Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA (BPH)

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi Penywkit
 Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah pembesaran kelenjar prostat nonkanker,
(Corwin, 2000).
 Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan.
Price&Wilson (2005).
 Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah pembesanan prostat yang jinak bervariasi
berupa hiperplasia kelenjar atauhiperplasia fibromuskular. Namun orang sering
menyebutnya dengan hipertropi prostat namun secarahistologi yang dominan adalah
hyperplasia (Sabiston, David C,2004)
 BPH (Hiperplasia prostat benigna) adalah suatu keadaan di mana kelenjar prostat
mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan
menyumbat aliran urin dengan menutup orifisium uretra. BPH merupakan kondisi
patologis yang paling umum pada pria. (Smeltzer dan Bare, 2002)

2. Manifestasi Klinis

Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun


keluhan diluar saluran kemih. Menurut Sudoyo (2009) dan tanda dan gejala dari BPH
yaitu : keluhan pada saluran kemih bagian bawah, gejala pada saluran kemih bagian atas,
dan gejala di luar saluran kemih.

a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah


Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan dikandung kemih sehingga urin
tidak bisa keluar), hesitansi (sulit memulai miksi), pancaran miksi lemah, Intermiten
(kencing terputus-putus), dan miksi tidak puas (menetes setelah miksi)
1) Gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan ingin miksi yang
sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat miksi).
2) Gejala pada saluran kemih bagian atas Keluhan akibat hiperplasi prostat pada
sluran kemih bagian atas berupa adanya gejala obstruksi, seperti nyeri pinggang,
benjolan dipinggang (merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam yang
merupakan tanda infeksi atau urosepsis.
b. Gejala diluar saluran kemih
Pasien datang diawali dengan keluhan penyakit hernia inguinalis atau hemoroid.
Timbulnya penyakit ini dikarenakan sering mengejan pada saan miksi sehingga
mengakibatkan tekanan intraabdominal. Adapun gejala dan tanda lain yang tampak
pada pasien BPH, pada pemeriksaan prostat didapati membesar, kemerahan, dan
tidak nyeri tekan, keletihan, anoreksia, mual dan muntah, rasa tidak nyaman pada
epigastrik, dan gagal ginjal dapat terjadi dengan retensi kronis dan volume residual
yang besar.

3. Etiologi dan Faktor Predisposisi

Menurut Pakasi (2009) penyebab pasti BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun
yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat
kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan. beberapa factor kemungkinan penyebab
antara lain :
a. Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan
testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
b. Interaksi stroma – epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan
transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
c. Peningkatan Dehidrotestosteron (DHT)
Dehidrotestosteron yang berasal dan testosteron dengan bantuan enzim 5α-reduktase
diperkirakan sebagai mediator utama pertumbuhan prostat. Dalam sitoplasma sel
prostat ditemukan reseptor untuk dehidrotestosteron (DHT). Reseptor ini jumlahnya
akan meningkat dengan bantuan estrogen. DHT yang dibentuk kemudian akan
berikatan dengan reseptor membentuk DHT-Reseptor kompleks. Kemudian masuk ke
inti sel dan mempengaruhi RNA untuk menyebabkan sintesis protein sehingga terjadi
protiferasi sel (Hardjowidjoto, 2000).
d. Apoptosis
Kematian sel berakibat terjadinya kondensasi dan fragmentasi sel. Sel yang telah mati
tersebut akan difagositosis sel sekitarnya dan didegradasi oleh enzim lisosom. Hal ini,
menyebabkan pertambahan massa prostat.

4. Patofisiologi

Hiperplasia prostat adalah pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk


dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi
yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa. Jaringan
hiperplastik terutama terdiri dari kelenjar dengan stroma fibrosa dan otot polos yang
jumlahnya berbeda-beda. Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan
sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap
awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostat
meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau
divertikel. Fase penebalan destrusor disebut fase kompensasi, keadaan berlanjut, maka
destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi
untuk berkontraksi/terjadi dekompensasi sehingga terjadi retensi urin. Pasien tidak bisa
mengosongkan vesika urinaria dengan sempurna, maka akan terjadi statis urin. Urin yang
statis akan menjadi alkalin dan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri (Price, 2006).

