Anda di halaman 1dari 28

Laporan kasus IGD

NIDDM + ULKUS FOOT DIABETIKUM

Disusun oleh:
dr. Parnatal Ganda Matua

Pembimbing:
dr. Devi Anyapritha

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA SUKAPURA
JAKARTA UTARA
PERIODE JANUARI - MEI 2018
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Laporan Kasus:

“NIDDM + ULKUS FOOT DIABETIKUM”

Laporan Kasus ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas Program
Internsip Dokter Indonesia
Periode 7 Mei – 7 September 2018

Jakarta, 16 Agustus 2018

Peserta Program Internsip Dokter Pendamping Internsip


Dokter Indonesia RS Islam Jakarta Sukapura

dr. Parnatal Ganda Matua dr. Devi Anyapritha

NIP :
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. R.

Umur : 63 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tanggal Lahir : 31 Desember 1956

Agama : Islam

Alamat : Jln Plumpang rt 03/04 Kel.Rawa badak selatan Kec.Koja

Tanggal masuk : 27 Januari 2019

No. CM : 08.15.38

1.2 Anamnesa (dengan auto serta allo anamnesis pada tanggal 27 Januari 2019 pukul 12.06)
A. Primary Survey
 Airway & c-spine control:
Bicara spontan, jelas
Snorring (-)
Gurgling (-)
Airway clear
 Breathing :
RR = 20 x/mnt
Trakea ditengah
JVP tak ↑
Thorax : jejas (-)
 Circulation & control hemorhage:
N : 82 x/mnt (i/t cukup)
Perdarahan aktif (-)  Sirkulasi stabil
1.3 Anamnesis
Keluhan Utama :
lemas.
Keluhan tambahan :
- perut kembung (+), bersendawa (+), nyeri pada kaki kanan (+),

Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :

Pasien datang dengan keluhan lemas, lemas yang dirasakan sudah 1 minggu dan lebih lemas
dirasakan 2 hari SMRS, lemas dirasakan diseluruh tubuh sepanjang hari. Mual (-), muintah
(-), BAB tidak ada keluhan , BAK tidak ada keluhan. Selain lemas pasien juga merasakan
perut kembung, sering bersendawa, dan nyeri dikaki kanan. Luka dikakin kanan dikatakan
sudah 1 bulan dan dalam proses penyembuhan, 1 hari SMRS kaki pasien terkena batu bata
dan pasien merasa kesakitan.

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) :

 Riwayat tekanan darah tinggi (-)

 Riwayat Gula (+): pasien sudah mempunyai RIW Gula +/- 5 tahun dengan tidak terkontrol

Riwayat Penyakit Keluarga (RPK) :

Orang Tua pasien yaitu ibu mempunyai riwayat gula

Riwayat Pribadi dan Sosial Ekonomi (RSE) :

Pasien adalah seorang laki-laki yang sudah ditinggal mendiang istrinya dan tidak bekerja.
Tinggal di rumah anaknya, biaya hidup semuanya ditanggung anak dan menantunya.

1.4 Pemeriksaan fisik


Keadan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Vital sign : Tekanan Darah : 130/90 mmHg


Nadi : 80x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 37° C

Status Generalis :

Kepala

 Normochepali
Mata

 Tidak terdapat ptosis pada palpebra dan tidak terdapat oedem


 Conjunctiva tidak anemis
 Sklera tidak tampak ikterik
 Pupil: isokor kiri & kanan, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya langsung +/+

Leher

- Kelenjar getah bening :Tidak teraba membesar


 Kelenjar tiroid : tidak teraba membesar
 Trakea : letak di tengah
 JVP : 5+2

Thorax

 Paru-Paru
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris
Palpasi : vocal fremitus simetris kiri dan kanan
Perkusi : sonor pada seluruh lapangan paru
Auskultasi : bising nafas vesikuler di kedua paru, ronkhi -/-, whezing -/-

 Jantung
Inspeksi : ictus cordis terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari linea midclavicularis sinistra, ICS 5
Perkusi : Batas atas : ICS 2 linea parasternalis sinistra
Batas kanan : ICS 3-4 linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS 5, 1 cm lateral linea midclavicularis
sinistra
Auskultasi : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
Inspeksi : perut tampak datar
Auskultasi : bising usus 4x per menit
Palpasi : supel, nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani, nyeri ketuk (-)
 Ekstremitas atas
Regio kanan : akral hangat, tidak terdapat oedem
Regio kiri : akral hangat, tidak terdapat oedem
 Ekstremitas Bawah
Regio kanan : akral hangat, terdapat luka di bagian depan kaki kanan
dengan ukuran ( P: 5cm,L:3 cm).bengkak (-), merah (+), push
(-), hangat (+), nanah (-)

Regio kiri : akral hangat, tidak terdapat oedem

1.5 Pemeriksaan Penunjang


EKG
Tidak dilakukan
1.7 Diagnosa kerja
NIDDM + Ulkus foot diabetikuim
1.8 Penatalaksanaan
 IVFD : RL 6 Jam/kolf
 GDS :212
 Inj Ranitdin 1amp
 Diet DM 1.200 Kkal
 Ceftriaxone 2x 1 gr (inj)
 Metronidazole 2x 500 mg (tab)
 Asam Mefenamat 3 x500 mg (tab)
 Chlorpomazine 2x 12,5 ( tab)
 Obat DM dari rumah lanjutkan
 Pro Ranap

