Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH PATOLOGI

“RUBELLA”

O L E H:

KELOMPOK XII

1. Demetris Cou (513 18 011 029)


2. Monika (515 18 011 241)
3. Nuraqidah (515 18 011 226)

(KELAS E KONVERSI)

Dosen Pengampu:

Ns. Hasrawati S.Kep., SKM., M.Kes

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MIPA
UNIVERSITAS PANCASAKTI MAKASSAR
2019

Makalah PATOLOGI tentang “RUBELLA” 1


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum. Wr. Wb.

Pertama-tama, kami panjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan

Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya, Makalah Patologi

dengan judul “Rubella” ini dapat kami selesaikan tepat pada waktunya.

Penyelesaian makalah ini tidak terlepas dari bantuan dan doa dari

keluarga, rekan, relasi, dan teman yang telah mendukung dan

meluangkan waktu untuk ikut berpartisipasi.

Kami memohon maaf yang sedalam-dalamnya apabila selama

menyelesaikan makalah ini telah melakukan kesalahan karena kami juga

tidak lepas dari kekhilafan dan kami menyadari bahwa makalah ini masih

jauh dari sempurna, oleh karena itu penyusun sangat mengharapkan kritik

dan saran yang bersifat membangun. Semoga makalah ini bermanfaat

bagi kita semua.

Atas perhatian, dukungan, bantuan, serta kerjasama dari pembaca

kami ucapkan terima kasih.

Wassalamualaikum. Wr. Wb.

Makassar, Januari 2019

Penyusun

Makalah PATOLOGI tentang “RUBELLA” ii


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................ i

KATA PENGANTAR ......................................................................... ii

DAFTAR ISI ....................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................. 5

C. Tujuan ................................................................................ 5

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................... 7

A. Pengertian Rubella ............................................................ 7

B. Etiologi Rubella .................................................................. 8

C. Patofisiologi Rubella .......................................................... 9

D. Tanda dan Gejala Rubella ................................................. 11

E. Pengendalian Rubella ........................................................ 13

F. Pencegahan Rubella.......................................................... 13

G. Pemberantasan Rubella .................................................... 16

H. Mendiagnosa Rubella ........................................................ 17

I. Komplikasi Rubella ............................................................ 18

J. Pengobatan Rubella .......................................................... 19

BAB III PENUTUP ............................................................................. 21

A. Kesimpulan ........................................................................ 21

B. Saran ................................................................................. 22

DAFTAR PUSTAKA

Makalah PATOLOGI tentang “RUBELLA” iii


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rubella merupakan salah satu penyakit menular yang dapat

dicegah dengan imunisasi. Penyakit ini ditandai dengan munculnya

ruam dan demam ringan atau yang mirip dengan gejala penyakit viral

lainnya seperti campak dan demam scarlet. Rubella juga muncul

dengan sedikit keluhan atau bahkan tanpa gejala (Darmadi, 1962).

Rubella lebih sering muncul pada orang dewasa dibandingkan pada

anak-anak. Pada orang dewasa, 70% kasus infeksi Rubella

menyebabkan terjadinya artritis atau atralgi dan nyeri sendi (WPRO,

2012).

Infeksi Rubella pada anak sering dianggap penyakit ringan,

namun apabila virus Rubella menginfeksi ibu hamil pada usia

kehamilan kurang dari 20 minggu dapat menyebabkan masalah yang

serius. Masalah yang serius yang dapat terjadi seperti keguguran dan

sindrom kongenital rubella (SRK). Pada trimester pertama kehamilan

merupakan masa-masa dimana terjadi proses proses pembentukan

jaringan organ-organ yang dikandung sehingga rentan untuk terjadi

kelainan apabila ada infeksi. Wanita hamil yang terinfeksi Rubella

pada usia kehamilan tersebut, 90% akan menyebabkan terjadinya

abortus, bayi lahir mati, prematur dan cacat apabila bayi tetap hidup

(WPRO, 2012).

