Anda di halaman 1dari 33

BAB I

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh

Mycobacterium Tuberculosis.Kuman batang aerobik dan tahan asam ini, dapat

merupakan organisme pathogen maupun saprofit. Ada beberapa mikroorganisme

pathogen tetapi hanya strain dovin dan manusia yang patogenik terhadap manusia.

Basil tuberkel ini berukuran 0,3x 2 sampai 4 mm, ukuran ini lebih kecil daripada

sel darah merah (Price,2012).

Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi yang disebakan oleh bakteri

Mycobacterium Tuberculosis, yang biasanya ditularkan dari orang ke orang

melalui nuklei droplet lewat udara (Nettina,2002).

Tuberculosisparu adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

Mycobacterium Tuberculosis atau basil tuberkel yang tahan asam. Bila seseorang

belum pernah terpapar pada tuberculosis, menghirup banyak basil tuberkel

kedalam alveoli maka terjadilah infeksi tuberculosis (Tambayong,2000).

Tuberculosisparu adalah contoh lain dari infeksi saluran pernapasan bawah.

Penyakit ini disebabkan oleh mikroorganisme Mycobacterium Tuberculosis, yang

biasanya ditularkan melalui inhalasi percikan ludah (droplet), dari satu individu

ke individu lainnya, dan membentuk kolonisasi di bronkiolus atau alveolus

(Corwin,2009).
B. Etiologi

Tuberculosis paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh basil

Mycobacterium Tuberculosis tipe humanus, sejenis kuman berbentuk batang

dengan panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Struktur kuman ini terdiri atas

lipid(lemak) yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam sehingga disebut

Bakteri Tahan Asam (BTA) dan juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan

fisik. Kuman ini juga dapat tahan berada di udara kering dan keadaan dingin

karena sifatnya yang dormant, yaitu dapat bangkit kembali dan menjadi lebih

aktif.Selain itu, kuman ini bersifat aerob (Ardiansyah, 2012).

Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang dapat terinfeksi Mycobacterium

Tuberculosis adalah

1. Usia

Usia bayi kemungkinan besar mudah terinfeksi karena imaturitas imun tubuh

bayi. Pada masa puber dan remaja terjadi masa pertumbuhan cepat namun

kemungkinan mengalami infeksi cukup tinggi karena asupan nutrisi tidak

adekuat.

2. Jenis kelamin

Angka kematian dan kesakitan lebih banyak terjadi pada anak perempuan

pada masa akhir kanak-kanak dan remaja.

3. Herediter

Daya tahan tubuh seseorang diturunkan secara genetic.

6
4. Keadaan stres

Situasi yang penuh stres menyebabkan kurangnya asupan nutrisi sehingga

daya tahan tubuh menurun.

5. Anak yang mendapatkan terapi kortikosteroid

Kemungkinan mudah terinfeksi karena daya tahan tubuh anak ditekan oleh

kortikosteroid (Astuti, 2010).

C. Manifestasi Klinis

Tanda-tanda klinis dari tuberculosis adalah terdapatnya keluhan-keluhan berupa

1. Batuk lebih dari dua minggu

2. Sputum mukoid atau purulent

3. Nyeri dada

4. Hemoptisis

5. Dispnea

6. Demam dan berkeringat terutama pada malam hari

7. Berat badan berkurang

8. Anoreksia

9. Malaise

10. Ronki basah di apeks paru.

11. Wheezing (mengi) yang terlokalisir.

Gejala klinis yang tampak tergantung dari tipe infeksinya.Pada tipe infeksi

yang primer dapat tanpa gejala dan sembuh sendiri atau dapat berupa gejala

pneumonia, yakni batuk dan panas ringan.Gejala tuberculosis paru, primer dapat

7
juga terdapat dalam bentuk pleurtis dengan efusi pleura atau dalam bentuk yang

lebih berat lagi, yakni berupa nyeri pleura dan sesak napas.Tanpa pengobatan tipe

infeksi primer dapat menyembuh dengan sendirinya, hanya saja tingkat

kesembuhannya hanya berkisar sekitar 50% (Rab, 2010).

Pada tuberculosis postprimer terdapat gejala penurunan berat badan, keringat

dingin pada malam hari, temperatur subfebris, batuk berdahak lebih dari dua

minggu, sesak napas, hemoptisis akibat dari terluka nya pembuluh dara disekitar

bronkus, sehingga menyebabkan bercak-bercak darah pada sputum, sampai

kebatuk darah yang masif. Tuberculosis postprimer dapat menyebar ke berbagai

organ sehingga menimbulkan gejala-gejala sperti meningitis, tuberculosis milier,

peritonitis dengan fenomena papan catur, tuberculosis ginjal, sendi, dan

tubekulosis pada kelenjar limfe dileher yakni berupa skrofuloderma (Rab, 2010).

