Ultrasonografi (USG)
USG dilakukan dengan pasien dalam posisi telentang dan leher hiperektensi. USG dapat
mendeteksi lobus atau lesi tiroid sekecil 2 mm. Ini dapat membedakan nodul padat dari kista
sederhana dan kompleks. USG dapat memperkirakan ukuran tiroid, memberikan perkiraan
kepadatan jaringan, menunjukkan aliran dan kecepatan pembuluh darah dan membantu
menempatkan lokasi jarum untuk tujuan diagnostik. Pemeriksaan Doppler dapat ditambahkan saat
menjalankan ultrasonografi.
TSH
Serum Pengukuran TSH serum memiliki sensitivitas dan spesifisitas tertinggi dari setiap tes darah
tunggal dan digunakan sebagai tes skrining awal untuk hipertiroidisme. Pada hipertiroidisme,
serum TSH akan kurang dari 0,01 mU / L atau bahkan tidak terdeteksi.
PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengelolaan
Manajemen hipertiroidisme melibatkan 3 aspek yang saling terkait, yaitu :
1. Penghambatan sintesis dan sekresi hormon tiroid (ATD)
2. Penghancuran atau pengurangan massa jaringan tiroid (terapi atau operasi yodium radioaktif)
3. Meminimalkan efek hormon tiroid pada jaringan perifer (terapi beta-blocker)
Pengambilan keputusan yang bijaksana dalam memilih terapi yang paling sesuai tergantung
pada beberapa faktor, seperti keparahan hipertiroidisme, usia, ukuran struma dan adanya
komorbiditas.
2. Terapi radioaktif Iodin disarankan pada pasien GD dengan kondisi klinis berikut:
a. Wanita yang merencanakan kehamilan (lebih dari 4-6 bulan setelah terapi radioiodine,
asalkan kadar hormon tiroid normal),
b. Individu dengan komorbiditas semakin meningkat untuk tindakan bedah
c. Pasien dengan leher yang sebelumnya dioperasi atau diiradiasi eksternal, atau kurangnya
akses ke ahli bedah tiroid.
d. Kontraindikasi penggunaan ATDs
Jika diberikan sebagai pretreatment, MMI harus dihentikan 3-5 hari sebelum pemberian yodium
radioaktif, restart 3-7 hari kemudian, dan umumnya dikurangi secara bertahap lebih 4-6 minggu
sebagaimana fungsi tiroid. dinormalkan
Tes kehamilan harus diperoleh dalam waktu 48 jam sebelum pengobatan pada setiap wanita
dengan potensi melahirkan anak yang harus diperlakukan dengan yodium radioaktif. Dokter yang
merawat harus melakukan tes ini dan memverifikasi hasil negatif sebelum pemberian yodium
radioaktif. Sekitar 2 minggu setelah dan sebelum terapi yodium radioaktif, makanan yang
mengandung tinggi iodine seperti makanan laut dan obat yang mengandung iodine secara ketat
dilarang. Selama 3 hari setelah terapi yodium radioaktif, pasien harus disarankan untuk tidak
tinggal dekat (jarak radius kurang dari 5 meter) dengan anak-anak berusia kurang dari 13 tahun
dan wanita hamil. Pasien dilarang untuk hamil dalam 6 bulan setelah terapi yodium radioaktif;
kontrasepsi yang dianjurkan selama periode itu.
Tindak lanjut dalam 1-3 bulan pertama setelah terapi yodium radioaktif untuk GD harus mencakup
penilaian bebas dari T4 dan total T3. Jika setelah 3 bulan tindak lanjut, pasien tetap tirotoksik,
dosis kedua terapi yodium radioaktif harus dipertimbangkan. Transient hipotiroidisme setelah
terapi yodium radioaktif jarang terjadi selama 6 bulan setelah terapi iodine, dengan pemulihan
lengkap selanjutnya fungsi tiroid. Oleh karena itu, hipotiroidisme terjadi selama 6 bulan pertama
mereka tidak memerlukan terapi hormon tiroid pengganti.terapi penggantian hormon tiroid harus
diberikan yang sesuai untuk seumur hidup. Setiap pasien yang menjalani terapi yodium radioaktif
harus benar-benar menjelaskan tentang terjadinya hipotiroidisme pasca terapi dan informasi
penting lainnya yang terkait dengan terapi yodium radioaktif.
