Pemastian Mutu atau Quality Assurance (QA) adalah suatu yang penting bagi
perkembangan industri farmasi sehingga dapat menjaga setiap kualitas produk
yang dihasilkan, jika terjadi penyimpangan dalam produk dapat segera melakukan
perbaikan. Hal ini dilakukan untuk memastikan produk dalam keadaan baik sampai
ke tangan konsumen dan sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Departemen QA
dapat menentukan disposisi atau status dari produk, apakah produk tersebut
diterima, ditolak atau dikarantina. Untuk memastikan status dari produk atau
proses pada saat produksi dari tim QA akan melakukan investigasi untuk
mengetahui akar dari permasalahan sehingga dapat menentukan solusi dari masalah
tersebut. Dalam melakukan pengajain perlu didukung oleh dokumen-dokumen
acuan. Selama obat diproduksi, QA akan melakukan review batch record, proses
produksi, hingga pengemasan. Departemen QA akan melakukan analisis pada
dokumen yang mengintepretasikan hasil pengujian dari QC (Quality Control)
terkait dengan Bulk Product Worksheet (BPW), Finished Product Worksheet
(FPW), dan enviromental monitoring, menganalisa In Process Control Record yang
akan dikaji oleh manager QA untuk mendapatkan status “release” atau “reject”,
beberapa jobdesk / tugas dari QA yaitu :
1.1.1. Audit
Deviasi merupakan istilah dari penyimpangan atau kejadian diluar proses normal
terjadi pada suatu proses yang dilakukan oleh departemen tertentu. Adapun contoh
deviasi seperti adanya kerusakan pada mesin pada saat kegiatan produksi atau hasil
dari yield product tidak memenuhi persyaratan dari hasil teoritis, hal ini dapat
menyebabkan hasil produksi terjadi deviasi. Departemen yang mengalami deviasi
harus mengisi formulir deviasi dan melaporkan ke departemen QA melalui Quality
Information Form. Poin-poin yang terdapat dalam Quality Information Form antara
lain :
1) Departemen pelapor
2) Deskripsi deviasi
3) Remedial action (tindak perbaikan)
4) Risk assesment (diisi oleh QA)
Terdapat 2 kategori
Dari hasil Risk Assesment, selanjutnya deviasi akan diklasifikasikan menjadi beberapa
kategori deviasi. Menggunakan pendekatan tertentu yang mempertimbangkan
keparahan (severity); kemungkinan (probability); dan tingkat pendeteksian
(detectability) deviasi,
Dari hasil pengkajian form deviasi, departemen QA akan menetukan disposisi untuk
mengambil tindakan yang harus dilakukan. Dari deviasi tersebut kemudian harus
dibuat. Deviation Report yang memuat poin-poin sebagai berikut :
1) Deskripsi deviasi
2) Klasifikasi deviasi
3) Root case analysis
4) Investigation report
5) CAPA
Root Cause Analysis merupakan poin yang berisi analisis untuk mencari akar masalah
penyebab terjadinya deviasi. Root Cause Analysis dapat dilakukan dengan beberapa
pendekatan, seperti menggunakan fishbone diagram atau 5 why. Deviation Report
akan menghasilkan luaran berupa laporan CAPA (Corrective Action and Preventif
Action).
Corrective and Preventif Action (CAPA) merupakan sebuah tindakan yang dilakukan
dalam upaya perbaikan, menangani deviasi, dan tindakan dari pencegahan untuk agar
deviasi tidak terulang kembali. Adapun tujuan dari pembuatan CAPA yaitu untuk
meningkatkan kualitas, keamanan, dan mutu yang terjaga serta menjamin Quality
Management System terhadap persyaratan regulasi. Tindakan CAPA yang telah
dilakukan harus dipantau dan di evaluasi untuk menentukan efektifitas dari tindakan
yang telah dilakukan. CAPA dibuat sebagai respon dari terjadinya deviasi yang
ditemukan dari beberapa kegiatan antara lain yaitu :
Terdapat dua bagian penting dalam detail CAPA yaitu : 1) tindakan perbaikan dan
pencegahan ; 2) detail masalah harus dijelaskan dalam grafik “fish bone” atau “5 why
system”. H al ini dimaksudkan untuk mengetahui akar dari permasalahannya, jika
sudah didapat akar masalahnya maka akan lebih efektif dalam penyelesaian masalah.
Waktu dari penyelesaian CAPA report tergantung dari hasil temuan dan dari tingkat
keparahan deviasi yang ditimbulkan untuk menentukan termasuk dalam kategori
Minor, Major, atau Moderate. Untuk CAPA deviasi yang berpengaruh terhadap
kualitas produk, maka efektivitas CAPA harus dipantau terhadap 3 bets produksi
berturut-turut setelah kejadian deviasi. Sementara untuk CAPA deviasi yang tidak
berpengaruh terhadap kualitas produk, maka efektivitas CAPA harus dipantau selama
3 bulan setelah kejadian deviasi. Jika dalam rentang waktu yang telah ditetapkan
deviasi terulang kembali, maka dapat dikatakan bahwa CAPA tidak efektif dan harus
dilakukan investigasi dan penyusunan CAPA ulang. Adapun waktu penyelesaian dari
CAPA report yaitu berdasarkan tingkat keparahan deviasi antara lain :
Timeline penyelesaian
Tingkat Keparahan Deviasi
CAPA report
Critical 25 hari kerja
Major 35 hari kerja
Minor 40 hari kerja
Jika terdapat status Critical atau parah maka timeline menyelesaiannya lebih cepat
karena akan sangat berpengaruh ke produk, sehingga perlu segera diselesaikan.
