Anda di halaman 1dari 29

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Otitismedia (OM) adalah peradangan pada telinga tengah yang bersifat


akut atau tiba-tiba. Telinga tengah adalah organ yang memiliki penghalang yang
biasanya dalam keadaan steril. Bila terdapat infeksi bakteri pada nasofaring dan
faring, secara alamiah terdapat mekanisme pencegahan penjalaran bakteri
memasuki telinga tengah oleh enzim pelindung dan bulu-bulu halus yang dimiliki
oleh tuba eustachii. OM ini terjadi akibat tidak berfungsinya system pelindung
tersebut. Sumbatan dan peradangan pada tuba eustachii merupakan faktor
utama terjadinya otitis media. Pada anak-anak, semakin seringnya terserang
infeksi saluran pernapasan atas,kemungkinan terjadinya Otitis media juga
semakin besar. Dan pada bayi terjadinya OM dipengaruhi karena tuba
eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horizontal (Soepardi dkk, 2007).
Epidemiologi seluruh dunia terjadinya otitis media berusia 1 tahun sekitar
62%, sedangkan anak-anak berusia 3 tahun sekitar 83% (Zackzouk, 2001). Di
Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami minimal satu episode otitis
media sebelum usia 3 tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya
tiga kali atau lebih. Di Inggris setidaknya 25% anak mengalami minimal
satu episode sebelum usia 10 tahun. insiden OM tertinggi terjadi pada
usia 2 tahun pertama kehidupan, dan yang kedua pada waktu berusia 5 tahun
bersamaan dengan anak masuk sekolah (Abidin, 2008).
Resiko kekambuhan otitis media terjadi pada beberapa faktor,antara lain
usia <5 tahun, otitis prone (pasien yang mengalami otitis pertama kali
pada usia <6 bulan,3kali dalam 6 bulan terakhir), infeksi pernapasan,
perokok, dan laki-laki (Abidin, 2008; Casselbrent,2005).
Merujuk dari permasalahan yang telah dipaparkan tersebut tentang penyakit
OM yang pada umumnya sering terjadi di negara berkembang dan salah
satunya Indonesia, dan disertai kurangnya pengetahuan masyarakat tentang
penyakit ini, maka penulis tertarik untuk menulis makalah tentang Otitis Media

1
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana definisi, etiologi, klasifikasi pada pasien dengan kasus tentang


otitis media ?

2. Bagaimana, tanda gejala, manifestasi klinis, patofisiologi, dengan kasus otitis


media ?

3. Bagaimana pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan terapi, dan managemen


pada kasus otitis media ?

4. Bagaimana perawatan traumatik, komplikasi, pertimbangan perawatan pada


kasus otitis media ?

C. Tujuan

1. Mahasiswa dapat mengetahui definisi, etiologi, klasifikasi pada kasus otitis


media
2. Mahasiswa dapat mengetahui tanda gejala, manifestasi klinis, patofisiologi,
pada kasus otitis media.
3. Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan
terapi, dan manegemen pada kasus otitis media.
4. Mahasiswa dapat mengetahui perawatan traumatik, komplikasi,
pertimbangan perawatan pada kasus otitis media

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Otitis media ( OM ) adalah salah satu penyakit paling umum pada anak usia dini.
Sekitar 80% anak memiliki sedikitnya satu episode dan hampir 50% telah memiliki
tiga atau lebih episode dalam satu waktu ( kline, 1999 ). Kejadian tertinggi pada
anak usia 6 bulan sampai 2 tahun; kemudian secara bertahap menurut sesuai
dengan usia kecuali untuk peningkatan kecil pada usia 5 atau 6 tahun saat masuk
sekolah. Anak laki-laki usia prasekolah lebih sering terkena dibandingkan anak
perempuan usia prasekolah. Insiden otitis media akut ( AOM ) paling tinggi di musim
dingin. Anak-anak di rumah tangga dengan jumlah anggota keluarga yang banyak
( terutama perokok ) lebih mungkin untuk memiliki OM dari mereka yang hidup
yang orang yang lebih sedikit, dan anak-anak yang memiliki saudara kandung atau
orang tua dengan riwayat OM yang memiliki insiden yang lebih tinggi dari pada
mereka yang tidak.
Perokok pasif telah di tetapkan sebagai faktor yang signifikan dalam
pengembangan OM. Menghirup asap tembakau dapat meningkatkan resiko dari
tertutupnya saluran eustachius, dengan melakukan fungsi mukosiliar, menyebabkan
sumbatan pada jaringan nosopharyngeal atau pasien terpapar ISPA. Mendatangi
tempat penitipan anak dan hidup dengan perokok juga faktor resiko untuk OM.

B. Etiologi
OM sering disebabkan oleh streptococcus pneumonia, H. Influenza, dan
Moraxlla catarhallis. Etiologi dari jenis non infeksi tidak diketahui, meskipun
sering menghasilkan penutupan dari pipa pembuluh dari edema ISPA, alergi
rhinitis, atau hypertropic kelenjar gondok. OM kronis sering merupakan
perpanjangan dari episode akut.
Sebuah hubungan telah diamati antara kejadian OM dan metode makan bayi.
Bayi yang minum ASI memiliki insiden lebih rendah dibandingkan bayi yang minum
susu formula. Menyusui dapat melindungi bayi terhadap virus pernapasan dan alergi
karena mangandung sekresi im-munoglobin A ( IgA ), yang membatasi pemaparan
dari saluran estachius dan mukosa telinga tengah terhadap patogen mikroba dan
protein asing. Surutnya susu sampai pipa pembuluh, mempunyai kemungkinan kecil
3
pada bayi yang di beri ASI, karena posisi setengah vertikal selama menyusui
dibandingkan dengan susu botol.
C. Klasifikasi
1. Otitis Media Akut (supuratif)
2. Otitis Media Sub Akut (skretori)
3. Otitis Media Kronis (menetap)

D. Manifestasi Klinis
a. Otitis Media Akut (supuratif)
1. Tonjolan di membrane timpani
2. Pusing
3. Eritema membrane timpani
4. Kehilangan pendengaran (biasanya ringan dan konduktif)
5. Demam ringan sampai sangat tinggi
6. Mual
7. Drainase purulen di kanal telinga akibat rupture membrane timpani
8. Nyeri hebat, dalam, dan berdenyut (akibat tekanan di belakang membrane
timpani)
9. Infeksi traktus respiratorik atas (bersin, batuk)
10. Muntah

b. Otitis Media Sub Akut (skretori)