Obstruksi urin yang berkembang secara perlahan-lahan dapat mengakibatkan


aliran urin tidak deras dan sesudah berkemih masih ada urin yang menetes, kencing
terputus-putus (intermiten), dengan adanya obstruksi maka pasien mengalami kesulitan
untuk memulai berkemih (hesitansi). Gejala iritasi juga menyertai obstruksi urin. Vesika
urinarianya mengalami iritasi dari urin yang tertahan tertahan didalamnya sehingga pasien
merasa bahwa vesika urinarianya tidak menjadi kosong setelah berkemih yang
mengakibatkan interval disetiap berkemih lebih pendek (nokturia dan frekuensi), dengan
adanya gejala iritasi pasien mengalami perasaan ingin berkemih yang mendesak/ urgensi
dan nyeri saat berkemih /disuria (Sudoyo, 2009).

Tekanan vesika yang lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi, akan
terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik. menyebabkan refluk vesiko ureter,
hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi
infeksi. Pada waktu miksi penderita harus mengejan sehingga lama kelamaan
menyebabkan hernia atau hemoroid. Karena selalu terdapat sisa urin, dapat menyebabkan
terbentuknya batu endapan didalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan
iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat juga menyebabkan sistitis dan bila
terjadi refluk akan mengakibatkan pielonefritis (Wim de jong, 2005).

5. Klasifikasi

Secara klinik derajat berat, dibagi menjadi 4 gradiasi, yaitu (Sjamsuhidayat & De
Jong, 2005) :
a. Derajat 1
Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada DRE (digital rectal examination) atau
colok dubur ditemukan penonjolan prostat dan sisa urine kurang dari 50 ml.
b. Derajat 2
Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat lebih menonjol, batas atas
masih teraba dan sisa urine lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml.
c. Derajat 3
Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin lebih dari 100
ml.
d. Derajat 4
Apabila sudah terjadi retensi urine total.
6. Pemeriksaan Diagnostik

a. Uji laboratorium yang dilakukan mencakup pemeriksaan:


- Nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin serum (SC) untuk menyingkirkan gagal
ginjal
- Urinalisis dan biakan urine untuk menyingkirkan infeksi saluran kemih
b. Pielografi intravena (IVP) atau US biasanya tidak dilakukan pada pria dengan hasil
normal pada pemeriksaan laboratorium sederhana. Pemeriksaan ini dicadangkan untuk
pasien dengan hematuria atau dicurigai mengidap hidronefrosis.
c. Urodinamik dengan uroflowmetry dan sistometri dapat menilai makna BPH. Pada
pemeriksaan ini, pasien berkemih dan berbagai pengukuran dilakukan. Pada
uroflowmetry, pasien berkemih minimal 150 mL, kemudian laju maksimal aliran urin
dicatat.
d. USG (Ultrasonografi), digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan besar
prostat juga keadaan buli – buli termasuk residual urin. Pemeriksaan dapat
dilakukan secara transrektal, transuretral dan supra pubik.
e. Sistouretroskopi biasanya dicadangkan untuk pasien yang mengalami hematuria
dengan sebab yang belum diketahui setelah dilakukan IVP atau US atau praoperasi
telah dilakuan untuk pasien yang memerlukan TURP.
f. Skor gejala, perkiraan volume prostat, dan pengukuran antigen spesifik-prostat dalam
serum dapat membantu memperkirakan perkembangan BPH.

7. Penatalaksanaan Medik

Menurut Wim de jong (2005), dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH


tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinis:
a. Stadium I
Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan pengobatan
konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor alfa seperti alfazosin dan
terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek positif segera terhadap keluhan, tetapi
tidak mempengaruhi proses hiperplasi prostat. Sedikitpun kekurangannya adalah obat
ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama.
b. Stadium II
Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya
dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra)
c. Stadium III
Pada stadium III reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila diperkirakan prostat
sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam. Sebaiknya
dilakukan pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui trans
vesika, retropubik dan perineal.
d. Stadium IV
Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari retensi
urin total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut amok melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive
dengan TUR atau pembedahan terbuka.
e. Terapi Bedah
Indikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria, penurunan fungsi ginjal,
infeksi saluran kemih berulang, divertikel batu saluran kemih, hidroureter,
hidronefrosis jenis pembedahan:
1) TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy)
Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar prostat melalui sitoskopi
atau resektoskop yang dimasukkan malalui uretra.
2) Prostatektomi Suprapubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang dibuat pada kandung
kemih.
3) Prostatektomi retropubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen bagian bawah
melalui fosa prostat anterior tanpa memasuki kandung kemih.
4) Prostatektomi Peritoneal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah insisi diantara
skrotum dan rektum.
5) Prostatektomi retropubis radikal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula, vesikula seminalis dan
jaringan yang berdekatan melalui sebuah insisi pada abdomen bagian bawah,
uretra dianastomosiskan ke leher kandung kemih pada kanker prostat.

