KORIOAMNIONITIS
Pembimbing :
2019
BAB 1
PENDAHULUAN
Infeksi bakteri pada rongga amnion adalah salah satu penyebab terpenting
Korioamnionitis merupakan infeksi akut pada cairan ketuban, janin dan selaput
dihubungkan dengan ketuban pecah dini dan persalinan lama. Periode ketuban
pecah yang lama merupakan faktor risiko yang paling tinggi peranannya dalam
persalinan, makin tinggi pula risiko morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. 2,3
Risiko yang dapat terjadi pada janin akibat infeksi ini adalah sepsis,
lainnya. Pada ibu, risiko yang dapat terjadi adalah sepsis, endometritis paska
korioamnionitis. Usia ibu lebih memiliki peranan penting sebagai faktor resiko.
Ibu yang hamil di usia muda memiliki perilaku yang relatif kurang baik dalam
2
Korioamnionitis mengakibatkan mortalitas perinatal yang signifikan, saat
ini mencapai 5-25% terutama pada neonatus dengan berat lahir rendah. Walaupun
prognosis korioamnionitis.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
cairan amnion yang terjadi sebelum partus sampai 24 jam post partum. 2 Bakteri
dari semua persalinan.9 Infeksi ini berhubungan dengan ketuban pecah dini dan
persalinan lama. Sekitar 25% infeksi intrauterin disebabkan oleh ketuban pecah
dini. Makin lama jarak antara ketuban pecah dengan persalinan, makin tinggi
2.2 Etiologi
serta inflamasi di membran plasenta dan umbilical cord.4,9 Infeksi amnion dapat
terjadi baik pada membran yang masih utuh maupun pada membran yang telah
ruptur dan lamanya ruptur dari membran secara langsung berhubungan dengan
4
bakteremia pada ibu, menyebabkan kelahiran prematur dan infeksi yang serius
ascending dari saluran kemih ataupun genital bagian bawah atau vaginitis. 4
vagina, termasuk Eschericia coli, selain itu Streptokokus grup B juga sering
intrauterin dan berhasil diisolasi dari cairan amnion. Peran virus sebagai
korioamnionitis. Usia ibu lebih memiliki peranan penting sebagai faktor resiko.
Ibu yang hamil di usia muda memiliki perilaku yang relatif kurang baik dalam
janin dan/atau rongga uterus terhadap mikroba dari vagina akan meningkatkan
dini, pemeriksaan vagina dengan jari, kateter intrauterin, dan infeksi urogenital
(terutama infeksi vagina atau serviks, termasuk infeksi menular seksual (IMS). 12
Terdapat faktor risiko tambahan seperti penyakit kronis ibu, status nutrisi
ibu, merokok, alkohol, dan stres emosional, semua hal tersebut bisa
5
fungsi sistem imun. Hubungan pasti antara faktor-faktor risiko tersebut, imunitas
ibu, dan korioamnionitis, merupakan hal yang kompleks dan masih diteliti.12
2.4 Patofisiologi
serviks dan vagina setelah terjadinya ketuban pecah dan persalinan. 8,10 Selain itu
dan bakteremia maternal dan induksi bakteri pada cairan amnion akibat
vaginosis.4,13
6
Korioamnionitis terjadi paling sering saat persalinan sesudah pecahnya
selaput ketuban. Walaupun sangat jarang, korioamnionitis dapat juga terjadi pada
dengan pecahnya selaput ketuban < 24 jam sebelum persalinan, akan menderita
bakteremia. Bila pecahnya selaput ketuban terjadi >24 jam maka sebanyak 17%
desidua, dan pada beberapa kasus dapat melintas melalui membran korioamnion
yang masih utuh dan masuk ke dalam cairan amnion, sehingga menyebabkan
paling banyak dipergunakan saat ini adalah teori invasi bakteri dari ruang
7
korioamnion yang akan menyebabkan pecahnya membran. Metaloprotease akan
serviks11.
Persalinan prematur disebabkan akibat janin itu sendiri. Pada janin yang
corticotropin releasing hormone (CRH) dari hipotalamus janin dan juga produksi
CRH dari plasenta. Hal ini akan meningkatkan kadar produksi adrenal janin
prostaglandin11.
prematur11
8
2.5 Diagnosis
suhu ibu ≥ 37,8˚C dan 2 atau lebih dari kondisi dibawah ini: takikardia ibu (>100
x/menit), takikardia janin (>160 x/menit), nyeri uterus, cairan amnion berbau dan
suatu proses kronis dan tidak menunjukkan gejala sampai persalinan dimulai atau
terjadi ketuban pecah dini. Bahkan sampai setelah persalinan sekalipun pada
atau kultur) dapat tidak ditemukan tanda klasik diatas selain tanda-tanda
prematuritas.11
9
korioamnionitis. Kadar CRP rata-rata pada kehamilan adalah 0,7-0,9 mg/dl.
lebih pasti dari korioamnionitis. Kombinasi pewarnaan Gram dan kultur dari hasil
semua sel leukosit polimorfonuklear adalah sel yang berasal dari ibu, sedangkan
dan spesifik digunakan secara tersendiri terlepas dari gejala dan tanda klinis
2.6 Tatalaksana
berspektrum luas. Untuk kasus yang lebih serius misalnya sepsis atau infeksi
anaerob serius dengan adanya cairan amnion berbau busuk, terapi kombinasi
yang terdiri dari penisilin atau ampisilin, aminoglikosida dan agen anaerob
tiap 24 jam.14
10
Antibiotika seharusnya diberikan secepatnya setelah diagnosis
dampak pada terapi antibiotika pada janin. Jika antibiotika diberikan intrapartum,
maka pemberian antibiotika untuk bayi diberikan terus menerus selama 7 hari.
