PENDAHULUAN
Varikokel lebih sering terdeteksi pada populasi pria infertil dibandingkan dengan pria
fertil. Adanya varikokel telah dikaitkan dengan kegagalan fungsi testis, sering menyebabkan
kelainan pada parameter semen. Varikokel umum dijumpai pada anak remaja dan pria
dewasa, terdiagnosis pada 20-40% pasien infertil.
Tetis mendapat darah dari beberapa cabang arteri, yaitu arteri spermatika
interna yang merupakan cabang dari aorta, arteri diferensialis cabang dari arteri
vesikalis inferior, dan arteri kremasterika cabang dari arteri epigastrika. Pembuluh
darah yang meninggalkan testis akan bekumpul membentuk pleksus pampiniformis.
Pada beberapa orang, pleksus ini mengalami dilatasi yang kemudian dikenal sebagai
varikokel.1,2
Sekitar 98% varikokel terjadi pada sisi kiri karena aliran balik di dalam vena
spermatika interna bertanggung jawab terhadap terjadinya dilatasi dan berkeloknya
vena, perbedaan dalam konfigurasi vena spermatika interna kiri dan kanan, serta
perkembangan embriologisnya berhubungan dengan predominannya varikokel pada
sisi kiri. Vena testikular sinistra masuk ke vena renalis sinistra, sedangkan vena
spermatika interna dextra masuk ke vena kava inferior secara oblique (kira-kira 30º).
Sudut ini, bersamaan dengan tingginya aliran vena kava inferior diperkirakan dapat
meningkatkan drainase pada sisi kanan (Venturi Effect) Insersi vena renalis sinistra 8-
10 cm lebih kranial dari insersi vena spermatika interna dextra. Oleh karena itu, vena
spermatika interna kiri mempunyai tekanan 8-10 cm lebih besar, sehingga aliran darah
relatif lebih lambat. Vena renalis sinistra juga dapat terkompres di daerah proksimal
di antara arteri mesenterika superior dan aorta, distalnya diantara arteri iliaka komunis
dan vena. Fenomena nutcracker ini dapat meningkatkan tekanan vena testikular
sinistra. 3
Gambar 2. Pembuluh darah testis1
B. Definisi
Varikokel adalah pelebaran atau dilatasi pembuluh darah vena yang abnormal
dari pleksus pampiniformis di daerah funikulus spermatikus dan di testis/ epididimis
akibat gangguan aliran darah balik vena spermatika interna.
Gambar 3. Varikokel
C. Epidemiologi
Varikokel terdeteksi lebih sering pada populasi pria infertil (40%)
dibandingkan pria fertil (15%). Sebagian besar varikokel terdeteksi setelah pubertas
dan prevalensi pada pria dewasa sekitar 11-15%. Pada 80-90% kasus, varikokel hanya
terdapat pada sebelah kiri, varikokel dapat bilateral hingga 20% kasus, meskipun
dilatasi sebelah kanan biasanya lebih kecil. Varikokel unilateral sebelah kanan sangat
jarang terjadi.2,5
Varikokel pada remaja pria pernah dilaporkan sekitar 15% kasus. Meskipun
varikokel pernah dilaporkan pada pria sebelum remaja, varikokel jarang pada
kelompok usia ini. Pada suatu penelitian yang dilakukan Oster pada tahun 1971 pada
1072 anak sekolah laki-laki di Denmark, tidak ditemui adanya varikokel pada 188
anak laki-laki yang berusia 6 sampai 9 tahun. Insidensi varikokel pada anak yang
lebih tua (usia 10-25 tahun) bervariasi antara 9% sampai 25,8% dengan suatu rerata
16,3%.2,5
Varikokel ekstratestikular merupakan kelainan yang diketahui umum terjadi,
dimana terdapat pada 15% sampai 20% pria. Varikokel intratestikular sebaliknya
suatu kelainan yang jarang dan sesuatu yang relatif baru dimana dilaporkan kurang
dari 2%. Kemungkinan varikokel intratestikular merupakan bagian dari varikokel
ekstratestikular ipsilateral.2,5
D. Klasifikasi
E. Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab varikokel,
tetapi dari pengamatan membuktikan bahwa varikokel sebelah kiri lebih sering
dijumpai daripada sebelah kanan (varikokel sebelah kiri 70-93%). Hal ini disebabkan
karena vena spermatika interna kiri bermuara pada vena renalis kiri dengan arah tegak
lurus, sedangkan yang kanan bermuara pada vena kava dengan arah miring. Selain itu,
vena spermatika interna kiri lebih panjang dari pada yang kanan dan katupnya lebih
sedikit dan inkompeten.