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulan informasi / data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenai
masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien baik fisik, mental, sosial da
n lingkungan ( Nasrul, E,1995 : 18 ).
a. Pengumpulan data
Data yang perlu dikumpulkan dari klien meliputi :
1). Identitas klien
Merupakan biodata klien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama
, suku bangsa /
ras, pendidikan, bahasa yang dipakai, pekerjaan, penghasilan dan alamat. Je
nis kelamin dalam hal ini klien adalah laki - laki berusia lebih dari 50 tah
un dan biasanya banyak dijumpai pada ras Caucasian (Donna, D.I,
1991 : 1743 ).
2). Keluhan utama
Keluhan utama yang biasa muncul pada klien BPH pasca TURP adalah
nyeri yang berhubungan dengan spasme buli - buli. Pada saat mengkaji k
eluhan utama perlu diperhatikan faktor yang mempergawat atau meringan
kan nyeri ( provokative / paliative
), rasa nyeri yang dirasakan (quality), keganasan / intensitas ( saverity
) dan waktu serangan, lama, kekerapan (time).
3). Riwayat penyakit sekarang
Kumpulan gejala yang ditimbulkan oleh BPH dikenal dengan Lower Urin
ari Tract Symptoms ( LUTS
) antara lain : hesitansi, pancar urin lemah, intermitensi, terminal dribbling,
terasa ada sisa setelah selesai miksi,
urgensi, frekuensi dan disuria (Sunaryo, H, 1999 : 12, 13).
Perlu ditanyakan mengenai permulaan timbulnya keluhan, hal-
hal yang dapat menimbulkan keluhan dan
ketahui pula bahwa munculnya gejala untuk pertama kali atau berulang.
4). Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit sebelumnya yang berhubungan dengan keadaan pe
nyakit sekarang perlu ditanyakan .
Diabetes Mellitus, Hipertensi, PPOM, Jantung Koroner, Dekompensasi
Kordis dan gangguan faal darah dapat memperbesar resiko terjadinya peny
ulit pasca bedah ( Sunaryo, H, 1999 : 11, 12, 29 ). Ketahui pula adanya
riwayat penyakit saluran kencing dan pembedahan terdahulu.
5). Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit pada anggota keluarga yang sifatnya menurun seperti : Hi
pertensi, Diabetes Mellitus, Asma perlu digali .
6). Riwayat psikososial
Kaji adanya emosi kecemasan, pandangan klien terhadap
dirinya serta hubungan interaksi pasca tindakan TURP.
7). Pola – pola fungsi kesehatan
a). Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Timbulnya perubahan pemeliharaan kesehatan karena tirah baring selama
24 jam pasca TURP. Adanya keluhan nyeri karena spasme buli - buli
memerlukan penggunaan anti spasmodik sesuai terapi dokter (Marilynn.
E.D, 2000 : 683).
b). Pola nutrisi dan metabolisme
Klien yang di lakukan anasthesi SAB tidak boleh makan dan minum se
belum flatus .
c). Pola eliminasi
Pada klien dapat terjadi hematuri setelah tindakan TURP. Retensi urin d
apat terjadi bila terdapat bekuan darah pada kateter. Sedangkan inkontin
ensia dapat terjadi setelah kateter di lepas (Sunaryo, H, 1999: 35)
d). Pola aktivitas dan latihan
Adanya keterbatasan aktivitas karena kondisi klien yang lemah dan t
erpasang traksi kateter selama 6
24 jam. Pada paha yang dilakukan perekatan kateter tidak boleh flek
si selama traksi masih diperlukan.
e). Pola tidur dan istirahat
Rasa nyeri dan perubahan situasi karena hospitalisasi
dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat.
f). Pola kognitif perseptual
Sistem Penglihatan, Pendengaran, Pengecap, peraba dan