1. Mendengar gaung saat berbicara
2. Suara meletus, mendedas, atau ‘klik’ saat menelan atau mengerakkan rahang
3. Sensasi ‘penuh’ di telinga
4. Kehilangan pendengaran konduktif parah yang bervariasi
5. Perasaan akan jatuh (akibat merasa seperti ditempat yang tinggi) yang samar

c. Otitis Media Kronis (menetap)


1. Kolesteatoma (gumpalan seperti kista di tengah telinga)
2. Kehilangan pendengaran konduktif
3. Mobilitas membran timpani berkurang atau tidak ada
4. Keluaran purulen dan tidak terasa sakit
5. Nyeri yang mendadak hilang saat terjadi ruptur membran timpani
6. Penebalan dan parut di membran timpani

Sebagian cairan sementara terakumulasi dalam ruang kecil dari ruang telinga
tengah, rasa sakit hasil dari tekanan pada struktur sekitarnya. Bayi menjadi mudah
marah dan menunjukkan ketidaknyamanan mereka dengan menahan atau menarik
di telinga mereka dan menggulingkan kepala mereka dari sisi ke sisi. Anak kecil
secara biasanya secara lisan mengeluhkan rasa sakit. Suhu mencapai 40ºC (104ºF)
adalah wajar, dan postauricular dan kelenjar limfa cervical mungkin membesar.

4
Rhinorrhea, muntah, dan diare serta tanda-tanda pernapasan atau infeksi
pharyngeal juga mungkin ada. Kehilangan nafsu makan biasannya terjadi dan
mengisap atau mengunyah cenderung memperburuk rasa sakit. Pada anak dengan
OME exudates akan menumpuk dan tekanan akan meningkat dengan potensi
pecahnya membran timpani.

PERINGATAN KEPERAWATAN

Sebagai hasil dari pecahnya membran, diperlukan kecepatan menghilangkan rasa


sakit, suhu menurun bertahap, dan adanya pembuangan purulen di saluran
pendengaran eksternal.

Nyeri berat atau demam biasanya tidak ada di OME, dan anak mungkin terlihat
tidak sakit. Sebaliknya ada perasaan “penuh” di telinga, sensasi muncul selama
menelan, dan perasaan “gerak” di telinga jika udara hadir di atas tingkat cairan.
Karena kronis serius OM adalah penyebab paling sering dari hilangnya
pendengaran konduktif, pada anak-anak audiometri dapat mengungkapkan
kekurangan pendengaran.

E. Patofisiologi
OM terutama mengakibatkan disfungsi saluran eustachius. Saluran eustachius
adalah bagian dari sebuah penyusun system yang berulang dari nares, nasopharynx,
saluran eustachius memiliki tiga fungsi yang berhubungan dengan telinga tengah;
(1) perlindungan telinga tengah dari sekresi nasopharyngeal, (2) saluran sekresi
yang di produksi di telinga tengah ke nasopharynx, dan (3) fentilasi dari telinga
tengah untuk menyamakan tekanan udara dalam telinga tengah dengan tekanan
atmosfer di saluran telinga eksternal dan pengisian oksigen yang telah diserap.
Mekanika atau gangguan fungsi pada saluran eustachius menyebabkan
akumulasi cairan di telinga tengah. Penyumbatan didalam dapat di sebabkan oleh
infeksi atau alergi; penyumbatan di luar biasanya akibat dari kelenjar gondok yang
membesar atau tumor nasopharyngeal. Tidak berfungsinya saluran eustachius
penelanan dapat menyebabkan obstruksi fungsional yang berhubungan dengan
turunnya stiffness atau mekanisme yang kurang efisien. Hasil penyumbatan saluran
eustachius negatif atau tekanan telinga tengah.
Tabel 2.2

5
Standart terminologi untuk otitis media

Otitis media : peradangan pada telinga tengah tanpa mengacu pada etiologi atau
pathogenesis.

Acute Otitis Media (AOM) : Sebuah serangan pendek dan cepat dari tanda dan
gejala yang berlangsung sekitar 3 minggu.

Otitis Media with effusion (OME) : radang telinga tengah dimana kumpulan
cairan muncul dalam ruang telinga tengah

Chronic Otitis

Jika terus menerus, akan memproduksi pengaliran cairan transudative telinga


tengah. Pembuangan dihambat oleh tekanan negatif yang berkelanjutan dan
gangguan transportasi ciliary dalam tabung. Bila bagian itu tidak benar-benar
terhalang, kontaminasi dari telinga tengah dapat terjadi dengan refluks, aspirasi, atau
insuflasi selama menangis, hidung bersin, meniup dan menelan ketika hidung
tersumbat. Beberapa faktor yang mempengaruhi bayi dan anak muda untuk
pengembangan OM (Tabel 2.3).

Namun, konsekuensi yang paling ditakuti pada gangguan pendengaran adalah


pengaruh yang buruk pada perkembangan kemampuan bicara, bahasa, dan
kesadaran. Anak yang memiliki jangka waktu efusi telinga tengah yang lama tampil
kurang baik pada tes bicara dan bahasa dibandingkan mereka yang memiliki penyakit
telinga tengah yang sedikit,

Implikasi struktural atau gejala sisa yang melibatkan terutama pada membran
tympanic. Tympanic membrane retraction or retraction pocket terjadi ketika tekanan
telinga tengah terus negatif sehingga menarik membran timpani ke dalam dan di area
yang mempunyai tekanan rendah atau atrophic segments dari drum head, kantong
retraction kelihatan. Penarikan ini dapat menyebabkan gangguan transmisi suara,
perforation dari area kecil, atau infeksi pada kantong, dan kemudian cholesteatoma.

Tabel 2.3

6
Faktor-faktor predisposisi untuk pengembangan

Otitis Media pada anak-anak

- Pipa pembuluh pendek, lebar, dan lurus dan dia didalam bidang yang relatif
horizontal.