1.9 Prognosis
Ad vitam : dubia

Ad sanationam : dubia

Ad fungsionam : dubia

 Laporan tanggal 28 Januari 2019


S: Lemas berkurang,sendawa (-), Nyeri luka pada kaki berkurang

O: Tekanan Darah : 130/90 mmHg


Nadi : 80x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 37° C
A: NIDDM +Ganggren
P: konsul Spesialis bedah rencana debridement
 RL 6 jam/kolf
 Diet DM 1.200 Kkal
 Metformin 2x500 mg
 Glimepirid 1x1mg
 Asammefenamat 3x 500 mg
 Ceftriaxone 2x1gr
 Metronidazole 2x500 mg
 Ganti perban
 Hasil Lab
Tanggal Hasil Nilai Normal Hasil Nilai normal
27/01/2019
Hemoglobin 10,3 g/dl 13,7 -17,5 Ureum 67mg/dl 19-44
Leukosit 11,783/ul 4.23-9.07 Creatinin 1.1mg/dl 0.9-1.3
Hematokrit 29,1% 40,1-51,0 GDS jam 167mg/dl
18.00
Tromboist 5063/ul 163-337 GDS jam 190mg/dl
24.00

Tanggal Hasil Nilai Normal


28/01/2019
M.Perdarahan 1’30” menit 1-3
M.Pembekuan 4’30” menit 2-6
GDS jam 06.00 199 mg/dl <200
GDS jam 12..00 238 mg/dl <200

 Foto Rotgen tanggal 28/01/19 rencana Operasi Debridement


Tinjauan Pustaka

 Diabetes Melitus
1.1 Definisi Diabetes Melitus
Diabetes mellitus adalah kelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan
hiperglikemia akibat defek sekresi insulin, menurunnya kerja insulin, atau keduanya.
Diabetes mellitus kronis dikaitkan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi, dan
kegagalan organ yang berbeda, terutama mata, pembuluh darah, jantung dan saraf[1].
Diabetes mellitus ditandai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan
protein. Gejala klinisnya meliputi poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan.
Seringkali gejala ringan atau tidak ada di antara orang-orang dengan diabetes melitus tipe
2 selama bertahun-tahun terutama bila hiperglikemia ringan. Penyakit ini mungkin tetap
tidak terdeteksi, namun kerusakan jaringan bisa terjadi dan oleh karena itu komplikasi
vaskular mungkin ada pada saat diagnosis[1].
Komplikasi jangka panjang diabetes terutama terdiri dari dua jenis: (1) komplikasi
mikrovaskular yang meliputi retinopati dengan potensi kehilangan penglihatan, nefropati
yang menyebabkan gagal ginjal, neuropati perifer dengan risiko ulkus kaki, amputasi dan
neuropati otonom yang menyebabkan gejala gastrointestinal, genitourinari, kardiovaskular,
disfungsi seksual. Komplikasi makrovaskular meliputi penyakit kardiovaskular dengan
peningkatan kejadian penyakit kardiovaskular aterosklerotik, arteri perifer, dan
serebrovaskular[1].

.2 Klasifikasi
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan Diabetes Mellitus menjadi
empat kelompok besar. Keempat kelompok utama tersebut ditentukan: (i) insulin-
dependent diabetes mellitus (IDDM, tipe 1), (ii) non-insulin-dependent diabetes mellitus
(NIDDM, tipe 2), (iii) "jenis lain", dan (iv) diabetes mellitus gestational (GDM)[1].
Tabel 1.14 Klasifikasi Diabetes Melitus[1,2]
Klasifikasi DM Penjelasan
Insulin-dependent Diabetes Mellitus tipe 1 disebabkan oleh defisiensi insulin
diabetes mellitus (tipe 1) absolut dan biasanya merupakan penyakit autoimun yang
menyebabkan rusaknya sel beta yang mensekresikan
insulin di pankreas. Dalam beberapa kasus penyebab
kerusakan sel beta tidak diketahui (idiopatik).
Non-insulin-dependent berasal dari defisiensi insulin relatif yang mungkin terkait
diabetes mellitus (tipe 2) dengan berbagai tingkat defek tindakan insulin yang
dikenal secara kolektif sebagai resistensi insulin.
Tipe lain  Defek genetik fungsi sel beta pankreas
 Defek genetik kerja insulin
 Penyakit eksokrin pankreas
 Endokrinopati
 Obat/zat kimia (kortikosteroid)
 Infeksi
 Imunologi
 Sindrom genetik lain (berkaitan DM)
DM Gestasional Diabetes mellitus gestasional adalah keadaan intoleransi
karbohidrat yang menyebabkan hiperglikemia dengan
tingkat keparahan yang bervariasi, dengan onset atau
diagnosis pertama selama masa kehamilan.

