konsep hukum, azas-azas hukum dan lain-lain yang akan dipakai sebagai
dilakukan.52
49
Supasti Dharmawan Ni Ketut, 2006, Metodologi Penelitian Hukum
Empiris, Makalah Kedua dipresentasikan pada Lokakarya pascasarjana
Universitas Udayana. (Selanjutnya disebut Supasti Dharmawan Ni Ketut II)
50
Burhan Ashshofa, 2004, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta,
Jakarta, h. 19.
51
Soerjono Soekanto, 2001, Sosiologi Suatu Pengantar, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, h. 30. (Selanjutnya disebut Soerjono Soekanto III)
52
Sutan Remy Sjahdeini, 1993, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan
Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank, Sebagaimana
dikutip dari Duane R. Monette, Thomas J. Sullivan, Corucl R. Dejong, 1986,
Applied Social Research, New York, Chocago, San Francisco Holt, Rinehart and
Winston Inc, h. 27
47
48
karya ilmiah diperlukan teori. Hal ini dikemukakan oleh Jan Gigssels dan
masyarakat.
53
Jan Gijssels and Mark Van Hoecke, 1982¸ Whats Is Rechtsteorie ?
Nederland, h. 57.
49
M. Friedman.
culture). 54
berikut:
54
Lawrence M. Friedman, 1977, Law and Society, an introduction,
Prentice Hall, New Jersey, p.7. (Selanjutnya disebut Lawrence M. Friedman I)
Pada prinsipnya menurut Friedman bahwa sistem hukum terdiri dari struktur
hukum, substansi hukum dan budaya hukum. Struktur hukum menyangkut
lembaga-lembaganya, substansi hukum mencakup semua peraturan hukum,
sementara itu budaya hukum mencakup gambaran sikap dan perilaku terhadap
hukum, dan faktor-faktor yang menentukan diterimanya sistem hukum tertentu
dalam suatu masyarakat.
50
sistem hukum.
hukum.
55
Lawrence M. Friedman, dalam Inosentius Samsul, 2004, Perlindungan
Konsumen, Kemungkinan Penerapan Tanggungjawab Mutlak, Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, h. 23.
51
sebagai berikut;
56
Ibid, h. 24
57
Ibid. Lihat juga John Pieris dan Wiwik Sri Widiarty, 2007, Negara
Hukum dan Perlindungan Konsumen Terhadap Produk Pangan Kedaluarsa,
Pelangi Cendikia, Jakarta, h. 37-35.
52
sistem hukumnya.
58
Lili Rasjidi, Wyasa Putra IB., 2003, Hukum Sebagai Suatu Sistem,
Mandar Maju, Bandung, h. 184.
59
Andrieansjah Soeparman, 2013, Hak Desain Industri Berdasarkan
Penilaian Kebaruan Desain Industri, PT. Alumni, Bandung, h. 56.
60
Mochtar Kusumaatmadja, 1976, Fungsi dan Perkembangan Hukum
Dalam Pembangunan Nasional, Bina Cipta, Bandung, h. 2-3. (Selanjutnya
disebut Mochtar Kusumaatmadja I)
61
Lili Rasjidi, Wyasa Putra IB., Op.Cit, h. 185.
62
Achmad Ali, 2008, Menguak Realitas Hukum, Kencana Prenada Media
Group, Jakarta, h.9 – 11. (Selanjutnya disebut Achmad Ali I).
53
ketidakpastian hukum.
terkait dengan hak UMKM atas akses modal, maka sudah barang
tentu ketiga komponen sistem hukum itu tidak boleh lepas dari
perhatian penuh.
(kebaikan publik).
54
for one, no body for more than one). Teori ini bertujuan untuk
guna (efektif). 65
63
Gerald Postema, 1986, Bentham and The Common Law Tradition,
Clafendom Press, Oxford, h. 403.
64
Supasti Dharmawan Ni Ketut, 2011, Hak Kekayaan Intelektual dan
Harmonisasi Hukum Global Rekonstruksi Pemikiran Terhadap Perlindungan
Program Komputer, Disertasi, Universitas Diponegoro Semarang, h.11-12.