Penghidu tidak mengalami gangguan pasca TURP.
g). Pola persepsi dan konsep diri
Klien dapat mengalami cemas karena ketidaktahuan tentang perawata
n dan komplikasi pasca TURP.
h). Pola hubungan dan peran
Karena klien harus menjalani perawatan di rumah sakit maka dapat mempe
ngaruhi hubungan dan peran klien baik dalam keluarga tempat kerja dan m
asyarakat.
i). Pola reproduksi seksual
Tindakan TURP dapat menyebabkan impotensi dan ejakulasi retrograd (
Sunaryo, H, 1999 : 36
j). Pola penanggulangan stress
Stress dapat dialami klien karena kurang pengetahuan tentang perawatan dan
komplikasi pasca TURP. Gali
adanya stres pada klien dan mekanisme koping klien terhadap stres tersebut
k). Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya traksi kateter memerlukan adaptasi klien dalam menjalankan ibadah
nya .
8). Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan didasarkan pada sistem – sistem tubuh antara lain :
a). Keadaan umum
Setelah operasi klien dalam keadaan lemah dan kesadaran baik, kecuali bil
a terjadi shock. Tensi, nadi dan kesadaran pada fase awal ( 6 jam
) pasca operasi harus diminitor tiap jam dan dicatat. Bila keadaan tetap stabil
interval monitoring dapat diperpanjang misalnya 3 jam
sekali (Tim Keperawatan RSUD. dr. Soetomo, 1997 : 20 ).
b). Sistem pernafasan
Klien yang menggunakan anasthesi SAB tidak mengalami kelumpuhan perna
pasan kecuali bila dengan konsentrasi
tinggi mencapai daerah thorakal atau servikal (Oswari, 1989 : 40).
c). Sistem sirkulasi
Tekanan darah dapat meningkat atau menurun
pasca TURP. Lakukan cek Hb untuk mengetahui banyaknya perdarahan dan
observasi cairan (infus, irigasi, per oral) untuk mengetahui
masukan dan haluaran.
d). Sistem neurologi
Pada daerah kaudaL akan mengalami kelumpuhan
(relaksasi otot) dan mati rasa karena pengaruh anasthesi SAB (Oswari
, 1989 : 40).
e). Sistem gastrointestinal
Anasthesi SAB menyebabkan klien pusing, mual dan muntah (Oswari, 1989
: 40) . Kaji bising usus dan adanya massa pada abdomen .
f). Sistem urogenital
Setelah dilakukan tindakan TURP klien akan mengalami hematuri .
Retensi dapat terjadi bila kateter tersumbat bekuan darah.
Jika terjadi retensi urin, daerah supra sinfiser akan terlihat menonjol, teras
a ada ballotemen jika dipalpasi dan klien terasa ingin kencing (Sunaryo,
H ,1999 : 16). Residual urin dapat diperkirakan dengan cara perkusi.
Traksi kateter dilonggarkan selama 6 - 24 jam (Doddy, 2001 : 6).
g). Sistem muskuloskaletal
Traksi kateter direkatkan di bagian paha klien.
Pada paha yang direkatan kateter
tidak boleh fleksi selama traksi masih diperlukan. (Tim Keperawatan RSUD.
dr. Soetomo, 1997 : 21).
9). Pemeriksaan penunjang
a). Laboratorik
Setiap penderita pasca TURP harus di cek kadar
hemoglobinnya dan perlu diulang secara berkala bila urin tetap merah dan
perlu di periksa ulang bila terjadi
penurunan tekanan darah dan peningkatan nadi. Kadar serum kreatinin juga
perlu diulang secara berkala terlebih lagi bila sebelum operasi kadar
kreatininnya meningkat.
Kadar natrium serum harus segera diperiksa bila terjadi sindroma TURP.
Bila terdapat tanda septisemia harus diperiksa kultur urin dan kultur darah (
Tim Keperawatan RSUD. dr. Soetomo, 1997 : 21 ).
b). Uroflowmetri
Yaitu pemeriksaan untuk mengukur pancar urin. Dilakukan
setelah kateter dilepas ( Lab / UPF Ilmu bedah RSUD dr. Soetomo, 1994 : 114).

