Pembimbing:
Dr. Rosalia Sri Sulistijawati, M.Sc, Sp.Rad (K)
Disusun Oleh:
Syifa Silviyah
1710221036
Dokter Pembimbing
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus dengan judul “Fraktur
Terbuka Cruris Dextra 1/3 Media”. Laporan kasus ini ditulis untuk menambah
pengetahuan dan wawasan mengenai Fraktur Terbuka Cruris Dextra 1/3 Media dan
merupakan salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di Departemen
Ilmu Radiologi Rumah Sakit Tentara TK II dr. Soedjono, Magelang.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada
dosen pembimbing, Dr. Rosalia Sri Sulistijawati, M.Sc, Sp.Rad (K) yang telah
meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan pengarahan dalam
penyusunan laporan kasus ini dari awal hingga selesai. Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
dimasa yang akan datang. Semoga laporan kasus ini dapat berguna bagi kita semua.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M Jenis Kelamin : Laki – laki
Usia : 51 tahun Suku Bangsa : Jawa
Status Perkawinan : Menikah Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Karyawan No. CM : 170692
Alamat : Grabeg Tgl Masuk RS : 8 Juli 2018
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium 07 Juli 2018
Hemoglobin 14,2 g/dl 12.0 – 16.0
Hematocrit 35,3 % 35.0 – 47.0
Leukosit 22.100 U/L (H) 3600 – 11.000
Trombosit 332.000 150.000 – 44.000
Eritrosit 4.17 X 106 /ul 3,8 – 5,2
MCV 85,7 fl 80.0 – 100.0
MCH 29,6 pg/cell 26.0 – 35.0
MCHC 35,7 % 31.0 – 36.0
RDW 9,9 % (L) 11.0 – 16.0
MPV 8,9 fl 8.0 – 11.0
b. Hasil roentgen regio cruris dextra AP/Lateral view
VI. DIAGNOSIS
Open Fracture segmentale fibullae dextra 1/3 media grade II.
VII. PLANNING
A. Treatment
Planning Diagnostik
o Laboratorium darah : Darah lengkap, CT, BT.
Planning Terapi
Farmakologi (7 Juli 2018)
o IVFD RL 20 tpm
o Amoxilline 3 x 1
o Asam Mefenamat 3 x 1
o Captopril
Non Farmakologi
o Debridement
o Imobiliasasi
o Operatif
1. Puasa 6 jam
2. Konsultasi spesialis Anestesi
o Operation
Proyeksi AP
Gambar : Posisi pasien pada pemeriksaan cruris proyeksi AP
Sumber : Merril’s Atlas of Radiographyc Possitioning and Procedures
Gambar : Radiograf proyeksi AP pada pemeriksaan cruris
Sumber : Merril’s Atlas of Radiographyc Possitioning and Procedures
Proyeksi Lateral .
Posisi pasien :
- Pasien tidur miring diatas meja pemeriksaan dengan tungkai
yang akan difoto lurus,
- tungkai yang lain genu fleksi diletakkan didepan tungkai
yang sakit dan diganjal.
Posisi obyek :
- Tungkai bawah yang akan difoto diatur true lateral dengan
cara mengatur kedua condylus saling superposisi dan kedua
maleolus juga saling superposisi.
Titik bidik : Pada pertengahan cruris.
Arah sumbu sinar : Vertikal tegak lurus terhadap kaset.
Kriteria gambar :
- Tampak cruris pada posisi lateral.
- Tampak tibia dan fibula saling superposisi.
- Tampak fibula distal overlep dengan setengah bagian
posterior tibia.
- “Shaf of tibia” dan fibula tampak terpisah kecuali pada kedua
ujung persendian.