(Selanjutnya disebut Supasti Dharmawan Ni Ketut III), Lihat juga Abdul Manan,
2009, Aspek-Aspek Pengubah Hukum, Kencana Prenada Media, Jakarta, h. 17.
65
Ibid, h. 18.
55
berlimpah)
66
Bentuk Utilitarisme pertamakali diperkenalkan oleh Filsuf Inggris,
Jeremy Bentham (1748 – 1832). Jeremy Bentham sangat percaya bahwa hukum
harus dibuat secara utilitarianistik, melihat gunanya dengan patokan -patokan
yang didasarkan pada keuntungan, kesenangan, dan kepuasan manusia. Dal am
hukum tidak ada masalah kebaikan atau keburukan, atau hukum yang tertinggi
atau yang terendah dalam ukuran nilai. Hukum yang baik adalah hukum yang
dapat memenuhi prinsip memaksimalkan kebahagiaan dan meminimalkan rasa
sakit dalam masyarakat. Adapun jaminan kebahagiaan yang dimaksud oleh
Bentham terutama ditujukan kepada individu. Lihat Muhamad Erwin, Filsafat
Hukum Refleksi Kritis Terhadap Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.
180-181.
67
Achmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori
Peradilan (Judicial Prudence) termasuk Interprestas i Undang-Undang
(Legisprudence), Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 78. (Selanjutnya
disebut Achmad Ali I)
68
Muhamad Erwin, Op.Cit, h. 179
56
kemanfaatan (utility)69.
adanya.
berikut;
69
Muhamad Erwin, Op.Cit, h. 184
70
Theo Huijbers, 1982, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah,
Kanisius, Yogyakarta, h. 161. (Selanjutnya disebut Theo Huijbers I)
71
Yuliandri, 2011, Azas-Azas Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan Yang Baik, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 129.
57
72
Hamid S. Attamimi A., 1993, Hukum Tentang Peraturan Perundang-
Undangan dan Peraturan Kebijakan (Hukum Tata Pengaturan ), Fakutlas Hukum,
UI, Jakarta, h. 323 – 324.
58
73
Lon L. Fuller, 1963, The Morality of Law, New Haven and London :
Yale University Press, h. 39. Lihat A. Hamid S. Attamimi, Op.,Cit, h. 303, Lihat
juga Yuliandri, Op.Cit, h. 130-131.
59
hak itu penting, dan hak itu merupakan sesuatu yang bernilai.
menegakkan hak-haknya.75
74
Arthur Lewis (Terjemahan Perta Sri Widowati), 2009, Dasar-Dasar
Hukum Bisnis Introduction to Business Law, Nusa Media, Bandung, h. 1-2.
75
Ibid.
76
R. Soeroso, 2011, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h.
273-274.
77
Soerjono Soekanto dan Otje Salman, 1996, Disiplin Hukum dan
Disiplin Sosial, Radjawali, Jakarta, h. 96. Menurut Saut P. Pandjaitan, hak adalah
peranan yang boleh tidak dilaksanakan (bersifat spekulatif ), sedangkan kewajiban
merupakan peranan yang harus dilaksanakan (bersifat imperatif). Saut P.
Panjaitan, 1998, Dasar-Dasar Ilmu Hukum (Azas, Pengertian dan Sistematika),
Universitas Sriwijaya, Palembang, h. 81.
60
melaksanakannya. 79
manusia (hak azasi) dan hak yang ada pada manusia akibat adanya
78
Bachsan Mustafa, 2003, Sistem Hukum Indonesia Terpadu, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, h. 39.
79
Sudikno Mertokusumo, 1986, Mengenal Hukum Suatu Pengantar,
Liberty, Yogyakarta, h. 40.
80
Janus Sidabalok, 2006, Hukum Perlindungan di Indonesia, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, h. 35-36.
81
Theo Huijbers, 1990, Filsafat Hukum, Kanisius, Jakarta, h. 94 – 95.
(Selanjutnya disebut Theo Huijbers II)
61
manusia, bersifat tetap dan utama, tidak dapat dicabut, dan tidak
negara / pemerintah.
82
Arya B Wiranata I Gede, dalam Muladi, 2009, Hak Azasi Manusia,
Hakekat, Konsep dan Implementasinya Dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat ,
PT. Refika Aditama, Bandung, h. 229. Wujud dari Hak Azasi Manusia ini
diantaranya adalah; kebebasan beragama, kebebasan hidup pribadi dan hak untuk
hidup. Ibid.