D. Patofisiologi

Tempat masuk kuman Mycobacterium tuberculosis adalah saluran

pernapasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit.Kebanyakan infeksi

tuberculosis paru terjadi melalui udara yaitu melalui inhalansi droplet yang

mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.

Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas

diperantarai oleh sel. Sel efektor adalah sel makrofag dan limfosit adalah sel

imunoresponsif.tipe imunitas seperti ini biasanya lokal. Melibatkan makrofag

8
yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya.Respon ini disebut

dengan reaksi hipersensitivitas seluler(Price, 2012).

Basil tuberkel mencapai permukaan alveoli biasanya diinhalasi sebagai unit

yang terdiri dari satu sampi tiga basil; gumpalan basil yang lebih besar cenderung

tertahan disaluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan

penyakit.Setelah berada dalam ruang alveolus, biasanya dibagian bawah lobus

atas paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi

peradangan.Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan

memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut.Sesudah hari-hari

pertama, leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami

konsolidasi, dan timbul pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh

dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat

berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak dalam sel. Basil

juga menyebar melalui saluran getah bening menuju ke kelenjar gentah bening

regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan

sebagian besar bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang

dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10-20

hari(Price, 2012).

Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran relatif padat dan seperti

keju disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan

jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid da fibroblast

9
menimbukan respon berbeda.Jaringan granulasi mnjadi lebih fibrosa, membentuk

suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel(Price, 2012).

Lesi primer paru disebut focus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar

getah bening regional dan lesi primer disebut kompleks ghon. Kompleks ghon

yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat yang kebetulan

menjalani pemeriksaan radiogram rutin. Namun kebanyakan infeksi tuberculosis

paru tidak terlihat secara klinis atau dengan radiografi (Price, 2012).

Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, yaitu

bahan cair lepas kedalam bronkus yang berhubungan dan menimbulkan kavitas.

Bahan tubercular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalam

percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat berulang kembali dibagian lain

diparu, atau basil dapat terbawa sampai kelaring, telinga tengah atau usus (Price,

2012).

Walaupun tanpa pengobatan, kavitas yang kecil dapat menutup dan

meninggalkan jaringan parut fibrosis.Bila peradangan mereda, lumen bronkus

dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdekat dengan taut

bronkus dan rongga. Bahan perkijuan dapat mengental dan tidak dapat mengalir

melalui saluran penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijuan, dan

lesi mirip lesi berkapsul yang tidak terlepas.Keadaan ini dapat tidak menimbulkan

gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan

menjadi tempat peradangan aktif (Price, 2012).

10
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.

Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah

dalam jumlah kecil yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai

organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfohematogen

yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran limfohematogen merupakan suatu

fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberculosis milier, ini terjadi apabila

focus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk

kedalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh (Price,2012).

11
E. Komplikasi

Penyakit Tuberculosis bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan

komplikasi. Komplikasi tersebut terbagi atas :

1. Komplikasi dini

a. Pleurtis

b. Efusi pleura

c. Emfisema

d. Laringitis

2. Komplikasi lanjut

a. Obstruksi jalan napas

b. Kor pulmonal

c. Amiloidosis

d. Karsinoma paru

e. Sindrom gagal napas

(Ardiansyah, 2012)

F. Penatalaksanaan

1. Medis

a. Isoniazid

Adalah obat anti tuberculosis yang sangat efektif saat ini, bersifat

bakterisid dan sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik

aktif (kuman yang sedang berkembang), dan bersifat bakteriostatik

terhadap kuman yang diam. Obat ini efektif pada intrasel dan ekstrasel

12
kuman, dapat berdifusi kedalam seluruh jaringan dan cairan tubuh

termasuk CSS, cairan pleura, cairan asites, jaringan kaseosa, dan memiliki

angka reaksi simpang yang sangat rendah. Isonozaid diberikan secara oral.

Dosis harian yang biasa diberikan adalah 5-15mg/KgBB/hari, maksimal

300mg/hari, dan dalam bentuk sirup 100mg/5 ml.

Isonozaid mempunyai dua efek toksik utama yaitu hepatotoksik dan

neuritis perifer, keduanya jarang terjadi pada anak.Manifestasi alergik atau

reaksi hipersensitivitas yang disebabkan oleh isonozaid sangat jarang

terjadi. Efek samping yang jarang terjadi antara lain adalah pellagra,

anemia hemolitik.

b. Rifampisin

Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel, dapat

memasuki semua jaringan, dan dapat membunuh kuman semidorman yang

tidak dapat dibunuh oleh isonozaid.Rifampisin diabsorbsi dengan baik

melalui sister gastrointestinal pada saat perut kosong.Rifampisin diberikan

dalam bentuk oral dengan dosis 10-20mg/KgBB/hari, dengan dosis satu

kali pemberian dalam 1 hari.Jika diberikan bersamaan dengan isonozaid,

dosis rifampisin tidak melebihi 15mg/KgBB/hari.