- Lapisan tulang rawan belum berkembang, sehingga membuat saluran lebih


dapat dilambungkan dan karena itu lebih mungkin untuk membuka secara tidak
tepat

- Berlimpahnya jaringan lymphoid pharyngeal mudah menghalangi bukaan


tabung eusthacius di nasofaring

- Belum matang mekanisme pertahanan dapat meningkatkan risiko infeksi.

Perbandingan posisi anatomi saluran eustachius pada A : anak dan B : dewasa ;


saluran estachius yang lebih pendek , lebih luas, lurus dan lebih horizontal pada anak
dari pada orang dewasa.

Tympanosclerorosis (gendang telinga yang luka) adalah pengendapan bahan


hyaline ke dalam lapisan berserat dari membran tympanic. Hal ini sering terlihat pada
anak dengan penyakit inflamasi telinga tengah atau mereka dengan pemasangan
saluran tympanoplasty. Perforation (pelubangan) gendang telinga adalah komplikasi
umum pada AOM dan sering menyertai.

7
F. WOC

-Virus: streptococus pneomonia,


H. Infloinza, moraxlla catarhallis.
-Edema ISPA
-Rhimitis alergi
-hypertropi kelenjar gondok.

Disfungsi tuba

Infeksi menjalar
ke cavum tympani

Tekanan udara ditelinga OTITIS MEDIA Pengobatan tdk tuntas/episode


tengah (-) berulang.

Retraksi membran timpani.


Produksi transudative↑ MK: resiko infeksi

MK: nyeri akut Ruptur membran timpani


Akumulasi sekret ditelinga akibat desakan
tengah.
Gangguan perforasi -Perforasi
suara diarea kecil komplikasi
Sekret keluar (otorthoe)
Stiffness ↓ -Infeksi
8
MK: gangguan presepsi MK: Body image
sensori pendengaran

Infeksi berlanjut sampai telinga


bagian dalam.

Erosi padakanalis semi sirkularis

Pusing (keseimbangan tubuh terganggu)

MK: resiko cedera

Tindakan infasif MK: ansietas

MK: kurang pengetahuan


Terbatasnya informasi

9
G. Pemeriksaan Diagnostik
Di AOM, otoscopy dapat mengungkapkan suatu membran utuh yang muncul
berwarna merah cerah dan menonjol, tanpa sesuatu hal yang menonjol yang
terlihat atau cahaya yang terpantul. Sesuatu hal yang menonjol yang biasa dari
tonjolan tulang panjang dan proses singkat malleus dikaburkan oleh membran luar
yang menggembung. Di OME otoscopic dapat menemukan yang mungkin
dimasukkan dengan cara di suntikkan secara halus, membran yang menonjol abu-
abu yang tidak jelas, dan tingkat cairan terlihat atau meniskus di belakang gendang
telinga jika udara hadir di atas cairan.

Beberapa tes memberikan penilaian tentang mobilitas membran tympanic.


Pneumatic otoscopy dan tympanometry di bahas di bawah pengujian auditori dalam
bab 7. Acoustic reflectometry mengukur tingkat suara yang terletak di ujung
pemeriksaan yang diletakkan berlawanan dengan pembukaan saluran telinga dan
diarahkkan pada membran tympanic. Informasi ini memberikan ukuran panjang
kanal dan adanya efusi. Semakin besar pembatalan transmisi oleh suara yang
dipantulkan semakin besar kemungkinan efusi telinga tengah.

Diagnosis biasanya berdasarkan manifestasi klinis, tetapi jika pembuangan


nanah muncul, harus dibiakkan dan pemilihan antibiotik yang spesifik untuk
organisme yang dimaksud.

H. Komplikasi

Komplikasi. Konsekuensi dari lamanya gangguan telinga tengah dapat berupa


fungsional atau struktural. Konsekuensi fungsional utama adalah gangguan
pendengaran, meskipun tidak ditemukan pada kebanyakan anak konduktif di alam
dan tingkat keparahan yang ringan. Penyebab gangguan pendengaran adalah
tekanan negatif telinga tengah, adanya efusi di telinga tengah, atau kerusakan
struktural pada membran tympani.

10
I. Penatalaksanaan Terapi

1. Acute Otitis Media (AOM)

Karena kehawatiran tentang resistensi penisilin, otoritas penyakit menular


merekomendasikan hanya pada anak-anak yang memenuhi salah satu kriteria
berikut; lebih dari tiga kali infeksi telinga dalam satu tahun terakhir, jaringan
pernafasan positif, dan resiko tinggi untuk infeksi bakteri karena imunosupresi,
splenectomy,cystic fibroris, penyakit sel sickle, datang ke tempat penitipan anak,
atau hidup dengan perokok (Armitage,Gross, and Yamauchi, 1999)

Ketika antibiotik dijamin, suatu varietas tertentu dapat digunakan.


Meminumkan amoxicillin adalah alasan pilihan pertama untuk bayi tua dan anak-
anak karena mudah digunakan relatif murah biaya, dan ketersediaan. Satu
pertimbangan penting untuk meresepkan obat adalah kepatuhan orang tua
dalam memberikan antibiotik. Pertimbangan lain adalah organisme
menyebabkan OM. Sebelas serotypes dari S. Pneumonia menyumbang sekitar
85% dari kasus OM yang disebabkan oleh organisme. Serotypes berikut rentan
terhadap penisilin. Namun, banyak strain dari H. Influenza dan banyak dari strain
M. Catanhalis memproduksi B-lactamase dan tahan terhadap amoxisillin dan
penisilin (kline 1999).

Selain amoksisilin, antibiotik oral lain yang diresepkan termasuk sulfonamide,


sulfonamides, trimethroprim-sulfamethoxazole (Bactrim, Septral), erythromicin-
sulfisoxazole (Pediazole), azithromycin, dan cephalosporins, yang sering dipilih
karena spektrum aktifitas mereka luas, jadwal dosis, mengurangi efek samping
dan aktivitas bakteri melawan B-lactamase yang memproduksi patogen
(Montvile and White, 1998).

Obat dengan dosis tunggal-parental telah digunakan untuk mengurangi AOM.


Obat ini memberikan keuntungan bagi anak-anak yang mungkin memiliki
penyerapan yang buruk dari obat oral karena muntah atau diare. Yang menolak
meminum obat oral atau yang mengurangi komplainnya karena keaadaan
keluarga. Dosis tunggal IM ceftriaxone ditemukan sebanding dengan keberhasilan

11
klinis untuk dosis 10 hari dari oral trimethoprim-sulfamethoxazole (TMP-SMZ)
untuk perlakuan AOM (Barnett and others, 1997).

