Anda di halaman 1dari 13

ANTROPOLOGI KESEHATAN

IMPLEMENTASI SOSIO BUDAYA DALAM ASUHAN


KEPERAWATAN

OLEH :

TINGKAT 1.3

I GUSTI AYU GEDE ANDI SUARI ( P07120014070 )

GUSTI AYU MADE PITRI RAHAYU ( P07120014079 )

I DEWA AYU AGUNG YULI UMARDEWI ( P07120014090 )

ANAK AGUNG AYU DWI IRMA RIYANTI ( P07120014091 )

PRODI JURUSAN DIII KEPERAWATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

TAHUN 2015
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
limpahan rahmatNya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah yang berjudul “Implementasi
Sosio Budaya dalam Asuhan Keperawatan” dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.

Kami menyusun makalah ini guna memenuhi nilai tugas untuk mata kuliah
Antropologi Kesehatan. Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah
pengetahuan dan wawasan serta dapat menerapkan makalah ini dalam kegiatan sehari-hari
pembaca.

Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari segala kekurangan dan kemampuan
yang sangat terbatas yang kami miliki, sehingga dalam penulisan, penyusunan kalimat dan
dalam mencari sumber buku serta sumber dari internet masih kurang. Dengan segala usaha
yang telah kami lakukan maka makalah ini dapat diselesaikan tepat waktu dan berharap
menghasilkan yang terbaik.

Dengan segala kerendahan hati, kami mengharapkan kritikan dan saran yang sifatnya
membangun guna untuk menyempurnakan makalah ini, khususnya dari dosen mata kuliah
guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik di masa yang akan
datang.

Denpasar, 23 Maret 2015

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................

DAFTAR ISI.............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................

LATAR BELAKANG..................................................................................

RUMUSAN MASALAH..............................................................................

TUJUAN PENULISAN................................................................................

MANFAAT PENULISAN...........................................................................

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................

IMPLEMENTASI SOSIO BUDAYA DALAM-

ASUHAN KEPERAWATAN......................................................................

PANDANGAN SEHAT SAKIT..................................................................

PENCEGAHAN PENYAKIT......................................................................

BAB III PENUTUP.................................................................................................

SIMPULAN.................................................................................................

SARAN........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Persepsi sehat-sakit yang berbeda antara masyarakat dan perawat dapat


menimbulkan permasalahan. Persepsi masyarakat tentang sehat sakit dapat dipengaruhi
oleh pengalaman masa lalu terhadap penyakit serta terkait dengan sosial-budaya
masyarakat setempat. Budaya masyarakat Jawa dan Madura dalam mencari pengobatan
sangat berbeda. Masyarakat Jawa terkadang lebih memilih berobat pada “orang pintar”
ke dukun daripada ke dokter atau masyarakat Madura yang lebih meminta disuntik dua
kali saat berobat ke mantri, semua ini didasari atas persepsi masyarakat dalam mencari
pengobatan ketika mereka sakit.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Implementasi Sosio Budaya dalam Asuhan Keperawatan?
2. Bagaimana Pandangan Sehat-sakit?
3. Bagaimana Pencegahan Penyakit?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Dapat mengetahui dan memahami implementasi sosio budaya dalam asuhan
keperawatan
2. Dapat mengetahui pandangan sehat-sakit
3. Dapat mengetahui pencegahan penyakit

D. MANFAAT PENULISAN

Diharapakan setelah menulis dan membaca makalah ini mahasiswa mampu


memahami mengenai implementasi sosio budaya dalam asuhan keperawatan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. IMPLEMENTASI SOSIO BUDAYA DALAM ASUHAN KEPERAWATAN

Berbagai upaya dilakukan oleh perawat untuk memperbaiki status kesehatan


masyarakat, termasuk mempelajari unsur sosial dan kebudayaan masyarakat. Melalui proses
keperawatan, khususnya pada tahap pengkajian perawat perlu mengkaji unsur social
masyarakat seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan, social ekonomi, dan unsur budaya.

