaldehida, poliester, dan silikon. Perbedaan

utama antara polimer termoplastik dan termoset ialah polimer termoplastik biasanya

mempunyai struktur linear sedangkan polimer termoset mempunyai struktur jaringan tiga

dimensi.

2. Analisis Termal Polimer

Analisis termal dalam pengertian luas adalah pengukuran sifat kimia fisika bahan

sebagai fungsi suhu. Penetapan dengan metode ini dapat memberikan informasi pada
kesempurnaan kristal, polimorfisma, titik lebur, sublimasi, transisi kaca, dedrasi,

penguapan, pirolisis, interaksi padat-padat dan kemurnian. Data semacam ini berguna

untuk karakterisasi senyawa yang memandang kesesuaian, stabilitas, kemasan dan

pengawasan kualitas.Pengukuran dalam analisis termal meliputi suhutransisi,

termogravimetri dan analisis cemaran.

Analisis termal DSC digunakan untuk mengetahui fase- fase transisi pada polimer.

Analisis ini menggunakan dua wadah sampel dan pembanding yang identik dan

umumnya terbuat dari alumunium (Martianingsih dan Lukman, 2010)

Teknik-teknik yang mencakup dalam metode analisis termal adalah:

(Analisis termogravimetri termogravimetric analysis=TGA), yang didasari pada

perubahan berat akibat pemanasan. Analisis diferensial termal(diferential thermal

analysis=DTA),di dasari pada perubahan kandungan panas akibat perubahan

temperatur dan titrasi termometrik. Dalam DTA (Differential Thermal Analysis), panas

diserap atau diemisikan oleh sistem kimia bahan yang dilakukan dengan pembanding

yang inert (Alumina, Silikon, Karbit atau manik kaca) karena suhu keduanya

ditambahkan dengan laju yang konstan. Dalam DSC (Differential Scanning

Calorimetry), sampel dan pembanding juga bergantung pada penambahan suhu secara

terus-menerus, namun panas yang ditambahkan baik ke sampel atau ke pembanding

dilakukan seperlunya, hal ini untuk mempertahankan agar suhu keduanya selalu sama.

Penambahan panas dicatat pada recorder, panas ini digunakan untuk mengganti

kekurangan atau kelebihan sebagai akibat dari reaksi endoterm atau eksoterm yang

terjadi dalam sampel. Data yang di peroleh dari masing-masing teknik tersebut
digunakan untuk memplot secara kontiyu dalam bentuk kurva yang dapat disetarakan

dengan suatu spektrum yang dikenal dengan sebagai termogram.

7. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan diatas maka dapat ditarik suatu kesiumpulan bahwa metode analisis

termal dengan menggunakan metode DSC (Differential Scanning Calorimetry) adalah teknik

thermoanalytical di mana perbedaan dalam jumlah panas yang dibutuhkan untuk meningkatkan

suhu dari sampel dan acuan yang diukur sebagai fungsi temperatur. Prinsip Kerja alat ini adalah

bila sampel mengalami transformasi fisik seperti transisi fase, lebih (atau kurang) panas harus

mengalir ke referensi untuk mempertahankan keduanya pada temperatur yang sama. Lebih atau

kurang panas yang harus mengalir ke sampel tergantung pada apakah proses ini eksotermik atau

endotermik.

Anda mungkin juga menyukai