Satu pertimbangan penting dengan penggunaan dosis tunggal suntikan IM


adalah rasa sakit yang terlibat dalam terapi ini. Salah satu strategi untuk
meminimalkan rasa sakit di tempat suntikan adalah mencampur chepalosporins
dengan lidocaine.

Untuk demam atau ketidaknyamanan yang berhubungan dengan OM,


analgesik/antipiretik obat-obatan seperti acetaminophen atau ibuprofen dapat
diberikan. Antihistamines dan obat sesak tidak direkomendasikan. Antibiotik
tetes telinga tidak memiliki nilai dalam mengobati AOM.

Anak-anak dengan AOM harus dilihat setelah terapi antibiotik selesai untuk
mengevaluasi efektivitas pengobatan dan untuk mengidentifikasi potensi
komplikasi seperti gangguan pendengaran atau efusi. Hal ini sulit bagi orangtua
untuk menentukan gangguan pendengaran.

2. Recurrent Otitis Media

Terapi untuk AOM termasuk chemoprophy-laxiz dengan terapi antibiotik


jangka panjang, immunotherapy dan operasi. Anak yang menerima terapi
antibiotik jangka panjang harus dievaluasi sebulan sekali untuk mendeteksi
bukti efusi. Setiap infeksi akut selama prophylaxis diobati dengan alternatif cara
antibiotik. Menurut panduan yang diterbitkan oleh Agency of Healthcare
Research and Quality (AHRQ)*, (dahulu AHCPR), steroids tidak dianjurkan untuk
pengobatan OME pada anak-anak di segala usia.

Vaksin Polyvalent pneumococcal polysaccharide telah mengurangi kejadian


pneumococcal OM sebesar 50% pada anak-anak yang lebih tua dari 2 tahun,
tetapi vaksin ini tidak efektif pada bayi yag belum bisa mengembangkan antibodi
untuk vaksin polysaccharide (Andrews, 2001). Pada beberapa bayi beresiko tinggi
terhadap immune globulin yang menandung antibodi yang melawan bakteri
polysaccharides (BPIG) telah mengakibatkan lebih sedikit kasus mengenai AOM
yang disebabkan oleh S.pneumonia.

12
Meskipun terdapat kontroversi terhadap efektivitas prosedur ini,
myringotomy dengan bedah pemasangan tabung dapat dilakukan jika rasa
sakitnya parah, gangguan pendengaran konduktif sekunder yang signifikan
dengan OM berulang dan kronis atau kegagalan manajemen medis dengan anti
biotik profilaksis (Andrews, 2001).Tabung biasanya ditempatkan di
anteroinferior quadrant dari membran. Namun, jika saluran eustachius tetap
tertutup, cairan akan kembali setelah penyembuhan yang cukup cepat dari
myringotomy. Adenoidectomy mungkin bisa berhasil dalam mengobati OM jika
saluran eustachius sekunder diblokir untuk hipertrofi adenoid adalah yang
menjadi penyebabnya. Mastoidectomy dapat dilakukan bila terapi antibiotik
telah gagal dan kehidupan anak terancam oleh infeksi, dengan tympanoplasty
(rekontruksi bedah telinga tengah) mungkin dilakukan setelah operasi.

A parent guide (94-0624) and more detailed clinical Practice Gudelines (94-
0620) are available in English and Spanish from AHCPR Publications
Oearinghouse, OME/ AAP, PO Box 8547, Silver Spring, MD 20907, (800)358-
9295.

3. Perawatan traumatic

a. Intramuscular ceftriaxone (rocephin)

Untuk mengurangi rasa sakit dari IM pemberian ceftriaxone penggunaan


lidocaine 1% sebagai pelarut (Barnett and other, 1997). Lidocaine dapat
digunakan sebagai penyangga pada saat penggunaannya untuk mengurangi
penyengatan atau pembakaran. Jika waktu memungkinkan menerapkan krim
EMLA ke situs IM 2,5 jam sebelum penyuntikan.

b. Otitis Media with Effusion (OME)

Beberapa anak memiliki cairan yang bertahan di telinga tengah selama


beberapa minggu atau bulan. OME sering dikaitkan dengan gangguan
pendengaran dari ringan sampai sedang. Tujuan utama terapi adalah untuk
membangun dan menjaga area telinga tengah yang bebas dari cairan dengan
mukosa normal dan akhirnya untuk mencapai pendengaran normal.

13
Seorang anak yang memiliki cairan di kedua telinga tengah untuk total tiga
bulan harus memiliki evaluasi pendengaran. Sebuah antibiotik tidak
diindikasikan untuk pengobatan awal OME tetapi dapat diindikasikan untuk
anak-anak yang memiliki efisi persisten lebih dari 3 bulan (Dowell and other,
1998). Jika efusi bilateral telah berlangsung dan anak telah kehilangan
pendengaran, pembedahan myringotomy dianjurkan setelah total 4 sampai 6
bulan efusi bilateral dengan defisit pendengaran bilateral (Andrew, 2001).
Tetapi ini memungkinkan untuk pengaliran mekanisme dari cairan , yang
mendorong penyembuhan membran dan mencegah pembentukan bekas luka
dan hilangnya elastisitas. Tabung (atau equalizer tekanan ventilasi [PE] dari
tabung atau grommets) memfasilitasi pembuangan lanjutan dari cairan dan
memungkinkan ventilasi dari telinga tengah. Tujuan utama adalah untuk
memungkinkan saluran eustachius pada masa pemulihan setelah operasi
pemasangan tabung untuk dapat melakukan fungsinya. Operasi ini relatif
jinak. Namun kadang-kadang tabung dapat menjadi terhubung dan seringkali
memerlukan reintegrasi. Komplikasi yang berulang atau berlangsung lama
dari penempatan tabung adalah tympanosclerosis, terlokalisasi atau
menyebar atrophy dari membran, pelubangan terus menerus atau, jarang,
cholesteatoma. Tonsillectomy ini tidak menguntungkan untuk OME (kline,
1999).