Sistem kepercayaan tertentu berkaitan dengan pemilihan menu makanan. Pemeluk


beragama islam tidak akan makan daging babi, meskipun diolah dengan baik. Secara medis
sudah terbukti bahwa daging babi yang dikonsumsi mentah atau setengah matang dapat
menularkan cacing pita (Taenia solium). Perawat tidak dapat menganjurkan masyarakat yang
beragama islam untuk makan daging babi.

Sangat penting bagi perawat untuk mempelajari sistem organisasi di masyarakat.


Dengan mempelajari organisasi masyarakat, perawat akan mengetahui organisasi apa saja
yang ada di masyarakat, kelompok mana yang berkuasa, kelompok mana yang menjadi
panutan, dan tokoh mana yang disegani. Perawat akan menemukan key person untuk
dijadikan kader kesehatan. Dengan pengetahuan tersebut maka perawat dapat menentukan
strategi pendekatan yang lebih tepat dalam upaya mengubah perilaku kesehatan masyrakat
menuju perilaku sehat dan perbaikan status kesehatan masyrakat.

Perawat harus memiliki pengetahuan tentang kesehatan masyarakat. Dengan


menguasai pengetahuan tersebut, akan membantu mereka dalam menentukan pengetahuan
mana yang perlu ditingkatkan, diubah, dan pengetahuan mana yang perlu dilestarikan dalam
memperbaiki status kesehatan. Sebagai contoh, hasil penelitian Sudarti Kresno (2008)
menunjukkan bahwa konsep masyrakat tentang penyebab penyakit diare berbeda dengan
konsep medis. Menurut masyarakat, penyebab penyakit diare pada bayi adalah karena bayi
tersebut sedang mengalami proses peningkatan kepandaiannya. Bayi yang semula hanya bisa
merangkak kemudian meningkat bisa berdiri, maka dalam proses perubahan tersebut, bayi
akan mengalami diare dan hal tersebut dianggap wajar sehingga tidak perlu diobati. Selain
itu, bayi yang baru tumbuh gigi juga bisa mengakibatkan diare. Masyarakat juga berpendapat
bahwa penyakit disebabkan oleh guna-guna, gangguan roh halus, pergantian cuaca, atau dosa
manusia. Penelitian yang dilakukan di pedesaan daerah Kabupaten Soe, Nusa Tenggara
Timur, menunjukkan bahwa bayi yang sakit disebabkan oleh dosa kedua orang tuanya
sehingga untuk menyembuhkan anak yang sakit ISPA, kedua orang tuanya harus
mengutarakan dosa-dosa mereka dan meminta maaf. Pertama kali mereka mencari
pertolongan pengobatan kepada tim doa, dan jika tidak sembuh, kemudian mereka mencari
pertolongan pengobatan ke pelayanan kesehatan (Sudarti Kresno, 2008). Petugas kesehatan
perlu mempelajari bahasa lokal dan istilah lokal tentang penyakit. Penguasaan bahasa lokal,
tidak hanya sekedar untuk memudahkan berkomunikasi dengan masyarakat. Umumnya
masyarakat mempunyai istilah lokal tentang suatu penyakit yang berbeda dengan istilah
penyakit yang digunakan perawat.

Berikut ini kami uraikan beberapa pertimbangan umum yang terkait dalam memenuhi
kebutuhan dasar nutrisi pada manusia.