3. Manajemen bedah pasien dengan GD
Bila mungkin, pasien dengan GD menjalani tiroidektomi harus diberikan eutiroid. Dalam keadaan
luar biasa, jika tidak mungkin untuk membuat pasien dengan GD eutiroid sebelum tiroidektomi,
kebutuhan untuk tiroidektomi sangat mendesak, atau ketika pasien alergi terhadap obat antitiroid,
pasien harus diobati dengan beta-blokade dan kalium iodida segera pada periode pra operasi.
Berikut komplikasi bedah tiroidektomi pada pasien GD yang relatif langka, yaitu,
hipoparatiroidisme dan kelumpuhan pita suara. Peningkatan hasil pasien, khususnya tingkat
komplikasi, telah terbukti secara independen dikaitkan dengan volume bedah tiroidektomi tinggi.
Prognosa
GD prognosis baik-tercermin dengan tingkat remisi dan kekambuhan. tingkat remisi antara orang
dewasa lebih tinggi daripada anak-anak.
ATDs mampu menginduksi remisi permanen pada 30-50% kasus. Jika kekambuhan terjadi pada
pasien GD diobati dengan ATDs, maka terapi destruktif lebih mungkin menjadi pilihan yang lebih
tepat. Administrasi ATDs 12-18 bulan berikutnya, sekitar lebih dari 50% dari pasien akan
mengembangkan kekambuhan. Beberapa penelitian melaporkan bahwa tingkat TSH-R Ab yang
tinggi karena penghentian terapi dicurigai terkait dengan tingkat kekambuhan yang tinggi.
Rasio T3 / T4 lebih dari 20 terkait dengan risiko kekambuhan lebih dari 80%. tingkat TSH rendah
setelah 4 minggu penghentian ATDs berkorelasi dengan terjadinya kekambuhan pada 70% kasus.
Ada korelasi antara volume tiroid dan aliran darah, di mana temuan ini memperkuat korelasi
diketahui sebelumnya antara struma besar dan beresiko tinggi untuk kambuh. Aliran darah arteri
tiroid superior juga telah dikenal sebagai salah satu prediktor risiko kambuh.
Semua pasien harus ketat-dimonitor untuk terjadinya kekambuhan setelah penghentian ATDs.
Sekitar 75% kekambuhan terjadi pada 3 bulan pertama setelah penghentian. Jika kekambuhan
terjadi, ATDs lanjut dalam jangka waktu yang lebih harus diresepkan atau terapi destruktif
kemungkinan akan dipertimbangkan.
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
A. Identitas Klien
Usia : 33 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Pekerjaan : -
TB : 161 cm
BB : 60 kg
Diagnosa Medis : Hipertiroid
B. Keluhan Utama : -
Provoking Incident ( P )
apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi pembesaran leher, seperti
kemungkinan adanya gangguan hormon kelenjar tiroid, gangguan autoimun(teori)
Quality ( Q )
Menanyakan kepada klien seperti apa pembesaran leher yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah ada keluhan nyeri tekan atau nyeri saat menelan (teori)
Region : radiation ( R )
Kaji seberapa jauh pembesaran yang dirasakan atau menerangkan seberapa jauh pembesaran
leher ini mempengaruhi kemampuan fungsinya, pada kasus lingkar leher klien 33,5cm
Time ( T )
Kaji sejak kapan pembesaran leher pada klien berlangsung, dan apakah pembesarannya
bertambah buruk (semakin besar) dari waktu ke waktu.(teori)
Pembesaran leher sudah terjadi sejak 2 bulan terakhir(kasus)
C. Riwayat Keperawatan Saat ini
Keluhan saat ini tidak ada (gemetar atau keringat banyak (-) setelah minum obat )
D. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Dalam kasus tidak disebutkan, tetapi bila ada biasanya adanya riwayat adenoma tiroid atau
grave’s disease
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Menanyakan apakah ada anggota keluarga yang memiliki penyakit yang sama,
Kaji pada klien atau keluarga, apakah ada riwayat penyakit grave, gondok multinoduler
toksik, dan adenoma toksik.