2. Diagnosa Keperawatan

a. Retensi urine (akut/ kronik) berhubungan dengan obstruksi mekanik pembesaran prostat,
dekompensasi otot destruktor ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi dengan
adekuat.
b. Nyeri (akut) berhubungan dengan iritasi mukosa, distensi kandung kemih.
c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasca obstruksi diuresia dan drainase
cepat kandung kemih yang terlalu distensi secara kronis.
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, kateter, trauma
jaringan, insisi bedah
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi berhubungan dengan
kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang
akurat/lengkapnya informasi yang ada.

3. Intervensi Keperawatan dan Rasional

No Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi Keperawatan


1 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan
1. Manajemen Nyeri
Definisi : Sensori dan keperawatan selama ….x Definisi : perubahan atau pengurangan
pengalaman emosional 24 jam, klien dapat: nyeri ke tingkat kenyamanan yang dapat
yang tidak menyenangkan
1. Mengontol nyeri diterima pasien
yang timbul dari kerusakan Definisi : tindakan Intervensi:
jaringan aktual atau seseorang untuk Kaji secara menyeluruh tentang nyeri,
potensial, muncul tiba-tiba mengontrol nyeri meliputi: lokasi, karakteristik, waktu
atau lambat dengan ndikator: kejadian, lama, frekuensi, kualitas,
intensitas ringan sampai Mengenal faktor-faktor intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-
berat dengan akhir yang penyebab faktor pencetus
bisa diantisipasi atau Mengenal onset/waktu Observasi isyarat-isyarat non verbal dari
diduga dan berlangsung kejadian nyeri ketidaknyamanan, khususnya dalam
kurang dari 6 bulan. tindakan pertolongan non- ketidakmampuan untuk komunikasi
analgetik secara efektif
Faktor yang Menggunakan analgetik Berikan analgetik sesuai dengan anjuran
berhubungan : Agen melaporkan gejala-gejala Gunakan komunkasi terapeutik agar
injuri (biologi, kimia, fisik, kepada tim kesehatan klien dapat mengekspresikan nyeri
psikologis) (dokter, perawat) Kaji latar belakang budaya klien
nyeri terkontrol Tentukan dampak dari ekspresi nyeri
Batasan karakteristik : terhadap kualitas hidup: pola tidur, nafsu
- Laporan secara verbal makan, aktifitas mood, hubungan,
atau non verbal adanya2. Menunjukkan tingkat pekerjaan, tanggungjawab peran
nyeri nyeri Kaji pengalaman individu terhadap
- Fakta dari observasi nyeri, keluarga dengan nyeri kronis
- Posisi untuk Definisi : tingkat Evaluasi tentang keefektifan dari
menghindari nyeri keparahan dari nyeri yang tindakan mengontrol nyeri yang telah
- Gerakan melindungi dilaporkan atau ditunjukan digunakan
- Tingkah laku berhati- Berikan dukungan terhadap klien dan
hati Indikator: keluarga
- Muka topeng Melaporkan nyeri Berikan informasi tentang nyeri, seperti:
- Gangguan tidur (mata Frekuensi nyeri penyebab, berapa lama terjadi, dan
sayu, tampak capek, sulit Lamanya episode nyeri tindakan pencegahan
atau gerakan kacau, Ekspresi nyeri: wajah Kontrol faktor-faktor lingkungan yang
menyeringai) Posisi melindungi tubuh dapat mempengaruhi respon klien
- Terfokus pada diri Kegelisahan terhadap ketidaknyamanan (contoh :
sendiri Perubahan Respirasirate temperatur ruangan, penyinaran, dll)
- Fokus menyempit Perubahan Heart Rate Anjurkan klien untuk memonitor sendiri
(penurunan persepsi Perubahan tekanan Darah nyeri
waktu, kerusakan proses Perubahan ukuran Pupil Ajarkan penggunaan teknik non-
berpikir, penurunan Perspirasi farmakologi
interaksi dengan orang dan Kehilangan nafsu makan (ex: relaksasi, guided imagery, terapi musik,