.3 Epidemiologi
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), angka kejadian diabetes
mellitus di dunia meningkat dari 108 juta penduduk pada tahun 1980 menjadi 422 juta
penduduk pada tahun 2014. Pada tahun 2012, estimasi kematian yang disebabkan karena
diabetes mellitus sebanyak 1.5 juta penduduk dunia[3]. Prevalensi diabetes mellitus
terbanyak terdapat di benua Asia yaitu sebesar 28% dari total populasi pada tahun 2014[4].
Sedangkan di benua Eropa, sebanyak 60 juta penduduk menderita diabetes dimana 10.3%
adalah pria dan 9.6% adalah wanita[5]. Lebih dari 14.3% dari total populasi di benua
Amerika menderita diabetes[6].
World Health Organization (WHO) memprediksi bahwa di Indonesia, prevalensi
terjadinya diabetes mellitus akan meningkat dari 8.4 juta penduduk pada tahun 2000
menjadi 21.3 juta penduduk pada tahun 2030[7]. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
pada tahun 2007 dan tahun 2013, prevalensi diabetes mellitus di daerah urban untuk usia
diatas 15 tahun sebesar 5.7% dimana proporsi diabetes mellitus pada tahun 2013 meningkat
hampir dua kali lipat dibandingkan tahun 2007[34]. Prevalensi terbesar di propinsi Maluku
Utara dan Kalimantan Barat yang mencapai 11.1% dan proporsi terkecil terdapat di
propinsi Papua sebesar 1.7%. Sedangkan prevalensi toleransi glukosa terganggu (TGT),
berkisar antara 4.0% di propinsi Jambi sampai 21.8% di propinsi Papua Barat dengan rerata
sebesar 10.2%. Prevalensi diabetes mellitus di daerah Banten tahun 2013 sebesar 104.962
kasus[8].

 Etiologi
Diabetes mellitus tipe 2 (T2DM) secara klasik diderita oleh orang di atas usia 40
tahun, meskipun pada populasi berisiko tinggi, seperti etnis Asia Selatan, Afrika dan
Afrika-Karibia, dapat muncul lebih awal. Usia dan etnis merupakan faktor risiko T2DM,
dengan persentase dua kali lipat di atas usia 65 tahun dan dengan peningkatan enam kali
lipat prevalensi pada kelompok etnis berisiko tinggi. Dalam beberapa tahun terakhir,
T2DM telah semakin banyak didiagnosis pada usia yang lebih muda, terutama karena
rendahnya aktivitas fisik dan obesitas. Faktor genetik dianggap memiliki peran penting
dalam etiologi T2DM, menyumbang 80% kerentanan penyakit[8].
Faktor lingkungan juga memiliki peranan penting dalam pengembangan resistensi
insulin dan diabetes melitus tipe 2. Obesitas adalah salah satu faktor kunci penyebab DM.
Kurangnya aktifitas fisik dan bayi dengan berat lahir rendah juga dapat menyebabkan
terjadinya diabetes mellitus[8].

 Gambaran klinis
Hanya sekitar setengah dari pasien yang datang dengan gejala klasik rasa haus,
polidipsia, poliuria dan penurunan berat badan. Gejala-gejala tersebut tidak se-khas pada
T1DM. Sepertiga kasus terdeteksi secara kebetulan, sehingga sering terjadi keterlambatan
diagnosis hingga bertahun tahun. Oleh karena itu, banyak pasien datang dengan sudah
terjadinya komplikasi diabetes mellitus, termasuk komplikasi mikrovaskular seperti
neuropati perifer atau retinopati diabetik, atau dengan infeksi berulang. Sekitar 10%
individu yang mengalami T2DM telah mengalami komplikasi mikrovaskuler pada saat
diagnosis[8].

 Patofisiologi
Diabetes mellitus tipe 2 ditandai oleh defek pada sensitivitas insulin dan sekresi
insulin. Resistensi insulin didefinisikan sebagai ketidakmampuan insulin melakukan efek
biologisnya pada konsentrasi fisiologis. Hal ini ditandai dengan ketidakmampuan insulin
menstimulasi pengambilan glukosa oleh otot rangka dan menghambat produksi glukosa
hepatik. Insulin juga gagal menekan lipolisis pada jaringan adiposa sehingga terjadi
peningkatan asam lemak non-esterifikasi[8].

Gambar 1.3 Patofisiologi dan Tanda Gejala DM tipe 2 [35]