Apakah sudah menikah?sudah punya keturunan?apakah berencana memiliki keturunan?
(teori: penatalaksanaan pengobatan pada ibu berencana hamil/hamil/menyusui perlu
dipertimbangkan))
F. Riwayat Penggunaan obat
Pengobatan atau tindakan apa sajakah yang klien lakukan selama proses
penyembuhan dan obat-obatan apa saja yang di konsumsi klien.
G. Selama kontrol di Poli Endokrin mendapat terapi PTU (obat antitiroid ; propiltiourasil) 3 x
200 kemudian diturunkan sampai terakhir 2 x 50 mg
H. Pola-pola Fungsi Kesehatan
a. Pola Gaya Hidup
Menanyakan bagaimana kebiasaan klien dalam mengonsumsi makanan (frekuensi
makanan, jenis makanan, porsi makan, jenis dan kuantitas minum).
Menanyakan bagaimana asupan iodium pada klien
Bagaimana pengetahuan klien tentang makanan tinggi kalori, tinggi protein dan
makanan atau minuman yang harus dihindari (alkohol dan minuman stimulant lain)
(teori)
b. Kebutuhan nutrisi
Penderita hipertiroidisme biasanya mengeluh nafsu makan meningkat dan sering
merasa lapar tetapi terjadi penurunan berat badan akibat metabolisme tubuh yang
meningkat (teori)
c. Kebutuhan eliminasi
Hipertiroidisme juga mempengaruhi pola eliminasi klien. Biasanya klien sering
mengalami diare, karena gerakan makanan yang cepat melalui gastrointestinal
(peningkatan peristaltis) (teori)
d. Kebutuhan istirahat dan tidur
Klien mungkin akan mengalami gangguan tidur karena merasa tidak nyaman seperti
berkeringat, ansietas, berdebar-debar, dan mengeluhkan suhu ruangan (intoleran
terhadap panas). Oleh karena itu, kamar klien harus dijaga agar suhunya selalu sejuk
serta nyaman.(teori)
e. Mempertahankan suhu tubuh
Klien dengan hipertiroidisme intoleran terhadap panas. Hal ini akibat laju metabolic
dan produksi panas yang berlebihan.(teori)
H. Pengkajian psikososial
Stress emosional.
Pada pengkajian ini, mencakup laporan pasien atau keluarga mengenai keadaan pasien
yang mudah tersinggung (iritabel), serta peningkatan reaksi emosionalnya. Status
mental, emosional dan perubahan penampilan
Kekhawatiran penderita hipertiroidisme harus diredakan dengan penjelasan bahwa
reaksi emosional yang dialaminya merupakan akibat dari penyakit dan dengan bantuan
terapi akan mengendalikan gejala tersebut.
Karena efek negative (reaksi emosional) yang ditimbulkan oleh gejala ini akan
berpengaruh terhadap keluarga dan sahabatnya maka mereka perlu diberikan penjelasan
tentang gejala penyakit ini.
I. Pengkajian spiritual
Apakah klien secara teratur melakukan ibadah sesuai keyakinannnya.