83
Moch. Mahfud MD, 2001, Dasar dan Struktur Ketetanegaraan
Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, h. 227. (Selanjutnya disebut Moch. Mahfud
MD. II)
84
Endang Sutrisno, 2007, Bunga Rampai Hukum dan Globalisasi, Genta
Press, Yogyakarta, h. 169.
85
Masyhur Effendi A., 2011, Membangun Kesadaran HAM dalam
Masyarakat Modern, dalam Memahami Hukum Dari Kontruksi Sampai
Implementasi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 77.
62
86
Masyhur Effendi A., 2005, Perkembangan Dimensi HAM dan Proses
Dinamika Penyusunan Hukum Hak Azasi Manusia (HAKHAM ), Gralia, Indonesia,
Jakarta, h. 3.
87
Soehino, 2005, Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarta, h. 106.
88
Von JJ. Schmid, 1980, Ahli-Ahli Pikir Negara dan Hukum (Terjemahan
R. Wiratno), Pembangunan, Jakarta, h. 152.
89
Suko Wiyono H., Hak Azasi Manusia (HAM) Dalam Kerangka Negara
Hukum Yang Demokratis Berdasarkan Pancasila dalam Demokra si, HAM dan
Konstitusi Perspektif Negara Bangsa untuk Menghadirkan Keadilan , 2001, Setara
Press, Malang, h. 180.
63
menyangkut hak sipil dan hak politik saja sebagai hak azasi
90
Perumusan hak-hak azasi manusia secara internasional dilakukan pada
10 Desember 1948 dengan diterimanya Universal Declaration of Human Right
sebagai pernyataan bersama masyarakat dunia terhadap hak azasi ma nusia oleh
negara-negara yang tergabung dalam PBB. Endang Sutrisno, Op.Cit, h. 169.
Sebagai tindak lanjut dari deklarasi tentang HAM tersebut, pada tahun 1966
dibuat dua perjanjian yakni; 1) Convenant on Economic, Social and Culture Right
(Perjanjian Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya), dan 2) Covenan on
Civil and Political Righ (Perjanjian Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik),
Muhammad Halim, 2001, Demokrasi dan Hak Azasi Manusia Dalam Konstitusi
Madinah dan Undang-Undang Dasar 1945, UII Press, Yogyakarta, h. 49.
64
pendapatnya;
91
Franz Magnis Suseno, Hak-Hak Azasi Manusia Dalam Konteks Sosio
Kultural dan Religi di Indonesia dalam Hak Azasi Manusia Dalam Perspektif
Budaya Indonesia, 1997, PT. Grafika Media Pustaka Utama, Jakarta, h. 8.
92
Scott Davidson (Terjemahan A. Hadyana Pudjaatmaka), 1994, Hak
Azasi Manusia, PT. Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, h. 8.
93
Franz Magnis Suseno, Op.cit, h. 59.
65
Watts, Dalton dan Smith, sudah ada semenjak abad ke-18 ketika
95
Jimly Asshiddiqie, 2006, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga-
Lembaga Negara Pasca Reformasi, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta, h. 330. (Selanjutnya disebut
Jimly Asshiddiqie II). Lihat juga Miriam Budiardjo, 2001, Dasar-Dasar Ilmu
Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h.50.
96
Abrar, 1999, Hak Penguasaan Negara Atas Pertambangan
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, Disertasi PPS Universitas Padjajaran,
Bandung, h. 4.
67
lex)99
97
Marbun S.F., 2001, Hukum Administrasi Negara, UII Press,
Yogyakarta, h. 201.
98
Azhary, 1995, Negara Hukum Indonesia, UI Press, Jakarta, h. 34-35.
99
Donald A. Runokoy, Marbun SF., Op.Cit.h.10.
100
Adji Samekto F.X., 2005, Pembangunan Berkelanjutan Dalam
Tatanan Sosial Yang Berubah, Jurnal Hukum Progresif Vol. I Nomor 2 Oktober
2005, h.18.
68
3. Mengurangi kemiskinan
disadvantage people.
masyarakat miskin.
101
Ibid.