lingkungan) distraksi, aplikasi panas-dingin, massase)
- Tingkah laku distraksi, Evaluasi keefektifan dari tindakan
contoh : jalan-jalan, mengontrol nyeri
menemui orang lain Modifikasi tindakan mengontrol nyeri
dan/atau aktivitas, aktivitas berdasarkan respon klien
berulang-ulang) Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup
- Respon autonom (seperti Anjurkan klien untuk berdiskusi tentang
diaphoresis, perubahan pengalaman nyeri secara tepat
tekanan darah, perubahan Beritahu dokter jika tindakan tidak
nafas, nadi dan dilatasi berhasil atau terjadi keluhan
pupil) Informasikan kepada tim kesehatan
- Perubahan autonomic lainnya/anggota keluarga saat tindakan
dalam tonus otot (mungkin nonfarmakologi dilakukan, untuk
pendekatan preventif
dalam rentang dari lemah monitor kenyamanan klien terhadap
ke kaku) manajemen nyeri
- Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah, merintih, 2. Pemberian Analgetik
menangis, waspada, Definisi : penggunaan agen
iritabel, nafas farmakologi untuk mengurangi atau
panjang/berkeluh kesah) menghilangkan nyeri
- Perubahan dalam nafsu Intervensi:
makan dan minum Tentukan lokasi nyeri, karakteristik,
kualitas,dan keparahan sebelum
pengobatan
Berikan obat dengan prinsip 5 benar
Cek riwayat alergi obat
Libatkan klien dalam pemilhan analgetik
yang akan digunakan
Pilih analgetik secara tepat /kombinasi
lebih dari satu analgetik jika telah
diresepkan
Tentukan pilihan analgetik (narkotik,
non narkotik, NSAID) berdasarkan tipe
dan keparahan nyeri
Monitor tanda-tanda vital, sebelum dan
sesudah pemberian analgetik
Monitor reaksi obat dan efeksamping
obat
Dokumentasikan respon dari analgetik
dan efek-efek yang tidak diinginkan
Lakukan tindakan-tindakan untuk
menurunkan efek analgetik
(konstipasi/iritasi lambung)
3. Manajemen lingkungan : kenyamanan
Definisi : memanipulasi lingkungan untuk
kepentingan terapeutik
Intervensi :
- Pilihlah ruangan dengan lingkungan
yang tepat
- Batasi pengunjung
- Tentukan hal-hal yang menyebabkan
ketidaknyamanan seperti pakaian lembab
- Sediakan tempat tidur yang nyaman dan
bersih
- Tentukan temperatur ruangan yang
paling nyaman
- Sediakan lingkungan yang tenang
- Perhatikan hygiene pasien untuk
menjaga kenyamanan
- Atur posisi pasien yang membuat
nyaman.
2. Cemas Setelah dilakukan asuhan . Menurunkan cemas
Definisi : Perasaan gelisah keperawatan Definisi : meminimalkan rasa takut,
yang tak jelas dari selama......x24 jam pasien cemas, merasa dalam bahaya atau
ketidaknyamanan atau menunjukan dapat : ketidaknyamanan terhadap sumber yang
ketakutan yang disertai 1. Mengontrol cemas: tidak diketahui
respon autonom (sumner Definisi : Tindakan Intervernsi:
tidak spesifik atau tidak seseorang untuk Tenangkan pasien
diketahui oleh individu); mengurangi perasaan Jelaskan seluruh prosedurt tindakan
perasaan keprihatinan tertekan/terbebani dan kepada pasien dan perasaan yang
disebabkan dari antisipasi ketegangan dari sumber mungkin muncul pada saat melakukan
terhadap bahaya. Sinyal ini yang tidak dapat tindakan
merupakan peringatan diidentifikasi Berusaha memahami keadaan pasien
adanya ancaman yang akan Indikator :
datang dan memungkinkan Monitor intensitas cemas Berikan informasi tentang diagnosa,
individu untuk mengambil Meghilangkan penyebab prognosis dan tindakan
langkah untuk menyetujui cemas Mendampingi pasien untuk
terhadap tindakan. Menurunkan stimulus mengurangi kecemasan dan
lingkungan ketika cemas meningkatkan kenyamanan
Faktor yang Mencari informasi untuk Dorong pasien untuk menyampaikan
berhubungan : terpapar menurunkan cemas tentang isi perasaannya