Contoh adanya maintenance pada peralatan produksi harus segera mendapat
perbaikan atau pergantian part jika diperlukan.
Kinerja setiap pemasok harus dievaluasi, dimana waktu evaluasi dilakukan setiap 12
bulan. Evaluasi pemasok dibagi menjadi 3 kategori:
Jika kinerja pemasok selama satu tahun adalah excellent, maka pemasok termasuk
kedalam list Approved Supplier. Jika kinerja pemasok selama satu tahun adalah
adequate, QA manager dan Head of Quality/HoQ akan menginfokan ke pemasok
terkait hasil kinerja pemasok dan mengusulkan ke Purchasing Departement untuk
menginformasikan ke supplier terkait hasil evaluasi agar dilakukan perbaikan Jika
kinerja selama satu tahun adalah poor, QA manager dan Head of Quality akan
menginformasikan ke pemasok terkait hasil kinerja pemasok dan mengajukan ke
Purchasing Departemen untuk meninjau alternatif lain pemasok dan mengajukan
menghapus pemasok dari Approved Vendor List. Jika kinerja pemasok 5 tahun
berturut – turut hasilnya selalu excellent, pemasok harus dimasukkan ke dalam list
Preferred Supplier. Jika kinerja pemasok 10 tahun berturut – turut hasilnya selalu
excellent, pemasok dapat dimasukkan kedalam list Certified Supplier.
1.1.8. Pengkajian Mutu Produk (Product Quality Review)
Pengkajian terhadap mutu produk secara berkala untuk membuktikan konsistensi
proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan kemas dan obat jadi serta yang
didaftarkan ke BPOM, untuk melihat trend dan mengidentifikasi perbaikan yang
diperlukan untuk produk dan proses. PQR merupakan report tentang rangkuman data
produk yang diproduksi selama satu tahun. Laporan PQR dibuat setiap tahun. Untuk
produk ethical/generik/ekspor pembuatan PQR dijadikan satu report, dengan catatan
proses pembuatan, formula, spesifikasi dan mutu produk yang sama dan untuk produk
dengan variasi ukuran batch size, PQR dijadikan satu report, dengan catatan proses
pembuatan, formula, spesifikasi dan mutu produk yang sama. Laporan PQR dibuat
oleh QA pharmacist dan direview oleh QA manager, QC manager, validasi manager,
Production manager, Plant manager dan di-approved oleh Head of Quality (HOQ).
1.1.9. Manajemen Risiko Mutu (Quality Risk Management)
QRM (Quality Risk Management) merupakan analisis untuk menilai, mengendalikan,
mengkomunikasikan dan mengkaji risiko terhadap mutu obat sepanjang siklus
hidupnya. QA manager bertanggungjawab untuk mengembangkan SOP manajemen
risiko, selanjutnya dilakukan identifikasi risiko di tiap departemen, dan meeting
reguler untuk menganalisis dan mengkaji risiko yang teridentifikasi. Adapun tahapan
dari pelaksanaan QRM antara lain:
a. Risk identification (Identifikasi risiko), identifikasi risiko dapat dilakukan
berdasarkan produk yang diproduksi (Product based identification) atau
berdasarkan aktivitas yang dilaksanakan (Activity based identification).
b. Risk assessment (Penilaian risiko), risiko yang teridentifikasi kemudian dinilai
dan dikategorikan. Metode yang biasa digunakan untuk penilaian risiko adalah
FMEA (Failure Mode Effect Analysis). Metode FMEA dapat menilai risiko
secara kuantitatif. Dalam menilai risiko, metode FMEA mempertimbangkan 3
aspek, yaitu keparahan risiko (Severity); kemungkinan terjadinya risiko
(Occurrence / Probability); dan tingkat pendeteksian risiko (Detectability). Dari 3
aspek tersebut, FMEA akan menilai risiko melalui rumus RPN (Risk Priority
Number), yaitu :
RPN = S x O x D
Keterangan:
S = Severity (Keparahan)
O = Occurance (Besarnya kemungkinan / frekuensi kejadian)
D = Detection (Kemungkinan deviasi dapat segera dideteksi)
Produk akan diberikan status release dari QA manager yang sebelumnya perlu
melakukan tahapan verifikasi dimulai dari produk yang dikirim dari area pengemasan
ke area gudang pusat dengan diberikan status karantina. Dari departemen QA akan
memastikan bahwa keseluruhan proses, pengemasan, pengawasan mutu, prosedur
sesuai dengan spesifikasi. Tahapan selanjutnya yaitu pengumpulan dokumen mulai
dari dispensing, proses (pencampuran, pengisian, liofilisasi, sterilisasi), pengemasan,
pengujian fisikokimia, dan pengujian mikroorganisme. Jika semua data telah lengkap
sesuai dengan spesifikasi dari pengawsan mutu, no. batch akan di release. Jika ada
parameter di luar spesifikasi maka dilakukan investigasi, dan mengikuti SOP dari
investigasi OOS. Jika OOS telah dikonfirmasi maka investigasi dapat dilakukan. Jika
telah dikonfirmasi bahwa hasil luar spesifikasi maka produk akan di reject.