Makalah PATOLOGI tentang “RUBELLA” 1


Sejak ditemukan pada abad ke 18, Rubella menjadi penyakit

yang minim perhatian karena dianggap tidak menimbulkan masalah

yang serius. Kemudian pada tahun 1941 peneliti asal Australia,

Michael Greg, menemukan hubungan antara infeksi Rubella pada awal

kehamilan dengan kejadian katarak pada bayi baru lahir (Bennet et al,

2014). Sejak awal abad ke 19 Rubella pun menjadi epidemik di Eropa

dan Amerika Serikat. Di Eropa, negara-negara yang melaporkan

kasus Rubella bertambah dari 8 negara pada tahun 1970an menjadi 24

negara atau 75% dari negara-negara di Eropa. Dimana 13 negara

(41%) dari 24 negara tersebut melaporkan kasus sindrom kongenital

rubella (SRK) (Galazka, 1991).

Sementara di Amerika Serikat, sebelum adanya vaksin

Rubella pada tahun 1969, kasus Rubella meningkat setiap 6-9 tahun

terutama di musim dingin dan awal musim semi. Kasus Rubella

diestimasikan sebanyak 12.500.000 kasus yang muncul selama musim

dingin dan musim semi dan 10.000 kasus mengakibatkan keguguran

pada ibu hamil dan 20.000 kasus menghasilkan bayi yang lahir

dengan kelainan bawaan. Setelah adanya vaksinasi di Amerika Serikat

tahun 1969, dilaporkan tidak ada epidemik Rubella disana sampai

muncul kembali tahun 1990 pada usia muda (Herrmann, 1991).

Setelah tersedia vaksin untuk Rubella, terjadi penurunan kasus

di negara- negara maju seperti Eropa. Hal ini didukung dengan

komitmen untuk mengeliminasi Rubella dan CRS di Eropa pada tahun

Makalah PATOLOGI tentang “RUBELLA” 2


2010. Data WHO tahun 2010 menyebutkan kasus Rubella yang

dilaporkan berkurang 98% dari 621.030 kasus di tahun 2000 menjadi

11,623 kasus di tahun 2009. Begitupun dengan Amerika Serikat

dimana penurunan kasusnya hampir 100% di tahun 2009 (CDC, 2010).

Hal yang bertolak belakang terlihat pada negara berkembang

seperti di Afrika dimana laporan kasus Rubella meningkat 20 kali lipat

dari 865 kasus di tahun 2000 menjadi 17.208 kasus di tahun 2009. Hal

yang sama terlihat di wilayah Asia Tenggara dimana laporan kasus

meningkat 14 kali lipat dari 1.165 kasus menjadi 17.208 kasus (CDC,

2010). Ahli dari Eropa mempercayai bahwa masih banyak kasus

Rubella di daerah tersebut disebabkan karena kasus-kasus yang tidak

terlaporkan (WPRO, 2012). Selain itu diakibatkan karena 20-50%

infeksi rubella tidak menimbulkan ruam sehingga banyak kasus yang

tidak terlaporkan (CDC, 2010).

Asia Tenggara kemudian diperkirakan menjadi salah satu dari

negara yang memiliki beban CRS tertinggi yaitu mendekati 48%

(Gadallah et al., 2014). Data WHO menunjukkan bahwa pada tahun

2015 di Asia Tenggara terjadi penurunan kasus Rubella dari 9,415

kasus menjadi 4.359 kasus. Namun, terjadi peningkatan angka

Sindrom Kongenital Rubella dari 86 kasus menjadi 139 kasus (WHO,

2016).

Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan 110.000 kasus

sindrom kongenital rubella muncul setiap tahun di negara berkembang.

Makalah PATOLOGI tentang “RUBELLA” 3


Hal ini menjadikan rubella sebagai penyebab utama kelainan bawaan

yang dapat dicegah. Salah satu cara untuk mencegah Rubella adalah

dengan vaksinasi. Vaksinasi bertujuan untuk mengurangi kemunculan

SRK. Menurut Data WHO, pada Desember 2010 terdapat 131 negara

yang memberikan Rubella-Containing-Vaccines (RCVs) pada

imunisasi rutin dalam bentuk MR atau MMR (WHO, 2012). Negara-

negara maju seperti di Eropa dan Amerika telah memiliki komitmen

untuk mengeliminasi Rubella dengan memasukkan vaksin rubella

(RCV) pada imunisasi rutin dan terlihat penurunan kasus seperti yang

sudah dipaparkan di atas.

Negara-negara berkembang seharusnya tidak boleh melewatkan

kesempatan untuk mencegah Rubella dengan memberikan vaksin

Rubella (WHO, 2012). Cakupan imunisasi rubella yang rendah akan

berdampak pada peningkatan sirkulasi virus, dimana rata-rata

populasi berisiko akan meningkat dari usia anak-anak ke usia subur.

