Anda di halaman 1dari 4

OUTLINE GELAR WICARA

TEMA
POLITIK IDENTITAS DAN TANTANGAN DEMOKRASI
DALAM BINGKAI NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
(Mengupas Permasalahan Nasional Untuk Menjaga Keberlangsungan
Politik Lokal di Kota Bengkulu)

Stasiun
TVRI atau BE TV

Sinopsis
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan identitas sebagai ciri-ciri atau
keadaan khusus seseorang; jati diri. Sementara dalam bahasa Inggris identitas dinyatakan
dengan identity, dimana kamus Oxford mendefinisikannya sebagai the fact of being who or
what a person or thing is, yang artian bebasanya adalah fakta-fakta yang melekat pada
seseorang, sehingga dia dapat dibedakan dengan manusia lainnya. Mengutip pernyataan
Mundiri (2001) bahwa identitas mencakup persamaan-persamaan yang ada pada banyak
individu, atau secara sederhananya disebut sebagai penggolongan, dimana di contohkan
seperti manusia berkulit putih, orang melayu, muslim dll.
Mark Beeson (2004) menjelaskan bahwa secara tradisional, jauh sebelum masuk era
modern, Asia Tenggara khususnya Indonesia merupakan suatu kawasan yang paling beragam
suku bangsanya, dibandingkan dengan kawasan manapun di dunia. Salah satu bukti
keberagaman ini dapat kita lihat dengan bahasa yang digunakan sehari-hari oleh orang-
orang di Indonesia. Dalam laporan BPS tahun 2010, di Indonesia ditemukan sebanyak 1.211
bahasa daerah, yang mana hal ini menandakan bahwa Indonesia merupakan negara yang
memiliki keberagaman di dalamnya.
Aristoteles sebagai seorang filsuf adalah orang yang pertama kali memperkenalkan
politik dengan konsepnya zoon politikon (makhluk sosial) mengungkapkan bahwa hubungan
atau interaksi sosial antara dua orang atau lebih pasti melibatkan hubungan politik.
Aristoteles melihat politik sebagai kecenderungan alami yang tidak bisa dihindari manusia.
Selaras dengan adagium politik yang sekiranya relevan dan kontekstual dengan realitas
manusia sebagai insan politik, “binatang yang berpolitik adalah manusia, sedang manusia
yang tidak berpolitik adalah binatang.”
Machiavelli seorang filsuf politik, dimana memproduksi sebuah pemikiran yang sangat
bengal. Dengan karya bukunya “Sang Pangeran”, menjadi buku wajib para diktator politik.
Pemikiran beliau dalam bukunya sangat realistis dan jujur dalam membedah politik. Bahkan
pemikiran yang mencegangkan adalah mengenai agama yang tidak penting dalam politik,
kecuali dapat dikonversikan untuk mendapatkan kekuasaan dan melenggangkan kekuasaan.
Konsep tersebut pada hari ini menjadi landasan teoritis dari konsepsi politik identitas dalam
tradisi politik modern yang banyak digunakan sebagai mindset dan strategi perpolitikan kita.