Gambar : Posisi pasien pada pemeriksaan cruris proyeksi Lateral
Sumber : Merril’s Atlas of Radiographyc Possitioning and Procedures
B. Fraktur Komplit
Fraktur. Fraktur ini bisa menyebabkan tulang terbagi menjadi dua segmen
dan biasanya disertai dengan displasia dari fragmen tersebut. Fraktur komplit
sering terjadi pada orang dewasa dan bisa diklasifikasikan berdasarkan arah
komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang, luas dan melintang
fraktur tulang (Direction of the break), jumlah garis fragmen (The degree of
the damage to the bone), hubungan dengan dunia luar, dan penggeseran
fragment tulang (displacement).7,8,9
1) Berdasarkan arah fraktur tulang (Direction of the break)
Arah fraktur dikenal juga sebagai garis patah tulang. Seperti yang
dipaparkan pada gambar dibawah ini, arah fraktur bisa terbagi kepada
fraktur transversal, fraktur oblik, fraktur spiral, fraktur impaksi, dan fraktur
avulsi. Fraktur komunitif dan fraktur segmental akan dibahas pada
klasifikasi berdasarkan jumlah fragment.7,8
Gambar 8. Foto Cruris posisi AP/ Lateral. Tampak gambaran fraktur transversal
pada bagian distal os tibia.17
b. Fraktur Oblik
Fraktur Oblik adalah garis patah miring. Fraktur ini garis patahnya
membentuk sudut terhadap tulang dan cenderung tidak stabil serta sulit
untuk diperbaiki.1,8,9,15
Gambar. Fraktur Oblik.16
Gambar. Foto Cruris posisi AP/ Lateral. Tampak gambaran fraktur oblik pada os
tibia.17
c. Fraktur spiral
Fraktur spiral adalah fraktur yang garis patahnya melingkar. Fraktur
ini biasanya timbul akibat torsi pada
ekstremitas. Fraktur ini biasanya hanya
menimbulkan sedikit kerusakan pada
jaringan lunak, dan fraktur semacam ini
cenderung cepat sembuh dengan imobilisasi
luar.1,8,9,15
Gambar. Foto crurisr posisi AP/ Lateral. Tampak gambaran fraktur segmental os
tibia dan fibula.23
b. Fraktur Kominutif
Fraktur komunitif adalah serpihan-serpihan atau terputusnya
keutuhan jaringan dengan lebih dari dua fragment tulang. Tahap fraktur
komunitif tergantung pada kekuatan gaya yang menyebabkan
cedera.1,8,9
Gambar. Fraktur kominutif.16
Gambar 17. Foto cruris posisi AP/ Lateral. Tampak gambaran fraktur kominutif
os tibia dan fibula.31
c. Fraktur Multipel
Fraktur multipel adalah fraktur tulang yang terjadi pada beberapa
bagian tulang yang berlainan.1,7,8
Gambar. Tampak gambaran fraktur 1/3 distal os radius dan ulna dengan soft
tissue intak (fraktur tertutup).27
Gambar. Tampak fraktur distal os fibula dan dislokasi tibia ke caudal, tampak
tulang menempus soft tissue.28
Fraktur terbuka dibagi menjadi tiga derajat (menurut R.Gustillo),
yaitu:1,8,9,15
a. Derajat I:
i. Luka <1 cm
ii. Kerusakan jaringan lunak sedikit, relatif tanda luka remuk
iii. Fraktur sederhana, transversal, oblik atau komunitif ringan
iv. Kontaminasi minimal
b. Derajat II:
i. Laserasi >1 cm
ii. Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse
iii. Fraktur komunitif sedang
iv. Kontaminasi sedang
c. Derajat III:
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit,
otot, dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur terbuka
derajat III terbagi atas:
i. Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun
terdapat laserasi luas/flap/avulse atau fraktur segmental/sangat
komunitif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa
melihat besarnya ukuran luka.
ii. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau
terkontaminasi.
iii. Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa
melihat kerusakan jaringan lunak.