Jika terdapat varikokel sebelah kanan atau varikokel bilateral patut dicurigai
adanya kelainan pada rongga peritonial (terdapat obstruksi vena karena tumor), atau
pada muara vena spermatika kanan pada vena renalis kanan. Etiologi varikokel secara
umum:
1. Dilatasi atau hilangnya mekanisme pompa otot atau kurangnya struktur
penunjang/atrofi otot kremaster, kelemahan kongenital, proses degeneratif
pleksus pampiniformis.
2. Hipertensi v. renalis atau penurunan aliran ginjal ke vena kava inferior.
3. Turbulensi dari v. supra renalis ke dalam juxta v. renalis internus kiri berlawanan
dengan ke dalam v. spermatika interna kiri.
4. Tekanan segment iliaka (oleh feses) pada pangkal v. spermatika.
5. Tekanan v. spermatika interna meningkat karena letak sudut turun v. renalis 90
derajat.
6. Sekunder : tumor retroperitoneal, trombus v. renalis, hidronefrosis.
a. Etiologi Anatomi
Pada tahun 1966, Ahlberg menjelaskan bahwa pembuluh testis berisi katup
yang protektif terhadap varikokel, namun terdapat kekurangan atau ketidakmampuan
pada sisi kiri yang menyebabkan terjadinya varikokel. Untuk mendudung gagasan ini,
ia menemukan tidak adanya/hilangnya katup pada 40% postmortem vena spermatika
kiri dibandingkan dengan 23% hilangnya pada sisi kanan. Namun dari studi radiologi
terbaru yang dilakukan oleh Braedel dkk menemukan bahwa 26.2% pasien dengan
katup yang kompeten tetap ditemukan varikokel. Beberapa anatomis kini bahkan
menjelaskan bahwa sebenarnya tidak terdapat katup baik pada vena spermatika sisi
kanan maupun kiri. (Schneck,2007) 5
Terdapat beberapa etiologi varikokel ekstratestikular seperti refluks
renospermatik, insufisiensi katup vena spermatika interna, refluks ileospermatik,
neoplastik, atau penyakit retroperitoneal lainnya, dan pembedahan sebelumnya pada
regio inguinal dan skrotum. Varikokel intratestikular sering dihubungkan dengan
atrofi testikular ipsilateral terkait kelainan parenkimal, tetapi apakah varikokel
intratestikular merupakan suatu penyebab atau akibat dari atrofi testikular tetap belum
jelas. Varikokel intratestikular biasanya, tetapi tak selalu, terjadi berkaitan dengan
suatu varikokel ekstratestikular ipsilateral.
F. Patofisiologi
Varikokel dapat menimbulkan gangguan proses spermatogenesis melalui beberapa
cara, antara lain:
1) Terjadi aliran darah balik pada sirkulasi testis sehingga testis mengalami hipoksia
karena kekurangan oksigen.
2) Refluks hasil metabolit ginjal dan adrenal (antara lain katekolamin dan
prostaglandin) melalui vena spermatika interna ke testis.
3) Peningkatan suhu testis.
4) Adanya anastomosis antara pleksus pampiniformis kiri dan kanan,
memungkinkan zat-zat hasil metabolit tadi dapat dialirkan dari testis kiri ke testis
kanan sehingga menyebabkan gangguan spermatogenesis testis kanan dan pada
akhirnya terjadi infertilitas.