Jika program vaksinasi pada anak-anak tidak mencapai batas

kekebalan hingga 80%, maka akan terjadi peningkatan sindrom

kongenital rubella secara paradoks karena adanya sirkulasi virus dan

akumulasi dari orang dewasa wanita yang rentang. Di Indonesia, pada

tahun 2013 diperkirakan terdapat 2767 kasus Kongenital Rubella

Syndrome. Jumlah kasus Rubella di Indonesia pada tahun 2010-2015

mencapai 30.463 kasus dengan insiden CRS 0,2 per 1000 kelahiran

Makalah PATOLOGI tentang “RUBELLA” 4


hidup. Jenis kelainan yang diderita sebanyak 79,5% adalah kelainan

jantung bawaan dan 31,1% adalah ketulian (Kemenkes, 2017).

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang di maksud dengan penyakit rubella?

2. Bagaimana etiologi dari rubella?

3. Bagaimana patologi dari rubella?

4. Apa saja tanda dan gejala dari rubella?

5. Bagaimana pengendalian Rubella?

6. Bagaimana pencegahan Rubella?

7. Bagaimana pemberantasan Rubella?

8. Bagaimana mendiagnosa Rubella?

9. Jelaskan mengenai komplikasi Rubella!

10. Bagaimana pengobatan Rubella?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan rubella

2. Untuk mengetahui etiologi dari rubella

3. Agar dapat memahami bagaimana patologi rubella

4. Untuk mengetahui tanda dan gejala rubella

5. Untuk mengetahui cara pengendalian rubella

6. Untuk mengetahui pencegahan rubella

7. Untuk memahami pemberantasan rubella

8. Agar mengetahui cara mengdiagnosa rubella

Makalah PATOLOGI tentang “RUBELLA” 5


9. Untuk mengetahui komplikasi rubella

10. Untuk mengetahui cara pengobatan rubella

Makalah PATOLOGI tentang “RUBELLA” 6


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Rubella

Rubella dalam dunia kedokteran indonesia biasa diartikan

sebagai campak jerman, penyakit ini disebabkan oleh virus bernama

rubella. Mesti secara klinis mirip dengan campak biasa, namun

sebenarnya penyakit ini sangat berbeda, bila penyakit campak biasa

tergolong penyakit infeksi saluran napas, dimana virus ini measles

hanya menyerang saluran pernapasan, walau terkadang

manifestasinya juga bisa menyerang bagian saraf, justru campak

rubella dapat menyerang bagian saraf atau otak yang kemudian

manifestasinya baru kebagian kulit ditandai dengan timbul bercak

merah seperti campak biasa (Iswandi, 2008).

Rubella adalah penyakit infeksi akut oleh virus yang di tandai

dengan demam ringan dan bintik dan berkas merah pada seluruh

badan mirip dengan campak. Congenital rubella syndrome terjadi pada

kehamilan trimester ke tiga yang dapat menyebabkan cataract,

microphtalmia, microcephaly, mental retardation. hepatomegaly,

glaucoma, kelainan pada katup jantung dan tulang. Perlu di lakukan

diferesial diagnosis dengan measles dan erisepalas. Distribusi penyakit

dan prevalensi penyakit tersebar diseluruh dunia dan bersifat endemis.

Makalah PATOLOGI tentang “RUBELLA” 7


Rubella berbeda dengan (campak rubeola), meskipun kedua

penyakit ini cenderung memiliki karakteristik yang sama seperti ruam

merah yang khas. Rubella di sebabkan oleh virus yang berbeda dari

campak dan tidak separah campak. Rubella yang mengenai ibu hamil

terutama pada trimester pertama dapat mengakibatkan komplikasi

serius pada janin seperti kecacatan lahir bahkan kematian janin.

Rubella pada saat hamil juga menjadi penyebab paling umum dari tuli

kongenital. Virus rubella memiliki waktu inkubasi 3 sampai dengan 5

hari. 1-7 hari biasanya 1-3 hari dan ada juga yang memakan waktu 2-

3 minggu, atau 14-17 hari kisaran antara 14-21 hari.

B. Etiologi Rubella

Infeksi terjadi melalui mukosa saluran pernapasan bagian atas.

