Makalah Kelompok
Disusun oleh:
Nathasya Marta Ningrum (1406621065)
Nur Atikasari (1406621065)
DEPOK
2016
I. Pendahuluan
Pajak Penghasilan (PPh) merupakan suatu kontribusi wajib kepada negara yang
terhutang terhadap Subyek Pajak atas Penghasilan yang diterima atau diperoleh
dalam tahun pajak. Kriteria Subyek Pajak yang dikenakan PPh adalah Subyek
Pajak orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
menggantikan yang berhak; badan; dan bentuk usaha tetap yang telah memiliki
objek pajak. Subyek Pajak ini dapat disebut sebagai Wajib Pajak yang memiliki
satunya tercantum dalam BAB V, yaitu pelunasan pajak dalam tahun berjalan.
Dalam makalah ini hanya akan membahas pada Pasal 24 mengenai transaksi
Wajib Pajak Luar Negeri kepada Wajib Pajak Dalam Negeri dalam bentuk Kredit
Pajak Luar Negeri (KPLN) dan Pasal 26 mengenai transaksi Wajib Pajak Dalam
Negeri kepada Wajib Pajak Luar Negeri dalam UU PPh berdasarkan UU No. 36
Tahun 2008.
II. Isi
diraih, cara yang dilakukan oleh manajar dalam melakukan efisiensi dan
efektivitas terhadap output dan input atau cost dan benefit, serta kemampuan
2005). Dalam website Ortax, salah satu strategi perusahaan dalam merebut
negara lain atau membeli saham suatu perusahaan di negara lain. Perluasan
pangsa pasar hingga ke luar negeri yang dilakukan oleh Wajib Pajak Dalam
dalam Pasal 4 UU PPh menyatakan bahwa penghasilan baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia merupakan bagian dari objek Pajak
Pasal 24 UU PPh
yaitu pengenaan pajak di luar negeri dan di dalam negeri. Oleh sebab itu,
oleh Wajib Pajak Dalam Negeri dari luar negeri serta penghasilan yang
24 Ayat (1) dan Ayat (2) UU PPh, pajak yang dibayar atau yang terutang di
luar negeri dapat dikreditkan dengan pajak yang terutang dalam tahun
penghasilan dari Luar Negeri dalam menghitung batas jumplah pajak yang
boleh dikreditkan diatur dalam ketentuan Pasal 24 Ayat (3) dan Ayat (4)
suatu negara supaya tidak menanggung beban pajak dari dua atau lebih
otoritas pajak dari dalam negeri maupun luar negeri. Metode penghindaran
3. Jumlah PPh terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak, dalam hal
Melalui penjelasan ini, pada Pasal 24 Ayat (6) UU PPh ada hal-hal
yaitu:
(penghasilan dari usaha dan bersifat tidak rutin serta penghasilan lainnya)
untuk penghasilan berupa dividen dilakukan dalam tahun pajak pada saat
sebagai berikut:
dari keuntungan tahun 2012 yang ditetapkan dalam rapat pemegang saham
tahun 2013 dan baru dibayar dalam tahun 2014, dan dikenai Pajak
Ilustrasi Penghitungan:
adalah:
Rp1.500.000.000
penghitungan.
Rp125.000.000
KPLN perlu juga untuk memerhatikan Pasal 24 Ayat (5) UU PPh terkait
dengan “Apabila pajak atas penghasilan dari luar negeri yang dikreditkan
terutang di luar negeri lebih kecil dari yang dilaporkan dalam Surat
Wajib Pajak setelah diperhitungkan dengan utang pajak yang lain. Hal ini
pengurangan pajak atas penghasilan luar negeri dalam tahun pajak 2001
pajak yang terutang untuk tahun pajak 2001. Melalui hal ini, PT. Oceanary
menjadi lebih kecil dari perhitungan semula. Oleh sebab itu, jumlah
Ilustrasi Penghitungan:
luar negri baik dalam hal menanamkan investasi maupun mendirikan badan
bentuk dividen, bunga, royalti, maupun jasa. Atas penghasilan tersebut yang di
dapat dari Indonesia selain badan usaha tetap maka Indonesia menetapkan
adanya potongan pajak bagi warga luar negeri yang menerima pengahsilan dari
dalam negeri kecuali bentuk usaha tetap. Kewajiban perpajakan Wajib Pajak
Luar Negeri tersebut dibebankan kepada Wajib Pajak Dalam Negeri yang
yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP)
luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia. Sesuai dengan pasal
26 ayat (1) UU PPh pengahasilan ini dipotong dari penghasilan yang diterima
oleh Wajib Pajak luar negeri dan dibayarkan oleh badan pemerintah, Subyek
sesuai dengan UU PPh pasal 26 ayat (1), (2), (2a) dan ayat (4) adalah
sebagai berikut:
a. Dividen
penggunaan harta
(4) UU PPh).