Karekteristik diabetes mellitus tipe 2 adalah adanya gangguan sekresi insulin,


resistensi insulin, produksi glukosa hepar yang berlebihan, dan metabolisme lemak yang
abnormal. Pada tahap awal T2DM, kadar gula masih bisa dalam batas normal karena
kompensasi sel beta pankreas yang mensekresi lebih banyak insulin. Lama kelamaan
pankreas tidak dapat melakukan kompensasi sehinnga mulai terjadi impaired glucose
tolerance (IGT). IGT mulai berkembang ditandai dengan peningkatan glukosa post-
prandial. Penurunan lebih lanjut kadar insulin dan peningkatan glukosa hepatik
menyebabkan terjadinya impaired fasting tolerance (IFT) yang ditandai dengan
meningkatnya kadar glukosa puasa[8].
 Faktor-faktor risiko
Risiko terjadinya diabetes mellitus tipe 2 dibagi menjadi dua yaitu faktor yang dapat
dimodifikasi dan faktor yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor yang tidak dapat
dimodifikasi antara lain[9]:
1. Riwayat diabetes mellitus di keluarga
Risiko terjadinya diabetes mellitus meningkat bila terdapat keluarga sedarah yang
menderita diabetes mellitus.
2. Ras atau etnik
Ras atau etnik Afrika-Amerika, Asia-Amerika, Latin/Hispanik-Amerika, dan
Amerika Native memiliki risiko tinggi terjadinya diabetes mellitus.
3. Usia
Semakin bertambahnya usia, semakin tinggi risiko terjadinya diabetes mellitus.
Diabetes mellitus tipe 2 umumnya terjadi pada usia pertengahan atau usia di atas 45
tahun. Tetapi, saat ini banyak anak-anak atau usia dewasa muda yang didiagnosis
diabetes melitus tipe 2 oleh pelayanan kesehatan.
4. Riwayat diabetes gestasional
Risiko diabetes mellitus meningkat apabila saat kehamilan mengalami diabetes.
Adapun beberapa faktor risiko yang berperan dalam terjadinya diabetes mellitus
yang dapat dimodifikasi. Faktor-faktor tersebut antara lain[9]:
1. Berat badan berlebih (overweight) atau obesitas
Berat badan berlebih merupakan faktor risiko utama terjadinya diabetes mellitus.
Semakin banyak jaringan lemak dalam tubuh, maka semakin banyak pula sel-sel
tubuh yang resisten terhadap insulin.
2. Kurangnya aktifitas fisik
Aktifitas fisik dapat mengontrol berat badan berlebih, penggunaan glukosa sebagai
energi dan membantu sel-sel tubuh lebih sensitif terhadap insulin. Aktifitas fisik
seperti aerobik dengan intensitas sedang selama 150 menit dalam seminggu atau
aerobik dengan intensitas berat selama 75 menit dalam seminggu atau kombinasi
dari keduanya dapat menurunkan risiko terjadinya diabetes mellitus.
3. Tekanan darah tinggi atau hipertensi
Risiko diabetes mellitus juga meningkat bila seseorang memiliki hipertensi yang
tidak terkontrol.
4. Kadar kolesterol tinggi
Rendahnya kadar HDL dalam darah dan atau tinggi kadar trigliserid dalam darah
dapat meningkatkan risiko diabetes mellitus tipe 2 dan penyakit kardiovaskular.

 Diagnosis
Kriteria diagnosis diabetes mellitus berdasarkan American Diabetes Association
(ADA), yaitu[11]:
1. Glukosa plasma puasa 126 mg/dL (7.0 mmol/L) atau lebih, atau
2. Glukosa plasma 2 jam 200 mg/dL (11.1 mmol/L) atau lebih selama test toleransi
glukosa oral 75 g, atau
3. Glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL (11.1 mmol/L) atau lebih pada pasien dengan
gejala klasik hiperglikemi atau krisis hiperglikemi. Gejala klasik diabetes mellitus
adalah poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya
4. Pemeriksaan hemoglobin A1c (HbA1c) 6.5% atau lebih.
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria DM
digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi: toleransi glukosa terganggu
(TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT)[11].
1. Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT)
Hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan
TTGO glukosa plasma 2 jam <140 mg/dl
2. Toleransi Glukosa Terganggu (TGT)
Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dl dan
glukosa plasma puasa <100 mg/dl
Berikut cara pemeriksaan tes toleransi glukosa oral (TTGO) menurut WHO,
yaitu[37]:
1. Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan (dengan karbohidrat yang cukup)
dan melakukan kegiatan jasmani seperti kebiasaan sehari-hari.
2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air
putih tanpa glukosa tetap diperbolehkan
3. Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa.
4. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak- anak),
dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit
5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah
minum larutan glukosa selesai
6. Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa
7. Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok

 Tatalaksana
Secara umum, meningkatkan kualitas hidup penyandang diabetes adalah tujuan
utama dalam penatalaksanaan pada pasien dengan diabetes mellitus. Beberapa tujuan
penatalaksanaan diabetes mellitus lainnya antara lain[7]:
1. Tujuan jangka pendek yaitu dengan menghilangkan keluhan diabetes melitus,
memperbaiki kualitas hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut.

2. Tujuan jangka panjang yaitu dengan mencegah dan menghambat 
 progresivitas

penyulit mikroangiopati dan makroangiopati.