Izuldoc2018
Politik identitas yang mencuat akhir-akhir ini merupakan basis konstruksi perlawanan
kaum tradisional terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dimana konsepsi
berbangsa dan bernegara tidak dibatasi patok (border). Sehingga tumbuhnya politik
identitas merupakan antitesis dari konsep dunia yang tanpa batas, seperti kuatnya unsur
kedaerahan, persamaan agama, suku, budaya, bahkan warna kulit dan gender. Melihat
kondisi politik kita hari ini, dengan tumbuhnya isu sara yang dijadikan komoditas politik para
elit, hanya untuk kepentingan sesaat, membuat kita mundur terbelakang dalam dinamika
demokrasi saat ini.
Pemilihan Presiden Indonesia pada tahun 2014 menyisahkan cerita unik demokrasi kita,
sepanjang sejarah pemilihan Presiden. Hal ini terlihat bagaimana elit negeri ini terbelah
dalam dua kubu besar, dan berefek pula sampai pada tataran akar rumput. Kondisi lainnya
adalah mencuatnya permasalahan Pilkada DKI, walau scoop-nya adalah lokal, namun karena
DKI adalah ibukota negara, menjadikannya efek nasional.
Permasalahan Pilpres dan Pilkada DKI ditenggarai oleh momentum yang mengkristalkan
dua kelompok identitas, yaitu kelompok barbasis keagamaan dan kelompok berasas
nasionalis. Celakanya, banyak politisi yang melihat hal tesebut sebagai peluang dan
mengamplifikasinya untuk kepentingan memperoleh kekuasaan. Apakah itu salah? Secara
hukum itu tidak salah, namun secara nilai luhur bangsa Indonesia itu merupakan degradasi
cita-cita bangsa. Begini penjelasannya, politik identitas yang terus disuarakan oleh kedua
belah pihak berujung kepada sesuatu yang disebut dengan truth claim(klaim kebenaran).
Klaim kebenaran mempunyai prinsip "saya benar, anda salah".
Saat ini, Indonesia sedang berkelut dalam kontestasi 171 Pilkada 2018 dan Pilpres 2019
mendatang. Perhelatan politik besar ini tentunya akan dibayangi dengan bakal menguatnya
politik identitas, namun juga sekat politik pascakontestasi seperti pengkotakan masyarakat
yang makin tajam. Kondisi ini tentunya memancing kekhawatiran banyak pihak. Fenomena
semacam ini menjadi pertanda bahwa praktik politik yang membelah publik akhir-akhir ini
membawa energi negatif untuk kebhinekaan yang sudah terawat ratusan tahun di
Nusantara.
Pada dasarnya politik identitas adalah sah-sah saja, selama hal itu dalam konteks
memelihara nilai-nilai identitas yang positif bagi kaumnya yang dilindungi secara konstitusi di
negeri ini. Namun perlu diketahui bahwa berdirinya Indonesia adalah atas dasar kesepakatan
bersama golongan-golongan yang berbeda tersebut dalam suatu nilai luhur yang disebut
dengan Pancasila. Melalui penguatan nilai-nilai Pancasila, maka Indonesia akan terjaga dari
ancaman demokrasi tersela, dimana Indonesia harus menjadi Indonesia yang seutuhnya dan
menjadi bangsa yang hidup dengan segala perbedaannya, hidup dengan berbagai macam
suku, ras dan agama. Hidup berdampingan hanya dengan semangat membangun Indonesia
dengan menanggalkan segala identitas primordialis. Satu-satunya identitas yang boleh kita
tampilkan adalah identitas kita orang Indonesia, identitas kita Merah Putih, identitas kita
patriot Pancasila.
Output Program
1. Memberikan gambaran nasional secara faktual, agar dapat diantisipasi pada tingkat lokal

Izuldoc2018
2. Menjadikan gagasan narasumber sebagai basis informasi dalam merekomendasikan
kepada pihak-pihak yang berkepentingan

Target Audience
Usia : Usia 18 Tahun keatas
Status Ekonomi : Kalangan menengah (Middle-Middle Up)
Tingkat Pendidikan : SMA sederajat dan Pendidikan Tinggi
Gender : Laki-laki dan Perempuan
Pekerjaan : Pelajar, Mahasiswa dan Umum
Gaya Hidup : Aktif, Informatif dan Terpelajar

Komponen
1. Host : Ir. Usman Yasin, M.Si (Dosen, Penggiat Media Sosial dan Aktivis)
2. Narasumber :
a. Dosen bidang ilmu Kewarganegaraan
b. Dosen bidang ilmu Administrasi Publik
c. Tokoh Agama
d. Tokoh Masyarakat
e. Pengamat politik
f. Sosiolog
g. Budayawan
h. Aktivis
i. Kesbangpol Provinsi Bengkulu
j. FKUB Provinsi Bengkulu
k. Dandim
l. Kapolda
m. MUI

Struktur/ Segmen Program


Segmen 1
Pada segmen ini, acara diawali dengan pemutaran cuplikan dari setiap peristiwa yang
terangkum dalam tema yang akan dibahas, dan selanjutnya Host memberikan
pandangannya serta membuka acara.
Segmen 2
Segmen ini merupakan inti dari acara ini, dimana host dan para narasumber saling tik tok
dalam mendiskusikan tema.
Segmen 3
Adapun segmen 3 merupakan segmen akhir, yang mana ditutup dengan tanggapan para
penonton (mahasiswa) yang hadir dan clossing statement dari host.
Desain Layout

Izuldoc2018
Izuldoc2018

Anda mungkin juga menyukai