Efek samping rifampisin lebih sering terjadi dari pada isonoziad. Efek

yang kurang menyenangkan bagi pasien adalah perubahan warna urine,

ludah, keringat, sputum, dan air mata, menjadi warna oranye

kemerahan.Selain itu, efek samping rifampisin adalah gangguan

13
gastrointestinal (muntah dan mual), dan hepatotoksik (ikterus/hepatitis).

Rifampisin juga dapat dapat menyababkan tromositopenia, dan

menyebabkan kontrasepsi oral menjadi tidak efektif.

c. Pirazinamid

Pirazinamid adalah derivate dari nikotinamid, berpenetrasi baik pada

jaringan dan cairan tubuh dan diabsorbsi dengan baik pada saluran

pencernaan.Pemberian pirazinamid secara oral sesuai dosis 15-30

mg/KKgBB/hari dengan dosis maksimal 2 gram/hari. Penggunaan

pirazinamid aman bagi anak.

d. Etambutol

Etambutol jarang diberikan pada anak karena potensi toksisitasnya

pada mata. Obat ini memiliki aktivitas bakteriostatik tetapi dapat bersifat

bakterisid, jika diberikan dengan dosis tinggi dengan terapi

intermiten.Rekomendasi WHO yang terakhir mengenai pelaksanaan

Tubercuosis anak, etambutol dianjurkan pengguanaan nya pada anak

dengan dosis 15-25mg/KgBB/hari.Etambutol dapat diberikan pada anak

dengan TB berat dan kecurigaan TB resisten-obat jika obat lainnya tidak

tersedia atau tidak dapat digunakan.

e. Streptomisin

Streptomisin bersifat bakterisid dan bakteriostatik terhadap kuman

ekstraseluler pada keadaan basal atau netral, sehingga tidak efektif untuk

membunuh kuman intraseluler. Saat ini, streptomisin jarang digunakan

14
dalam pengobatan TB, tetapi penggunaannya penting pada pengobatan

fase intensif meningitis TB. Streptomisin diberikan secara intramuscular

dengan dosis 15-40 mg/KgBB/hari, maksimal 1 gram/hari.

Streptomisin sangat baik melewati selaput otak yang meradang, tetapi

tidak dapat melewati selaput otak yang tidak meradang. Streptomisin

berdifusi dengan baik pada jaringan dan cairan pleura, dan diekskresi

melalui ginjal. Streptomisin dapat menembus plasenta, sehinnga perlu

berhati-hati dalam menentukan dosis pada wanita hamil karena dapat

merusak saraf pendengaran janin.Toksisitas utama streptomisin trejadi

pada nervus kranial VIII yang mengganggu keseimbangan dan

pendengaran, dengan gejala berupa telinga berdengung dan pusing.

(Raharjo, 2008)

Tablet obat anti tuberculosis pada anak

Nama obat Dosis harian Dosis maksimal


(mg/kgBB/hari (mg/kgBB/hari)
Isoniazid 5-15 300
Rifampisin 10-20 600
Pirazinamid 15-30 2000
etambutol 15-20 1250
streptomisin 15-40 1000

Bila INH dikombinasikan dengan rifampisin tidak boleh melebihi

10mg/kgBB/hari

15
Berat badan (KG) 2 bulan tiap hari 4 bulan tiap hari
RHZ (75/150/150 mg) RH (75/50 mg)
5-9 1 tablet 1 tablet
10-14 2 tablet 2 tablet
15-19 3 tablet 3 tablet
20-32 4 tablet 4 tablet
a. Bila BB≥ 33 kg dosis disesuaikan denga table pertama (perhatikan dosis

maksimal

b. Bila BB≤ 5 kg sebaiknya dirujuk ke rumah sakit

c. Obat tiak boleh diberikn dengan dosis tablet

d. OAT KDT dapat diberikan dengan cara ditelan secara utuh atau digerus

sesaat sebelum minum

Dosis OAT kombipak untuk anak

Jenis obat BB < 10 kg BB10-19 kg BB 20-32 kg


Isoniasid 50 mg 100 mg 200 mg
Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg
pirasinamid 150 mg 300 mg 600 mg

2. Perawatan

a. Anjurkan untuk istirahat sering dan hindari aktivitas berlebihan.

b. Berikan suplemen oksigen sesuai ketentuan

1) Lakukan tindakan-tindakan pencegahan infeksi:

berikan perawatan pada pasien yang dihospitalisasi diruangan

bertekanan negatif untuk mecegah keluarnya droplet pernapasan dari

dalam ruangan ketika pintu terbuka.