102
Tjandra W. Riawan, 2008, Hukum Tata Negara, Universitas
Atmadjaja, Jakarta, h. 4.
103
Yohannes Usfunan, et.al. Op.Cit, h. 18.
69
1945, Pasal 27 ayat (2), Pasal 33, dan Pasal 34. 105 Pemahaman
104
Jasim Hamidi, Herlin Wijayanti, 2009, Teori dan Politik Hukum Tata
Negara, Total Media, Yogyakarta, h. 307.
105
Djauhari, Politik Hukum Negara Kesejahteraan Indonesia (Studi
tentang Kebijakan Regulasi dan Institusionalisasi Gagasan Keseja hteraan Sosial
Ekonomi Masyarakat Nelayan di Jawa Tengah, dalam Bunga Rampai Pemikiran
Hukum di Indonesia, FH. UII Press, Yogyakarta, h. 312.
70
hidup.106
dibidang ekonomi.
106
Johanes Usfunan, et.al., Op.Cit, h. 19.
71
ekonomi.107
CSR nya.
UMKM.
seimbang. 110
109
Ibid.
110
Thomas Lindblad J., et.al, 2002, Fondasi Historis Ekonomi Indonesia,
terjemahan Nawianto S., Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta, hl. 26.
73
Stakeholders.111
shareholders”.112
konsep Triple Bottom Lines yaitu people, profit, dan planet harus
(semua pihak yang terlibat dan terkena dampak dari kegiatan yang
111
Sukandarrumidi, 2012, Corporatet Social Responsibility (CSR) Usaha
Meredam Unjukrasa Akibat Gangguan Lingkungan, Bajawa Press, Yogyakarta,
h.61.
112
Henry R. Cheeseman, 2000, Countemporary Business, 3 rd ed, Upper
Saddle River, New Jersey, h. 41.
74
(pemegang saham).
untuk melaksanakannya.
113
Undang-Undang yang mewajibkan CSR adalah Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dan Undang -Undang Nomor
25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Pasal 74 ayat (2) Undang -Undang
Nomor 40 Tahun 2007 menyatakan ; Perseroan yang menjalankan kegiatan
usahanya dibidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib
melaksanakan tanggungjawab sosial dan lingkungan. Pasal 15 huruf b Undang -
Undang Nomor 25 Tahun 2007 menyatakan; Setiap penanam modal berkewajiban
melaksanakan tanggungjawab sosial perusahaan.
75
suatu kebutuhan.116
114
Supasti Dharmawan Ni Ketut, 2010, A Hybrid Framwork Suatu
Alternatif Pendekatan CSR (Corporate Social Respponsibility) di Indonesia ,
Jurnal Ilmiah Kertha Patrika, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Volume 34
No. 1, Januari, Denpasar, h. 9. (Selanjutnya disebut Supasti Dharmawan Ni Ketut
IV).
115
Ibid.
116
Ibid.
76
antara berat dan muatan, 119 sesuai dengan hak dan kewajiban,
berikut:
117
Yatimin Abdullah, 2006, Pengantar Studi Etika, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, h. 537.
118
Bahder Johan Nasution, 2004, Hukum Ketenagakerjaan Kebebasan
Berserikat Bagi Pekerja, Mandar Maju, Bandung, h. 48.
119
Ibnu Miskawaih, 1995, Menuju Kesempurnaan Ahlak, Mizan, bandung,
h. 115.
77
hukum semenjak masa Yunani kuno, 122 karena salah satu tujuan
masing-masing.
120
Poerwadarminta WJS., 1986, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai
Pustaka, Jakarta, h. 16.
121
Kuffal HMA., 2012, Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa, Universitas Muhammadiyah, Malang, h. 48.
122
Fernando M. Manullang E., 2007, Menggapai Hukum Berkeadilan, PT.
Kompas Media Nusantara, Jakartam h. 96.
78
123
Agus Santoso H.M., 2012, Hukum, Moral, dan Keadilan, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, h. 86.
124
Ibid
125
Kaelan, 2007, Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi,
Paradigma, Yogyakarta, h. 36.
126
Rindjin Ketut, 2012, Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi,
PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h. 178.