Beberapa mekanisme telah menjadi hipotesa untuk menjelaskan fenomena dari
subfertilitas yang ditemukan pada pria dengan varikokel unilateral atau bilateral,
termasuk peningkatan suhu skrotal yang menyebabkan disfungsi gonadal bilateral,
refluks renal, metabolit adrenal dari vena renalis, hipoksia, dan akumulasi
gonadotoksin.
1) Disfungsi Bilateral
Penyebab disfungsi testikular bilateral sampai saat ini masih dalam studi. Aliran
darah retrograd sisi kanan didapatkan pada pria dengan varikokel sisi kiri dan
menjadi mekanisme yang memungkinkan. Zorgniotti dan MacLeod membuat
hipotesa pada era tahun 1970an, dengan data yang disebutkan pada pria dengan
oligosperma dan varikokel memiliki temperarur intraskrotal 0.60C lebih tinggi
dibandingkan pada pasien dengan oligosperma tanpa varikokel. Saypol dkk dan
Green dkk keduanya mendeskripsikan peningkatan aliran darah testikular
bilateral dan peningkatan temperatur pada eksperimen dengan binatang yang
dibuat varikokel artifisial unilateral. Sebagai tambahan, dilakukan perbaikan dari
varikokel tersebut dengan hasil normalisasi dari aliran dan temperatur. Setelah
itu, peneliti mendemonstrasikan bahwa aktivitas DNA polimerase dan enzim
DNA rekombinan pada sel germ sensitif terhadap temperatur, dengan suhu
optimal kira- kira 330C. Temperatur optimal untuk sintesis protein pada spermatid
kira-kira 340C. Proliferasi sel germ mungkin dipengaruhi dari peningkatan suhu
dari varikokel akibat inhibisi 1 atau lebih dari enzim-enzim yang penting. Trauma
hipertermi konsisten dengan penurunan jumlah spermatogonal akibat adanya
apoptosis yang ditemukan dari biopsi sampel pasien dengan varikokel.
2) Refluks dari Metabolit Vasoaktif
Karena adrenal kiri dan vena gonadal menuju ke proksimitas terdekat satu
sama lain dari vena renalis, MacLeod menyebutkan bahwa derivate-derivat dari
ginjal atau adrenal dapat menuju ke vena gonad. Jika metabolit ini bersifat
vasoaktif (mis: prostaglandin), maka dapat menjadi berbahaya pada fungsi testis.
Hasil dari beberapa studi tidak mensuport teori ini, tetapi peningkatan jumlah
norepinefrin, prostaglandin E dan F, adrenomedulin (vasodilator poten)
ditemukan pada vena spermatika pria dengan varikokel. Metabolit lainnya seperti
renin, dehidroepiandrosteron, atau kortisol tidak ditemukan. Beberapa penulis
menyebutkan dengan adanya metabolit, refluks tidak mengubah/mempengaruhi
spermatogenesis. 2,5,7
3) Hipoksia
Menurut Shafik dan Bedeir, perbedaan gradien tekanan dan gradien oksigen
antara vena renalis dan gonadal dapat menyebabkan hipoksia diantara vena
gonadal. Dua teori hipoksia lainnya yaitu: peningkatan tekanan vena dengan
olahraga dapat menyebabkan hipoksia, dan stasis dari darah menyebabkan
penurunan tekanan oksigen. Menurut Tanji dkk, pria dengan varikokel memiliki
atrophy pattern muskulus kremaster dari studi histokimia. Disamping penemuan
ini, tidak ada perbedaan yang signifikan diantara kontrol dan tekanan gas oksigen,
yang dilakukan percobaan pada binatang.
4) Gonadotoksin
Beberapa studi telah mendemonstrasikan bahwa pria yang merokok memiliki
efek samping yang lebih tinggi dibandingkan yang tidak merokok. Perokok
setidaknya memiliki insiden 2 kali lebih tinggi untuk terkena varikokel, dan yang
telah memiliki varikokel setidaknya 10 kali terjadi peningkatan insiden
oligospermia jika dibandingkan dengan pria varikokel yang tidak merokok.