Hanya sedikit yang diketahui mengenai peristiwa yang terjadi selama

minggu ke-2 hingga ke-3 masa inkubasi. Replikasi virus mula-mula

mungkin terjadi dalam saluran pernapasan, diikuti dengan

perkembangbiakan dalam kelenjar getah bening servikal. Viremia

timbul setelah 5-7 hari dan berlangsung hingga timbul antibodi pada

sekitar hari ke-13 hingga ke-15. Timbulnya antibodi berbarengan

dengan timbulnya ruam, hal ini menunjukkan adanya dasar imunologik

untuk ruam.Viremia mencapai puncaknya tepat sebelum timbul erupsi

di kulit.

Setelah timbulnya ruam, virus hanya dapat tetap dideteksi dalam

nasofaring, dimana virus dapat menetap selama beberapa minggu.

Makalah PATOLOGI tentang “RUBELLA” 8


Pada sekitar 25% kasus, infeksi primer bersifat subklinik. Di nasofaring

virus tetap ada sampai 6 hari setelah timbulnya erupsi dan kadang-

kadang lebih lama. Selain dari darah dan sekret rasofaring, virus rubela

telah diisolasi dari kelenjar getah bening, urin, cairan serebrospinal.

ASI, cairan sinovial dan paru-paru.

Penularan terjadi melalui oral droplet, dan nasofaring, atau rate

pernafasan Selanjutnya virus rubela memasuki aliran darah. Namun

terjadinya erupsi di kulit belum diketahui patogenesisnya. Penularan

dapat terjadi biasanya dari 7 hari sebelum hingga 5 hari sesudah

timbulnya erupsi. Daya tular tertinggi terjadi pada akhir masa inkubasi,

kemudian menurun dengan cepat, dan berlangsung hingga

menghilangnya erupsi. Ruam pada rubella biasanya bertahan selama 3

hari. Kelenjar getah bening akan tetap bengkak selama 1 minggu atau

lebih dan nyeri sendi dapat bertahan lebih dari 2 minggu. Waktu

inkubasi rubella adalah 14-23 hari dengan rata-rata 16-18 hari, artinya

mungkin seseorang anak yang terinfeksi rubella baru menunjukkan

gejalanya setelah 2-3 minggu kemudian.

C. Patofisiologi Rubella

Virus campak ditularkan lewat infeksi droplet udara, menempel

dan berkembangbiak. Infeksi mulai saat orang yang rentan menghirup

percikan mengandung virus dari secret nasofaring pasien campak. Di

tempat masuk kuman, terjadi periode pendek perbanyakan virus

local dan penyebaran terbatas, diikuti oleh viremia primer singkat

Makalah PATOLOGI tentang “RUBELLA” 9


bertiter rendah, yang memberikan kesempatan kepada agen untuk

menyebar ketempat lain, tempat virus secara aktif memperbanyak diri

di jaringan limfoid. Viremia sekunder yang memanjang terjadi,

berkaitan dengan awitan prodromal klinis dan perluasan virus. Sejak

saat itu (kira-kira 9 sampai 10 hari setelah terinfeksi) sampai

permulaan keluarnya ruam, virus dapat dideteksi di seluruh tubuh,

terutama di traktus respiraturius dan jaringan limfoid.

Virus juga dapat ditemukan di secret nasofaring, urine, dan darah.

Pasien paling mungkin menularkan pada orang lain dalam periode 5

sampai 6 hari. Dengan mulainya awitan ruam (kira-kira 14 hari setelah

infeksi awal), perbanyakan virus berkurang dan pada 16 hari sulit

menemukan virus, kecuali di urine, tempat virus bisa menetap selama

beberapa hari lagi. Insiden bersamaan dengan munculnya eksantema

adalah deteksi antibody campak yang beredar dalam serum yang

ditemukan pada hampir 100% pasien dihari ke dua timbulnya ruam.

Perbaikan gejala klinis dimulai saat ini, kecuali pada beberapa pasien,

dimulai beberapa hari kemudian karena penyakit sekunder yang

disebabkan oleh bakteri yang bermigrasi melintasi barisan sel epitel

traktus respiraturius. Terjadi sinusitis, otitis media, bronkopneumonia

sekunder akibat hilangnya pertahanan normal setempat.