127
Kaelan, Op. Cit, h. 37
79
sosial saja, tetapi juga keadilan tukar menukar dan keadilan dalam
membagi.
menentukan apa yang dapat dituntut oleh warga, oleh karena itu
pemberdayaan UMKM.
salah satu sila dari Pancasila relevan dan penting untuk diterapkan
130
John Rawls, 2006, Teori Keadilan Atau Theory of Justice (Terjemahan
Pustaka Pelajar), Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h. 60.
81
mempunyai hak yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas,
seluas kebebasan yang sama bagi semua orang (bagi orang lain).
131
Otong Rosadi, 2012, Hukum Ekologi dan Keadilan Sosial Dalam
Perenungan Pemikiran (Filsafat) Hukum, Thafa Media, Yogyakarta, h. 117.
82
peraturan perundang-undangan.
hukum di Indonesia.
132
Satjipto Rahardjo, 2009, Hukum Progresif Sebuah Sintesa Hukum
Indonesia, Genta Publishing, Yogyakarta, h.v (Selanjutnya disebut Satjipto
Rahardjo I).
133
Ibid.
83
tersebut. 135
134
Romly Atmasasmita, 2012, Teori Hukum Integratif; Rekonstruksi
Terhadap Teori Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif, Genta
Publishing, Yogyakarta, h. 86
135
Pandangan Teori Hukum Progresif menurut Satjipto Rahardjo,
merupakan gagasan yang berintikan 9 (Sembilan) pokok pemikiran sebagai
berikut ;
1) Hukum menolak tradisi analytical jurisprudence atau rechtsdogmatik dan
berbagai paham dengan aliran seperti legal realism, freirechtslekre,
sociological jurisprudence, interressenjuriprudenz di Jerman, teori hukum
alam dan critical legal studies.
2) Hukum menolak pendapat bahwa ketertiban (order) hanya bekerja melalui
institusi-institusi kenegaraan.
3) Hukum progresif bertujuan untuk melindungi rakyat menuju kepada ideal
hukum.
4) Hukum menolak status-quo serta tidak ingin menjadikan hukum sebagai
teknologi yang tidak bernurani, melainkan suatu institusi yang bermoral.
5) Hukum adalah suatu institusi yang bertujuan mengantarkan manusia pada
kehidupan yang adil, sejahtera dan membuat manusia ba hagia.
6) Hukum progresif adalah hukum yang pro rakyat dan hukum yang pro
keadilan.
7) Asumsi dasar hukum progresif adalah bahwa hukum untuk manusia, dan
bukan sebaliknya.
8) Hukum bukan merupakan suatu institusi yang absolute dan final, melainkan
sangat tergnatung pada bagaimana manusia melihat dan menggunakannya.
Manusialah yang merupakan penentu.
9) Hukum selalu berada dalam proses untuk terus menjadi ( law as a process,
law in the making)
Ibid. h. 88-89.
84
Berkaitan dengan itu bahwa hukum tidak ada untuk dirinya sendiri,
melainkan untuk sesuatu yang lebih luas dan lebih besar. Setiap kali
bermoral. 138
136
Satjipto Rahardjo, Hukum Progresif, Hukum Yang Membebaskan,
Jurnal Hukum Progresif, PDIH Semarang, Volume I Nomor 1, April, 20 05, h.5.
(Selanjutnya disebut Satjipto rahardjo II).
137
Endang Sutrisno, Op.Cit, h. 67.
138
Satjipto Rahardjo I, h.2
85
bahagia.139
hukum yang pro rakyat dan hukum yang pro keadilan. 140
manusia bahagia.
139
Satjipto Rahardjo I, Op.Cit, h.2.
140
Satjipto Rahardjo II, Loc.Cit.
86
3) Hukum progresif adalah hukum yang pro rakyat dan hukum yang
pro keadilan.
141
Lily Rasjidi, 1990, Dasar-Dasar Filsafat Hukum, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, h. 47.
142
Syahmin, AK, Mengkritisi Hukum Sebaga Sarana Pembaharuan
Masyarakat Indonesia, Jurnal Hukum Progresif Volume I Nomor 2, Oktober,
2005, h. 32.
143
Mochtar Kusumaatmadja, 1976, Hukum, Masyarakat dan Pembinaan
Hukum Nasional, Bina Cipta, Bandung, h. 12-13. (Selanjutnya disebut Mochtar
Kusumaatmadja I).