racun, konflik yang tidak Gunakan strategi koping Kaji tingkat kecemasan
disadari tentang nilai-nilai efektif Dengarkan dengan penuh perhatian
utama/tujuan hidup, Melaporkan kepada Ciptakan hubungan saling percaya
berhubungan dengan perawat penurunan lama Bantu pasien menjelaskan keadaan
keturunan/herediter, cemas yang bisa menimbulkan kecemasan
kebutuhan tidak terpenuhi, Menggunakan teknik Bantu pasien untuk mengungkapkan
transmisi iterpersonal, relaksasi untuk hal hal yang membuat cemas
krisis menurunkan cemas Ajarkan pasien teknik relaksasi
situasional/maturasional, Mempertrahankan Berikan obat obat yang mengurangi
ancaman kematian, hubungan sosial cemas
ancaman terhadap konsep Mempertahankan
diri, stress, substans abuse, konsentrasi
perubahan dalam: status Melaporkan kepada
peran, status kesehatan, perawat tidur cukup
pola interaksi, fungsi Melaporkan kepada
peran, lingkungan, status perawat bahwa cemas tidak
ekonomi. mempengatruhi keadaan
Batasan karaktersistik : fisik
Perilaku Tidak adanya
- Produktivitas berkurang tingkahlaku yang
- Scanning dan menunjukan cemas
kewaspadaan
- Kontak mata yang buruk 2. Koping yang baik
- Gelisah
- Pandangan sekilas Definisi : Tindakan untuk
- Pergerakan yang tidak mengelola stressor yang
berhubungan, (misal : menggunakan sumber
berjalan dengan menyeret individu
kaki, pergelangan Indikator :
tangan/lengan - Mengenal koping efektif
- Menunjukkan perhatian - Mengenal koping tak
seharusnya dalam kejadian efektif
hidup - Memverbalkan
- Insomnia kemampuan kontrol
- Resah - Melaporkan menurunnya
Affektive stress
- Penyesalan - Memverbalkan
- Irritable penerimaan terhadap
- Kesedihan yang situasi
mendalam - Mencari informasi yang
- Ketakutan berkaitan dengan penyakit
- Gelisah, gugup dan pengobatannya
- Mudah tersinggung - Modifikasi gaya hidup
- Rasa nyeri hebat dan sesuai kebutuhan
menetap - Beradaptasi dengan
- Ketidakberdayaan perubahan perkembangan
meningkat - Menggunakan support
- Membingungkan sosial yang
- Ketidaktentuan memungkinkan
- Peningkatan - Mengerjakan sesuatu
kewaspadaan yang menurunkan stress
- Fokus pada diri - Mengenal strategi koping
- Perasaan tidak adekuat multipel
- Ketakutan - Menggunakan strategi
- Distress koping efektif
- Kekhawatiran, prihatin - Menghindari situasi
- Cemas penuh stress
Fisiologis : - Memverbalkan
- Suara gemetar kebutuhan akan bantuan
- Gemetar, tangan tremor - Mencari pertolongan
- Goyah professional yang sesuai
- Respirasi meningkat - Melaporkan menurunnya
(simpatis) keluhan fisik
- Keinginan kencing - Melaporkan menurunnya
(parasimpatis) perasaan negatif
- Nadi meningkat - Melaporkan kenyamanan
(simpatis) psikologis yang meningkat
- Berkeringat banyak
- Wajah tegang
- Anorexia (simpatis)
- Jantung berdetak kuat
(simpatis)
- Diare (parasimpatis)
- Keragu-raguan dalam
berkemih (parasimpatis)
- Kelelahan (Simpatis)
- Mulut kering (simpatis)
- Kelemahan (simpatis)
3. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen Nutrisi
nutrisi: kurang dari keperawatan selama …. X Definisi : membantu dengan atau
kebutuhan tubuh 24 jam klien dapat menyediakan masukan diet seimbang dari
Definisi : Intake nutrisi menunjukkan makanan dan cairan
tidak cukup untuk 1. status nutrisi Intervensi :
keperluan metabolisme yang baik, - Catat jika klien memiliki alergi
tubuh Definisi : Nutrisi cukup makanan
Batasan karakteristik : untuk memenuhi - Catat makanan kesukaan klien
- Berat badan  20 % di kebutuhan metabolisme - Tentukan jumlah kalori dan tipe
bawah ideal tubuh nutrien yang dibutuhkan
- Dilaporkan adanya Indikator : - Dorong asupan kalori sesuai tipe tubuh