Nikotin memiliki implikasi sebagai kofaktor pada patogenesis varikokel.
Cadmium, gonadotoksin yang mudah dikenal sebagai penyebab apoptosis,
ditemukan secara signifikan lebih tinggi pada konsentrasi testikular pria dengan
varikokel dan penurunan spermatogenesis daripada pria dengan varikokel dan
spermatogenesis normal.
G. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis varikokel diperlukan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang yang cermat dan teliti. Pasien dengan varikokel
biasanya datang dengan keluhan belum punya anak setelah beberapa tahun menikah,
atau kadang-kadang mengeluh adanya benjolan di atas testis yang terasa nyeri.
1) Anamnesis dan Gejala Klinis
Pada anamnesis untuk pemeriksaan dasar kelainan skrotum, dapat ditemukan
jika kelainan tidak terbatas di sebelah proksimal, biasanya merupakan hernia
inguinalis, sedangkan bila kelainan terbatas di sebelah atas, kemungkinan besar
terjadi kelainan pada skrotum. Jika kelainan bersifat kistik kadang tidak
menunjukkan fluktuasi, sedangkan apabila kelainan bersifat padat berupa tumor
kecil yang lunak sekali dapat menunjukkan fluktuasi. Yang menentukan dalam hal
ini adalah pemeriksaan transluminasi karena cairan jernih selalu bersifat tembus
cahaya.
Anamnesis mengenai struktur anatomi juga harus dilakukan sambil melakukan
palpasi. Skrotum terdiri atas kulit yang membentuk kantung yang mengandung
funikulus spermatikus, epididimis dan testis. Pada spermatogenesis testis
membutuhkan suhu yang lebih rendah dibandingkan suhu tubuh. Kulit skrotum
sangat tipis tanpa jaringan lemak di subkutis, yaitu lapisan isolasi suhu. Anulus
inguinalis selalu dapat diraba di dinding perut bagian bawah. Funikulus
spermatikus dapat ditentukan karena keluar dari annulus inguinalis eksternus. Akan
lebih baik jika pemeriksaan funikulus bilateral sekaligus untuk membandingkan
kiri dan kanan. Di dalam funikulus dapat diraba vas deferens karena sebagian besar
dindingnya terdiri atas otot. Pada anak, prosesus vaginalis di dalam funikulus
mungkin teraba seperti lapisan sutra, yang mungkin merupakan hernia inguinalis.
Pada varikokel, pembuluh arteri dan vena serta m.kremaster yang dapat diraba oleh
karena bendungan pleksus pampiniformis.
Biasanya pasien datang dengan keluhan belum memiliki anak setelah beberapa
tahun menikah, mengeluh adanya benjolan di atas testis, bengkak dan nyeri yang
diperkirakan berhubungan dengan peregangan tunika albuginea, rasa tak nyaman di
skrotum, seperti berat atau rasa nyeri setelah berdiri sepanjang hari. Varikokel pada
remaja biasanya asimptomatik dan untuk itu diagnosis khususnya diperoleh saat
pemeriksaan fisik rutin. Varikokel ekstratestikular secara klinis berupa teraba
benjolan asimptomatik, dengan nyeri skrotal atau hanya menyebabkan infertilitas
dengan perjalanan subklinis. Secara klinis varikokel intratestikular dapat memiliki
gejala seperti varikokel ekstratestikuler. 3,6,9
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada pasien dalam posisi berdiri dan supinasi.
Inspeksi pada posisi berdiri untuk melihat adanya dilatasi vena. Struktur yang
pertama kali dilihat adalah skrotum, apakah terdapat distensi kebiruan dari dilatasi
vena. Jika tidak dapat terlihat, maka pemeriksaan dilakukan dengan cara palpasi,
dengan atau tanpa manuver valsava. Pada varikokel dapat teraba adanya
pembesaran skrotum seperti meraba cacing di dalam kantong (bag of worms).
