Anda di halaman 1dari 20

Meet The Expert

Ruptur Perineum

Oleh :

Cariver Lenim 1740312408

Reno Hulandari 1840312244

Pembimbing :

dr. Bobby Indra Utama, Sp.OG-K

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP DR M DJAMIL PADANG

2018

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Robekan pada jalan lahir merupakan salah satu penyebab utama

perdarahan pasca persalinan. Pasien dengan perdarahan pasca persalinan yang

tidak mendapat penanganan yang baik bisa menyebabkan kematian pada ibu,

sekaligus meningkatkan mordibitas dan mortalitas ibu. Robekan pada jalan lahir

bisa bervariasi tergantung dari penyebab terjadinya trauma pada daerah jalan lahir.

Trauma bisa menyebabkan robekan pada daerah perineum, vagina dan serviks.

Trauma juga bisa terjadi akibat tindakan selama persalinan seperti tindakan

episiotomi.1,2

Ruptur Perineum terjadi karena adanya ruptur spontan maupun tindakan

episiotomi perineum yang dilakukan. Episiotomi itu sendiri harus dilakukan atas

indikasi antara lain: bayi besar, partus prematurus, perineum kaku, persalinan

dengan kelainan letak, persalinan dengan menggunakan alat bantu baik forceps

maupun vakum. Apabila episiotomi tidak dilakukan atas indikasi yang tepat, maka

menyebabkan peningkatan angka kejadian dan derajat kerusakan pada daerah

perineum.1,2

Ruptur pada daerah perineum merupakan penyebab tersering kematian

ibu yang dihubungkan dengan persalinan pervaginam. Ruptur pada sfingter ani

merupakan komplikasi terbesar yang dapat mempengaruhi kualitas hidup seorang

wanita. 1,2

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan Penulisan dari makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan

tentang ruptur perineum.

1.3 Batasan Masalah

Makalahini membahas definisi, etiologi, faktor risiko, gambaran klinis,

diagnosis, penatalaksanaan dan komplikasi dari ruptur perineum.

1.4 Metode Penulisan

Metode penulisan makalah ini adalah dengan tinjauan pustaka yang

merujuk pada berbagai literatur.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ruptur Perineum

2.1.1. Definisi Ruptur Perineum

Perineum merupakan ruang berbentuk jajaran genjang yang terletak

dibawah dasar panggul. Batas–batasnya adalah:

a. Superior: Dasar panggul yang terdiri dari Musculus Levator dan

Musculus Coccygeus.

b. Lateral: Tulang dan ligament yang membentuk pintu bawah pinggul

(exitus pelvis): yakni dari depan kebelakang angulus subpubis, ramus

ischiopubicus, tuber ischiadicum, ligamentum Sacrotuberosum,

Os.coccygis.

c. Inferior: kulit dan fascia (Oxorn,2010).

Perineum adalah daerah yang terletak antar vulva dan anus, panjangnya

rata-rata 4 cm. Perineum dimulai dari tepi bawah vulva sampai tepi bawah anus.

Saat persalinan perineum meregang dan kadang perlu dilakukan pemotongan

(episiotomi) untuk membesarkan jalan lahir dan mencegah robekan.

Gambar 2.1. Anatomi Perineum


Gambar 2.2 Anatomi Perineum

2.1.2 Definisi Ruptur Perineum3,4

Ruptur adalah luka pada perineum yang diakibatkan oleh rusaknya

jaringan secara alamiah karena proses desakan kepala janin atau bahu pada saat

persalinan. Ruptur perineum menghasilkan luka yang tidak beraturan pada

perineum saat lahir. Ruptur perineum berbeda dengan episiotomi, dimana ruptur

perineum merupakan robekan yang bersifat traumatik karena perineum tidak kuat

menahan regangan pada saat janin lewat.

2.1.3 Klasifikasi Ruptur Perineum3,4

2.1.3.1 Ruptur Perineum Spontan

Luka pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab tertentu tanpa

dilakukan tindakan perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada saat persalinan

dan biasanya tidak teratur. Tingkat robekan perineum dapat dibagi atas 4 derajat:5

a. Derajat I
Robekan hanya terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan, dan kulit

perineum. Mukosa vagina dan kulit perineum ruptur tetapi otot perineal masih

intak.

Gambar 2.3 Laserasi derajat 1

b. Derajat II

Robekan terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan, kulit perineum dan

otot perineum.