1. Untuk menjaga fungsi metabolism tubuh diperlukan kecukupan karbohidrat,


protein, lemak, vitamin, mineral, elektrolit, dan elemen-elemen lain. Tabel 13.1
menunjukkan fungsi nutrient ini. Nutrient ini dianjurkan setiap hari, yaitu yang
mengandung lima kelompok makanan, sedangkan kelompok keenam yaitu lemak,
minyak dan gula dianjurkan untuk dimakan sewaktu-waktu, kelompok ini tidak
boleh melebihi 30% dari masukan kalori seluruhnya.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan nutrisi meliputi usia, aktivitas, jenis
kelamin, status kesehatan, dan metabolism tubuh.
3. Faktor-faktor yang memengaruhi masukan nutrisi meliputi yang bersangkutan
(nafsu makan, kemampuan mengunyah, dan menelan, kemampuan fungsional,
status psikologis, dan budaya) dan structural (sosialisasi, keuangan, kemampuan
memperoleh dan menyiapkan makanan, fasilitas, dan transportasi) (Miller, 1995)
4. Tubuh memerlukan zat gizi minimal untuk kesehatan dan pertumbuhan. Selama
rentang kehidupan kebutuhan individu bervariasi.
5. Letidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan metabolism menyebabkan
penurunan berat badan, memburuknya kesehatan, dan penurunan kemampuan
tubuh memperbaiki sel-sel yang rusak. Metabolism akan meningkat pada keadaan
trauma, infeksi dan kanker.
Table 13.1 berbagai fungsi nutrien (Sumber; Carpenito, 1998)

Karbohidrat Sumber aktivitas utama untuk aktivitas sel; diperlukan sebagai.


a. Transpor substrat, menjamin fungsi selular.
b. Sekresi hormone khusus.
c. Kontraksi otot.
d. Menghemat protein untuk fungsi lainnya.
Protein Dasar struktur tubuh (darah, otot, rambut, kuku, tendon kulit) diperlukan
sebagai.
a. Permulaan terjadinya reaksi kimia.
b. Transportasi apoprotein.
c. Pemeliharaan antibody.
d. Mempertahankan tekanan osmotic.
e. Mempertahankan sistem buffer.
f. Pertumbuhan dan perbaikan jaringan.
g. Detoksifikasi substrat yang merugikan.
Lemak Mempertahankan fungsi tubuh, menyediakan sumber energy, diperlukan
sebagai.
a. Sumber energy pilihan (lipolysis)
b. Melindungi organ internal.
c. Bantalan organ internal.
d. Mengabsorpsi vitamin larut lemak.

Berikut ini adalah beberapa pertimbangan transcultural menurut beberapa ahli terkait
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar nutrisi.

1. Selama beberapa abad diet telah digunakan di beberapa Negara ntuk


penatalaksanaan kondisi penyakit yang spesifik, meningkatkan kesehatan selama
kehamilan, merangsang pertumbuhan bayi dan anak, serta digunakan untuk
memperpanjang umur harapan hidup (Boyle dan Andrew, 1989).
2. Pada beberapa budaya, sehat dipandang sebagai suatu pernyataan keseimbangan
antara cairan-cairan tubuh (darah, flegma, empedu hitam, empedu kuning).
Keadaan sakit disebabkan oleh ketidakseimbangan antara cairan hormonal yang
menyebabkan kekeringan yang berlebihan, menggigil, panas atau basah. Sebagai
contoh, nyeri perut bagian atas diyakini disebabkan oleh makanan yang
berlebihan, diidentifikasi sebagai menggigil. Makanan, tumbuhan, dan obat-
obatan diklasifikasikan seperti panas, basah, dingin, basah atau kering. Makanan,
tumbuhan, dan obat-obatan digunakan untuk mempertahankan tubuh dalam
keseimbangan yang alami. Misalnya buah pisang diklsifikasikan sebagai suatu
makanan yang dingin, tetapi jagung, diklasifikasikan sebagai makanan yang panas
(Boyle dan Andrew, 1989).
3. Kekurangan laktosa pada orang dewasa dilaporkan banyak terjadi pada penduduk
di dunia. Sejumlah 94% terjadi pada orang Asia, 90% pada orang negro Afrika,
79% pada orang Indian Amerika, 75% pada orang Amerika kulit hitam, 50% pada
orang Amerika-Meksiko, dan 17% pada orang Amerika kulit putih (Overvield,
1985).
4. Latihan nutrisi dapat digolongkan sebagai kegiatan yang menguntungkan, murni
dan penuh kehangatan. Mnfaat dan kemurnian harus didukung dengan sensitivitas
dan penjelasan pengaruh mentalnya (Boyle dan Andrew, 1989).
5. Makan secara berkelompok dapat dianjurkan pada beberapa situasi (rehabilitas
jangka panjang, kesehatan mental) dapat menjadi konflik budaya (contoh, laki-
lakimakan bersama wanita) (Boyle dan Andrew, 1989).
6. Makan digunakan oleh orang Italia untuk meningkatkan kesehatan fisik dan
psikologis. Anggur merupakan makanan yang sering digunakan bersama pada saat
makan (Ginger dan Davidhizar, 1991).
7. Mempertahankan diet yang halal pada orang Yahudi adalah sebuah kemungkinan
walaupun di dapurnya terdapat makanan yang tidak halal. Ikan dengan siripnya
merupakan diet yang dibutuhkan. Piring kertas disposible akan digunakan,
sehingga hidangan daging dan susu tidak bercampur (Ginger dan Davidhizar,
1991).