2) Beri tahu semua staf dan pengujung agar menggunakan masker jika

melakukan kontak dengan pasien.

16
c. Ajarkan pasien tindakan-tindakan untuk mengendalalikan penyebaran

infeksi melalui sekret.

d. Tekankan pentingnya makan makanan yang mengandung gizi untuk

meningkatkan penyembuhan dan memperbaiki pertahanan tubuh terhadap

infeksi.

e. Berikan makanan sedikit tapi sering dan suplemen cairan selam periode

simtomatik.

f. Motivasi untuk patuh terhadap pengobatan tindak lanjut.

(Nettina, 2002)

G. Pemeriksaan penunjang

1. Uji tuberculin

Tuberculin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai sifat

antigenic yang kuat. Jika disuntikan secara intrkutan kepada seseorang yang

telah terinfeksi, maka akan terjadi reaksi berupa indurasi di lokasi suntikan.

Secara umum, hasil uji tuberculin dengan diameter indurasi ≥10mm

dinyatakan positif tanpa menghiraukan penyebabnya. Hasil positif ini

sebagian besar disebabkan oleh infeksi TB alamiah, tetapi masih mungkin

disebabkan oleh imunisasi Bacille Calmette-Guerin(BCG), atau infeksi M.

Atipik.Bacille Calmette-Guerin yang merupakan infeksi TB buatan.

Pada anak balita yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 10-

14mm dinyatakan tuberculin positif, kemungkinan besar karena infeksi TB

alamiah, tetapi masih mungkin disebabkan oleh BCG nya. Akan tetapi, bila

17
ukuran indurasi ≥ 15 mm, hasil positif ini sangat mungkin karena infeksi TB

alamiah.Jika membaca hasil tuberculin pada anak berusia lebih dari 5 tahun,

factor BCG dapat diabaikan.

Uji tuberculin negatif dapat dijumpai pada tiga keadaan yaitu tidak ada

infeksi TB, dalam masa inkubasi infeksi TB, anergi.Anergi merupakan

keadaan dimana penekanan system imun oleh berbagai keadaan, sehingga

tubuh tidak memberikan reaksi terhadap tuberculin.

2. Uji interferon

Uji interferon adalah pemeriksaan specimen darah, dan diharapkan

dapat membedakan infeksi TB dan sakit TB. Uji interferon (interferon

Gamma Release Assay,IGRA) terdapat dua jenis, pertama adalah inkubasi

darah dengan Early Sacretory Antigenic Target-6(ESAT-6) dan Cultur

Filtrate Protein-10.Kedua adalah pemeriksaan Enzyme- Linked Immuno Spot.

Prinsip yang digunakan adalah merangsang limfosit T dengan antigen

tertentu, diantaranya dengan antigen dari kuman TB.

3. Radiologi

Secara umum, gambaran radiologis yang sugestif TB adalah sebagai berikut

a. Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrate.

b. Konsolidasi segmen/lobar.

c. Milier

d. Kalsifikasi dengan infiltrat.

e. Atelektasis.

18
f. Kavitas.

g. Efusi pleura.

h. Tuberculoma.

4. Serologi

Beberapa pemeriksaan serologi yang ada diantaranya adalah PAP TB,

Mycodot, Immuno chromatographic test (ICT), dan lain-lain.Akan tetapi,

hingga saat ini belum ada satupun pemeriksaan serologis yang dapat

memenuhi harapan.Semua pemeriksaan tersebut umumnya masih dalam taraf

penelitian namun belum untuk pemakaian klinis praktis.

5. Mikrobiologi

Pemeriksaan mikrobiologi yang dilakukan terdiri dari tiga macam,

yaitu pemeriksaan mikroskopis asupan langsung untuk menemukan BTA,

pemeriksaan biakan kuman M. tuberculosis dan pemeriksaan PCR.

Pemeriksaan diatas sulit dilakukan untuk anak karena sulitnya

mendapatkan specimen berupa sputum.Sebagai gantinya, dilakukan

pemeriksaan bilas lambung 3 hari berturut-turut, minimal 2 hari.

(Raharjo,2008)

19
BAB II

TINJAUAN ASKEP

H. Proses keperawatan

Proses keperawatan adalah suatu metode identifikasi masalah dan pemecahan

masalah yang menggambarkan apa yang sebenannya dilakukan perawat. Model

lima-langkah yang diterima sebagai proses keperawatan adalah : pengkajian,

diagnosa, perencanaan implementasi dan evaluasi.