3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah,
tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara
komprehensif. Jika pasien diabetes mellitus didiagnosa secara dini dengan tanpa keluhan
atau komplikasi dan pada pemeriksaan HbA1C <7% saat didiagnosis maka dengan adaptasi
perilaku selama 3 bulan tanpa pemberian terapi farmakologis sudah cukup[2].
Terapi farmakologis diabetes mellitus diberikan bersama dengan pengaturan pola
makan dan latihan jasmani atau gaya hidup sehat. Terapi farmakologis terdiri dari obat oral
dan dalam bentuk suntikan. Berdasarkan cara kerjanya, obat anti-hiperglikemia oral dibagi
menjadi 5 golongan, antara lain[7]:
A. Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)
1. Sulfonilurea. Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan
peningkatan berat badan. Penggunaan sulfonilurea pada pasien dengan risiko
tinggi hipoglikemia misalnya pada orangtua, pasien dengan gangguan fungsi hati
dan ginjal, maka pemberian obat ini harus hati-hati.
2. Glinid. Obat ini memiliki cara kerja yang sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri
dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat
fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan
diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post
prandial. Efek samping yang mungkin terjadi pada obat golongan ini adalah
hipoglikemia.
B. Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin
1. Metformin. Obat ini memiliki efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer.
Berdasarkan National Institute of health and clinical Excellence (NICE) pada
tahun 2009, metformin direkomendasikan menjadi terapi lini pertama pada pasien
diabetes mellitus tipe 2. Dosis Metformin diturunkan pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal (GFR 30-60 ml/menit/1,73m2). Metformin tidak boleh
diberikan pada beberapa keadaan seperti: GFR<30 mL/menit/1,73m2, adanya
gangguan hati berat, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia
(misalnya penyakit serebro- vaskular, sepsis, PPOK, gagal jantung [NYHA FC
III-IV]). Efek samping yang mungkin berupa gangguan saluran pencernaan seperti
halnya gejala dispepsia.
2. Tiazolidindion (TZD). Obat ini merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator
Activated Receptor Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti yang terdapat di
sel otot, lemak, dan hati. Obat golongan ini mempunyai efek menurunkan
resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa,
sehingga meningkatkan ambilan glukosa di jaringan perifer. Tiazolidindion
meningkatkan retensi cairan tubuh sehingga dikontraindikasikan pada pasien
dengan gagal jantung (NYHA FC III-IV) karena dapat memperberat edema atau
retensi cairan. Penggunaan pada pasien dengan gangguan fungsi hati harus hati-
hati dan diperlukan pemantauan faal hati secara berkala. Obat yang masuk dalam
golongan ini adalah Pioglitazone.
C. Penghambat Absorpsi Glukosa di saluran pencernaan
Penghambat Alfa Glukosidase. Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi
glukosa dalam usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa
darah sesudah makan. Obat golongan ini tidak digunakan pada keadaan
GFR≤30ml/min/1,73m2, gangguan faal hati yang berat, irritable bowel syndrome.
Efek samping yang mungkin terjadi berupa bloating (penumpukan gas dalam usus)
sehingga sering menimbulkan flatus. Contoh obat golongan ini adalah Acarbose.
D. Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase- IV)
Obat golongan ini menghambat kerja enzim DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose Like
Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1
untuk meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi glukagon bergantung kadar
glukosa darah (glucose dependent). Contoh obat golongan ini adalah Sitagliptin dan
Linagliptin.
E. Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co- transporter 2).
Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes oral jenis baru
yang menghambat penyerapan kembali glukosa di tubuli distal ginjal dengan cara
menghambat kinerja transporter glukosa SGLT-2. Obat yang termasuk golongan
ini antara lain: Canagliflozin, Empagliflozin, Dapagliflozin, Ipragliflozin.
Selain obat anti-hiperglikemia oral, adapun terapi farmakologis untuk diabetes
mellitus dalam bentuk suntikan. Berikut beberapa jenis obat anti-hiperglikemia dalam
bentuk suntikan yang dibedakan berdasarkan cara kerja obat[7]:
a. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan, antara lain:
 HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolik
 Penurunan berat badan yang cepat
 Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
 Krisis hiperglikemia
 Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal

 Stres berat (infeksi sistemik, operasi 
 besar, infark miokard akut, stroke)
 Kehamilan dengan diabetes mellitus/ diabetes melitus gestasional yang tidak

terkendali dengan 
 perencanaan makan

 Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat


 Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

 Kondisi perioperatif sesuai dengan 
 indikasi

Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi 5 jenis, yaitu:


1. Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin)
2. Insulin kerja pendek (Short-acting insulin)
3. Insulin kerja menengah (Intermediate-acting insulin)
4. Insulin kerja panjang (Long-acting insulin)
5. Insulin kerja ultra panjang (Ultra long-acting insulin)
b. Agonis GLP-1/Incretin Mimetic
Agonis GLP-1 dapat bekerja pada sel-beta sehingga terjadi peningkatan pelepasan
insulin, mempunyai efek menurunkan berat badan, menghambat pelepasan
glukagon, dan menghambat nafsu makan. Efek penurunan berat badan agonis GLP-
1 juga digunakan untuk indikasi menurunkan berat badan pada pasien diabetes
melitus dengan obesitas. Efek samping yang mungkin muncul pada pemberian obat
ini antara lain rasa sebah dan muntah. Obat yang termasuk golongan ini adalah:
Liraglutide, Exenatide, Albiglutide, dan Lixisenatide.

Penatalaksanaan non-farmakologi pada pasien dengan diabetes mellitus antara lain


dengan pengaturan asupan makanan, latihan jasmani, dan perawatan kaki guna mencegah
komplikasi kaki diabetik. Prinsip pengaturan asupan makanan pada pasien dengan diabetes
mellitus yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi
masing-masing individu. Berikut komposisi makanan yang dianjurkan bagi pasien dengan
diabetes mellitus, yaitu[7]:

a. Karbohidrat
Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi. Terutama
karbohidrat yang berserat tinggi. Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak
dianjurkan. Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi. Bagi pasien
diabetes mellitus dianjurkan makan tiga kali sehari dan bila perlu dapat diberikan
makanan selingan seperti buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan
kalori sehari.
b. Lemak
Asupan lemak yang dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori, dan tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi. Komposisi yang dianjurkan