4) Berdasarkan kedudukan pergeseran fraktur (Displacement of
fracture)
Fraktur pergeseran adalah posisi yang abnormal pada fragment fraktur
di bagian distal yang berhubungan dengan tulang proximal. Fraktur
penggeseran bisa menyebabkan peralihan tulang, pemendekan tulang,
pembentukan sudut angulasi, rotasi, dan perubahan alignment seperti yang
dilampirkan pada Gambar 16. Peralihan (distraction) adalah pemisahan pada
axis longitudinal tulang yang ditandai dengan gangguan alignment tulang.
Namun, pergeseran (displacement) adalah tahap dimana fragmen fraktur
keluar dari alignment tulang. Angulasi adalah sudut pada fragmen distal yang
diukur dari fragment proximal. Penggeseran dan angulasi bisa terjadi pada
ventral-dorsal plane, lateral-medial plane atau keduanya.15
Gambar 24. Displacement of Fractur.14
a. Perubahan alignment (Loss of alignment)
Istillah ‘pergeseran’ (displacement) adalah perubahan alignment
tulang di sepanjang axis tulang. Perubahan alignment sering disertai
beberapa derajat angulasi, rotasi, atau perubahan kepanjangan tulang.15
b. Pemendekkan tulang (shortening)
Pergeseran tulang distal kearah proximal menyebabkan pemendekan
(shortening) pada tulang panjang. Pemendekan tulang pada fraktur oblik
lebih parah dibandingkan pemendekan akibat fraktur transversal.15
c. Angulasi (Angulation) dan Rotasi (Rotation)
Angulasi merupakan berkaitan dengan arah tulang distal dan
terhadap tulang proximal (Gambar 21). Angulasi pada bagian medial
dikenal sebagai ‘Varus’ dan angulasi pada pada lateral dikenal sebagai
‘Valgus’.7,15
Pengobatan
Tindakan pengobatan selalu harus mempertimbangkan pengobatan
konservatif dengan pemakaian gips sirkuler di atas lutut dengan sedikit fleksi.
Operasi dilakukan apabila ada indikasi seperti fraktur terbuka, malunion atau
nonunion yang sangat jarang ditemukan.
1. Konservatif
Pengobatan standar dengan cara konservatif berupa reduksi fraktur dengan
manipulasi tertutup dengan pembiusan umum. Pemasangan gips sirkuler untuk
immobilisasi, dipasang sampai diatas lutut.
Prinsip reposisi adalah fraktur tertutup, ada kontak 70% atau lebih, tidak ada
angulasi dan tidak ada rotasi. Apabila ada angulasi, dapat dilakukan koreksi
setelah 3 minggu (union secara fibrosa). Pada fraktur oblik atau spiral,
imobilisasi dengan gips biasanya sulit dipertahankan, sehingga mungkin
diperlukan tindakan operasi.
Cast bracing adalah teknik pemasangan gips sirkuler dengan tumpuan pada
tendo patella (gips Sarmiento) yang biasanya dipergunakan setelah
pembengkakan mereda atau terjadi union secara fibrosa.
2. Operatif
Terapi operatif dilakukan pada fraktur terbuka, kegagalan dalam terapi
konservatif, fraktur tidak stabil dan adanya nonunion. Metode pengobatan
operatif adalah sama ada pemasangan plate dan screw, atau nail intrameduler,
atau pemasangan screw semata-mata atau pemasangan fiksasi eksterna.