87
144
Abdurahman, 1976, Aneka Masalah Hukum Dalam Pembangunan di
Indonesia, Alumni, Bandung, h. 19.
145
Sunaryati Hartono, 1982, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia,
Binacipta, Bandung, h. 10-30
146
Ibid. h. 22
88
sudah direncanakan.
legislatif. 149
maka salah satu fungsi hukum adalah sebagai alat pengatur tata
148
Teguh Sulistia, 2006, Aspek Hukum Usaha Kecil Dalam Ekonomi
Kerakyatan, Andalas University Press, Padang, h. 157.
149
R. Soeroso, 2011, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta,
h.53.
150
Ibid. h. 57
151
Wyasa Putra I.B. II, Op.Cit, h. 126
90
hukum.
(Peraturan Perundang-undangan).
kelemahan, baik dari segi SDM, akses pasar, akses modal, maupun
usaha pariwiata.
155
Johnny Ibrahim, 2009, Pendekatan Ekonomi Terhadap Hukum Teori
dan Implikasi Penerapannya Dalam Penegakan Hukum , CV. Putra Media
Nusantara, Surabaya, h.69. (Selanjutnya disebut Johnny Ibrahim II).
156
Muhamad Erwin, Loc.Cit.
92
diantaranya 158 :
1. Salmond
Hak adalah kepentingan yang diakui dan dilindungi oleh
hukum. Memenuhi kepentingan merupakan suatu
kewajiban sedangkan melalaikannya adalah kesalahan.
Suatu hak, karena itu mengharuskan kepada mereka yang
terkena melakukan suatu perbuatan/tidak melakukan
perbuatan. Hak ini berhubungan dengan suatu obyek tempat
perbuatan yang terkait.
2. Alien
Hak adalah suatu kekuasaan berdasarkan hukum yang
dengannya seseorang dapat melaksanakan kepentingannya.
3. Jhering
Hak adalah kepentingan yang dilindungi oleh hukum.
4. Holland
Hak adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi
perbuatan atau tindakan seseorang tanpa menggunakan
wewenang yang dimilikinya, tetapi didasarkan atas suatu
paksaan masyarakat yang terorganisasi.
5. K. Bartens
Hak merupakan klaim yang dibuat oleh orang atau
kelompok yang satu terhadap yang lain atau terhadap
masyarakat. Orang yang mempunyai hak bisa menuntut
157
Muladi, Op.Cit, h. 239.
158
Muladi, Loc.Cit, Lihat juga Lili Rasyidi dan Ira Thania Rasjidi, 2002,
Pengantar Filsafat Hukum, CV. Mandar Maju, Bandung.
93
hukum.162
159
Bartens K., 2001, Etika, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h. 179
160
Paton G.W. dalam Peter Mahmud Marzuki II, Op.Cit. h. 151.
161
Peter Mahmud Marzuki, Loc.Cit.
162
Peter Mahmud Marzuki, Loc.Cit
94
manusia (hak azasi) dan hak yang ada pada manusia akibat adanya
manusia, bersifat tetap dan utama, tidak dapat dicabut dan tidak
163
Peter Mahmud Marzuki, Op.Cit. 153.
164
Theo Huijbers, II, Loc.Cit.
165
Muladi, Loc.Cit.
95
Hak asasi tidak perlu direbut sebab ada dan selalu ada,
Terhadap hak azasi hukum negara hanya boleh dan bahkan wajib
166
Subekti R., 1989, Pokok-Pokok Hukm Perdata, Intermasa, Jakarta, h.63.
167
Untuk lebih jelasnya dapat diberikan uraian lebih lanjut mengenai hak
kebendaan dan hak perorangan dimaksud. Hak kebendaan adalah hak untuk
memiliki atau menguasai suatu kebendaan, baik itu benda bergerak maupun benda
tidak bergerak, dan hak ini dapat dipertahankan pada setiap orang. Artinya bahwa
setiap orang harus mengakui, menghormati, dan mengindahkan hak milik itu,
karena hak milik itu merupakan sebagian dari hak mutlak/hak absolute. Sementara
hak perorangan adalah hak seseorang tertentu untuk menuntut suat u tagihan
terhadap seseorang tertentu (tidak setiap orang) dan hak ini hanya dapat
dipertahankan terhadap orang lain tertentu saja. Dengan demikian hak ini disebut
dengan hak tagih atau hak relatif/hak nisbi. Jadi hanya orang lain tertentu saja yang
harus mengakui, menghormati, dan mengindahkan hak tagih tersebut. Bachsan
Mustafa, Op.Cit, h. 41-42.