Namun pada beberapa kasus didapatkan adanya asimetri atau penebalan dinding
vena. Pemeriksaan berikutnya dilakukan pada pasien dalam posisi supinasi untuk
membedakan antara varikokel dengan lipoma of cord. Pada lipoma of cord
penebalan ditemukan pada posisi berdiri, tetapi tidak hilang dalam posisi
berbaring. 3,6,9
Gambar 6. Orchidometer 10
Terkadang sangat sulit untuk menentukan bentuk varikokel secara klinis, atau
sering disebut juga varikokel subklinis. Oleh karena itu pemeriksaan secara
auskultasi menggunakan stetoskop Doppler dapat membantu untuk mendeteksi
adanya peningkatan aliran darah pada pleksus pampiniformis.9
3) Pemeriksaan Penunjang
Untuk membantu menunjang diagnosis varikokel, dapat menggunakan
beberapa modalitas, antara lain:
a) Angiografi/ Venografi
Venografi merupakan modalitas yang paling sering digunakan untuk
mendeteksi varikokel yang kecil ataupun subklinis. Dengan menggunakan
venografi dapat ditemukan refluks darah vena abnormal di daerah retrograde
menuju ke vena spermatika interna dan pleksus pampiniformis. Pemeriksaan
venografi bersifat invasif. Oleh karena itu hanya digunakan pada pasien yang
simptomatik untuk menentukan anatomi dari vena. Pada pemeriksaan dengan
menggunakan venografi dapat terjadi positif/negatif palsu oleh karena vena
testikular seringkali spasme dan terkadang terjadi opasifikasi dari vena dengan
kontras medium sehingga sulit dinilai. Selebihnya, masalah dapat diatasi
dengan menggunakan kanul menuju vena testikular dextra.11
Gambar 7. Venogram testikular sinistra 11
b) Ultrasonografi
Ultrasonografi (USG) merupakan pilihan pemeriksaan non-invasif yang paling
akurat. Temuan varikokel pada ultrasonografi, antara lain: 11
- Struktur anekoik karena terpelintirnya tubular yang letaknya berdekatan
dengan testis
- Varikokel dapat berukuran kecil hingga sangat besar dengan pembesaran
pembuluh darah berdiameter ± 8 mm
- Pasien dengan posisi berdiri tegak, diameter dari vena dominan pada
kanalis inguinalis yaitu lebih dari 2.5 mm, dan saat manuver valsava
meningkat 1 mm.
- Varikokel dapat ditemukan di medial, lateral, anterior, posterior ataupun
inferior dari testis
- USG Doppler dapat digunakan untuk menentukan grade refluks vena
Pada USG juga dapat terjadi positif/negatif palsu karena kista epidermoid dan
spermatokel memberikan gambaran seperti varikokel. Jika meragukan, USG
Doppler berwarna dapat digunakan untuk diagnosis.
Gambar 8 atas. Longitudinal Sonogram menunjukkan gambaran beberapa anechoic tubes.
Gambar 8 bawah. USG Doppler berwarna pada pasien yang sama menunjukkan gambaran
aliran dua arah di dalam anechoic tubes 11
c) MRI
Pada MRI, varikokel tampak sebagai suatu massa dari dilatasi, serpiginosa
pembuluh darah, biasanya berdekatan dengan kaput epididimis. Spermatic
canal melebar, dan intraskrotal spermatic cord atau pleksus pampiniformis
prominen. Spermatic cord memiliki intensitas signal heterogen. Spermatic
cord memuat struktur serpiginosa dengan intensitas signal tinggi. Peranan
MRI dalam diagnosis varikokel belum terbukti.
d) CT-Scan
CT scan dapat menunjukkan gambaran vena – vena serpiginosa berdilatasi
menyangat
Gambar 9. Varikokel Bilateral. Gambaran menunjukkan pembuluh darah yang
berdilatasi dan berliku-liku 11
e) Analisis Semen
Kelainan analisis semen berupa oligozoospermia, asthenozoospermia
dapat disebabkan oleh varikokel. Mac Leod pada tahun 1965 pertama kali
mengemukakan trias oligospermia, penurunan motilitas sperma, dan
peningkatan persentase sel-sel sperma immatur merupakan karakteristik
semen yang khas pada pria infertil dengan varikokel. Koreksi varikokel sering
menghasilkan peningkatan kualitas semen, beberapa penelitian
menghubungkan ukuran dengan efektivitas tatalaksana pembedahan varikokel.