B. PANDANGAN SEHAT – SAKIT


Persepsi sehat-sakit yang berbeda antara masyarakat dan perawat dapat
menimbulkan permasalahan. Persepsi masyarakat tentang sehat sakit dapat dipengaruhi
oleh pengalaman masa lalu terhadap penyakit serta terkait dengan sosial-budaya
masyarakat setempat. Budaya masyarakat Jawa dan Madura dalam mencari pengobatan
sangat berbeda. Masyarakat Jawa terkadang lebih memilih berobat pada “orang pintar”
ke dukun daripada ke dokter atau masyarakat Madura yang lebih meminta disuntik dua
kali saat berobat ke mantri, semua ini didasari atas persepsi masyarakat dalam mencari
pengobatan ketika mereka sakit.

Menurut Sudarti (1988), individu yang merasa penyakitnya disebabkan oleh


makhluk halus, akan mencari “orang pintar” atau dukun yang dianggap mampu mengusir
makhluk halus yang dipersepsikan sebagai penyebab sakit. Perbedaan seperti ini
biasanya menimbulkan masalah tersendiri bagi perawat atau petugas kesehatan dalam
menerapkan program kesehatan.

Penyakit merupakan sesuatu yang bersifat objektif, sedangkan sakit lebih bersifat
subjektif. Pengalaman sakit lebih menekankan akan perasaan tidak enak, merasa sakit
atau terdapat kekurangan pada individu yang merasa sakit. Di negara-negara Eropa atau
Amerika yang tergolong sebagai negara maju, memiliki kesadaran kesehatan yang cukup
tinggi. Masyarakat di negara maju ini cenderung takut terkena penyakit, sehingga jika
merasa terdapat kelainan pada tubuh mereka maka akan segera pergi ke pelayanan
kesehatan. Padahal, setelah diperiksa secara seksama oleh perawat dan dokter, tidak
terdapat kelainan. Keluhan psikosomatis seperti ini lebih banyak dirasakan oleh
masyarakat negara maju atau orang kaya daripada negara berkembang atau masyarakat
marginal. Keadaan sehat sakit sangat terkait dengan subjektivitas seseorang.

Sesuai dengan persepsi yang subjektif tentang sehat dan penyakit Notoatmojo dan
Sarwono (1986), memberikan penilaian tentang kondisi kesehatan individu ke dalam
delapan golongan.

Tabel 11.1 Status kesehatan individu (Notoatmojo dan Sarwono, 1986)

Tingkat Dimensi Sehat


Psikologi Medis Sosial
Normally well Baik Baik Baik
Pessimistic Sakit Baik Baik
Socially ill Baik Baik Sakit
Hypocondriacal Sakit Baik Sakit
Medically ill Baik Sakit Baik
Martyr Sakit Sakit Baik
Optimistic Sehat Sakit Sakit
Seriously ill Sakit Sakit Sakit
C. PENCEGAHAN PENYAKIT

Bagi seorang perawat, pemahaman tentang sejarah alamiah penyakit atau (natural
history of diseases) sangat diperlukan. Sejarah alamiah penyakit menunjukkan (gambar 11.2)
mula-mula individu (host) kontak pertama dengan penyakit (agen), agen akan mengalami
inkubasi pada tubuh host. Selama periode ini, pada host terjadi hubungan secara patologis
yang tidak atau belum dirasakan oleh host. Pada saat sampai pada titik mulai timbul tanda
dan gejala klinis yang dirasakan oleh individu. Individu mulai mencara perawat atau dokter
untuk mengatasi keluhan penyakit yang dirasakan individu. Ketika individu menjalani proses
penyembuhan penyakit maka akan ada tiga kemungkinan yaitu individu akan sembuh total,
individu akan cacat, terdapat gejala sisa, atau individu akan meninggal dunia.