96
mengungkapkan;
168
Neni Sri Imaniyati, 2009, Hukum Bisnis Tentang Telaah Pelaku dan
Kegiatan Ekonomi, Graha Ilmu, Yogyakarta, h. 1
169
Sri Redjeki Hartono, 2000, Kapita Selekta Hukum Ekonomi, Mandar
Maju, Bandung, h. 70. (Selanjutnya disebut Sri Redjeki Hartono I).
170
Sri Redjeki Hartono, Pengembangan Koperasi Sebagai Pelaku
Ekonomi di Indonesia, Makalah disampaikan pada Seminar dan Lokakarya
“Pengembangan Hukum Nasional VIII”, Denpasar 14 -18 Juli 2013, h.1 (selanjutnya
disebut Sri Redjeki Hartono II), lihat juga Neni Sri Imaniyati, Op.Cit, h.4.
97
besar.
Kriteria
No. Uraian
Aset Omzet
2. Usaha Kecil > 50 Juta – 500 Juta > 300 juta – 2,5 Milyar
3. Usaha Menengah > 500 Juta – 10 Milyar > 2,5 Milyar – 50 Milyar
171
Suhardi et.al., 2012, Hukum Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah di Indonesia, Akademi, Jakarta Barat, h. 1.
172
Mohamad Ichsan, Mmengembalikan Laju Pertumbuhan Ekonomi
Dalam Jangka Panjang Menengah; Pesan Usaha Kecil dan Menengah, Jurnal
Analisis Sosial, vol.9 No.2 Agustus 2004, h.1.
173
Ibid.
100
ekonomi.
174
Kasmir, 2011, Kewirausahaan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.90
175
Wasis, 1986, Pengantar Ekonomi Perusahaan, Alumni, Bandung, h. 93.
101
dimaksud modal itu tidak hanya berupa uang saja, tetapi juga
176
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Repbulik Indonesia, 1990,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, h. 588.
177
Achmad Ichsan, 1986, Dunia Usaha Indonesia, PT. Pradnya Paramita,
Jakarta, h. 363
102
karena mereka sulit untuk mendapatkan modal uang atau barang. 179
178
Cara Mendapatkan Modal Untuk Usaha Kecil Menengah,
www.bisnisukm.com, diakses 20 Juni 2013.
179
Ibid.
103
180
Wasis, Op.Cit. h. 96.
104
Kredit
Perdagangan
Kredit
Jangka Pendek Bank
Kredit
Langganan
Kreditur
Kredit
Jangka Bank
Menengah
Leasing Ekstern
Obligasi
Jangka Panjang
Sumber Modal Hipotek
Partner
Penyertaan
Bank
Pemilik
Surplus
Cadangan
diantaranya adalah;
resources).182
usaha dan kegiatan terkait, baik yang ada didepan maupun yang
181
Bambang Sunaryo, 2013, Kebijakan Pembangunan Destinasi
Pariwisata Konsep dan Aplikasinya di Indonesia, Gava Media, Yogyakarta, h. 33.
182
Ibid, h. 35.
106
besar.
183
Muljadi A.J. 2012, Kepariwisataan dan Perjalanan, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, h. 51.
184
Usaha pendukung yang terkait erat dengan pengembangan pariwisata
meliputi; usaha peternakan, usaha pertanian, usaha perindustrian, usaha
perbankan, dan sebagainya. Yang termasuk dalam jasa pendukung ini adalah
fasilitas atau sarana penunjang yang dapat menunjang kebutuhan wisatawan bila
sewaktu-waktu diperlukan, sehingga dengan tersedianya sarana penunjang akan
lebih membantu memperlancar perjalanan. Yang termasuk komponen penunjang,
antara lain ; kantor pos dan telepon, kantor bank, penukaran uang, tempat
pelayanan kesehatan, keamanan, dan sebagainya. Ibid, h. 65.