Sebanyak 10% pasien memperlihatkan pleositosis dalam cairan

serebrospinalis dan 50% memperlihatkan kelainan elektroensefalografi

dipuncak serangan penyakit. Namun, hanya 0,1% yang

Makalah PATOLOGI tentang “RUBELLA” 10


memperlihatkan gejala dan tanda ensefalomielitis. Beberapa hari

setelah serangan akut, terlihat kelainan system saraf pusat, saat serum

antibody berlimpah dan virus menular tidak lagi dapat dideteksi.hal ini

diperkirakan ensefalitik autoimun. Pada pasien SSPE, hilangnya virus

campak dari system saraf pusat beberapa tahun kemudian setelah

infeksi campak primer menekankan perlunya penjelasan lebih lanjut

tentang interaksi virus dengan system saraf pusat, baik secara akut

maupun kronis. SSPE bisa disebut sebagai ensefalitis virus campak

lambat.

Seorang wanita yang pernah menderita campak atau pernah

mendapatkan imunisasi campak akan meneruskan daya imunitasnya

pada bayi yang dikandungnya. Kekebalan ini akan bertahan

selama satu tahun pertama setelah anak dilahirkan. Oleh karena itu,

jarang sekali kita jumpai bayi (khususnya yang berusia dibwah 5

bulan) yang menderita campak. Seseorang yang pernah menderita

campak akan menjadi kebal seumur hidupnya.

D. Tanda dan Gejala Rubella

Adapun tanda dan gejala rubella yang timbul adalah sebagai berikut:

1. Pembengkakan pada kelenjar getah bening

2. Demam di atas 38o C

3. Mata terasa nyeri

4. Muncul bintik-bintik merah di seluruh tubuh

5. Kulit kering

Makalah PATOLOGI tentang “RUBELLA” 11


6. Sakit pada persendian

7. Sakit kepala

8. Hilang nafsu makan

9. Wajah pucat dan lemas

10. Terkadang di sertai dengan pilek

Gejala rubella terutama pada anak-anak seringkali sangat ringan

sehingga sulit untuk di identifikasikan. Jika memang tanda dan gejala

terjadi, umunya baru akan muncul antara 2 atau 3 minggu setelah

terpapar virus. Gejala-gejala umum dari rubella antara lain:

1. Ruam merah (di mulai dari wajah lalu menjalar ke leher dan

ekstremitas kaki dan tangan yang berlangsung sekitar 3 hari)

2. Demam ringan 38,9o C atau lebih rendah

3. Pembesaran kelenjar getah bening (di dasar tengkorak, bagian

belakang leher dan belakang telinga).

4. Mata merah

5. Hidung tersumbat atau meler

6. Nyeri sendi terutama pada wanita muda

7. Sakit kepala

Gejala rubella bisa berbeda-beda pada tiap orang dan gejalanya

juga mirip dengan gejala penyakit atau kondisi kesehatan lain. Anak

yang mengalami rubella pertama kali datang dengan ruam

eritematosa, makulopapular dan pruritik yang di mulai pada wajah dan

menyebar ke ekstremitas. Ruam biasanya berlangsung selama 3 hari,

Makalah PATOLOGI tentang “RUBELLA” 12


dengan bagian yang pertama kali bersih adalah wajah. Orang dewasa

dapat datang dengan gejala prodromal (demam, malaise, batuk, nyeri

tenggorokan dan limfadenopati). Beberapa hari sebelum timbul ruam,

limfadenopati berlangsung sekitar 1 minggu dan paling menonjol pada

aurikular posterior, suboksipital dan rantai servikal posterior. Artralgian

dan asrtritis yang jarang terjadi pada anak, lebih sering terjadi pada

remaja dan orang dewasa terutama perempuan.

E. Pengendalian Rubella

Pengendalian rubella yaitu dengan menambahkan imunisasi

rubella ke dalam imunisasi rutin nasional dalam bentuk vaksin

kombinasi dengan campak (Measles Rubella/MR) yang dengan di

dahului oleh imunisasi tambahan MR pada tahun 2017. Untuk

memastikan seluruh kegiatan tersebut berjalan dengan baik dan

sesuai rencana di butuhkan tim yang terdiri dari pemerintah, para ahli,

stakeholder dan lintas sektor terkait yang berperan aktif mulai dari

tahap persiapan, pelaksanaan sampai pemantauan dan evaluasi

seluruh rangkaian kegiatan.

F. Pencegahan Rubella

Imunisasi MMR pada usia 12 bulan dan 4 tahun. Vaksin rubella

merupakan bagian dari imunisasi rutin pada masa kanak-kanak.