H. Tatalaksana
Masih terjadi silang pendapat di antara para ahli tentang perlu tidaknya
melakukan operasi pada varikokel. Di antara mereka berpendapat bahwa varikokel
yang telah menimbulkan gangguan fertilitas atau gangguan spermatogenesis
merupakan indikasi untuk mendapatkan suatu terapi. Indikasi Tindakan Operasi
Kebanyakan pasien penderita varikokel tidak selalu berhubungan dengan infertilitas,
penurunan volume testikular, dan nyeri, untuk itu tidak selalu dilakukan tindakan
operasi. Varikokel secara klinis pada pasien dengan parameter semen yang abnormal
harus dioperasi dengan tujuan mengembalikan proses yang progresif dan penurunan
fungsi testis. Untuk varikokel subklinis pada pria dengan faktor infertilitas tidak ada
keuntungan dilakukan tindakan operasi. Varikokel terkait dengan atrofi testikular
ipsilateral atau dengan nyeri ipsilateral testis yang makin memburuk setiap hari, harus
dilakukan operasi segera. Ligasi varikokel pada remaja dengan atrofi testikular
ipsilateral memberi hasil peningkatan volume testis, untuk itu tindakan operasi sangat
direkomendasikan pada pria golongan usia ini. Remaja dengan varikokel grade I – II
tanpa atrofi dilakukan pemeriksaan tahunan untuk melihat pertumbuhan testis, jika
didapatkan testis yang menghilang pada sisi varikokel, maka disarankan untuk
dilakukan varikokelektomi.
Terdapat beberapa pedoman dimana suatu varikokel sebaiknya dikoreksi karena:
1) pembedahan berpotensi mengubah suatu keadaan patologis;
2) pembedahan meningkatkan sebagian besar parameter semen;
3) pembedahan memungkinkan meningkatnya fertilitas;
4) resiko terapi kecil.
Teknik Operasi
Ligasi dari vena spermatika interna dapat dilakukan dengan berbagai teknik. Teknik
yang paling pertama dilakukan dengan memasang clamp eksternal pada vena lewat
kulit skrotum. Operasi ligasi varikokel termasuk retroperitoneal, inguinal atau
subinguinal, laparoskopik, dan microkroskopik varikokelektomi.
c. Teknik Laparoskopik
Pada kerusakan testis yang belum parah, evaluasi pascabedah vasoligasi tinggi dari
Palomo didapatkan 80% terjadi perbaikan volume testis, 60-80% terjadi perbaikan
analisis semen, dan 50% pasangan menjadi hamil.
I. Komplikasi
Beberapa komplikasi dari varikokel diantaranya kenaikan temperatur testis,
jumlah sperma rendah dan infertilitas pria. Hambatan aliran darah, suatu varikokel
dapat membuat temperatur lokal terlalu tinggi, mempengaruhi pembentukan dan
motilitas sperma. Terdapat bukti yang baik dimana lamanya varikokel menyebabkan
efek merugikan yang progresif pada testis. Chehval dan Porcell pada tahun 1992
melakukan analisis semen pada 13 pria dengan varikokel dan kemudian mengevaluasi
kembali semen pria tersebut 9 sampai 96 bulan kemudian. Hasilnya menunjukkan
suatu kemerosotan pada follow up analisis semen mereka. Potensi komplikasi dari
tatalaksana varikokel jarang terjadi dan komplikasi biasanya ringan. Semua
pendekatan pembedahan varikokel berkaitan dengan suatu resiko kecil seperti infeksi
luka, hidrokel, varikokel berulang dan jarang terjadi yaitu atrofi testis. Potensi
komplikasi dari insisi inguinal karena tatalaksana varikokel mencakup mati rasa
skrotal dan nyeri berkepanjangan.