1. Pengkajian

Pada dasarnya, tujuan pengkajian adalah mengumpulkan data objektif

dan subjektif dari klien.Adapun data yang terkumpul mencakup informasi

klien, keluarga, masyarakat, lingkungan, atau budaya. Hal-hal yang perlu

diperhatikan selama pengkajian adalah sebagai berikut :

a. Memahami secara keseluruhan situasi yang sedang dihadapi oleh klien

dengan cara memperhatikan kondisi fisik, psikologi, emosi, sosiokultural,

dan spiritual yang bisa mempengaruhi status kesehatannya.

b. Mengumpulkan semua infomasi yang bersangkutan dengan masa lalu dan

saat ini, bahkan sesuatu yang berpotensi menjadi masalah bagi klien, guna

membuat suatu basis data yang lengkap. Data yang terkumpul berasal dari

perawat dan klien selama berinteraksi serta sumber yang lain.

c. Memahami bahwa klien adalah sumber informasi primer.

20
d. Sumber informasi sekunder meliputi anggota keluarga, orang yang

berperan penting, dan catatan kesehatan klien.

(Deswani, 2009)

Adapun metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah sebagai

berikut :

a. Melakukan wawancara

b. Riwayat kesehatan/keperawatan

c. Pemeriksaan fisik

d. Mengumpulkan data penunjang hasil pemeriksaan laboratorium,

pemeriksaan diagnostik, serta catatan kesehatan (rekam medik)

(Deswani, 2009).

Menurut Doenges (2012), pengkajian pada kasus TB paru adalah sebagai berikut

a. Aktivitas/istirahat

Gejala : Kelelahan umum dan kelemahan, nafas pendek karena kerja,

kesulitan tidur pada malam hari atau demam malam hari,

menggigil dan/berkeringat, mimpi buruk.

Tanda : Takikardia, takipnea/dispnea pada kerja, kelelahan otot, nyeri, dan

sesak (tahap lanjut).

b. Integritas ego

Gejala : Adanya/faktor stres lama, masalah keuangan, rumah, perasaan tak

berdaya/tak ada harapan.

21
Tanda : Menyangkal (khususnya selama tahap dini), ansietas, ketakutan,

mudah terangsang.

c. Makanan/cairan

Gejala : Kehilangan nafsu makan, tidak dapat mencerna, penurunan berat

badan.

Tanda : Turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik, kehilangan otot/hilang

lemak subkutan.

d. Nyeri/kenyamanan

Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.

Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah.

e. Pernapasan

Gejala : Batuk produktif atau tak produktif, napas pendek, riwayat

tuberkulosis/terpajan pada individu terinfeksi.

Tanda : Peningkatan frekuensi pernapasan (penyakit luas atau fibrosis

parenkim paru dan pleural), perkusi pekak dan penurunan vermitus

(cairan atau penebalan pleural), bunyi napas : menurun/tak ada,

krekels tercatat di atas apeks paru selama inspirasi cepat setelah

batuk pendek (krekels posttussic), karakteristik sputum:

hijau/purulent, mukoid/kuning, atau bercak darah, deviasi trakeal

(penyebaran bronkogenik).

22
f. Keamanan

Gejala : Adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker, tes HIV

postif.

Tanda : Demam rendah atau sakit panas akut.

g. Interaksi sosial

Gejala : Perasaan asolasi/penolakan karena penyakit menular, perubahan

pola biasa dalam tanggung jawab atau perubahan kapasitas fisik

untuk melaksanakan peran.

h. Penyuluhan/pembelajaran

Gejala : Riwayat keluarga TB, ketidak mampuan umum/status kesehatan

buruk, gagal untuk membaik/kambuhnya TB, tidak berpartisipasi

dalam terapi.

Rencana pemulangan : memerlukan bantuan dalam terapi obat dan perawatan

diri serta pemeliharaan/perawatan rumah.

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisis data subjektif dan

objektif yang telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakan

diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan melibatkan proses berpikir

kompleks tentang data yang dikumpulkan dari klien, keluarga, rekam medis,

dan pemberi pelayanan kesehatan yang lain (Deswani, 2009).

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu,

keluarga atau komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan yang

23
aktual dan potensial. Yang dimaksud dengan actual adalah masalah yang

didapatkan pada saat dilakukan pengkajian, sedangkan masalah potensial

adalah kemungkinan yang akan timbul kemudian (NANDA, 2012).

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus Tuberculosis

yaitu :

a. Infeksi, resiko, (penyebaran/aktivitas ulang) berhubungan dengan

pertahanan primer tidak adekuat, penurunan kerja silia/statis sekret.

b. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekret kental,

kelemahan, upaya batuk buruk.

c. Kerusakan pertukaran gas, resiko tinggi berhubungan dengan penurunan

permukaan efektif paru, atelektasis, kerusakan membrane alveolar-kapiler.

d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

kelemahan, sering batuk/produksi sputum; dispnea.

e. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, aturan

tindakan, dan pencegahan.

