A. Defenisi Diare akut adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengan cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari pada biaasanya lebih dari 200 gram atau 200ml/24 jam. Defenisi lain memakai frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali perhari. Buang air besar tersebut dapat / tanpa disertai lender dan darah. Penularan diare karena infeksi melalui transmisi fekal oral langsung dari penderita diare atau melalui makan/minuman yang terkontaminasi bakteri pathogen yang berasal dari tinja manusia/hewan atau bahan muntahan penderita dan juga dapat melalui udara atau melalui aktivitas seksual kontak oral-genital atau oral-anal. (Sudoyo Aru, dkk 2009). B. Etiologi 1. Diare Akut Virus : rotavirus, adenovirus, Norwalk virus. Parasit protozoa : giardia lambdia, entamoeba hystolica, trikomonas hominis, isospora sp, cacing (A lumbricoides, A. duodenale, N. americanus, T. trichiura, O. vermicularis, S. strecolaris, T. saginata, T. sollium). Bakteri : yang memproduksi enterotoksin (S aureus, C perfringens, E coli, V cholera, C difficile) dan yang menimbulkan inflasmi mukosa usus (shingella, salmonella spp, yersinia). 2. Diare Kronik Umumnya diare kronik dapat dikelompokkan dalam 6 kategori pathogenesis terjadinya : a. Diare osmotik b. Diare sekretorik c. Diare karena gangguan motilitas d. Diare inflamatorik e. Malabsorbsi f. Infeksi kronik C. Klasifikasi Diare dapat diklasifikasikan berdasarkan : (Sudoyo Aru, dkk 2009) 1. Lama waktu diare : - Akut : berlangsung kurang dari 2 minggu - Kronik : berlangsung lebih dari 2 minggu 2. Mekanisme patofisiologis : osmotik atau sekretorik dll 3. Berat ringan diare : kecil atau besar 4. Penyebab infeksi atau tidak : infeksi atau non infeksi 5. Penyebab organik atau tidak : organik atau fungsional D. Patofisiologi Mekanisme dasar penyebab diare adalah gangguan osmotic (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan motilasi usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik (Ariani, 2016). Diare juga dapat menyebabkan gangguan sirkulasi sebagai akibat renjatan syok hipovolemik, perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi pasien akan meninggal (Hasan Alatas, 2009). E. Manifestasi Klinis 1. Diare Akut a. Akan hilang dalam waktu 72 jam dari onset b. Onset yang tak terduga dari buang air besar encer, gas-gas dalam perut, rasa tidak enak, nyeri perut c. Nyeri pada kuadran kanan bawah disertai kram dan bunyi pada perut d. Demam 2. Diare Kronik a. Serangan lebih sering selama 2-3 periode yang lebih panjang b. Penurunan BB dan nafsu makan c. Demam indikasi terjadi infeksi d. Dehidrasi tanda-tandanya hipotensi takikardia denyut lemah (Yuliana Elin, 2009). F. Pemeriksaaan Penunjang 1. Pemeriksaan Tinja a. Makropis dan mikropis b. Ph dan kadar gula dalam tinja c. Biakan dan resitensi feses (colok dubur) 2. Analisa gas darah apabila didapatkan tanda-tanda gangguan keseimbangan asam basa (pernapasan kusmaul) 3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faaal ginjal 4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan posfat G. Komplikasi 1. Dehidrasi Dehidrasi meliputi dehidrasi ringan, sedang dan berat. Dehidrasi ringan terdapat tanda atau lebih dari keadaan umumnya baik, mata terlihat normal, rasa hausnya normal, minum biasa dan rurgor kulit kembali cepat. Dehidrasi sedang keadaan umumnya terlihat lesu, lunglai atau tidak sadar, mata terlihat cekung dan turgor kulitnya kembali sangat lambat > 2 detik (Depkes RI, 2008). 2. Hipernatremia Hipernatremia biasanya terjadi pada diare yang disertai muntah, menurut penelitian jurnalis, Sayoeti dan Dewi (2008), menemukan bahwa 10,3% anak yang menderita diare akut dengan dehidrasi berat mengalami hipernatremia. 3. Hiponatremia Hiponatremia terjadi pada anak yang hanya minum air putih saja atau hanya mengandung sedikit garam, ini sering terjadi pada anaka ynag mengalami infeksi shigella dan malnutrisi berat dengan edema (Sayoeti & Dewi, 2008). 4. Hipokalemia Hipokalemia terjadi karena kurangnya kalium (K) selama dehidrasi menyebabkan terjadinya hypokalemia ditandai dengan kelemahan otot, peristaltik usus berkurang, gangguan fungsi ginjal dan aritmia (Ngastiyah, 2005 dalam penelitian Andri, 2015). 