Gambar 2.4 Laserasi derajat II

c. Derajat III

Robekan terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan, kulit perineum,

otot perineum dan sfingter ani eksterna.

Ruptur perineum grade tiga, dibagi menjadi 3 sub grup, yaitu :

III a : robekan mengenai < 50% ketebalan otot sfingter ani eksterna
III b : robekan mengenai > 50% ketebalan otot sfingter ani eksterna

III c : robeksampai mengenai otot sfingter ani interna.

Gambar 2.5 Laserasi Derajat III

d. Derajat IV

Robekan terjadi pada seluruh perineum dan sfingter ani yang meluas sampai

ke mukosa rektum

Gambar 2.6 Laserasi Derajat IV

2.1.3.1 Ruptur Perineum Disengaja (Episiotomi)

Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan

terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum

rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum dan kulit sebelah depan perineum.2,5
Dulu, dianjurkan untuk melakukan episiotomi secara rutin yang

tujuannya adalah untuk mencegah robekan berlebihan pada perineum, membuat

tepi luka rata sehingga mudah dilakukan penjahitan ,mencegah penyulit atau

tahanan pada kepala dan infeksi tetapi hal tersebut ternyata tidak didukung oleh

bukti-bukti ilmiah yang cukup. 2,5

Tetapi sebaliknya, hal ini tidak boleh diartikan bahwa episiotomi tidak

boleh dilakukan karena ada indikasi tertentu untuk melakukan episiotomi

(misalnya, persalinan dengan ekstraksi cunam, distosia bahu, rigiditas perineum,

dsb). Para penolong persalinan harus cermat membaca kata rutin pada episiotomi

karena hal itulah yang tidak dianjurkan, bukan episiotominya. 6,7

Episiotomi rutin tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan :

1. Meningkatnya jumlah darah yang hilang dan berisiko hematoma

2. Kejadian laserasi derajat tiga atau empat lebih banyak pada episiotomi

rutin

Dibandingkan dengan tanpa episiotomi.

3. Meningkatnya nyeri pasca persalinan di daerah perineum

4. Meningkatnya resiko infeksi.8

a. Indikasi Episiotomi

Indikasi untuk melakukan episiotomi dapat timbul dari pihak ibu maupun

pihak janin.2,9

1. Indikasi janin.

a. Sewaktu melahirkan janin prematur : Tujuannya untuk mencegah

terjadinya trauma yang berlebihan pada kepala janin.


b. Sewaktu melahirkan janin letak sungsang, melahirkan janin dengan

cunam, ekstraksi vakum, dan janin besar.

2. Indikasi ibu

Apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan sehingga ditakuti

akan terjadi robekan perineum, misal pada primipara, persalinan sungsang,

persalinan dengan cunam, ekstraksi vakum, dan anak besar.

Namun indikasi sekarang yang digunakan untuk melakukan episiotomi

telah banyak berubah. Indikasi untuk melakukan episiotomi untuk mempercepat

kelahiran bayi bila didapatkan : 2

1. Gawat janin dan bayi akan segera dilahirkan dengan tindakan.

2. Penyulit kelahiran pervaginam ( sungsang, distosia bahu, ekstraksi cunam

(forcep) atau ekstraksi vakum )

3. Jaringan parut pada perineum atau vagina yang memperlambat kemajuan

persalinan9

Tujuan menjahit laserasi atau episiotomi adalah untuk menyatukan

kembali jaringan tubuh dan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu. Ingat

bahwa setiap kali jarum masuk kedalam jaringan tubuh, jaringan akan terluka dan

menjadi tempat yang potensial untuk timbulnya infeksi. 2,9

b. Teknik Episiotomi
1. Episiotomi Medialis

Untuk menjahit luka episiotomi medialis mula-mula otot perineum kiri

dan kanan dirapatkan dengan beberapa jahitan. Kemudian fasia dijahit dengan

beberapa jahitan. Lalu selaput lendir vagina dijahit dengan empat atau lima

jahitan. Jahitan dapat dilakukan secara terputius-putus (interupted suture) atau

secara jelujur (continuous suture). Benang yang dipakai untuk menjahit otot, fasia
dan selaput lendir adalah catgut chromic, sedang untuk kulit perineum dipakai

benang sutera.