Indikasi pemasangan fiksasi eksterna pada fraktur tibia:
Fraktur tibia terbuka grade II dan III terutama apabila terdapat kerusakan
jaringan yang hebat atau hilangnya fragmen tulang
Pseudoartrosis yang mengalami infeksi (infected pseudoarthrosis)
III. 5 Komplikasi
Komplikasi pada fraktur yang dapat dilihat pada foto roentgen, ialah:
a. OSTEOMIELITIS
Osteomyelitis adalah penyakit pada tulang, yang ditandai dengan
adanya peradangan sumsum tulang dan tulang yang berdekatan dan sering
dikaitkan dengan hancurnya kortikal dan trabekular tulang. Penyakit ini
memiliki dua manifestasi yaitu osteomyelitis hematogenous dan contiguous
osteomyelitis dengan atau tanpa insufisiensi vaskular. Baik hematogenous
dan contiguous osteomyelitis mungkin lebih lanjut diklasifikasikan sebagai
akut atau kronis.35
Invasi dari organisme yang dapat menyerang tulang baik secara invasi
lansung yang berasal dari luka yang terinfeksi , atau dari infeksi persendian,
atau dapat pula berasal dari penyebaran melalui pembuluh darah yang berasal
dari daerah yang jauh, biasanya adalah kulit. Osteomyelitis haematogenus
biasanya terjadi selama proses pertumbuhan , namun semua umur dapat
beresiko dan pada beberapa kasus ditemukan pada orang tua. Pada bayi,
penyebab tersering adalah streptococcus. Pada orang dewasa Staphylococcus
lebih sering ditemukan.35
Sangat penting untuk mengetahui suplai pembuluh darah tulang
sebelum mendeskripsikan infeksi yang melalui pembuluh darah. Suplai
pembuluh darah pada tulang panjang dapat berasal dari :35
1. Arteri Nutrisia. Arteri ini merupakan sumber terbesar suplai darah .
Arteri ini mensuplai medulla dan bagian dalam korteks.
2. Pembuluh darah periosteum, yang mensuplai darah korteks bagian luar.
3. Pembuluh darah metaphisis dan epifisis.
Pada orang dewasa, setelah lempengan epifisis tergabung, pembuluh
darah metafisi dan epifisis akan bergabung sehingga dapat terjadi arthritis
septic. Bagaimanapun periosteum merupakan sumber yang paling banyak
yang berperan pada infeksi pada sendi dibandingkan dengan sumber yang
berasal dari metafisis.35
Pada osteomielitis akut terdapat periode laten yaitu 10 -12 hari diantara
onset gejala klinis dan perkembangan gambran radiologi pada tulang . Karena
terapi yang adekuat sangat diperlukan pada keadaan awal , dimana tidak
diperlukan untuk menunggu perkembangan dari foto radiologi untuk
melakukan penanganan yang tepat. Radioisotop tulang sangat sensitive
terhadap perubahan osteomielitis, tampak daerah dimana meningkatnya
aktifitas radiografi pada daerah infeksi baik sebelum tampak tanda-tanda
osteomielitis pada foto polos tulang.35
A B C
Gambar 29. Osteomyelitis akut pada ulna. 8
Gambar Osteomyelitis akut A : Pemeriksaan didapatkan setelah 10 hari dari
onset gejala yang menggambarkan hancurnya dinding tulang disertai dengan reaksi
periosteal pembentukan tulang baru yang mengelilingi distal diafisis dan metafisis.
B : Pemeriksaan diulangi kembali pada 1 minggu berikutnya memperlihatkan
jumlah formasi subperiosteal pada pebentukan tulang baru. C : Pemeriksaan
dilakukan 6 bulan kemudian memperlihatkan penebalan residual korteks , tetapi
tidak tampak area destruksi tulang.8
Dalam waktu singkat , destruksi tulang menjadi sangat menonjol,
menyebabkan tepi tulang tidak rata, moth-eaten appearance pada daerah medulla
tulang, dimana focus destruksi bercampur dengan area tulang normal. Formasi
pembentukan tulng baru periosteal lebih jelas terlihat , dan reaksi periosteal dan
destruksi intramedullar meluas hingga ke diafisis. 35
Gambaran morfologis dari osteomyelitis kronis adalah adanya bagian tulang