antara lain lemak jenuh < 7 % kebutuhan 
 kalori, lemak tidak jenuh ganda <10 %

dan selebihnya berasal dari lemak tidak jenuh tunggal. Konsumsi kolesterol yang
dianjurkan < 200mg/hari. Adapun beberapa makanan yang perlu dibatasi adalah
makanan yang banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans seperti daging
berlemak dan susu fullcream.
c. Protein
Kebutuhan protein sebesar 10 – 20% total asupan energi. Sumber protein yang
dianjurkan antara lain ikan, udang, cumi, daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit,
produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu dan tempe. Pada pasien dengan
nefropati diabetik perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kg BB per hari
atau 10% dari kebutuhan energi, dengan 65% diantaranya bernilai biologik tinggi.
Kecuali pada penderita diabetes melitus yang sudah menjalani hemodialisis asupan
protein menjadi 1-1,2 g/kg BB per hari.
d. Natrium
Natrium yang dianjurkan <2300 mg perhari. Sumber natrium antara lain adalah
garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium
nitrit.
e. Serat
Konsumsi serat yang dianjurkan dapat berasal dari kacang- kacangan, buah dan
sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat. Anjuran konsumsi serat adalah
20-35 gram/hari.
Latihan jasmani sehari-hari dianjurkan bagi pasien dengan diabetes mellitus apabila
tidak disertai adanya nefropati. Latihan jasmani dilakukan secara teratur sebanyak 3-5 kali
per minggu selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit per minggu. Jeda antar
latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
glukosa darah sebelum latihan jasmani. Apabila kadar glukosa darah <100 mg/dL pasien
harus mengkonsumsi karbohidrat terlebih dahulu dan bila >250 mg/dL dianjurkan untuk
menunda latihan jasmani. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang
bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50-70% denyut jantung maksimal) seperti jalan
cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang[7].

Perawatan kaki pada pasien diabetes mellitus sangat dibutuhkan guna mencegah
komplikasi kaki diabetik sehingga setiap pasien perlu dilakukan pemeriksaan kaki secara
lengkap minimal sekali setiap tahun. Kaki diabetik dengan ulkus merupakan komplikasi
diabetes yang paling sering terjadi. Ulkus kaki diabetik adalah luka kronik pada daerah di
bawah pergelangan kaki, yang meningkatkan morbiditas, mortalitas, dan mengurangi
kualitas hidup pasien. Ulkus kaki diabetik disebabkan oleh proses neuropati perifer,
penyakit arteri perifer (peripheral arterial disease), ataupun kombinasi keduanya. Berikut
beberapa komponen penting dalam manajemen kaki diabetik dengan ulkus, antara lain[7]:

1. Kendali metabolik (metabolic control) yaitu pengendalian keadaan metabolik sebaik


mungkin seperti pengendalian kadar glukosa darah, lipid, albumin, hemoglobin dan
sebagainya.
2. Kendali vaskular (vascular control) yaitu perbaikan asupan vaskular (dengan operasi
atau angioplasti), biasanya dibutuhkan pada keadaan ulkus iskemik.
3. Kendali infeksi (infection control) yaitu bila terlihat tanda-tanda klinis infeksi harus
diberikan pengobatan infeksi secara agresif.
4. Kendali luka (wound control) yaitu pembuangan jaringan terinfeksi dan nekrosis
secara teratur.
5. Kendali tekanan (pressure control) yaitu mengurangi tekanan pada kaki, karena
tekanan yang berulang dapat menyebabkan ulkus, sehingga harus dihindari.
Pembuangan kalus dan memakai sepatu dengan ukuran yang sesuai diperlukan untuk
mengurangi tekanan.
6. Penyuluhan (education control) yaitu penyuluhan yang baik. Seluruh pasien dengan
diabetes perlu diberikan edukasi mengenai perawatan kaki secara mandiri.
Tabel 1.15 Elemen edukasi perawatan kaki[7]
Edukasi perawatan kaki diberikan secara rinci pada semua orang dengan ulkus
maupun neuropati perifer atau Peripheral Arterial Disease (PAD)
1. Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir dan di air.

2. Periksa kaki setiap hari, dan dilaporkan pada dokter apabila kulit terkelupas, 


kemerahan, atau luka. 


3. Periksa alas kaki dari benda asing sebelum memakainya. 


4. Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, tidak basah, dan mengoleskan 
 krim

pelembab pada kulit kaki yang kering. 


5. Potong kuku secara teratur. 


6. Keringkan kaki dan sela-sela jari kaki secara teratur setelah dari kamar mandi. 


7. Gunakan kaos kaki dari bahan katun yang tidak menyebabkan lipatan pada ujung-ujung

jari kaki. 


8. Kalau ada kalus atau mata ikan, tipiskan secara teratur. 


9. Jika sudah ada kelainan bentuk kaki, gunakan alas kaki yang dibuat khusus. 


10. Sepatu tidak boleh terlalu sempit atau longgar, jangan gunakan hak tinggi. 


11. Hindari penggunaan bantal atau botol berisi air panas/batu untuk menghangatkan kaki.

 Komplikasi
Diabetes mellitus merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan hiperglikemia.
Hiperglikemia yang terjadi terus-menerus dapat menyebabkan komplikasi yang serius.
Secara umum, komplikasi dari diabetes mellitus dibagi menjadi dua yaitu komplikasi
makrovaskular dan komplikasi mikrovaskular. Komplikasi makrovaskular yang dapat
terjadi yaitu coronary artery disease, perpheral arterial disease dan stroke. Adapun
komplikasi mikrovaskular yang dapat terjadi adalah nefropati diabetik, neuropati dan
retinopati[12].
 Program pengendalian Diabetes Melitus di Puskesmas
Program pengendalian diabetes mellitus dilakukan secara terintegrasi yaitu antara
lain[12]:
1. Peningkatan faktor risiko penyakit tidak menular terintegrasi di fasilitas layanan
primer (Pandu PTM)
 Untuk peningkatan tatalaksana faktor risiko utama (konseling berhenti
merokok, hipertensi, dislipidemia) di fasilitas pelayanan dasar (puskesmas,
dokter keluarga, praktik swasta)
 Tatalaksana terintegrasi hipertensi dan diabetes melalui pendekatan faktor
risiko
 Prediksi risiko penyakit jantung dan stroke dengan chart WHO