Prognosis sebagian besar kasus OM akhirnya terselesaikan. Namun, gangguan


pendengaran biasanya konduktif, merupakan koplikasi umum dari OM.
Tingkat gangguan pendengaran dapat bervariasi dari ringan sampai parah.
Meskipun gangguan pendengaran konduktif yang paling sering dikaitkan
dengan OM, gangguan pendengaran sensorineural juga dapat hadir, terutama
pada AOM yang parah, kronis atau berulang, karena berlalunya produk
beracun dari cairan ke dalam cochlea melalui membran tympanic. Semakin
lama cairan hadir, semakin besar hilangnya pendengaran sensorineural. Anak-
anak yang rentan terhadap OM harus dirujuk ke pediatric otolaryngologist dan
kemungkinan ke pediatric allergist untuk identifikasi dan pengobatan etiology
untuk disfungsi saluran eustachius. Mereka juga harus dirujuk ke bahasa

14
pathologist untuk konseling pencegahan awal. Selain itu, anak idelnya harus
dibawa ke seorang audiologis untuk menilai kemampuan dari pendengaran.

15
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS PADA OTITIS MEDIA


A. PENGKAJIAN
1. Data biografi

Meliputi identitas pasien yaitu nama, umur (kejadian tertinggi pada


anak usia 2 tahun, kemudian secara, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat dan identitas penanggung jawab.

2. Pola kesehatan
a. Pola Presepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
1) Keluhan Utama:

Keluhan yang paling dirasakan pada saat MRS, biasanya


terjadi nyeri pada telinga.

2) Riwayat penyakit sekarang:

Klien mengeluh telinganya mengeluarkan cairan kuning


kental dan berbau busuk,kepalanya pusing, demam
tinggi/hipertermi, telinganya terasa nyeri, sulit tidur, tiba-tiba
menjerit saat tidur, mengalami gangguan pendengaran, kadang
kadang memegang telinga yang sakit, mual, muntah, diare dan
kejang kejang, nafsu makan menurun.

3) Riwayat penyakit dahulu :

Biasanya klien dengan otitis media ini memiliki riwayat


infeksi saluran pernapasan atas riwayat batuk pilek (rhinitis).

4) Riwayat kesehatan keluarga :

Biasanya otitis media ini tidak penyakit keturunan.

5) Riwayat kesehatan lingkungan

Lingkungan yang kotor atau kumuh serta lingkungan


perokok, ataupun area industri biasa menyebabkan Otitis Media.

3. Genogram
16
Berdasarkan keturunan 3 generasi tidak di temukan penyakit Otitis
Media, klien dengan penyakit Otitis Media sering di sebabkan oleh faktor
lingkungan, dan faktor merokok.

B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Head to toe
a. Kepala
1) Kepala

Bentuk kepala simetris, tidak ada lesi, tidak ada benjolan,


serta tidak ada nyeri tekan.

2) Rambut

Kondisi rambut bersih, tidak ada ketombe, warna rambut


hitam, rambut lurus.

3) Mata

Warna sklera putih, konjungtiva tidak ada kemerah-


merahan, pupil klien isokor, kelopak mata normal warna merah
muda, pergerakan mata normal, lapang pandang normal, visus:
ketajaman penglihatan klien normal, pupil: normal, kedua bentuk
pupilnya simetris, tidak adanya edema dan tidak ada benjolan
disekitar mata, tidak ada sekret pada mata, serta lapapang
pandang normal.

4) Hidung

Tidak ada deformitas pada hidung, tidak ada cuping hidung,


tidak ada sekret, tidak ada polip atau benjolan didalam hidung,
fungsi penciuman baik, kedua lubang hidung simetris.

5) Mulut

Warna mukosa mulut pucat, membran mukosa kering, tidak


ada lesi, gusi normal, tidak terdapat benjolan pada lidah, tidak
ada karies pada gigi.

6) Telinga
17
Inspeksi : Kedua telinga simetris ,tidak ada lesi pada telinga,
adanya serumen berlebih, adanya edema, ketika diperiksa dengan
otoskop (adanya peradangan, terdapat cairan pada membran
timpani).

Palpasi : adanya nyeri tekan pada aurikula dan membran timpani


tidak normal.

Auskultasi : - Tes rinne : (-)


- Tes webber : laterisasi kanan
- Tes bisik : pasien tidak dapat mendengarkan suara
berfrekuensi rendah.
7) Leher

Bentuk simetris, warna kulit rata sama dengan bagian


tubuh, tidak ada lesi, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak
ada pembesaran kelenjar limfe, tidak ada deformitas pada trakea,
tidak ada benjolan pada leher, tidak ada nyeri tekan dan tidak ada
peradangan.

b. Dada
1) Paru

Anamnesis: Batuk produktif, warna sputum kuning, tidak nyeri


waktu bernapas

Inspeksi: Bentuk dada bidang, simetris antara kiri dan kanan, pola
napas teratur, frekuensi napas pasien reguler (22 x/menit),
pergerakan otot bantu pernapasan normal.

Auskultasi: Bunyi napas normal.

Palpasi: Vokal fermitus normal.

Perkusi: Tidak adanya massa, tidak adanya cairan, dan tidak


adanya udara dalam paru.

2) Jantung

Inspeksi: Denyutan jantung normal.


18
Palpasi: Ictus cordis normal di IC ke 5.

Auskultasi: Bunyi jantung normal, tidak ada pembesaran jantung


atau tidak ada kardiomegali.

Perkusi: letak jantung normal.

c. Abdomen

Inspeksi: warna kulit abdomen normal seperti warna kulit


disekitarnya, tidak ada distensi, tidak adanya bekas operasi, tidak
terdapat kolostomi.

Auskultasi: peristaltik usus normal 18x/menit.

Perkusi: timpani.

Palpasi: tidak adanya nyeri tekan, tidak ada hematomegali, tidak ada
pembesaran lien, ginjal normal.

d. Otot dan rangka integumen

Inspeksi: pergerakan baik, sendi lengan dan tungkai normal, tidak ada
fraktur, tidak ada dislokasi, warna kulit rata, tulang belakang normal.

Palpasi: turgor elastis, tidak ada clubing finger, kekuatan otot normal,
ekstremitas atas dan bawah tampak normal, otot simetris.

e. Persyarafan

Tingkat kesadaran: Composmentis

GCS: - Eye: membuka secara spontan, nilai 4

- Verbal: Orientasi baik, nilai 5

- Motorik: Mengikuti perintah, nilai 6

Total GCS: Nilai 15

- Reflek: Normal

19
- Tidak ada riwayat kejang

- Koordinasi gerak normal.