yang nekrosis ditandai dengan tidak adanya osteosit yang hidup. Kebanyakan
mengandung sel mononuklear, granula dan jaringan fibrosa menggantikan tulang
yang diserap oleh osteoklas. Jika diwarnai beberapa macam organisme dapat
ditemukan.35
Terdapat banyak organisme penyebab osteomyelitis kronis namun
penyebab terbanyak adalah Staphylococus Aureus. Proses patologis yang timbul
meliputi adanya infeksi yang menyebabkan timbulnya peningkatan tekanan
intramedullar dan adanya eksudat. Adanya gangguan aliran darah mengakibatkan
timbulnya iskemik tulang dan formasi sequestrum. Adanya abses kemungkinan
keluar dari kulit membentuk sinus. Pada waktu yang sama periosteum kemungkinan
berusaha membentuk dinding atau berusaha menyerap sequestra dan membentuk
formasi tulang baru yakni involucrum. 35
b. NEKROSIS AVASKULAR
Nekrosis avaskular didefinisikan sebagai kematian dari komponen sel tulang
yang terjadi akibat terhentinya suplai darah, struktur tulang menjadi kolaps,
menghasilkan destruksi tulang, nyeri, dan kehilangan fungsi persendian. Nekrosis
avaskular dapat diikuti oleh kondisi-kondisi lainnya dan biasanya melibatkan
epifisis dari tulang panjang seperti caput femur, humerus, dan condilus femur,
namun tulang-tulang kecil dapat pula terkena. Pada pemeriksaan klinis nekrosis
avaskular dapat pula dijumpai pada pertemuan panggul, belakangan ini didapatkan
nekrosis avaskular pada rahang.
Diagnosis yang cepat dan intervensi pengobatan yang tepat dapat menunda
perubahan persendian. Namun, beberapa pasien memperlihatkan penyakit-penyakit
tambahan setelahnya. Tanpa penanganan, proses ini hampir selalu progresif,
menjadikan destruksi persendian dalam jangka waktu 5 tahun. Pasien yang
mengkonsumsi kortikosteroid dan yang menerima transplantasi organ memiliki
resiko terhadap nekrosis avaskular. Kebanyakan data menunjukkan adanya
hubungan riwayat, natural, patologi, patogenesis, dan penanganan dari AVN
terhadap nekrosis pada caput femur.
Gambaran Radiologi
Radiografi : Temuan foto polos radiografi tidak terlihat pada nekrosis avaskular
tahap awal. Pada nekrosis avaskular ringan hingga sedang gambaran radiografi
menunjukkan sklerosis dan perubahan densitas tulang. Pada penyakit yang lebih
berat, deformitas tulang, seperti flattening subchondral radiolucent lines (crescent
sign), dan kolaps pada caput femur terlihat jelas. (lihat gambar di bawah ini)
Gambar 31. Nekrosis Avaskular pada caput femur merupakan hasil dari terapi
kortikosteroid.37
Gambar 31. Nekrosis avaskular pada bahu menunjukkan garis radiolusen
subchondral (crescent sign).37
c. NON-UNION
Non union didefinisikan sebagai berhentinya semua proses penyembuhan
tanpa penyatuan tulang. Kegagalan untuk menunjukkan perubahan progresif pada
gambaran radiografi setidaknya 3 bulan setelah periode waktu selamapenyatuan
fraktur normal telah dilewati adalah bukti dari non union. Perubahan pada
gambaran radiografi mungkin sedikit, oleh karena itu pemeriksaan radiologi harus
dilakukan selama beberapa bulan apakah terdapat perubahan atau tidak.38
Diagnosis klinis non union biasanya didasarkan padariwayat dan gejala klinis
yang ditemukan. Tanda paling umum adalah tidak digunakannya ekstremitas, yang
mana dapat menyebabkan atrofi otot, kekakuan sendi, angulasi progresif, dan mal
alignment tulang. Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya gerakan pada daerah
fraktur. Kadang-kadang gerakan ini sulit untuk dilihat, karena fraktur mungkin
berada pada proximal sendi sehingga dipikirkan bahwa fraktur ada di seluruh sendi.