Gambar 1.4 Diagram Prediksi Risiko WHO/ISH (Internasional Society of Hypertension)


2. Posbindu PTM (Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular)
Posbindu PTM merupakan program pengendalian faktor risiko penyakit tidak
menular berbasis masyarakat yang bertujuan meningkatkan kewaspadaan
masyarakat terhadap faktor risiko dirinya, keluarga dan masyarakat lingkungan
sekitarnya
3. CERDIK dan PATUH di Posbindu PTM dan Balai Gaya Hidup Sehat Program
PATUH, yaitu:
P: Periksa kesehatan secara rutin dan ikuti anjuran dokter
A: Atasi penyakit dengan pengobatan yang tepat dan teratur
T: Tetap diet sehat dengan gizi seimbang
U: Upayakan beraktifitas fisiki dengan aman
H: Hindari rokok, alkohol, dan zat karsinogenik lainnya
Program CERDIK, pesan peningkatan gaya hidup sehat yang disampaikan di
lingkungan sekolah, yaitu:
C: Cek kondisi kesehatan secara berkala
E: Enyahkan asap roko
R: Rajin aktifitas fisik
D: Diet sehat dengan kalori seimbang
I: Istirahat yang cukup
K: Kendalikan stress
 Ulkus diabetika
Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karenaadanya komplikasi
makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi danneuropati, yang lebih lanjut terdapat luka
pada penderita yang sering tidakdirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh
bakteriaerob maupun anaerob(13).

2. Tanda dan Gejala(13,14)


Tanda dan gejala ulkus diabetika yaitu :
a. Sering kesemutan.
b. Nyeri kaki saat istirahat.
c. Sensasi rasa berkurang.
d. Kerusakan Jaringan (nekrosis).
e. Penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea.
f. Kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal.
g. Kulit kering

3. Diagnosis Ulkus diabetika

Diagnosis ulkus diabetika meliputi(13,14,15) :


a. Pemeriksaan Fisik : inspeksi kaki untuk mengamati terdapat luka/ulkuspada kulit atau
jaringan tubuh pada kaki, pemeriksaan sensasi vibrasi/rasaberkurang atau hilang,
palpasi denyut nadi arteri dorsalis pedis menurunatau hilang.
b. Pemeriksaan Penunjang : X-ray, EMG dan pemeriksaan laboratorium

untuk mengetahui apakah ulkus diabetika menjadi infeksi dan menentukankuman


penyebabnya
Klasifikasi Ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus menurut Wagner (15,16,17)
0. Tidak ada luka terbuka, kulit utuh.
1. Ulkus Superfisialis, terbatas pada kulit.
2. Ulkus lebih dalam sering dikaitkan dengan inflamasi jaringan.
3. Ulkus dalam yang melibatkan tulang, sendi dan formasi abses.
4. Ulkus dengan kematian jaringan tubuh terlokalisir seperti pada ibu jari
kaki, bagian depan kaki atau tumit.
5. Ulkus dengan kematian jaringan tubuh pada seluruh kaki
4. Patogenesis Ulkus diabetika (17,18,19,20)

Salah satu akibat komplikasi kronik atau jangka panjang Diabetesmellitus adalah
ulkus diabetika. Ulkus diabetika disebabkan adanya tigafaktor yang sering disebut Trias
yaitu : Iskemik, Neuropati, dan Infeksi
Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali akanterjadi komplikasi
kronik yaitu neuropati, menimbulkan perubahan jaringansyaraf karena adanya
penimbunan sorbitol dan fruktosa sehinggamengakibatkan akson menghilang, penurunan
kecepatan induksi, parastesia,menurunnya reflek otot, atrofi otot, keringat berlebihan,
kulit kering dan hilangrasa, apabila diabetisi tidak hati-hati dapat terjadi trauma yang akan
menjadiulkus diabetika
Iskemik merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh karenakekurangan darah
dalam jaringan, sehingga jaringan kekurangan oksigen. Halini disebabkan adanya proses
makroangiopati pada pembuluh darah sehinggasirkulasi jaringan menurun yang ditandai
oleh hilang atau berkurangnya denyutnadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea,
kaki menjadi atrofi, dingindan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis
jaringan sehinggatimbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai
Eritrosit pada penderita DM yang tidak terkendali akan meningkatkanHbA1C
yang menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen dijaringan oleh eritrosit
terganggu, sehingga terjadi penyumbatan yangmenggangu sirkulasi jaringan dan
kekurangan oksigen mengakibatkankematian jaringan yang selanjutnya timbul ulkus
diabetika
Penderita Diabetes mellitus biasanya kadar kolesterol total, LDL,trigliserida
plasma tinggi. Buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan akanmenyebabkan hipoksia
dan cedera jaringan, merangsang reaksi peradanganyang akan merangsang terjadinya
aterosklerosis31.
Perubahan/inflamasi pada dinding pembuluh darah, akan terjadipenumpukan lemak pada
lumen pembuluh darah, konsentrasi HDL (highdensity-lipoprotein) sebagai pembersih plak
biasanya rendah. Adanya faktorrisiko lain yaitu hipertensi akan meningkatkan kerentanan
terhadapaterosklerosis.
Konsekuensi adanya aterosklerosis yaitu sirkulasi jaringanmenurun sehingga kaki
menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainanselanjutnya terjadi nekrosis jaringan
sehingga timbul ulkus yang biasanyadimulai dari ujung kaki atau tungkai .
Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendalimenyebabkan
abnormalitas lekosit sehingga fungsi khemotoksis di lokasiradang terganggu, demikian
pula fungsi fagositosis dan bakterisid menurunsehingga bila ada infeksi mikroorganisme
sukar untuk dimusnahkan olehsistem phlagositosis-bakterisid intra selluler.
Pada penderita ulkus diabetika, 50 % akan mengalami infeksi akibatadanya glukosa
darah yang tinggi, yang merupakan media pertumbuhanbakteri yang subur. Bakteri
penyebab infeksi pada ulkus diabetika yaitu kumanaerobik Staphylokokus atau
Streptokokus serta kuman anaerob yaituClostridium perfringens, Clostridium novy, dan
Clostridium septikum
5. Pencegahan dan Pengelolaan Ulkus diabetik
Pencegahan dan pengelolaan ulkus diabetik untuk mencegahkomplikasi lebih lanjut
adalah (19,20) :
a. Memperbaiki kelainan vaskuler.
b. Memperbaiki sirkulasi.
c. Pengelolaan pada masalah yang timbul ( infeksi, dll).
d. Edukasi perawatan kaki.
e. Pemberian obat-obat yang tepat untuk infeksi (menurut hasil
laboratoriumlengkap) dan obat vaskularisasi, obat untuk penurunan gula darah
maupunmenghilangkan keluhan/gejala dan penyulit DM.
f. Olah raga teratur dan menjaga berat badan ideal.
g. Menghentikan kebiasaan merokok.
h. Merawat kaki secara teratur
DAFTAR PUSTAKA