Namun jika antibiotika ibu diberikan setelah kelahiran bayi, maka dapat diperiksa
kultur darah bayi dan antibiotika dapat dihentikan pada hari ke-3 jika kultur tidak
tumbuh.4
belum selesai dalam interval 12 jam setelah diagnosis ditegakkan. Hal ini
11
peningkatan infeksi neonatus jika interval antar diagnosis dan persalinan kurang
dari 12 jam, namun peningkatan kejadian infeksi neonatus setelah interval 12 jam
untuk dipertimbangkan.4
2.7 Komplikasi
hasil kultur darah yang positif (bakteremia) sebagian besar oleh bakteri GBS dan
E.coli. Namun komplikasi lainnya seperti DIC, ARDS, septic shock, kematian
12
menyebabkan komplikasi berikut ini. FIRS merupakan kebalikan proses dari
hampir sama dengan SIRS, maka agak sulit membedakannya dengan yang terjadi
pada fetus, FIRS sebenarnya dapat dideteksi bila terjadi peningkatan IL-6 pada
darah umbilical (tali pusat) yang biasanya didapatkan pada persalinan preterm
dan PPROM namun kadang dapat muncul pada umur kehamilan aterm. Penunjuk
histopatologik dari FIRS adalah funisitis dan korionik vaskulitis. FIRS sekarang
dan berhubungan pada neonatus preterm dengan kegagalan multi organ, termasuk
biasanya lebih terlihat pada proses infeksi. Meski kontoversial, paparan fetus
menampakkan efek advers saat atau segera setelah lahir. Efek advers yang
muncul termasuk kematian perinatal, asfiksia, sepsis neonatus dini, septic shock,
2.8 Prognosis
13
Korioamnionitis mengakibatkan mortalitas perinatal yang signifikan,
terutama pada neonatus dengan berat lahir rendah. Secara umum terjadi
peningkatan 3-4 kali lipat kematian perinatal diantara neonatus dengan berat lahir
rendah yang dilahirkan oleh ibu dengan korioamnionitis. 4 Selain itu terjadi juga
negara maju neonatus cukup bulan yang lahir dari ibu dengan korioamnionitis
dapat bertahan dengan baik. Hanya sedikit bahkan tidak terjadi peningkatan
mortalitas perinatal, risiko sepsis dan pneumonitis juga jarang terjadi pada
terjadi pada 2-5% kasus dan terjadi peningkatan kejadian infeksi postpartum.4
korioamnionitis intrapartum.7
BAB 3
KESIMPULAN
14
Korioamnionitis atau infeksi intra uterin merupakan infeksi akut pada
cairan ketuban, janin dan selaput korioamnion yang disebabkan oleh bakteri.
pecah yang lama merupakan faktor risiko yang paling tinggi peranannya dalam
patogenesis korioamnionitis.
proses kronis dan tidak menunjukkan gejala sampai persalinan dimulai atau
terjadi ketuban pecah dini. Bahkan sampai setelah persalinan sekalipun pada
atau kultur) dapat tidak ditemukan tanda klasik diatas selain tanda-tanda
prematuritas. Namun secara umum gejala dan tanda infeksi intrapartum yaitu
suhu ibu ≥ 37,8˚C dan 2 atau lebih dari kondisi dibawah ini: takikardia ibu (>100
x/menit), takikardia janin (>160 x/menit), nyeri uterus, cairan amnion berbau dan
DAFTAR PUSTAKA
15
1. Huleihel M, Golan H, Hallak M. Intra uterine infection/inflammation during
pregnancy and offspring brain damage : Possible mechanisms involved.
Reproductive biology and endrocrinology. BioMed Central; 2004.
7. Pueperal infection. In: Cunningham FG, Gant NE, Leveno KJ, Bloom SL, et
al eds Williams Obstetrics. 22nd ed. New York: McGraw Hill; 2005:712.
9. Stoll BJ. Infections of the neonatal infant. Dalam: Behrman RE, Kliegman
RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-17.
Philadelphia: Saunders, 2004.h.623-5.
10. Goldenberg RL, Hauth JC, Andrews WW. Intrauterine infection and preterm
delivery. New England Journal Of Medicine; 2000.
11. Gibbs RS, Sweet RL, Duf FWP. Maternal and Fetal Infectious Disorder. In :
Creasy RK, Resnik R, eds. Matemal-Fetal Medicine. 5th ed. Philladelphia :
WB Saunders.2004 .p.741-99.
13. Romero R. Preterm Labor, intrauterine infection, and the fetal inflammatory
respons syndrome. NeoReviews.2002;3:e73-84.
14. Gardner K. Emergency delivery, preterm labor and postpartum hemorrage.
In: Pearlman MD, Tintinalli JE, Dyne PL. Obstetric & Gynecologic
Emergencies Diagnosis & Management. New York: McGraw-Hill; 2004:
320.
16
17