5. Demam Demam sering ditemui pada kasus diare. Biasanya demam timbul jika penyebab diare berinvasi ke dalam sel epitel usus (Grace & Jerald, 2010). Bakteri yang masuk kedalam tubuh dianggap sebagai antigen oleh tubuh. Bakteri tersebut mengeluarkan toksin lipopolisarida dan membaran sel. Sel yang bertugas menghancurkan zat-zat toksik atau infeksi tersebut adalah neutrophil dan makrofag dengan cara fagositotis. Sekresi fagosik menginduksi timbulnya demam (Ariani, 2016). H. Pencegahan 1. Memberikan ASI Memberikan ASI pada bayi dilakukan untuk menghindari adanya kontaminasi oleh bakteri dan dan mikroorganisme lain penyebab diare. Pemberian ASI memberikan antibody dan zat-zat lain yang terkandung didalamnya memberikan perlindungan secara imunologi (Depkes, 2011). 2. Memperbaiki Makanan Pendamping ASI Pemberian makanan pendamping ASI diberikan pada saat bayi mulai terbiasa dengan makanan orang dewasa, hal ini disebabkan karena makanan pendamping ASI meningkatkan resiko terjadinya diare ataupun penyakit lain yang menyebabkan kematian (Sinthamurniwaty, 2012). 3. Menggunakan Air Bersih yang Cukup Menggunakan air yang bersih dan melindungi air dari kontaminasi bisa dengan mengambil air dari sumber air yang bersih, simpan air ditempat bersih dan tertutu, menggunakan gayung khusus untuk mengambil air, jaga sumber air dari pencemaran seperti : air bekas mandi anak dan binatang, minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih), serta cuci semua alat masak dan alat makan dengan air bersih dan cukup (Depkes RI, 2011). 4. Mencuci Tangan World bank menyatakan bahwa melakukan kebiasaan mencuci tangan dapat mengurangi resiko terserang gangguan pencernaan dan diare sebesar 48% (Unilever, 2011). Penelitian lain juga menyebutkan bahwa mencuci tangan menggunakan sabun khususnya setelah kontak dengan feses dapat menurunkan insiden diare sebesar 42-47% (Kemenkes,p 2010). II. Konsep Asuhan Keperawatan A. Pengkajian Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data dan penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi, observasi dan psikal assessment. Kaji data menurut Cyndi Smith Greenberg, 1992 adalah : 1. Identitas Klien 2. Riwayat Keperawatan. Awal serangan: awalnya anak cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, anoreksia kemudian timbul diare. 3. Keluhan utama : feses semakin cair, muntah, bila kehilangan banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi berat, berat badan menurun. Pada bayi ubun- ubun besar cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lender mulut dan bibir kering, frekuensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer. 4. Riwayat kesehatan masa lalu. 5. Riwayat penyakit yang diderita, riwayat pemberian imunisasi. 6. Riwayat psikososial keluarga : dirawat akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi keluarga, kecemasan meningkat jika orang tua tidak mengetahui prosedur dan pengobatan anak, setelah menyadari penyakit anaknya, mereka akan bereaksi dengan marah dan merasa bersalah. 7. Kebutuhan Dasar : a. Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari, BAK sedikit atau jarang. b. Pola nutrisi : diawali dengan mual, muntah, anoreksia menyebabkan penurunan berat badan pasien. c. Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman. d. Pola hygiene : kebiasaan mandi setiap harinya. e. Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri akibat distensi abdomen. 8. Pemeriksaan fisik a. Pemeriksaan psikologis : keadaan umum tampak lemah, kesadaran composmentis sampai koma, suhu tubuh tinggi, nadi cepat dan lemah, pernapasan agak cepat. b. Pemeriksaaan sistematik : 1) Inspeksi : mata cekung, ubun-ubun besar, selaput lender, mulut dan bibir kering, berat badan menurun, anus kemerahan. 2) Perkusi : adanya distensi abdomen. 3) Palpasi : turgor kulit kurang elastis. 4) Auskultasi : terdengarnya bising usus. c. Pemeriksaan tingkat tumbuh kembang : pada anak diare akan mengalami gangguan karena anak dehidrasi sehingga berat badan menurun. d. Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan tinja, darah lengkap dan duodenum intubation yaitu untuk mengetahui penyebab secara kuantitatif dan kualitatif.