Biasanya jika terdapat non union di dekat sendi maka gerakan sendi menjadi
terbatas. Dengan palpasi dalam pada daerah fraktur dapat menghasilkan ekspresi
nyeri pada pasien, tapi hal tersebut tidak selalu ditemukan. Penegakan diagnosis
radiografi dari non union dibuat berdasarkan temuan: garis radiolusen pada daerah
fraktur(fraktur persisten), biasanya disertai dengan pinggiran sklerotik, dan ditandai
dengan sklerosis yang mengelilingi garis fraktur. MRI dapat berperan dalam untuk
memperlihatkan fraktur non union dengan infeksi.38
Gambar 32. Gambaran Non union Os. Tibia yang telah dilakukan transplantasi tulang
interosseus dan terdapat kawat. Tampak sklerosis diekitar garis fraktur, tanpa adanya
tanda-tanda bone bridging 1 tahun setelah terjadinya fraktur.1
Gambar 33. (A) MRI menggambarkan tanda intensitas campuran di jaringan celah
fraktur non union pada distal femur (panah) pada gambaran T1. (B) Daerah dimana
meningkatnya tanda-tanda intensitas diperlihatkan oleh T2 (panah hitam),
mengindikasikan adanya tanda-tanda infeksi.1
Gambar 34. Non union Tibia. Pada radiografi frontal dari distal tibia memperlihatkan
garis halus dan sklerotik pada ujung fraktur (panah biru) pada pasien 14 bulan setelah
fraktur, tanda-tanda non union. Terdapat beberapa formasi kalus eksternal (panah putih).
Terdapat pula fraktur non union dari os. fibula.39
Setelah diagnosis selesai, pengobatan harus segera dilakukan. Sebelum hal
ini dilakukan, bagaimanapuntetap penting untuk melakukan pemeriksaan fisik
secara menyeluruh dan bagian yang cedera untuk memastikan ada tidaknya
kerusakan saraf atau keterbatasan gerak sendi dan jaringan lunak. Penaganan yang
sering dilakukan adalah melalui operasi yang dapat memperbaiki non union
menjadi penyatuan tulang yang kuat walaupun fungsi ekstremitas tetap berkurang.
Tujuan utama penyatuan tulang adalah untuk mengembalikan fungsi yang adekuat.
Jika penanganan ini tidak mengembalikan fungsi secara adekuat maka sebaiknya
tidak dilakukan. Namun, amputasi mungkin juga harus dipikirkan sebagai salah
satu penanganan.38
d. DELAYED UNION
Pada fraktur normal dibutuhkan waktu penyembuhan terntentu yang dapat
diperkirakan untuk penyembuhan tulang. Waktu normal ini dapat bergantung pada
usia, suku, keturunan, tulang yang terlibat, tingkat keparahan fraktur, dan apakah
terdapat cedera jaringan lunak. Definisi dari Delayed Union adalah ketika periode
penyembuhan normal telah terlewati mulai dari awal cedera dengan
mempertimbangkan variabel-variabel di atas (Gambar 1). Faktanya, delayed union
bukan berarti akan menjadi non-union. Namun non-union adalah hasil dari delayed
union, dan perbedaan antara keduanya kadang sulit untuk dijelaskan. Masalah
klasik yang menjadi penyebab delayed union adalah reduksi yang tidak adekuat,
imobilisasi yang tidak adekuat, ditraksi, kehilangan suplai pembuluh darah, dan
infeksi. 38
Gambar 35. Radius caninus yang matur dan ulna pada 6 minggu setelah dysplasia akibat
fraktur dan setelah pemakaian bebat. (A) akhir rotgenogram memperlihatkn external
callus trnsversal (zona radiolusen), merupakan gambaran khas fibrocartilaginous
delayed union. (B) Microangiogram dari fraktur radius menunjukan zona avaskular (zona
radiolusen),dan juga menunjukan lapisan fibrokartilago.38
Reduksi fraktur yang tidak adekuat, kurang memperhatikan penyebabnya,
merupakan alasan terbentuknya delayed union dan non union. Hal ini biasanya