Vaksin MMR di berikan pada usia 12-15 bulan, dosis kedua di berikan

pada usia 4-6 tahun. Wanita usia subur bisa menjalani pemeriksaan

Makalah PATOLOGI tentang “RUBELLA” 13


serologi untuk rubella. Jika tidak memiliki antibodi, di berikan imunisasi

dan baru boleh hamil 3 bulan setelah penyuntikkan. Vaksin sebaiknya

tidak di berikan ketika ibu sedang hamil atau kepada orang yang

mengalami gangguan sistem kekebalan akibat kanker, terapi

kortikosteroid maupun terapi penyinaran.

Vaksin campak, gondong dan rubella (MMR) merupakan

kombinasi vaksin yang berfungsi melindungi anak-anak dari serangan

tiga virus ini. Vaksin MMR efektif memberikan kekebalan pada

kebanyakkan orang dan orang yang sudah terkena rubella biasanya

akan kebal seumur hidupnya. Vaksin MMR yang pertama biasanya di

berikan pada saat anak berusia 12 bulan, vaksin ke dua di berikan saat

usia 4-6 tahun. Walaupun sebenarnya vaksin ke dua sudah bisa di

berikan setelah 28 hari sejak pemberian vaksin pertama, meskipun

belum berusia 4 tahun.

Perawatan pencegahan terdiri dari regimen vaksin dua dosis

(bagian dari vaksin MMR campak (measles) parotitis Imumps) rubella).

Vaksin rubella adalah vaksin yang hidup dan di lemahkan dan di

kontraindikasikan pada kehamilan. Tata laksana infeksi rubella

biasanya terdiri dari perawatan suportif karena rubella biasanya

bersifat ringan dan swasirna. Obat anti-inflamasi nonsteroid (OAINS)

efektif untuk pasien dengan artralgia.

Profilaksis pascapajana untuk perempuan yang terpajan pada

awal kehamilan yang tidak menginginkan terminasi kehamilan terdiri

Makalah PATOLOGI tentang “RUBELLA” 14


dari imunoglobulin intramuskular (20Ml). Konsultasi dengan spesialis

penyakit obstetric atau infeksi (atau keduanya) di anjurkan. Pemberian

imunoglobulin dalam waktu 72 jam setelah pajanan paling efektif

dalam mencegah infeksi. Tidak ada pengobatan yang efektif untuk

infeksi selama kehamilan atau untuk bayi dengan CRS. Isolasi kontak

harus di lakukan untuk setiap bayi untuk kecurigaan CRS.

1. Usaha-usaha pencegahan:

a. Imunisasi aktif

b. Pemberian immuneglobulin (IG) pada wanita hamil setiap

trimester kehamilan

2. Kontrol/terapi:

a. Medikamentosa

b. Simtomatis

3. Pencegahan rubella juga dapat di lakukan dengan:

a. Melakukan penyuluhan kepada masyarakat umum mengenai

cara penularan dan pentingnya imunisasi rubella.

b. Berikan dosis tunggal vaksin hidup, yaitu vaksin virus rubella

yang di lemahkan Irubella Virus Vaccine, Live), dosis tunggal ini

memberikan respon antibodi yang signifikan yaitu kira-kira 98-

99% dari orang yang rentan.

c. Vaksin ini di kemas dalam bentuk kering dan sesudah di

larutkan harus di simpan dalam suhu 2-80C (35,60-46,40F) atau

Makalah PATOLOGI tentang “RUBELLA” 15


pada suhu yang lebih dingin dan di lindungi dari sinar mata hari

agar tetap poten.

d. Jika di ketahui adanya infeksi alamia pada awal kehamilan,

tindakan aborsi sebaiknya di pertimbangkan karena resiko

terjadinya cacat pada janin sangat tinggi.

e. IG yang di berikan sesudah pajanan pada awal masa kehamilan

mungkin tidak melindungi terhadap terjadinya infeksi atau

viremia, tetapi mungkin bisa mengurangi gejala klinis yang

timbul.