3. Rencana Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah panduan untik perilaku spesifik yang

diharapkan dari klien atau tindakan yang harus dilakukan perawat.Intervensi

dilakukan untuk membantu klien mencapai hasil yang diharapkan (Deswani,

2009).

Dalam intervensi terdapat kriteria hasil. Berikut ini adalah prinsip-

prinsip yang digunakan dalam membuat kriteria hasil :

24
a. Berorientasi pada klien

b. Mempunyai makna tunggal

Setiap pernyataan kriteria hasil harus bersifat spesifik dan hanya memiliki

satu makna.

c. Dapat diukur

d. Mempunyai batasan waktu

e. Saling menguntungkan

f. Realistis dan dapat dicapai

Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang

diharapkan dari klien dan/atau tindakan yang harus dilakukan oleh

perawat.Tindakan/intervensi keperawatan dipilih untuk membantu klien

dalam mencapai hasil klien yang diharapkan dan tujuan pemulangan

(Doenges, 2012).

a. Infeksi, resiko, (penyebaran/aktivitas ulang) berhubungan dengan

pertahanan primer tidak adekuat, penurunan kerja silia/statis sekret.

Tujuan :

 Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko

penyebaran infeksi.

 Menunjukan teknik/melakukan perubahan pola hidup untuk

meningkatkan lingkungan yang aman.

Intervensi

25
1) Kaji patologi penyakit (aktif/fase tak aktif; diseminasi infeksi melalui

bronkus untuk membatasi jaringan atau melalui aliran darah/sistem

limfatik) dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara

selama batuk, bersin, meludah, bicara, tertawa, menyanyi.

Rasional : membantu pasien menyadari/menerima perlunya mematuhi

program pengobatan untuk mencagah pengaktifan

berulang/komplikasi. Pemahaman bagaiman penyakit

disebarkan dan kesadaran kemungkinan transmisi

membantu pasien/orang terdekat untuk mengambil langkah

untuk mencegah infeksi ke orang lain.

2) Identifikasi orang lain yang beresiko, contoh anggota rumah, sahabat

karib/teman.

Rasional : orang-orang yang terpajan ini perlu program terapi obat

untuk mencegah penyebaran/terjadinya infeksi.

3) Anjurkan pasien untuk batuk/bersin dan mengeluarkan pada tisu dan

menghindari meludah. Kaji pembuangan tisu sekali pakai dan teknik

mencuci tangan yang tepat. Dorong untuk mengulangi demonstrasi.

Rasional : perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyabaran

infeksi.

4) Awasi suhu sesuai indikasi

Rasional : reaksi demam indikator adanya infeksi lanjut.

5) Tekankan pentingnya untuk tidak menghentikan terapi obat.

26
Rasional : periode singkat berakhir 2-3 hari setelah kemoterapi awal,

tetapi pada adanya rongga atau penyakit luas sedang, resiko

penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.

b. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekret kental,

kelemahan, upaya batuk buruk.

Tujuan :

 Mempertahankan jalan napas pasien

 Mengeluarkan sekret tanpa bantuan

Intervensi :

1) Kaji fungsi pernapsan, bunti napas, kecepatan, irama dan kedalama dan

penggunaan otot aksesor.

Rasional : penurunan bunyi napas dapat menunjukan atelataksis, ronki,

mengi menunjukan akumulasi sekret/ketidakmampuan

membersihkan jalan napas yang dapat menimbulkan

penggunaan otot aksesori pernapasan dan peningkatan kerja

pernapasan.

2) Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/batuk efektif; catat

karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis.

Rasional : pengeluaran sulit bila sekret tebal. Sputum berdarah kental

atau darah cerah diakibatkan oleh kerusakan paru atau luka

bronkhial dan dapat memerlukan evaluasi/intervensi lanjut.

27
3) Berikan pasien posisi semi atau fowler tinggi. Bantu pasien untuk batuk

dan latihan napas dalam.

Rasional : posisi membantu memaksimalkan ekspansi pauru dan

menurunkan upaya pernapasan. Ventilasi maksimal

membuka area ateletaksis dan meningkatkan gerakan sekret

kedalam jalan napas besar untuk dikeluarkan.

4) Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali kontra

indikasi.

Rasional : pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan

sekret, membuatnya mudah dikeluarkan.

5) Kolaborasi : berikan obat-obatan sesuai indikasi.

Rasional : agen mukolitik menurunkan kekentalan dan perlengketan

sekret paru untuk memudahkan pembersihan.

c. Kerusakan pertukaran gas, resiko tinggi berhubungan dengan penurunan

permukaan efektif paru, atelektasis, kerusakan membrane alveolar-kapiler.

Tujuan :

 Melaporkan tak adanya/penurunan dispnea.

 Bebas dari gejala distress pernapasan.