dimulai dari ketidakstabilan dan imobilisasi yang buruk. Selain itu, reduksi yang
tidak adekuat dapat disebabkan oleh hancurnya jaringan lunak melalui daerah
fraktur, yang dapat menunda penyembuhan. Gangguan pada jaringan lunak dapat
menyebabkan hilangnya suplai vaskularisasi pada daerah fraktur. Pada daerah
tulang yang memiliki otot, suplai vascular dapat kembali dengan cepat. Pada daerah
lain, seperti pada sepertiga distal radius dan ulna pada anjing, dimana terdapat
sedikit otot, vaskularisasi justru dapat tidak kembali. 38
Imobilisasi yang tidak adekuat dapat menyebabkan biomekanikal seperti
masalah fisiologis yang akan mempengaruhi penyembuhan fraktur (Gambar). Pada
penjelasan Perren baru-baru ini, bahwa masalah penyembuhan fraktur terutama
pada pergerakan relative pada daerah fraktur. 38
Gambar 36. Matur caninus radius 6 minggu setelah osteotomy dan fiksasi dengan 4
lubang standar plate dan screw. (A) Rontgen standar memperlihatkan pelepasan dari 2
crew proksimal dengan elvasi. Daerah osteotomy dengan gambaran radiolusen dan dan
dibatasi oleh sedikit tumpukan kalus eksternal pada daerah proyeksi craniocaudal. (B)
Microangiogram menunjukkan kelonggaran dan elevasi dari plate pada sisi, dengan suplai
pembuluh darah kortikal yang, ketika pembuluh darah pada daerah osteotomy tersumbat
oleh. Kotex bagian bawah terikat kuat oleh plate, pada daerah kanan tampak pembuluh
darah yang berasal dari medulla. 38
e. MAL-UNION
Istilah malunion diberikan bagi fraktur yang telah sembuh dengan perubahan
anatomi yang buruk, disertai dengan banyaknya fragmen yang tumpang tindih, dan
terjadi pemendekan tulang, atau angulasi yang buruk atau displace dari fragmen
distal. Malunions dapat diklasifikasikan sebagai fungsional atau nonfungsional.
Malunion fungsional biasanyaditemukan pada orang-orang yang memiliki deviasi
minimal dari axis normalnya tanpa menganggu mobilitas. Malunions dapat terjadi
baik dengandeviasi axial dan deformitas protational. Deformitas axial seperti
valgus atau deviasi lateral dapat menyebabkan fraktur baru yang kemudian
menyebabkan penyakit degeneratif sekunder dari tulang pergelangan tangan karena
weight bearing pada posisi yang abnormal.sangat sering deviasi malunion axial
akan menyebabkan masalah pada persendian. Fraktur yang berhubungan dengan
cedera fisis juga dapat menyebabkan deformitas yang biasanya tidak
diklasifikasikan sebagai malunion. Deformitas biasanya disebakan karena
lempengan pertumbuhan belum matur. Sangat sering deformitas dalam kasus ini
sama dengan malunion, tapi itu terjadi setelah waktu penyatuan karena
pertumbuhan lebih lanjut dari satu atau lebih tulang dalam hubungannya dengan
tulang lain yang juga sementara bertumbuh. Malunion rotasi dapat juga terjadi dan
biasanya adalah rotasi eksternal. Sebaliknya, deformitas rotasi internal dapat
menyebabkan masalah yang lebih serius namun jarang terjadi.38
Kebanyakan malalignments harus terdeteksi sebelum penyembuhan terjadi.
pengobatan yang memadai harus dilakukan dengan memperbaiki axis dan
deformitas rotasi yang ada, sehinggan penyatuan tulang normal dapat terjadi.
Biasanya lebih baik untuk menghentikan penyembuhan fraktur pada stadium awal
untuk memperbaiki deformitas daripada menunggu osteotomi. Malunion jarang
terjadi pada kasus dengan follow up yang baik setelah internal fiksasi atau
splinting.38
.