intake makanan yang - Masukan nutrisi dan gaya hidup
kurang dari RDA - Masukan makanan dan- Dorong asupan zat besi
(Recomended Daily cairan - Tawarkan makanan ringan
Allowance) - Tingkat energi cukup - Berikan gula tambahan k/p
- Membran mukosa dan- Berat badan stabil - Tawarkan bumbu sebagai pengganti
konjungtiva pucat - Nilai laboratorium garam
- Kelemahan otot yang - Berikan makanan tinggi kalori, protein
digunakan untuk dan minuman yang mudah dikonsumsi
menelan/mengunyah - Berikan pilihan makanan
- Luka, peradangan pada - Sesuaikan diet dengan gaya hidup klien
rongga mulut - Ajarkan klien cara membuat catatan
- Mudah merasa makanan
kenyang, sesaat setelah - Monitor asupan nutrisi dan kalori
mengunyah makanan - Timbang berat badan secara teratur
- Dilaporkan atau fakta - Berikan informasi tentang kebutuhan
adanya kekurangan nutrisi dan bagaimana memenuhinya
makanan - Ajarkan teknik penyiapan dan
- Dilaporkan adanya penyimpanan makanan
perubahan sensasi rasa - Tentukan kemampuan klien untuk
- Perasaan memenuhi kebutuhan nutrisinya
ketidakmampuan untuk
mengunyah makanan 2. Monitor nutrisi
- Miskonsepsi Definisi : mengumpulkan dan
- Kehilangan BB dengan menganalisa data dari pasien untuk
makanan cukup mencegahatau meminimalkan malnutrisi.
- Keengganan untuk Intervensi :
makan - BB klien dalam interval spesifik
- Kram pada abdomen - Monitor adanya penurunan BB
- Tonus otot jelek - Monitor tipe dan jumlah nutrisi untuk
- Nyeri abdominal aktivitas biasa
dengan atau tanpa patologi - Monitor respon emosi klien saat
- Kurang berminat berada dalam situasi yang mengharuskan
terhadap makanan makan.
- Pembuluh darah - Monitor interaksi anak dengan orang
kapiler mulai rapuh tua selama makan.
- Diare dan atau - Monitor lingkungan selama makan.
steatorrhea - Jadwalkan pengobatan dan tindakan,
- Kehilangan rambut tidak selama jam makan.
yang cukup banyak - Monitor kulit kering dan perubahan
(rontok) pigmentasi
- Suara usus hiperaktif - Monitor turgor kulit
- Kurangnya informasi, - Monitor kekeringan, rambut kusam
misinformasi dan mudah patah.
- Monitor adanya bengkak pada alat
Faktor yang pengunyah, peningkatan perdarahan, dll.
berhubungan : - Monitor mual dan muntah
Ketidakmampuan - Monitor kadar albumin, total protein,
pemasukan atau mencerna Hb, kadar Ht.
makanan atau - Monitor kadar limfosit dan elektrolit.
mengabsorpsi zat-zat gizi - Monitor makanan kesukaan.
berhubungan dengan - Monitor pertumbuhan dan
faktor biologis, psikologis perkembangan.
atau ekonomi. - Monitor kadar energi, kelelahan,
kelemahan.
- Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan pada jaringan konjungtiva.
- Monitor kalori dan intake nutrisi.
- Catat adanya edema, hiperemia,
hipertropik papila lidah dan cavitas oral.
- Catat jika lidah berwarna merah
keunguan.

4. Perubahan Pola eliminasi Setelah 1. Kaji haluaran urine dan system


dilakukan tindakan kateter/drainase, khususnya selama
keperawatan selama 5-7 irigasi kandung kemih
hari pasien tidak 2. Bantu pasien memilih posisi normal
mengalami inkontinensia untuk berkemih (berdiri, berjalan ke
Kriteria = kamar mandi) dengan frekuensi sering
- pasien dapat buang air setelah kateter dilepas
kecil teratur 3. Perhatikan waktu, jumlah urine,
- bebas dari distensi ukuran aliran setelah kateter dilepas.
kandung kemih 4. Beri tindakan asupan oral 2000-3000
ml/hari, jika tidak ada kontraindikasi
5. Beri latihan perineal (Kegel traning)
15-20 kali/jam selam 2-3 minggu
anjurkan dan motivasi pasien untuk
melakukannya
6. Pertahankan irigasi kandung kemih
secara kontinou sesuai indikasi pada
periode pascaoperasi dini.

Anda mungkin juga menyukai