Intervensi :

1) Kaji dispnea, takipnea, tak normal/menurunnya bunyi napas, peningkatan

upaya pernapsan, terbatasnya ekspansi dinding dada, dan kelemahan.

28
Rasional : TB paru menyebabkan efek luas pada paru dari bagian kecil

bronkopneumonia sampai inflamasi difus luas, nekrosis,

effusi pleura, dan fibrosis luas. Efek pernapasan dapat dari

ringan sampai dispnea berat sampai distress pernapasan.

2) Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran. Catat sianosis dan/atau

perubahan pada warna kulit, termasuk membrane mukosa dan kuku.

Rasional : akumulasi sekret/pengaruh jalan napas dapat mengganggu

oksigenasi organ vital dan jaringan.

3) Tunjukan/dorong bernapas bibir selama ekshalasi, khusunya untuk pasien

dengan fibrosis atau kerusakan parenkim paru.

Rasional : membuat tahan melawan udara luar, untuk mencegah

kolaps/penyempitan jalan napas, sehingga membantu menyebarkan udara

melalui paru dan menghilangkan/menurunkan napas pendek.

4) Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri

sesuai dengan keperluan.

Rasional : menurunkan konsumsi oksigen/kebutuhan selama periode

penurunan pernapasan dapat menurunkan beratnya gejala.

5) Kolaborasi : awasi seri GDA/nadi oksimetri.

Rasional : penurunan kandungan oksigen (PaO2) dan/atau saturasi atau

peningkatan PaCO2 menunjukan kebutuhan untuk

intervensi/perubahan program terapi.

29
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

kelemahan, sering batuk/produksi sputum; dispnea.

Tujuan :

 Menunjukan berat badan meningkat mencapai tujuan.

 Melakukan perubahan pola hidup untuk meningktkan berat badan

yang tepat.

Intervensi

1) Catat status nutrisi pasien pada penerimaan, catat turgor kulit, berat

badan dan derajat kekurangan berat badan, intgritas mukosa oral,

kempuan/ketidakmampuan menelan, adanya tonus usus, riwayat

mual/muntah atau diare.

Rasional : berguna dalam menginditifikasi derajat/luasnya masalah dan

pilihan intervensi yang tepat.

2) Pastikan pola diet biasa pasien, yang disukai/tidak disukai.

Rasional : membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan/kekuatan

khusus. Pertimbangan kinginan individu dapat memperbaiki

masukan diet.

3) Awasi masukan/pengeluaran dan berat badan secara periodik.

Rasional : berguna dalam mengukur keeektifan nutrisi dan dukungan

cairan.

4) Dorong dan berikan periode istirahat sering.

30
Rasional : membantu menghemat energi khususnya bila kebutuhan

metabolik meningkat saat demam.

5) Dorong orang terdekat untuk membawa makanan dari rumah dan untuk

membagi dengan pasien kecuali kontraindikasi.

Rasional : membantu lingkungan sosial lebuh normal selama makan dan

membantu memenuhi kebutuhan personal dan kultural.

6) Kolaborasi : rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet.

Rasional : memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi

adekuat untuk kebutuhan metabolik dan diet.

e. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, aturan tindakan,

dan pencegahan.

Tujuan :

 Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis dan kebutuhan


pengobatan.

Intervensi
1) Kaji kemampuan pasien untuk belajar, contoh tingkat takut, masalah,

kelemahan, tingkat partisipasi, lingkungan terbaik dimana pasien dapat

belajar.

Rasional : belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan tingkat

pada tahapan individu.

2) Idetifikasi gejala yang harus dilaporkan ke perawat.

31
Rasional : dapat menunjukan kemampuan atau pengaktifan ulang

penyakit atau efek obat yanag memerlukan evaluasi lanjut.

3) Berikan instruksi dan informasi tertulis khusus pada pasien untuk

rujukan contoh jadwal obat.

Rasional : informasi tertulis menurunkan hambatan pasien utnuk

mengingat sejumlah besar informasi. Pengulangan

menguatkan belajar.

4) Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan, dan

alasan pengobatan lama. Kaji potensial interaksi dengan obat/substansi

lain.

Rasional : meningkatkan kerjasama dalam program pengobatan dan

mencegah penghentian obat sesuai perbaikan kondisi pasien.

4. Implementasi

Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana

asuhan keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu

klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Asmadi, 2008).

a. Infeksi, resiko, (penyebaran/aktivitas ulang) berhubungan dengan

pertahanan primer tidak adekuat, penurunan kerja silia/statis sekret.

Tindakan:

1) Mengkaji patologi penyakit (aktif/fase tak aktif; diseminasi infeksi

melalui bronkus untuk membatasi jaringan atau melalui aliran

32
darah/sistem limfatik) dan potensial penyebaran infeksi melalui

droplet udara selama batuk, bersin, meludah, bicara, tertawa,

menyanyi.