Primer Sekunder Tersier


1 2
b b

a b

Gambar 11.2 Level pencegahan penyakit

Terdapat tiga level pencegahan yang dilakukan perawat untuk membantu masyarakat,
yaitu pencegahan level primer, sekunder dan tersier. Pencegahan level pertama atau primer
dilakukan oleh perawat untuk mencegah timbulnya penyakit. Perawat dengan kompetensi
yang dimiliki berusaha menyadarkan masyarakat agar berprilaku hidup sehat, mulai dari
penyuluhan, menempel iklan layanan kesehatan sampai menggelar talk show serta seminar.

Menurut penulis Sugeng Mashudi, (2012) kendala yang diahadapi perawat saat
melakukan pencegahan primer ini adalah dukungan pemerintah yang kurang optimal.
Pencegahan sekunder dapat dilakukan oleh perawat dan petugas kesehatan dengan melakukan
deteksi dini (screening) terhadap suatu penyakit. Misalnya, deteksi dini kanker serviks,
deteksi dini hepatitis B, deteksi dini flu babi, dan lain-lain. Adanya kampanye deteksi dini
penyakit diharapkan masyarakat sadar akan status kesehatannya. Harapan penulis pada level
pencegahan sekunder ini pemerintah memberikan sistem khusus agar masyarakat lebih teratur
memeriksakan kesehatannya.
Level pencegahan ketiga adalah saat individu merasa sakit. Intervensi keperawatan
pada level ini perawat perlu berkolaborasi dengan petugas kesehatan lain, seperti dokter, ahli
gizi, fisioterapi, petugas kesehatan lainnya. Menurut penulis usaha pemerintah untuk
mendukung dan mengatasi pencegahan pada level ini sangat besar. Berbagai rumah sakit
negeri sampai level puskesmas mendukung program pemerintah ini, bagi masyarakat kurang
mampu pemerintah telah mengalokasikan sejumlah dana untuk memberikan pengobatan
gratis bagi warganya. Guna mensejahterakan dan menyehatkan masyarakat Indonesia, sudah
saatnya pemerintah mulai mendukung usaha pencegahan level pertama, primer.
BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN

Berbagai upaya dilakukan oleh perawat untuk memperbaiki status kesehatan


masyarakat, termasuk mempelajari unsur sosial dan kebudayaan masyarakat. Melalui
proses keperawatan, khususnya pada tahap pengkajian perawat perlu mengkaji unsur
social masyarakat seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan, social ekonomi, dan unsur
budaya.

Kemudian mengenai pandangan sehat-sakit yang berbeda antara masyarakat dan


perawat dapat menimbulkan permasalahan. Persepsi masyarakat tentang sehat sakit dapat
dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu terhadap penyakit serta terkait dengan sosial-
budaya masyarakat setempat.

B. SARAN
Dengan upaya yang dilakukan oleh perawat untuk memperbaiki status kesehatan
masyarakat, diharapkan juga masyarakat ikut serta dalam meningkatkan status kesehatan
sehingga akan lebih efektif bila bersama-sama menerapkannya. Sehingga diharapkan
nanti tidak ada lagi masyarakat dengan status kesehatan yang rendah selain itu tidak ada
lagi perbedaan mengenai pandangan sehat sakit dalam masyarakat dengan perawat.
DAFTAR PUSTAKA

Mashudi, Sugeng. 2012. Buku Ajar Sosiologi Keperawatan Konsep & Aplikasi. Jakarta: 2012

Anda mungkin juga menyukai