Uji Saraf Kranial

- N VIII : tidak berfungsi dengan baik.

2. ADL (Activity Daily Living)


a. Pola Nutrisi

Selama sakit klien bisa mengalami mual,muntah dan diare


sehingga menyebabkan nafsu makan klien meurun.

b. Pola Eliminasi

• BAB

BAB nya tidak rutin dan tidak lancar.

• BAK

BAKnya menurun atau jarang.

c. Pola Istirahat dan tidur

Selama sakit klien mengalami gangguan pola tidur karena sering


terbangun dan sulit tidur.

d. Pola Aktivitas

Biasanya sakitnya mengganggu aktivitasnya dan ia hanya bisa


berbaring di tempat tidur, serta dalam melakukan kegiatan sehari-
hari klien membutuhkan bantuan orang lain.

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

20
Data laboratorium yang berhubungan

1. Pemeriksaan pemeriksaan darah (leukosit meningkat)

2. CT SCAN kepala untuk melihat kelainan di intra cranial

3. Uji pendengaran yaitu test Rinne (-)

4. Uji timpanopi

5. Pemeriksaan Mikoresistensi kuman yang di ambil dari secret telinga

6. Pemeriksaan liang telinga akan tampak (cairan) yang keluar dari telinga
bercampur nanah (jaringan granulasi/ polip terdapat perforasi pada
membrane timpani)

D. TERAPI MEDIK

- Terapi pada stadium presupurasi ialah antibiotika, obat tetes hidung dan
analgetik. Bila membran timpani sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya
dilakukan mirigotomi.

Antibiotika yang dianjurkan ialah dari golongan penisilin atau ampisilin.


Terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar didapatkan kosentrasi
yang adekuat didalam darah, sehingga tidak terjadi mostoiditis yang
terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa, dan kekambuhan.
Pemberian antibiotik dianjurkan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi
terhadap pinisilin, maka diberikan eritromisin.

Pada anak, ampisilin diberikan dengan dosis 50-100 mg/BB per hari, dibagi
dalam 4 dosis, atau amoksisilin 40 mg/BB/hari dibagi dalam 3 dosis, atau
eritromisin 40mg/BB/hari.

- Pada stadium supurasi disampig diberikan antibiotik, idealnya harus


disertai dengan miringotomi, bila membran timpani masih utuh. Dengan
miringotomi gejala-gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat
dihindari.

21
- Pada stadium perforasi sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang
terlihat keluarnya sekret secara berdenyut (pulsasi). Pengobatan yang
diberikan adalah obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik
yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup
kembali dalam waktu 7-10 hari.

- Pada stadium resolusi maka membran timpani berangsur normal kembali,


sekret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup.

E. ANALISA DATA

Symtom Etiologi Problem

DS = Pasien Agen cidera biologi Nyeri akut


mengeluh nyeri pada
telinga kanan bagian
tengah, pasien
merasa tidak
nyaman dan gelisah
DO = Saat di palpasi
paien mengeluh
nyeri, pasien terlihat
meringis menahan
nyeri, dan skala
nyeri 6

DS = pasien Perubahan Gangguan persepsi


mengakatakan penerimaan sensori, pendengaran
kadang kadang tranmisi inegrasi
mengeluarkan cairan
putih seperti nanah
dan berbau dari
telinga sebelah
kanan, kalian
mengatakan sulit
untuk mendengar.
DO = Terkadang
pasien memiringkan
kepalanya, Uji
pendengaran ( Test

22
Rinne ) menunjukan
( - ), terdapat
perubahan respon
pendengaran.

DS = Pasien Perjalanan Hipertermi


mengeluh badan penyakit / trauma
meriang,pasien
mengeluh pusing
pada kepalanya,
pasien mengeluh
nyeri pada otot otot
nya
DO = S : 39°C, N :
110X/menit

DS = Pasien merasa Suhu tubuh Gangguan pola tidur


nyeri sehingga susah
tidur, pasien
mengeluh gelisah di
saat sedang tidur,
pasien mengeluh
sering terbangun
pada malam hari
karena nyeri yang di
rasakan
DO = Suhu : 39°C,
pasien terlihat agak
pucat.

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri b/d proses inflamasi pada jaringan telinga tengah.
2. Gangguan komunikasi b/d efek berkurangnya respon pendengaran.
3. Resiko tingginya b/d vertigo.
4. Cemas b/d nyeri yang semakin memberat.
G. INTERVENSI DAN RASIONAL
1. Nyeri b/d proses inflamasi pada jaringan telinga tengah.

23
Tujuan : penurunan rasa nyeri.
Kriteria hasil : klien mengungkapkan nyeri berkurang, klien mampu
melakukan metode pengalihan suasana.

a) Intervensi : sedikit keluhan nyeri. Perhatikan lokasi, intensitas


( skala 0/10 ) dan faktor pemberat atau penghilang.
Rasional : membantu mengidentifikasi intervensi yang tepat dan
mengevaluasi keefektifan analgesic.
b) Intervensi : alihkan perhatian klien dengan menggunakan teknik-
teknik relaksasi seperti menarik nafas panjang.
Rasional : metode penglihatan suasana dengan melakukan relaksasi
bisa mengurangi nyeri yang diderita klien.
c) Intervensi : atur posisi klien.
Rasional : posisi yang sesuai akan membuat klien merasa nyaman.
d) Intervensi : beri informasi kepada klien dan keluarga tentang nyeri
yang dirasakan.
Rasional : informasi yang cukup dapat mengurangi kecemasan yang
dirasaka oleh klien dan keluarga.
e) Intervensi : kolaborasi, beri analgesik sesuai indikasi.
Rasional : analgesik merupakan pereda nyeri yang efektif pada
pasien untuk mengurangi sensasi nyeri dari dalam.