Apakah klien secara teratur mengikuti atau terlibat aktif dalam kegiatan keagamaan
J. Pemeriksaan Fisik
a. Antropometri
TB : 161 cm
BB : 60 kg
BMI : 23 (berlebih)
b. TTV
TD : 110/80 mmHg (N=90-130/70-90 mmHg)
RR : 20 x/menit (N=12-20 x/menit)
T : afebris (N=36,5-37,50 C)
HR : 100 x/menit (N=60-100 x/menit)
c. Pemeriksaan Head to toe
1. Kulit dan rambut
Rambut
- Inspeksi : warna rambut, jumlah rambut (biasanya menipis)
- Palpasi : konsentrasi dan tekstur rambut
Kulit : DBN (dalam kasus)
- Inspeksi : warna, adanya miksedema pratibial / dermofati (penebalan
dan hiperfigmentasi kulit lokal di aspek anterior kaki dan tungkai
bawah)
- Palpasi kulit : biasanya diaporesis, hangat, dan lembab, serta intoleran
terhadap panas
2. Kepala
- Inspeksi bentuk simetris antara kanan dan kiri, bentuk lonjong, tidak ada
lesi
- Palpasi ada / tidaknya nyeri tekan.
3. Mata
- Inspeksi : eksoftalmus +/+ (bola mata terdorong ke depan dan mata
menonjol dari tulang orbita), mata berair, dan tidak dapat menutup
dengan sempurna, konjungtiva pucat (-), ikterik (-), penglihatan kabur,
adanya globe lag, ulkus pada kornea, dan sensitive cahaya
- Palpasi : kelopak mata ( ada bagian yang menonjol)
4. Telinga
- Inspeksi : ukuran , simetris antara kanan dan kiri, tidak ada serumen pada
lubang telinga, tidak ada benjolan
5. Hidung
- Inspeksi : simetris, tidak ada secret, tidak ada lesi, tidak ada benjolan
6. Mulut
- Inspeksi : bentuk mulut simetris, kebersihan lidah dan gigi
7. Leher
- Inspeksi : terdapat pembesaran leher, pada tiroid kanan tampak nodul
hipoechoik dengan batas tegas ( halo) dan lesi hipo dan hiperechoik
- Palpasi : kelenjar tiroid (teraba difuse), lingkar leher 33,5cm(diukur),
tiroid kiri membesar dengan ukuran 3,33x2,82x6,56cm, tiroid kanan
3,43x2,55x4,31 cm tampak nodul hipoechoik dengan batas tegas
(halo)dengan ukuran 0,96x0,85x1,11cm dan lesi heterogen hipo dan
hiperechoik dengan ukuran 1,06x1,01x1,08 (diukur)
8. Dada dan thorax
- Inspeksi : dada simetris kanan dan kiri, ukuran, dan bentuk dada, nafas
dangkal dan cepat
- Palpasi : adanya masa, berdebar, getaran focal femitus sama antara
kanan dan kiri, ada / tidaknya nyeri dada
- Perkusi : pada semua bagian dada, dengarkan adanya bunyi abnormal
pada paru – paru dan jantung
- Auskultasi : bunyi jantung dan paru (biasanya denyut jantung
meningkat, bunyi nafas cepat dengan irama tidak beraturan), dengarkan
pula suara abnormal dari jantung dan paru – paru (gallop, murmur,
crackle, dll)
9. Abdomen
- Inspeksi: bentuk, kesimetrisaan, warna, adanya lesi
- Palpasi : turgor, adanya masa, ada / tidaknya nyeri tekan
- Perkusi : di keempat kuadran
- Auskultasi : bunyi bising usus (peningkatan bisa mengindikasikan
terjadinya diare)
10. Ekstremitas
- Inspeksi : bentuk, ukuran, warna ekstremitas atas dan bawah,
pengeluaran keringat dan gemetar
- Palpasi : suhu pada kulit ekstremitas atas dan bawah, masa otot, refleks
tendon (biasanya hiperaktif)
2) Laki-laki :
Kehilangan libido (keinginan seks)
Penurunan potensi
“Indonesian Clinical Practice Guidelines for Hyperthyroidism The Indonesian Society of Endocrinology
Diseases, Task Force on Thyroid”(2012). Journal of the ASEAN Federation of Endocrine Societies. 27: 1:
34-39. DOI; 10.15605/jafes.027.01.05