Gambar 37. Malunion fraktur tibia yang telah sembuh dengan baik menunjukkan
angulasi lateral dari fragmen distal.1
2.7. CT-SCAN
CT scan adalah pemeriksaan yang sangat baik untuk mengevaluasi sistem skeletal.
CT Scan dapat memperlihatkan struktur jaringan lunak yang berdekatan dan juga marrow
dari kafitas medulla. Posis dari pembuluh darah yang mengelilingi suatu struktur dapat juga
dilihat dengan media kontras. CT scan dapat sangat menguntungkan karena sangat
sensitive untuk mendeteksi destruksi tulang dibandingkan foto polos atau tomografi
standar. Gambaran CT memperlihatkan potongan axial dan horizontal atau juga potongan
sagital dan coronal, dengan rekonstruksi foto. Bagaimanapun, rekonstruksi foto
menurunkan kualitas foto. Foto yang diberikan memperlihatkan baik tulang maupun
jaringan lunak. Jaringan lunak dapat terlihat walaupun tidak seoptimal gambaran tulang.
Pada foto tulang gambaran yang lebih baik akan terlihat pada korteks dan medulla tulang.38
Gambar 38.. Fraktur subkapital leher femur ( panah atas) dengan garis fraktur
membentuk angulasi sekitar 450 terhadap garis horizontal, sesuai dengan Pauwels Fraktur
tipe II.1
Gambar 39. Potongan coronal CT scan memper lihatkan fraktur trochanter tanpa
displace dengan garis fraktur bergabung pada garis intratrochanter(modifikasi klasifikasi
Evans tipe I).1
BAB IV
PENUTUP
Fraktur yang sering terjadi pada orang dewasa biasanya melibatkan tulang
panjang. Salah satu contohnya adalah kasus fraktur lengan bawah. Fraktur lengan
bawah yang paling sering adalah fraktur pada radius distal seperti fraktur Colles,
fraktur Smith atau fraktur Barton. Kemudian diikuti dengan fraktur pada midshaft
tulang radius-ulna seperti fraktur Galeazzi, fraktur Monteggia, atau fraktur radius
ulna, maupun fraktur pada olecranon dan kepala radius.
Mekanisme terjadinya fraktur adalah melalui mekanisme rudapaksa baik
akibat trauma langsung atau terjatuh. Pemahaman mekanisme trauma ini akan
membantu dalam menegakkan diagnosis. Selain dari mekanisme trauma, diagnosis
juga dapat ditegakkan melalui gambaran klinis yang khas pada masing-masing
fraktur selain dari gejala umum fraktur seperti pembengkakan, deformitas, nyeri
gerak, nyeri tekan. Pemeriksaan fisik yang teliti diperlukan terutama menilai
neurovaskular dari daerah yang terlibat.
Pemeriksaan radiografi X-ray sangat membantu dan berperan penting dalam
menegakkan diagnosis. Beragam posisi diperlukan untuk menentukan arah serta
fragmen-fragmen kecil yang tidak tampak hanya pada satu tampilan, sehingga
diperlukan minimal dua tampilan foto X-ray yaitu AP dan Lateral.
Penatalaksanaan yang cepat dengan reposisi tertutup sebisa mungkin
dilakukan untuk mencegah komplikasi, tentunya dengan memberikan terlebih
dahulu anestesi umum. Jika reposisi tertutup gagal dilakukan, diperlukan tindakan
operasi seperti pemasangan internal fiksasi. Immobilisasi daerah yang terkait sangat
diperlukan mulai dari kejadian hingga reposisi dilakukan sekitar 4-8 minggu
bergantung jenis frakturnya.
DAFTAR PUSTAKA
Carter Michel A., Fraktur dan Dislokasi dalam: Price Sylvia A, Wilson Lorraine
McCarty. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2006. Hal 1365-1371
Patel Pradip R., Trauma Skeletal dalam: Patel Pradip R. Lecture Notes Radiologi.
Edisi kedua. Penerbit Buku Erlangga. Jakarta. 2005. Hal 221-230.