2. Gangguan komunikasi b/d efek kehilangan pendengaran.


Tujuan : gangguan komunikasi berkurang / hilang.
Kriteria hasil : klien memakai alat bantu dengar ( jika sesuai ), menerima
pesan melalui metode pilihan ( misal : komunikasi lisan, bahasa lambang,
berbicara dengan jelas pada telinga yang baik.
a) Intervensi : dapatkan apa metode komunikasi yang diinginkan dan
catat pada rencana perawatan metode yang digunakan oleh staf dan
klien, seperti : tulisan, berbicara, bahasa isyarat.
Rasional : dengan mengetahui metode komunikasi yang diinginkan
oleh klien maka metode yang akan digunakan dapat disesuaikan
dengan kemampuan dan keterbatasan klien.
b) Intervensi : pantau kemampuan klien untuk menerima pesan secara
verbal.
a. Jika ia dapat mendengar pada satu telinga, berbicara dengan
perlahan dan jelas langsung ke telinga yang baik.
- Tempatkan klien dengan telinga yang baik berhadapan dengan
pintu.
- Dekati klien dari sisi telinga yang baik.
24
b. Jika klien dapat membaca ucapan:
- Lihat langsung pada klien dan bicaralah lambat dan jelas.
- Hindari berdiri didepan cahaya karena dapat menyebabkan
klien tedak dapat membaca bibir anda.
c. Perkecil distraksi yang dapat menghambat konsentrasi klien.
- Minimalkan percakapan jika klien kelelahan atau gunakan
komunikasi tertulis.
- Tegaskan komunikasi penting dengan menuliskannya.
d. Jika ia hanya mampu berbahasa isyarat, sediakan penerjemah.
Alamatkan semua komunikasi pada klien, tidak kepada
penerjemah. Jadi seolah-olah perawat sendiri yang langsung
berbicara pada klien dengan mengabaikan keberadaan
penerjemah.
Rasional : pesan yang ingin disampaikan oleh perawat kepada
klien dapat diterima dengan bengan jelas baik oleh klien.
c) Intervensi : gunakan faktor-faktor yang meningkatkan pendengaran
dan pemahaman.
a. Bicara dengan jelas menghadap individu.
b. Ulangi jika klien tidak memahami seluruh isi pembicaraan.
c. Gunakan rabaan dan isyarat untuk meningkatkan komunikasi.
d. Validasi pemahaman individu dengan pengajuan pertanyaan
yang memerlukan jawaban lebih dari ya dan tidak.
Rasional : memungkinkan komunikasi dua arah antara perawat
dengan klien dapat menerima pesan perawat secara tepat.
3. Resiko tinggi cedera b/d vertigo.
Tujuan : resiko cedera tidak terjadi.
Kriteria hasil : klien bisa dari cedera yang berkaitan dengan
ketidakseimbangan dan / jatuh .
a) Intervensi : ajarkan atau tekankan terapi vestibuler / keseimbangan
sesuai ketentuan.
Rasional : latihan mempercepat kompensasi labirintin, yang dapat
mengurangi vertigo dan gangguan cara jalan.
b) Intervensi : berikan atau ajari cara pemberian, obat anti vertigo
dan/obat penenang vestibuler; beri petunjuk pada pasien mengenai
efek sampingnya.
Rasional : menghilangkan gejala akut vertigo.
c) Intervensi : dorong pasien untuk berbaring bila merasa pusing
dengan pagar tempat tidur dinaikkan.
Rasional : mengurangi kemungkinan jatuh dan cedera.
4. Cemas b/d nyeri yang semakin memberat
Tujuan : rasa cemas klien akan berkurang/hilang.
25
Kriteria hasil: klien mampu mengungkapkan ketakutan/kekhawatirannya.
Respon klien tampak tersenyum.
a) Intervensi: berikan informasi kepada klien seputar kondisinya dan
gangguan yang dialaminya.
Rasional: menunjukkan kepada klien bahwa dia dapat
berkomunikasi dengan efektif tanpa menggunakan alat khusus
sehingga dapat mengurangi cemasnya.
b) Intervensi : diskusikan dengan klien mengenai kemungkinan
kemajuan dan fungsi pendengarannya untuk mempertahankan
harapan klien dalam berkomunikasi.
Rasional: harapan-harapan yang tidak realistis tidak dapat
mengurangi kecemasan, justru malah menimbulkan
ketidakpercayaan klien terhadap perawat.
c) Intervensi : berikan informasi mengenai kelompok yang juga
pernah mengalami gangguan seperti yang dialami untuk
memberikan dukungan kepada klien.
Rasional: memungkinkan klien untuk memilih metode komunikasi
yang paling tepat untuk kehidupannya sehari-hari disesuaikan
dengan tingkat keterampilannya sehingga mengurangi rasa cemas
dan frustasinya.
d) Intervensi : berikan informasi mengenai sumber-sumber dan
alat-alat yang tersedia yang dapat membantu klien.
Rasional: dukungan dari beberapa orang yang memiliki pengalaman
yang sama akan sangat membantu klien.

H. EVALUASI

• Nyeri teratasi

• Pasien mampu berkomunikasi dengan baik

• Vertigo pasien teratasi

• Pasien mengerti dan memahami tentang penyakitnya

I. PERENCANAAN

26
Karena OMA lebih sering terjadi pada anak-anak dan sering terjadi
berulang maka perawat sebagai Community Organizing memberikan
penyuluhan yang berhubungan dengan penyakit OMA. Beberapa hal yang
dapat mengurangi resiko OMA yaitu :

 Pencengahan ISPA pada bayi dan anak-anak

 Pemberian ASI minimal selama 6 bulan

 Penghindaran pemberian susu di botol saat anak berbaring

 Penghindaran pajanan terhadap asap rokok

 Penghindaran pengeluaran mucus (ingus) dengan paksaan/tekanan yang


berlebihan

 Jangan mengorek-ngorek liang telinga terlalu kasar karena dapat merobek


membran timpani

 Jika ada benda asing yang masuk, datanglah ke dokter untuk


meminimalisasi kerusakan telinga yang gterjadi

 Jauhkan telinga dari suara keras

 Menonton televisi dan mendengarkan musik dengan volume normal

 Lindungi telinga selama penerbangan

 Mengunyah permen karet ketika pesawat berangkat dan mendarat dapat


mencegah terjadinya perforasi membran timpani.