2. Episiotomi medio lateralis

Pada teknik ini insisi dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju

kearah belakang dan samping. Arah insisi ini dapat dilakukan kearah kanan atau

pun kiri, tergantung pada kebiasaan orang yang melakukannya. Panjang insisi

kira-kira 4 cm.

Gambar 2.7 Episiotomi Mediolateral

Teknik menjahit luka pada episiotomi mediolateralis hampir sama dengan

teknik menjahit episiotomi medialis. Penjahitan dilakukan sedemikian rupa

sehingga setelah penjahitan luka selesai hasilnya harus simetris

3. Episiotomi lateralis

Pada teknik ini insisi dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira pada

jam 3 atau 9 menurut arah jarum jam.

Teknik ini sekarang tidak dilakukan lagi oleh karena banyak menimbulkan

komplikasi. Luka insisi ini dapat melebar kearah dimana terdapat pembuluh darah

pudendal interna, sehingga dapat menimbulkan perdarahan yang banyak. Selain

itu parut yang terjadi dapat menimbulkan rasa nyeri yang mengganggu penderita.
2.1.4 Etiologi Ruptur Perineum2,8

Terjadinya ruptur perineum disebabkan oleh faktor ibu (paritas, jarak

kehamilan dan berat badan bayi), pimpinan persalinan tidak sebagaimana

mestinya, riwayat persalinan. ekstraksi cunam, ekstraksi vakum, trauma alat dan

episiotomi.

a. Primipara

Bila kepala janin telah sampai didasar panggul, vulva mulai membuka.

Rambut kepala janin mulai tampak. Perineum dan anus tampak mulai

teregang. Perineum mulai lebih tinggi, sedangkan anus mulai membuka. Yang

tampak dalam anus adalah dinding depan rektum. Perineum bila tidak

ditahan, akan robek (= ruptura perinei), terutama pada primigravida.

Perineum ditahan dengan tangan kanan, sebaiknya dengan kain kasa steril.

Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak

jarang juga pada persalinan berikutnya.

b. Janin Besar

Janin besar adalah bila berat badan melebihi dari 4000 gram. Persalinan

dengan berat badan janin besar dapat menyebabkan terjadinya laserasi

perineum. Berat badan janin dapat mempengaruhi persalinan dan laserasi

perineum. Bayi yang mempunyai berat badan yang besar dapat menimbulkan

penyulit dalam persalinan diantaranya adalah partus lama, partus macet dan

distosia bahu. Sebelum bersalin hendaknya ibu diperiksa Tinggi Fundus Uteri

agar dapat diketahui tafsiran Berat Badan Janin dan dapat diantisipasi adanya

persalinan patologis yang disebabkan bayi besar seperti ruptura uteri, ruptura

jalan lahir, partus lama, distosia bahu, dan kematian janin akibat cedera

persalinan.
c. Presentasi defleksi

Presentasi defleksi yang dimaksud dalam hal ini adalah presentasi puncak

kepala dan presentasi dahi. Presentasi puncak kepala bagian terbawah adalah

puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba Ubun-ubun Besar (UUB)

yang paling rendah, dan UUB sudah berputar ke depan. Menurut statistik hal

ini terjadi pada 1% dari seluruh persalinan. Komplikasi yang terjadi pada ibu

adalah partus yang lama atau robekan jalan lahir yang lebih luas.

Presentasi dahi adalah posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi

berada pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dahi,

biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak

belakang kepala. Mekanisme persalinan kepala memasuki panggul biasanya

dengan dahi melintang, atau miring. Pada waktu putaran paksi, dahi memutar

ke depan. Maxilla (fossa canina) sebagai hipomoklion berada di bawah

simpisis, kemudian terjadi fleksi untuk melahirkan belakang kepala melewati

perineum, lalu defleksi, maka lahirlah mulut, dagu di bawah simpisis. Hal ini

mengakibatkan partus menjadi lama dan lebih sulit, bisa terjadi robekan yang

berat dan ruptura uteri.

d. Presentasi bokong

Presentasi bokong atau letak sungsang adalah janin yang letaknya

memanjang (membujur) dalam rahim, kepala berada di fundus dan bokong di

bawah merupakan persalinan dengan penyulit.

e. Faktor Penolong Persalinan

Cara memimpin mengejan dan dorongan pada fundus uteri. Peran dari

penolong persalinan adalah mengantisipasi dan menangani komplikasi yang


mungkin terjadi pada ibu dan janin. Dalam hal ini proses tergantung dari

kemampuan penolong dalam menghadapi proses persalinan.