G. Pemberantasan Rubella

1. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar

a. Laporan kepada putugas kesehatan setempat

b. Isolasi, Di anjurkan selama di isolasi sekurang-kurangnya 4 hari

setelah gejala bintik-bintik merah muncul.

c. Disinfeksi serentak: tidak di lakukan

d. Karantina, Tidak di lakukan

e. Imunisasi kontak, Pemberian imunisasi selama tidak ada

kontraindikasi (kecuali selama kehamilan) tidak mencegah

infeksi atau kesakitan.

f. Infestigasi kontak dari sumber infeksi, lakukan infestigasi dan

identifikasi wanita hamil yang kontak dengan penderita,

terutama wanita hamil pada trimester pertama.

g. Pengobatan spesifik: tidak ada

Makalah PATOLOGI tentang “RUBELLA” 16


2. Penanggulangan wabah

a. Untuk menanggulangi KLB rubella, laporkan segera seluruh

penderita dan tersangka rubella dan seluruh kontak dan mereka

yang masih rentan di beri imunisasi.

b. Petugas dan praktisi kesehatan serta masyarakat umum

sebaiknya di beri informasi tentang adanya KLB rubella agar

dapat mengidentifikasikan dan melindungi wanita hamil yang

rentan.

H. Mendiagnosa Rubella

Ruam rubella bisa mirip dengan ruam penyakit akibat virus

lainnya. Jadi selain dengan mempelajari riwayat medis dan

pemeriksaan fisik lengkap, penegakkan diagnosa rubella akan di

tunjang dengan kultar tenggorokan dan tes darah. Yang mana hal ini

dapat mendeteksi keberadaan berbagai jenis antibodi rubella dalam

darah. Antibodi ini akan menjukkan apakah seseorang sedang atau

pernah menggalami rubella atau pernah di vaksinasi rubella.

Kadar imonoglobulin M (IgM) serum dan IgG serum akut serta

konvalesen biasanya mengkonfirmasi diagnosis virus rubella dapat di

kultur dari apusan nasofaring atau faring, urin, darah dan cairan

serebrospinal. Pemberitahuan pada petugas laboratorium tentang

kemungkinan infeksi rubella dapat meningkatkan sensitivitas kultur.

Makalah PATOLOGI tentang “RUBELLA” 17


I. Komplikasi Rubella

Komplikasi rubella adalah arthritis (radang sendi) dan neuritis

(radang syaraf), tetapi yang paling serius adalah jika virus rubella

menginfeksi ibu yang sedang hamil karena dapat merusak janin

dalam kandungan ibu. Sekitar 90% bayi yang di lahirkan dari ibu yang

mengidap rubella selama trimester pertama kehamilan

mengembangkan sindrom rubella bawaan. Adapun efek samping

rubella terhadap kehamilan dan janin, antara lain:

1. Pengaruh Rubella Terhadap Kehamilan

Infeksi rubella berbahaya bila terjadi pada wanita hamil muda,

karena dapat menyebabkan kelainan pada bayinya. Jika infeksi

terjadi pada bulan pertama kehamilan, maka resiko terjadinya

kelainan adalah 50%, sedangkan jika infeksi terjadi trimester

pertama maka resikonya menjadi 25% (menurut America College

Obstrician and gynecologis, 1981). Rubella dapat menimbulkan

abortus, anomaly congenital dan infeksi pada neonates

(Konjungtivitis, engefalibis, vesikulutis, kutis, ikterus dan konvuisi)

2. Pengaruh rubella pada janin

Rubella dapat meningkatkan angka kematian perinatal dan

sering menyebabkan cacat bawaan pada janin. sering dijumpai

apabila infeksi dijumpai pada kehamilan trimester I (30 – 50%).

Anggota tubuh anak yang bisa menderita karena rubella:

a. Mata (katarak, glaucoma, mikroftalmia)

Makalah PATOLOGI tentang “RUBELLA” 18


b. Jantung (duktus arteriosus persisten, stenosis fulmonalis,

septum terbuka)

c. Alat pendengaran (tuli)

d. Susunan syaraf pusat (meningoesefalitis, kebodohan)

Dapat pula terjadi hambatan pertumbuhan intra uterin.

kelainan hematologgik (termasuk trombositopenia dan anemia),

hepotosplenomegalia dan ikterus, pneumonitis interfisialis kronika

difusa dan kelainan kromosom. Selain itu bayi dengan rubella

bawaan selama beberapa bulan merupakan sumber infeksi bagi

anak-anak dan orang dewasa lain.

J. Pengobatan Rubella

1. Sebenarnya tidak ada pengobatan yang spesifik. Antibiotik untuk

anti radang.

