Anda di halaman 1dari 5

MASYARAKAT INDONESIA YANG SETIPE DENGAN ZAMAN PRA-AKSARA

Nama Suku Bangsa : SUKU POLAHI

Di zaman modern seperti sekarang saat ini masih ada kelompok masyarakat yangsetipe dengan
zaman purba dipedalaman hutan Boliyohato, Gorontalo. Hidup beberapa kelompok masyarakat
nomaden yang lebih di kenal dengan sebutan suku kolahi. Suku kolahi ini sangat tertinggal dari pada
suku yang masih dianggap primitive lainnya diIndonesia rata-rata suku primive yang lain setidaknnya
sudah mulai terbuka dengan kehidupan luar.

CIRI-CIRI KEHIDUPAN SUKU POLAHI:

1. Hidup berpindah-pindah dari satu hutan ke hutan lainnya.


2. Belum mengenal pakaian,agama, bahkan mereka tak mengenal hari.
3. Mereka hanya menghandalkan gubuk kecil beratap dedaunan tanpa dinding sebagai tempat
peristirahatan sementara.
4. Mengomsumsi dedaunan,umbi-umbian, dan akar rrotan sebagai makanan sehari-hari
5. Cara berpakaian memakai koteka sebagai penutup aurat.
6. Sistem perkawinannya, ysng menganut perkawinan sedarah dimana jika satu keluarga
memiliki anak laki-laki dan perempuan maka mereka otomatis akan dinikahkan dengan
saudaranya bahkan sang ibu bisa menikahi anak lelakinya, sang ayah bisa menikahi anak
perempuannya.
Tidak ada pilihan lain. Kalau di kampung banyak orang, di sini hanya kami. Jadi kawin saja dengan
saudara salah satu perempuan Suku Polahi yang ditemui di Hutan Humohulo, Pegunungan
Boliyohuto, Kecamatan Paguyaman, Kabupaten Boalemo Selain menikah dengan saudara
kandung sendiri suku ini juga masih belum mengenal adanya agama dan pendidikan. Walaupun
orang orang di Gorontalo mengetahui adanya suku Polahi namun mereka jarang sekali ditemukan,
hal ini dikarenakan suku Polahi ternyata sangat takut bertemu dengan orang asing yang tidak
dikenalnya. Beberapa puluh tahun lalu, keberadaan Polahi masih merupakan cerita mistis yang
penuh misteri. Paling banyak cerita mengenai suku ini datang dari para pencari rotan yang
mengambil rotan di Pengunungan Boliyohuto. Suku Polahi dianggap mempunyai ilmu kesaktian
bisa menghilang dari pandangan orang. Mereka dipercaya punya kemampuan berjalan dengan
sangat cepat, dan mampu hidup di tengah hutan belantara

Namun, beberapa tahun belakangan ada sebagian kelompok Polahi yang sudah bisa hidup
bersosial dengan warga lainnya, walaupun masih mempertahankan kebiasaan primitif mereka.

Salah satu kelompok yang bisa ditemui adalah keluarga Polahi yang hidup bermukim di pedalaman
Hutan Humohulo pengunungan Boliyohuto, Paguyaman. Akses menuju ke permukiman tersebut
tidaklah mudah. Butuh waktu jalan kaki selama sekitar delapan jam dari Dusun Pilomohuta, Desa
Bina Jaya, Kecamatan Paguyaman, Kabupaten Boalemo, untuk mencapai rumah keluarga Polahi
di sana.

Di Desa Bina Jaya sebenarnya ada 11 keluarga Polahi yang terdata. Namun, sejak kematian
Kepala Suku mereka, Baba Manio, sebulan yang lalu, keluarga ini lalu berpencar. Sebab bagi suku
Polahi, jika ada satu anggota keluarga yang meninggal, maka mereka semua harus meninggalkan
rumah dan permukimannya, lalu mencari permukiman baru.

Dulunya Polahi hidup sangat nomaden. Mencari lahan untuk ditanami, dan setelah itu berpindah ke
lahan yang baru. Nanti setelah waktu panen, baru mereka akan balik lagi. Nyaris mereka tidak
punya tempat tinggal tetap.

Namun, Polahi yang ditemui di pedalaman Hutan Humoholo sudah punya rumah tetap, walau
masih terlihat sangat sederhana. Hanya terbuat dari papan sisa hasil para perambah hutan dengan
atap dari daun kelapa dan daun rumbia.

Kini di hutan Humohulo ada sekeluarga Polahi yang merupakan keturunan Baba Manio yang kawin
dengan istrinya Mama Tanio, yang tidak lain adalah saudaranya sendiri. Mereka hidup di dua
rumah yang berbeda lokasi dengan jarak yang lumayan jauh.

Rumah pertama ditinggali Mama Tanio dengan anak mereka Babuta yang otomatis menjadi
pimpinan sekarang. Babuta memperistri Lanio yang tidak lain anak dari ayahnya dengan seorang
istri yang bernama Hasimah. Hasimah dengan keluarga lainnya tinggal di lokasi yang terpisah di
hutan Tumba.
Di rumah utama ini, hidup anak-anak Mama Tanio serta anak-anak dari Babuta. Sementara rumah
kedua ditinggali adik Mama Tanio yang hidup bersama anak lainnya dari Baba Manio yang
bernama Laiya yang punya dua istri kakak beradik.

Kawin-mawin sesama saudara bagi Polahi adalah hal wajar. Ayah kawin dengan anak
perempuannya, ibu kawin dengan anak laki-lakinya, serta kakak kawin dengan adiknya.

Keterisolasian mereka membuat praktik inses tersebut dianggap wajar. Polahi tidak mengenal
agama. Mereka hanya menganut paham agama tradisional, yang percaya kepada alam. Polahi
adalah warga yang termarginalkan dengan kebodohan mereka. Walau kini mereka sudah terbiasa
pakai baju, tetapi pendidikan nyaris tidak pernah mereka rasakan.

Dulu mereka tidak mengenal angka sama sekali. Tetapi sekarang karena sudah sering berinteraksi
dengan warga lain, mereka telah mengenal uang.

Pemerintah Gorontalo bukannya tidak pernah mencoba membawa mereka untuk hidup bersama
masyarakat lainnya. Sebuah lokasi dekat dengan permukiman warga di Dusun Pilomohuta pernah
dibangun. Ada sembilan Rumah Layak Huni yang dibangun oleh pemerintah. Tapi mereka
tinggalkan dan masuk hutan lagi.

mereka tidak bisa hidup di daerah panas. Tempat mereka adalah hutan. Alamlah yang memberi
mereka makan.

Pendekatan yang tidak memperhatikan karakter kehidupan Polahi membuat sembilan rumah di
lokasi Mahayani tersebut kosong, serta membuat Polahi terus termarginalkan.

jika pemerintah ingin merubah kehidupan mereka, seharusnya dengan tetap membiarkan mereka
bersama dengan alam dan hutan yang sudah menjadi bagian dari kehidupan Polahi.

Kondisi Polahi yang ditemui di Hutan Humohulo paling tidak sedikit menepis cerita mistis yang
melingkupi suku Polahi. Beberapa kebiasaan primitif memang masih menjadi bagian dari
kehidupan mereka. Namun, jika pendekatan yang tepat dilakukan, niscaya Polahi tidak lagi akan
menjadi warga yang termarginalkan.
NAMA ; ROBECCA. S,L.S

KELAS:X-A FARMASI

Anda mungkin juga menyukai