Dalam pasal 26 ayat (1) dijelaskan bahwa tarif domestik
pemotongan untuk pasal 26 UU PPh adalah sebesar 20% dan bersifat final
(dua puluh persen) kecuali antara Indonesia dengan negara asal Wajib
Pajak Luar Negeri tersebut terdapat Tax treaty atau P3B (Persetujuan
berdasarkan Tarif Pajak PPh Pasal 26 berdasarkan Tax treaty atau P3B
sangat penting bagi Wajib Pajak yang akan memotong PPh Pasal 26
kepada Wajib Pajak Luar Negeri untuk mengetahui apakah Wajib Pajak
luar negeri tersebut berasal dari negara yang mempunyai Tax treaty atau
tidak.
dividen, bunga, royalti). Apabila termasuk passive income maka tax treaty
dapat berbentuk reduce rate atau penguran tariff, sehingga tariff bisa <
20% (kurang dari 20%). Sedangkan yang termasuk active income akan
dilihat terlebih dahulu apakah ada badan usaha tetap (BUT) atau tidak. Jika
tidak ada maka bentuk tax treaty-nya adalah tidak adanya pemotongan
pasal 26 UU PPh. Namun, jika ada maka, tidak ada tax treaty karena hal
perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain
Ilustrasi 1:
kepada Mr.Lee yang merupakan Wajib Pajak luar negeri. Maka PT. Yogrt
200.000.000,-
Ilustrasi 2:
Tn.Ahn adalah seorang atlet dari luar negeri yang ikut mengambil bagian
atas Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari bentuk usaha
17.500.000.000
4.900.000.000)
III. Penutup
Subyek Pajak ini dapat disebut sebagai Wajib Pajak yang memiliki kewajiban
dalam BAB V, yaitu pelunasan pajak dalam tahun berjalan. Pada Pasal 24 UU PPh
Penghasilan yang telah dibayarkan di luar negeri dapat dikreditkan sesuai dengan
Tax Credit, yaitu adanya batas maksimum dalam menentukan KPLN yaitu diambil
yang terendah dari ketiga unsur berikut, yaitu Jumlah Pajak yang dibayar atau
PPh Terutang, dan jumlah PPh terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak
(dalam hal penghasilan) Bentuk pengkreditan pajak merupakan suatu hak dari
Wajib Pajak Dalam Negeri sehingga Wajib Pajak Dalam Negeri dalam
mengetahui tata cara dan ketentuan yang mengatur hal tersebut. Secara ringkas,
syarat, yaitu penghitungan Penghasilan dari Luar Negeri dan Penghasilan dari
Dalam Negeri terkait dengan Active Income dan Passive Income, kerugian yang
terjadi di Luar Negeri tidak dapat diperhitungkan dalam Penghasilan Netto Dalam
Negeri dan Luar Negeri, serta apabila Penghasilan dari Luar Negeri berasal dari
penghasilan Wajib Pajak luar negeri yang diterima dari Wajib Pajak dalam negeri
selain bentuk usaha tetap dengan tariff 20% dari penghasilan tersebut kecuali
terdapat perjanjian antara Indonesia dengan negara asal Wajib Pajak Luar Negeri
tersebut, maka tarif pajak PPh Pasal 26 dikenakan berdasarkan Tarif Pajak PPh
PPh.
IV. Lampiran
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 164/KMK.03/2002
TENTANG
b. Foto Kopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri; dan
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 19 April 2002
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BOEDIONO
TENTANG
MENTERI KEUANGAN,
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember
2008
MENTERI KEUANGAN
TENTANG
PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 ATAS PENGHASILAN
BERUPA PREMI ASURANSI
DAN PREMI REASURANSI YANG DIBAYAR KEPADA PERUSAHAAN
ASURANSI DI LUAR NEGERI
Menimbang :
1. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 26 ayat (2) jo. ayat (3)Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
undang Nomor 10 Tahun 1994, atas penghasilan berupa premi asuransi termasuk
premi reasuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi di luar negeri
dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan neto;
2. bahwa agar pemotongan pajak tersebut dapat dilaksanakan dengan baik
maka dipandang perlu untuk mengatur pelaksanaan pemotongan Pajak
Penghasilan Pasal 26 atas penghasilan tersebut, dengan Keputusan Menteri
Keuangan;
Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3262), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9
Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1994
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3566);
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983tentang Pajak Penghasilan
(Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3263), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun
1991 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 93, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3459) dan dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang
Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan,
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun
1991 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3567);
3. Keputusan Presiden Nomor 96/M Tahun 1983 tentang Pembentukan
Kabinet Pembangunan VI;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
Pasal 1
(2) Besarnya perkiraan penghasilan neto sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah sebagai berikut :
atas premi dibayar tertanggung kepada perusahaan asuransi di luar
negeri baik secara langsung maupun melalui pialang, sebesar 50% (lima
puluh persen) dari jumlah premi yang dibayar;
b. atas premi yang dibayar oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan
di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung
maupun melalui pialang, sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah premi
yang dibayar;
atas premi yang dibayar oleh perusahaan reasuransi yang
berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik
secara langsung maupun melalui pialang, sebesar 5% (lima persen) dari
jumlah premi yang dibayar.
Pasal 2
Pasal 3
(2) Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 26 sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh pemotong selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari setelah saat
terutangnya pajak dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).