1. Holt, R. I. G, Cockram, C. S, Flyvbjerg, A, Goldstein, B. J. Textbook of Diabetes. 5th Ed. John


Wiley and Sons: Chichester; 2017.
2. Holt T, Kumar S. ABC of Diabetes. 6th Ed. John Wiley and Sons: Chichester; 2010.
3. World Health Organization. Diabetes Mellitus [Internet]. (update 2017 July; cited 2018 Aug
25). Available from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs138/en/
4. Advances in Digestive Medicine. Diabetes Burden in Asia [Internet]. (update 2015 Dec 3; cited
2018 Aug 25). Available from: http://www.apdw2015.org/download/program/SP-
S2/Speaker/SP-S2_S1_Jen-Der%20Lin_Abstract.pdf
5. World Health Organization European. Diabetes Mellitus [Internet]. (update 2010; cited 2018
Aug 25). Available from: http://www.euro.who.int/en/health-topics/noncommunicable-
diseases/diabetes/data-and-statistics
6. Joslin Diabetes Center. Asian American Diabetes Initiative [Internet]. (update 2010; cited 2018
Aug 25). Available from: https://aadi.joslin.org/en/diabetes-mellitus-in-asian-americans)
7. Adi Soelistijo S, Novida H, Rudijanto A, Soewondo P, Suastika K, Manaf A et al. Konsensus
Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. 1st ed. Perkeni: Jakarta;
2015.
8. Departemen Kesehatan. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI Diabetes Melitus
[Internet]. (update 2014; cited 2018 Aug 25). Available from:
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-diabetes.pdf
9. Rees A, Levy M, Lansdown A. Clinical Endocrinology and Diabetes at a Glance. 1st Ed. John
Wiley and Sons: Chichester; 2017.
10. American Heart Association. Understand Your Risk for Diabetes [Internet]. (update 2017 April
14; cited 2018 Aug 25). Available from:
http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/More/Diabetes/UnderstandYourRiskforDiabe
tes/Understand-Your-Risk-for-Diabetes_UCM_002034_Article.jsp#.WWWeQVJ7GCQ
11. Medscape. Type 2 Diabetes Mellitus [Internet]. (update 2017 July 25; cited 2018 Aug 25).
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/117853-overview#showall
12. American Diabetes Association. Microvascular and Macrovascular Complications of Diabetes
[Internet]. (update 2008; cited 2018 Aug 25). Available from:
http://clinical.diabetesjournals.org/content/diaclin/26/2/77.full.pdf.
13. Purnamasari D. Diagnosa dan Klasifikasi Diabetes Melitus dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid III, Edisi V. Interna Publishing. Jakarta 2009. Hal 1880-1883.
14. Wijonarko. Tehnik Dressing pada Ulkus Kaki Diabetikum.
15. ADA. Clinical Practice Recommendations : Report of the Expert Commite on theDiagnosis
and Classifications of Diabetes Mellitus Diabetes Care, USA,2007. p.S4-S24.
16. Alexiadou K, Doupis. Management of Diabetic Foot Ulcer. Diabetes Ther, 2012:3;4
17. American College of Foot and Ankle Surgeons. Diabetic Foot Disorders A Clinical Practice
Guidline.2006:45;5
18. Golino et al. Operative Debridement of Diabetic Foot Ulcer.J Am CollSurg 2008;207:6
19. McIntosh C, Kelly L. Importance of Wound Debridement in Management of Diabetic Foot
Ulcer: case report. Wound Essentials.2009;4:122-5
20. Wu SC, Driver VR, Amstrong DG. Foot Ulcer in the Diabetic Patient, Prevention, and
Treatment. Vasc Health Risk Manag.2007;3(1):65-76

Anda mungkin juga menyukai