2.1.5 Gejala Klinis3

Tanda dan gejala robekan jalan lahir adalah sebagai berikut :

• Perdarahan

• Darah segar yang mengalir setelah bayi lahir

• Uterus tidak berkontraksi dengan baik

• Plasenta tidak normal

Gejala yang sering terjadi adalah:

• Pucat

• Lemah

• Pasien dalam keadaan menggigil

2.1.6 Tatalaksana Ruptur Perineum3,4,9

Sebelum menangani ruptur perineum, pastikan :

a) Sebelum merepair luka episiotomi laserasi, jalan lahir harus

diekspose/ditampilkan dengan jelas, bila diperlukan dapat menggunakan

bantuan speculum sims.

b) Identifikasi apakah terdapat laserasi serviks, jika harus direpair terlebih

dahulu.

c) Masukkan tampon atau kassa kepuncak vagina untuk menahan

perdarahan dari dalam uterus untuk sementara sehingga luka episiotomi

tampakjelas.

d) Masukkan jari ke II dan III dalam vagina dan regangkan untuk dinding

vagina untuk mengekpose batas atas (ujung) luka.


e) Jahitan dimulai 1 cm prosimal puncak luka, luka dinding vagina dijahit

kearah distal hingga batas commissura posterior.

f) Rekontruksi diaphragma urogenital (otot perineum) dengan cromic catgut

2-0

g) Teruskan jahitan dengan menjahit perineum.

Menurut Oxorn (2010) ada beberapa langkah menangani ruptur perineum

• Robekan derajat pertama

Robekan ini kecil dan diperbaiki sesederhana mungkin. Tujuannya adalah

merapatkan kembali jaringan yang terpotong dan menghasilkan hemostatis.

Pada rata-rata kasus beberapa jahitan terputus lewat mukosa vagina,

fourchette dan kulit perineum sudah memadai. Jika perdarahannya banyak

dapat digunakan jahitan angka-8, karena jahitan ini kurang menimbulkan

tegangan dan lebih menyenagkan bagi pasiennya.

• Robekan derajat kedua lapis demi lapis:

a) Jahitan terputus, menerus ataupun jahitan simpul digunakan untuk

merapatkan tepi mukosa vagina dan submukosanya;

b) Otot-otot yang dalam corpus perineum dijahit menjadi satu dengan

terputus;

c) Jahitan subkutis bersambung atau jahitan terputus, yang disimpulkan

secara longgar menyatukan kedua tepi kulit

• Robekan derajat ketiga dan empat

Reparasi perineum tingkat III dan IV membutuhkan approksimasi mukosa

rectum, spincter ani internal dan eksternal. Puncak laserasi mukosa rectum

diidentifikasi dan diapproksimasi menggunakan vicryl 4.0 secara interrupted.


Secara klasik direkomendasikan untuk tidak menembus dinding mukosa rektum

sampai kelumen anus untuk mencegah terbentuknya fistula. Jahitan diteruskan

sampai pinggir anus. Spincter ani interna ditutup dengan vicryl 2.0 secara kontinu,

Gambar 2.8 Reparasi Mukosa Rektum

Spincter ani eksternal tampak sebagai pita otot rangka dengan kapsul

fibrous. Secara klasik teknik end to end digunakan untuk membawa ujung spincter

bersama-sama pada 4 kuadran (jam 12, 3, 6, 9 ) dengan jahitan interrupted

menembus otot dan kapsul. Teknik alternative adalah reparasi overlapping pada

spincter ani eksternal dengan membawa secara bersama ujung spincter dengan

jahitan matras dan hasilnya permukaan jaringan yang kontak lebih luas.

Diseksi pada spincter ani eksterna dari jaringan sekitamya dengan scissor

Metzenbaum kadang dibutuhkan untuk mendapatkan panjang yang adekuat untuk

otot yang overlap. Jahitan dilakukan dari puncak sampai dasar melewati flaps

superior dan inferior kemudian dari dasar sampai puncak melewati flaps inferior

dan superior. Ujung proksimal dari flaps superior dioverlappkan dengan bagian

distal dari flap inferior.