(3)
Lembar 2, untuk dilampirkan pada Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak
- Penghasilan 26 yang disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat
pemotong pajak terdaftar;
Pasal 4
Pasal 5
Ditetapkan di JAKARTA
Pada tanggal 27 Desember 1994
MENTERI KEUANGAN,
ttd
MAR'IE MUHAMMAD
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 258/PMK.03/2008
TENTANG
MENTERI KEUANGAN,
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember
2008
MENTERI KEUANGAN
MENTERI KEUANGAN,
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 April
2009
MENTERI KEUANGAN,
SRI MULYANI
INDRAWATI
PERATURAN DIRJEN PAJAK
TENTANG
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
Pasal 1
(3) Besarnya perkiraan penghasilan neto sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah 25 % (dua puluh lima persen) dari harga jual.
(4) Penjualan atau pengalihan harta sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah penjualan atau pengalihan harta berupa perhiasan mewah, berlian, emas,
intan, jam tangan mewah, barang antik, lukisan, mobil, motor, kapal pesiar,
dan/atau pesawat terbang ringan.
Pasal 2
(2) Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Luar Negeri yang menerima atau
memperoleh penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta yang besarnya tidak
melebihi Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) untuk setiap jenis transaksi,
dikecualikan dari pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 ayat (1).
Pasal 3
(2) Orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri yang ditunjuk sebagai
pemotong pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
Pasal 4
Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat orang pribadi Wajib Pajak Dalam Negeri
terdaftar menerbitkan Surat Keputusan Penunjukan Orang Pribadi Wajib Pajak
Dalam Negeri sebagai Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 26 sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dengan menggunakan bentuk formulir
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 5
(2) Dalam hal tanggal jatuh tempo penyetoran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional,
maka saat penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Pasal 6
(2) Dalam hal tanggal jatuh tempo pelaporan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional,
maka saat pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Pasal 7
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di : Jakarta
ttd
MOCHAMAD TJIPTARDJO
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 14/PMK.03/2011
TENTANG
MENTERI KEUANGAN,
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 24 Januari 2011
MENTERI KEUANGAN,
ttd.
AGUS D.W.
MARTOWARDOJO
DAFTAR PUSTAKA
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 164/KMK.03/2002 tentang Kredit Pajak
Luar Negeri
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 256/PMK.03/2008
tentang Penetapan Saat Diperolehnya Dividen Oleh Wajib Pajak Dalam Negeri
Atas Penyertaan Modal Pada Badan Usaha Di Luar Negeri Selain Badan Usaha
Yang Menjual Sahamnya Di Bursa Efek
Tangkilisan, Hessel Nogi S. 2005. Manajemen Publik. Jakarta: PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Tanpa Nama. 2014. “PPh Pasal 24: Kredit Pajak Luar Negeri”,
http://www.kabarpajak.com/2014/02/pph-pasal-24-kredit-pajak-luar-
negeri.html, diakses pada 16 Mei 2016.
Tanpa Nama. 2012. “Seri PPh - Pajak Penghasilan Pasal 26”,
http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-pajak-penghasilan-pasal-26, diakses
pada 25 Mei 2016.
Tanpa Nama. 2015. “Regulasi Terkait PPh Pasal 26”,
http://www.klinikpajak.co.id/artikel+detail/?id=regulasi+terkait+pph+26,
diakses pada 25 Mei 2016.
Tim Redaksi Ortax. 2015. “Kredit Pajak Luar Negeri”,
http://www.ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=45, diakses pada 16
Mei 2016.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan.
Wibowo. 2015. “Pengertian PPh Pasal 26”,
http://www.wibowopajak.com/2012/02/pengertian-pph-pasal-26.html, diakses
pada 25 Mei 2016.
Potongan
1. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 24
2.
Syarat mengkreditan pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri adalah sebagai berikut:
penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan
saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan
saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat kedudukan;
penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap
tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan;
penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau
tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan
pertambangan adalah negara tempat lokasi penambangan berada;
keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap
berada; dan
keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk
usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada.
Apabila pajak atas penghasilan dari luar negeri yang dikreditkan ternyata
kemudian dikurangkan atau dikembalikan, maka pajak yang terutang menurut
Undang-undang ini harus ditambah dengan jumlah tersebut pada tahun
pengurangan atau pengembalian itu dilakukan.
Formula Pengkreditan
Jumlah penghasilan
neto ..................................................................Rp150.000.000,00
PTKP
(K/2) ....................................................................Rp
19.800.000,00-/-
Penghasilan Kena
Pajak
..................................................................Rp130.200.000,00
Rp 25.000.000,00 / Rp130.200.000,00 x
Rp14.530.000,00.......................... Rp2.789.939,00
Keterangan:
Dari perhitungan di atas, maka jumlah maksimal PPh Pasal 24 yang boleh
dikreditkan adalah sebesar Rp 2.789.939,00 karena jumlah ini lebih kecil dari
pajak yang terutang/dibayar di luar negeri, yaitu sebesar Rp. 3.750.000,00.