2) Mengidentifikasi orang lain yang beresiko, contoh anggota rumah,

sahabat karib/teman.

3) Menganjurkan pasien untuk batuk/bersin dan mengeluarkan pada tisu

dan menghindari meludah. Kaji pembuangan tisu sekali pakai dan

teknik mencuci tangan yang tepat. Dorong untuk mengulangi

demonstrasi.

4) Mengawasi suhu sesuai indikasi

5) Tekankan pentingnya untuk tidak menghentikan terapi obat.

b. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekret kental,

kelemahan, upaya batuk buruk.

Tindakan:

1) Mengkaji fungsi pernapsan, bunti napas, kecepatan, irama dan kedalama

dan penggunaan otot aksesor.

2) Mencatat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/batuk efektif; catat

karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis.

3) Memberikan pasien posisi semi atau fowler tinggi. Bantu pasien untuk

batuk dan latihan napas dalam.

4) Mempertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali kontra

indikasi.

33
5) Berkolaborasi : berikan obat-obatan sesuai indikasi

c. Kerusakan pertukaran gas, resiko tinggi berhubungan dengan

penurunan permukaan efektif paru, atelektasis, kerusakan membrane

alveolar-kapiler.

Tindakan:

1) Mengkaji dispnea, takipnea, tak normal/menurunnya bunyi napas,

peningkatan upaya pernapsan, terbatasnya ekspansi dinding dada,

dan kelemahan.

2) Mengevaluasi perubahan pada tingkat kesadaran. Catat sianosis

dan/atau perubahan pada warna kulit, termasuk membrane mukosa

dan kuku.

3) Mentunjukan/dorong bernapas bibir selama ekshalasi, khusunya

untuk pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim paru.

4) Mentingkatkan tirah baring/batasi aktivitas dan bantu aktivitas

perawatan diri sesuai dengan keperluan.

5) Berkolaborasi : awasi seri GDA/nadi oksimetri.

d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

kelemahan, sering batuk/produksi sputum; dispnea.

Tindakan:

1) Mencatat status nutrisi pasien pada penerimaan, catat turgor kulit, berat

badan dan derajat kekurangan berat badan, intgritas mukosa oral,

34
kempuan/ketidakmampuan menelan, adanya tonus usus, riwayat

mual/muntah atau diare.

2) Mempastikan pola diet biasa pasien, yang disukai/tidak disukai.

3) Mengawasi masukan/pengeluaran dan berat badan secara periodik.

4) Memberikan periode istirahat sering.

5) Menginformasikan orang terdekat untuk membawa makanan dari rumah

dan untuk membagi dengan pasien kecuali kontraindikasi.

6) Berkolaborasi : rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet.

e. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, aturan

tindakan, dan pencegahan.

Tindakan:

1) Mengkaji kemampuan pasien untuk belajar, contoh tingkat takut,

masalah, kelemahan, tingkat partisipasi, lingkungan terbaik dimana

pasien dapat belajar.

2) Mengidetifikasi gejala yang harus dilaporkan ke perawat.

3) Memberikan instruksi dan informasi tertulis khusus pada pasien untuk

rujukan contoh jadwal obat.

4) Menjelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan,

dan alasan pengobatan lama. Kaji potensial interaksi dengan

obat/substansi lain.

35
f. Evaluasi

Evaluasi berfokus pada klien, baik itu individu ataupun kelompok.

Proses evaluasi memerlukan beberapa ketrampilan, antara lain : kemapuan

menetapkan rencana asuhan keperawatan, pengetahuan mengenai standar

asuhan keperawatan, respon klien yang normal terhadap tindakan

keperawatan, dan pengetahuan tentang, konsep keperawatan (Deswani, 2011).

Adapun tujuan melakukan pencatatan hasil evaluasi adalah sebagai


berikut:
a. Menilai pencapaian kriteria hasil dan tujuan.
b. Mengidentifikasi variabel-variabel yang mempengaruhi pencapaian

tujuan.

c. Membuat keputusan apakah rencana asuhan keperawatan diteruskan atau

dihentikan.

d. Melanjutkan, memodifikasi, atau mengakhiri rencana.

Evaluasi Diagnosis atau masalah keperawatan yang terjadi pada pasien

Tuberculosis Paru adalah:

a. Mempertahankan jalan napas pasien

b. Mengeluarkan secret tanpa bantuan

c. Menunjukan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas

d. Melaporkan tidak adanya/penurunan dispnea

e. Bebas dari gejala distress pernapasan

36
f. Menunjukan berat badan meningkat

g. Memperbaiki pola hidup

h. Menyatakan pemahaman proses penyakit

i. Melakukan perubahan untuk menurunkan resiko pengaktifan ulang TB

37

Anda mungkin juga menyukai