Gambar 2.9 Teknik End to end pada reparasi spincter ani eksterna

Gambar 2.10 Teknik overlapping pada reparasi spincter ani eksterna

2.1.7 Komplikasi3

Komplikasi yang mungkin terjadi jika ruptur perineum adalah :

a. Perdarahan

Seorang wanita dapat meninggal karena perdarahan pasca persalinan

dalam waktu satu jam setelah melahirkan. Penilaian dan penatalaksanaan

yang cermat selama kala satu dan kala empat persalinan sangat penting.

Menilai kehilangan darah yaitu dengan cara memantau tanda vital,


mengevaluasi asal perdarahan, serta memperkirakan jumlah perdarahan

lanjutan dan menilai tonus otot.

b. Fistula

Fistula dapat terjadi tanpa diketahui penyebabnya karena perlukaan

pada vagina menembus kandung kencing atau rectum. Jika kandung

kencing luka, maka urin akan segera keluar melalui vagina. Fistula dapat

menekan kandung kencing atau rectum yang lama antara kepala janin dan

panggul, sehingga terjadi iskemia.

c. Hematoma

Hematoma dapat terjadi akibat trauma partus pada persalinan karena

adanya penekanan kepala janin serta tindakan persalinan yang ditandai

dengan rasa nyeri pada perineum dan vulva berwarna biru dan merah.

Hematoma dibagian pelvis bisa terjadi dalam vulva perineum dan fosa

iskiorektalis. Biasanya karena trauma perineum.

d. Infeksi

Infeksi pada masa nifas adalah peradangan di sekitar alat genetalia

pada kala nifas. Perlukaan pada persalinan merupakan tempat masuknya

kuman ke dalam tubuh sehingga menimbulkan infeksi. Dengan ketentuan

meningkatnya suhu tubuh melebihi 380 C, tanpa menghitung pireksia nifas.

Setiap wanita yang mengalami pireksia nifas harus diperhatikan, dan

dilakukan inspeksi pada traktur gentitalis untuk mencari laserasi, robekan

atau luka episiotomi.

2.7 Prognosis
Mayoritas pasien dengan episiotomi atau robekan akan sembuh dengan

sangat baik, nyeri akan hilang 6 minggu setelah persalinan dan bekas luka yang

minimal. Namun dapat terjadi inkontinensia feses dalam jangka pendek maupun

jangka panjang pada 10 % pasien dengan ruptur perineum tingkat IV, walaupun

sudah dilakukan penanganan dengan baik. Jika tidak ada komplikasi, tidak

dibutuhkan perawatan dan monitoring dalam jangka waktu lama.2,10,11


DAFTAR PUSTAKA

1. Mochamad Anwar, Ali Baziad, R. Prajitno Prabowo. Ilmu Kandungan.


Edisi 3. Jakarta.Yayasan Bina Sarwono Prawirohardjo. 2011.

2. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Daseh JS, et.all.
Maternal Anatomy dalam Williams Obstetric 24th Edition, 2014. New
York: McGraw Hill

3. Ariadi. Ruptur Perineum Grade III-IV. Modul Bagian Obstetri dan


Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2016

4. Martohoesodo S, Marsianto. Perlukaan dan Peristiwa lain pada persalinan,


dalam: Ilmu Kebidanan, edisi ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, 2008.

5. Ikatan Dokter Indonesia. Ruptur Perineum Tingkat 1-2 dalam Panduan


Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, 2014.
Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia.

6. Barsoom RS, Dyne PL. Uterine Prolapse in Emergency Medicine.


Medscape Article. [database on the medscape] 2011.

7. Andrianto P. Urologi Untuk Praktek Umum. EGC. Jakarta, 1991 : 175-


186.

8. Prawitasari E, Yugistyowati A, Sari DK. Penyebab Terjadinya Ruptur


Perineum pada Persalinan Normal di RSUD Muntilan Kabupaten
Magelang. Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia. 3(2);2015;77-81

9. Utama, Bobby Indra. Ruptur Perineum. Modul Bagian Obstetri dan


Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2016

10. A. Cornet, O. Porta, L. Pineiro et al. Management of Obstetric Perineal


Tears in Obstetrics and Gynaecology International Volume 2012, Hindawi
Publishing Corporation. P 1-7.

11. Ranee Thakar, Abdul Sultan. Obstetric anal sphincter injury: 7 critical
questions about care in Obg Management February 2008. P 56-68

Anda mungkin juga menyukai