2. Bila batuk/pilek bisa diberi obat batuk/pilek, bila demam diberi obat

turun panas.

3. Bila disertai diare, sebaiknya diberi obat diare untuk mengatasinya.

4. Beri asupan gizi yang baik pada anak, beri air minum yang

banyak untuk mencegah dehidrasi, beri vitamin untuk

mengembalikan daya tahan tubuh.

5. Bisa ditambahkan dengan memberi air 'kelapa ijo' untuk

kesembuhan ruamnya.

6. Istirahat/diisolasi di rumah, u n tuk jaga kondisi tubuh dan

menghindari penularan ke anak yang lain.

Makalah PATOLOGI tentang “RUBELLA” 19


7. Mengolesi ruam kulit dengan bedak cair/dingin (bedak bubuk

biasanya malah membuat kulit jadi kering sehingga semakin gatal).

Makalah PATOLOGI tentang “RUBELLA” 20


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Rubella (juga disebut Campak Jerman) adalah infeksi virus

yang sangat menular yang biasa diderita oleh anak-anak, tetapi juga

menjangkiti remaja dan orang dewasa. Mungkin tidak ada gejala

yang muncul atau umumnya berupa sedikit demam, pembengkakan

kelenjar, nyeri pada persendian dan kulit kemerahan pada wajah dan

leher yang berlangsung selama dua atau tiga hari. Kesembuhan

selalu cepat dan komplet. Infeksi rubella itu paling berbahaya pada

20 minggu pertama kehamilan. Akibatnya, bayi dapat lahir dengan

keadaan tuli, buta, cacat jantung, dan kelainan intelektual. Kondisi ini

dikenal dengan Sindrom Rubella Bawaan (Congenital Rubella

Syndrome – CRS).

Gejala rubella biasanya perlu waktu sekitar dua minggu untuk

berkembang dan orang mungkin tidak menyadari bahwa mereka sudah

terkena penyakit ini. Selama waktu ini, mereka mungkin menyebarkan

penyakit ini kepada orang lain termasuk wanita yang hamil muda yang

tidak memiliki kekebalan. Usia kehamilan muda adalah masa ketika

bayi yang belum lahir itu mempunyai risiko paling tinggi.

Cara pencegahan yang paling efektif adalah dengan pemberian

imunisasi. Saat ini imunisasi yang dapat diberikan untuk mencegah

rubella adalah dengan pemberian vaksin/imunisasi MMR (Measles,

Makalah PATOLOGI tentang “RUBELLA” 21


Mumps, Rubella). Untuk Ibu hamil ada vaksin TORCH (Toxoplasma

Rubella Cytomegalovirus/CMV Herpessimplex).

B. Saran

Rubella adalah penyakit yang berbahaya untuk itu di harapkan

kepada pemerintah agar tidak terjadi KLB rubella maka harus ada

tindakan-tindakan pencegahan yang harus di lakukan sebelum

terjadinya wabah dan dapat merugikan banyak masyarakat.

Makalah PATOLOGI tentang “RUBELLA” 22


DAFTAR PUSTAKA

Bennet, J. E, et al. 2014. Mandel, Doughlas, and Benneett’s Principles


and Practice of Infectious Disease. Philadelphia: Elvesier Saunders

CDC. 2010. Progress Toward Control of Rubella and Prevention of


Congenita Rubella Syndrome – Worldwide 2009. MMWR Morbidity
and Mortality Weekly Report (Vol. 59)

Chandra, B. 2012. Kontrol Penyakit Menular. Buku Kedokteran EGC:


Jakarta.

Darmadi, S. 1962. Telaah pustaka gejala rubella bawaan (Kongenital)


berdasarkan pemeriksaan serologis dan Rna Virus (Congenital
Rubella Syndrom Based on Serologic and RNA Virus Examination)

Galazka. 1991. Rubella in Europa. Epidemiology and infection, 107.


Terdapat pada http://doi.org/10.1017/S0950268800048664. Diakses
pada tanggal 10 Januari 2019.

Hisnindarsyah. 2012. Kamus Kedokteran. Oscar Publisher: Jakarta.

Kemenkes RI, 2017. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementrian


Kesehatan RI.

WHO. 2016. Global And Regional Immunization Profile South – East Asia
Region.

Makalah PATOLOGI tentang “RUBELLA” 23

Anda mungkin juga menyukai