107
dan potensi yang ada pada mereka, seperti misalnya usaha dibidang
sebagainya. 186
185
Lihat ketentuan pasal 14 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009
tentang Kepariwisataan.
186
Madiun I Nyoman, Op.Cit. h. 172.
108
187
Penguatan Usaha dan peningkatan kesempatan kerja dibidang kepariwisataan
pada masyarakat yang ada di sekitar destinasi, secara garis besar dapat dilakukan mela lui
berbagai strategi pengembangan sebagai berikut :
a. Meningkatkan permintaan terhadap fasilitas penunjang wisata (akomodasi, makan
minum, cinderamata, jasa wisata, dan sebagainya) di destinasi, sehingga pada giliran
berikutnya akan meningkatkan peluang bagi tumbuh dan berkembangnya kesempatan
kerja dan usaha masyarakat pada jenis-jenis fasilitas tersebut;
b. Mengembangkan produk-produk wisata baru bagi usaha ekonomi masyarakat setempat
dan bentuk jasa layanan lainnya (persewaan kendaraan wisata, usaha kerajinan, seni
pertunjukan, seni rupa dan seni sastra sebagai atraksi wisata, agro tourism dan produk-
produk wisata minat khusus lainya);
c. Meningkatkan permintaan pasar terhadap produk wisata lokal yang spesifik seperti:
produk yang dihasilkan desa setempat seperti: kuliner, lukisan, ukiran, batik serta seni
tradisional yang akan mendorong keberlanjutan atau kesinambungan adat tradisi
masyarakat lokal secara turun temurun;
d. Menggunakan tenaga kerja dan tenaga "ahli" lokal (misal: pemandu wisata, pelayan
restoran dan usaha cinderamata, karyawan hotel, dsbnya);
e. Membuka peluang dan pengembangan sumber dana bagi usaha perlindungan atau
konservasi sumber daya alam dan budaya di sekitar kawasan, serta
f. Menumbuhkan tingkat kesadaran masyarakat komunitas lokal terhadap nilai-nilai
lokalitas budaya dan keunikan alam yang bisa dimanfaatkan sebagai daya tarik dan
atraksi wisata
Bambang Sunaryo, Op.Cit, h. 229-230
109
kosong.
110
rumusan masalah pokok yang akan diteliti dalam penulisan disertasi ini,
yaitu; teori Sistem Hukum (Legal System Theory) yang didukung dengan
188
Romli Atmasasmita, Op.Cit, h. 12.
111
ilmiah.
disertasi ini. Penelitian itu sendiri merupakan suatu kegiatan ilmiah yang
dalam penelitian ini, maka dapat dilihat pada bagan dibawah ini;
189
Johnny Ibrahim II, Op.Ct. h.221.
190
Johnny Ibrahim I, Op.Cit, h. 26.
112
Peraturan Perundang-Undangan
Yang Mengatur UMKM
Landasan Teori
Teori Sistem Hukum
Teori Utilitarisme
Teori Hak dan HAM
Problematik Yuridis
(Problem Norma)
Tidak Adanya
Kepastian Hukum
Peraturan Perundang-
Undangan Yang Ada :
Belum Menjamin dapat
diwujudkannya Hak
UMKM Atas Akses Modal
Dibidang Usaha Pariwisata
114
Pemberdayaan UMKM
Dibidang Akses Modal
PERAN NEGARA
PARTISIPASI
(PEMERINTAH) DAN
LANDASAN TEORI MASYARAKAT
PEMERINTAH DAERAH
Teori Negara Peran Usaha Besar
Kesejahteraan Kemitraan
Peran Negara Teori Keadilan (Partnership)
Pembentukan Hukum Teori Stakeholders CSR
Teori Hukum Progresif
Peran Pemerintah Daerah Konsep Law as a Tool Peran Lembaga
Penjaminan Kredit of Social Engineering Pembiayaan
Modal Ventura
Factoring
KONSEP
Pemberdayaan UMKM
Berbasis Partisipasi
Masyarakat
(A Community Based
Empowerment Micro, and
Small Medium Enterprises)
UU Kepariwisataan dan
Peraturan Perundang-
Undangan Lainnya