27
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Otitis media (OM) adalah peradangan pada telinga tengah yang bersifat
akut atau tiba-tiba. Telinga tengah adalah organ yang memiliki penghalang yang
biasanya dalam keadaan steril. Bila terdapat infeksi bakteri pada nasofaring dan
faring, secara alamiah terdapat mekanisme pencegahan penjalaran bakteri
memasuki telinga tengah oleh enzim pelindung dan bulu-bulu halus yang dimiliki
oleh tuba eustachii. OM ini terjadi akibat tidak berfungsinya sistem pelindung
tersebut. Pendengaran sebagai salah satu indera, memegang peranan yang sangat
penting karena perkembangan bicara sebagai komponen utama komunikasi pada
manusia sangat tergantung pada fungsi pendengaran.

B. Saran

Sebaiknya tidak mencoba pemindahan serumen telinga di rumah dengan cotton


bud, jepit rambut, pensil, atau peralatan lain apa pun, karena hanya akan merusak
gendang pendengar. Jadi kita perlu mengenali gejala-gejala penyakit ini secara dini
untuk pengobatan yang lebih baik dan biasakan hidup bersih, serta jika sudah
mengetahui penyakit yang diderita segera lakukan pengobatan secara rutin agar
tidak terjadi infeksi yang berulang.

28
DAFTAR PUSTAKA

Hartono R, Dwi Rahmawati H. 2012. ISPA. Yogjakarta: Penerbit Nuha Medika

Huda Nurarif, Amin dan Hardhi Kusuma. 2013. NANDA NIC-NOC. Yogjakarta: Penerbit
Media Action

Williams, L & Wilkins. 2011. NURSING. Jakarta Barat: Penerbit Jurnal Nursing

29

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab V
    Bab V
    Dokumen2 halaman
    Bab V
    Ria Aryanti Putri II
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen19 halaman
    Bab Iii
    Ria Aryanti Putri II
    Belum ada peringkat
  • RAPOR MURID MAMAH - Fix
    RAPOR MURID MAMAH - Fix
    Dokumen157 halaman
    RAPOR MURID MAMAH - Fix
    Ria Aryanti Putri II
    Belum ada peringkat
  • Halusinasi Reri
    Halusinasi Reri
    Dokumen4 halaman
    Halusinasi Reri
    Ria Aryanti Putri II
    Belum ada peringkat
  • Format Pengkajian Icu
    Format Pengkajian Icu
    Dokumen4 halaman
    Format Pengkajian Icu
    Ria Aryanti Putri II
    Belum ada peringkat
  • Reaksi Transfusi
    Reaksi Transfusi
    Dokumen14 halaman
    Reaksi Transfusi
    Ria Aryanti Putri II
    Belum ada peringkat
  • BAB I.docx DHF
    BAB I.docx DHF
    Dokumen9 halaman
    BAB I.docx DHF
    Ria Aryanti Putri II
    Belum ada peringkat
  • COVER
    COVER
    Dokumen2 halaman
    COVER
    Ria Aryanti Putri II
    Belum ada peringkat
  • Reaksi Transfusi
    Reaksi Transfusi
    Dokumen14 halaman
    Reaksi Transfusi
    Ria Aryanti Putri II
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Ria Aryanti Putri II
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Ria Aryanti Putri II
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Ria Aryanti Putri II
    Belum ada peringkat
  • Format Askep Perioperatif
    Format Askep Perioperatif
    Dokumen16 halaman
    Format Askep Perioperatif
    Nomy
    Belum ada peringkat
  • Reaksi Transfusi
    Reaksi Transfusi
    Dokumen14 halaman
    Reaksi Transfusi
    Ria Aryanti Putri II
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Ria Aryanti Putri II
    Belum ada peringkat
  • LP Syok Anafilaktik
    LP Syok Anafilaktik
    Dokumen27 halaman
    LP Syok Anafilaktik
    Anastasia Indriyani Girsang
    Belum ada peringkat
  • COVER
    COVER
    Dokumen2 halaman
    COVER
    Ria Aryanti Putri II
    Belum ada peringkat
  • BAB I.docx DHF
    BAB I.docx DHF
    Dokumen9 halaman
    BAB I.docx DHF
    Ria Aryanti Putri II
    Belum ada peringkat
  • BAB I.docx DHF
    BAB I.docx DHF
    Dokumen9 halaman
    BAB I.docx DHF
    Ria Aryanti Putri II
    Belum ada peringkat
  • Hanya Untuk Download Scribd
    Hanya Untuk Download Scribd
    Dokumen1 halaman
    Hanya Untuk Download Scribd
    Ria Aryanti Putri II
    Belum ada peringkat
  • Reaksi Transfusi
    Reaksi Transfusi
    Dokumen14 halaman
    Reaksi Transfusi
    Ria Aryanti Putri II
    Belum ada peringkat
  • Nama Obat
    Nama Obat
    Dokumen5 halaman
    Nama Obat
    Ria Aryanti Putri II
    Belum ada peringkat
  • Hanya Untuk Download Scribd
    Hanya Untuk Download Scribd
    Dokumen1 halaman
    Hanya Untuk Download Scribd
    Ria Aryanti Putri II
    Belum ada peringkat
  • BAB I.docx DHF
    BAB I.docx DHF
    Dokumen9 halaman
    BAB I.docx DHF
    Ria Aryanti Putri II
    Belum ada peringkat
  • Makalah Anak DHF Fix
    Makalah Anak DHF Fix
    Dokumen33 halaman
    Makalah Anak DHF Fix
    Ria Aryanti Putri II
    Belum ada peringkat
  • Hallo Teman
    Hallo Teman
    Dokumen1 halaman
    Hallo Teman
    Ria Aryanti Putri II
    Belum ada peringkat
  • LP Hiperaktif
    LP Hiperaktif
    Dokumen11 halaman
    LP Hiperaktif
    Ria Aryanti Putri II
    Belum ada peringkat
  • 113063C114029 References
    113063C114029 References
    Dokumen4 halaman
    113063C114029 References
    Ria Aryanti Putri II
    Belum ada peringkat
  • 113063C114029 References
    113063C114029 References
    Dokumen4 halaman
    113063C114029 References
    Ria Aryanti Putri II
    Belum ada peringkat
  • BAB I.docx DHF
    BAB I.docx DHF
    Dokumen5 halaman
    BAB I.docx DHF
    Ria Aryanti Putri II
    Belum ada peringkat