J. Kesimpulan
Varikokel adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis
akibat gangguan aliran darah balik vena spermatika interna. Kelainan ini terdapat
pada 15% pria. Varikokel merupakan salah satu penyebab infertilitas pada pria; dan
didapatkan 21-41% pria yang steril menderita varikokel.
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab varikokel,
tetapi dari pengamatan membuktikan bahwa varikokel sebelah kiri lebih sering
dijumpai daripada sebelah kanan (varikokel sebelah kiri 70–93 %). Hal ini disebabkan
karena vena spermatika interna kiri bermuara pada vena renalis kiri dengan arah tegak
lurus, sedangkan yang kanan bermuara pada vena kava dengan arah miring. Di
samping itu vena spermatika interna kiri lebih panjang daripada yang kanan dan
katupnya lebih sedikit dan inkompeten. Pemeriksaan radiologi penunjang untuk
varikokel dapat berupa angiografi/venografi, USG, MRI, CT Scan, analisis semen.
Ultrasonografi merupakan pemeriksaan terpilih untuk menginvstigasi adanya
varikokel, dan merupakan teknik pemeriksaan yang paling akurat noninvasif. Dengan
menggunakan diameter sebagai kriteria dilatasi vena, Hamm et al ultrasonografi
memiliki sensitivitas 92.2 % dan spesifisitas 100%, serta akurasi 92,7 %. Indikasi dari
dilakukannya operasi varikokel adalah varikokel yang simptomatis dan dengan
komplikasi.
BAB III
LAPORAN KASUS
1. Identitas
Nama : TN D
Umur : 48 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jempong
2. Anamnesis (Autoanamnesis)
a. Keluhan utama : benjolan pada buah zakar kanan
d. Riwayat Kebiasaan
Merokok (-), Alkohol (-)
3. Pemeriksaan Fisik
Status generalis
Nadi : 84 x/menit
RR : 20 x/ menit
S : 37,0°C
Thoraks :
Abdomen
Perkusi : timpani
Status Urologis
Palpasi : teraba pelebaran vena pampiniformis pada kantong zakar kiri dengan ukuran ± 3x2
cm, permukaan tidak rata, mobile, nyeri (+), konsistensi kenyal lunak
4. Pemeriksaan Penunjang
Lab Darah :
- Hb : 14,5 g/dl
- Ht : 45,6 vol %
- Leukosit : 7130 /µl
- Trombosit : 209.000/ µl
- MCH : 26,6
- MCHC : 34,3
- MCV : 89
GDS : 96 mg/dl
CT : 6 menit 20 detik
BT : 2 menit 36 detik
Pulmo : Vascular marking normal. Tidak tampak infiltrat, perselubungan, nodul, atau cavitas
pada paru kanan dan kiri. Tidak tampak pembesaran KGB.
Kesan:- Normal
5. Diagnosis banding
a. Varikokel
b. Torsio testis
6. Diagnosis kerja
Varikokel dextra
7. Penatalaksanaan
PEMBAHASAN
Pada pemeriksaan fisik didapatkan, keadaan umum sedang, kesadaran compos mentis.
Pada pemeriksaan tanda vital, tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 84 x/menit, respirasi 20
x/menit, suhu badan 37,0 ᴼC. Pada inspeksi Regio scrotalis sinistra tampak massa (pembuluh
darah) melingkar, pada palpasi teraba benjolan pada kantong zakar kiri dengan ukuran ± 3x2
cm, permukaan tidak rata, mobile, nyeri (+), konsistensi kenyal lunak. Yang mana sesuai
dengan kepustakann yaitu peninggian tekanan di dalam pleksus pampiniformis dapat diraba
sebagai struktur yang terdiri atas varises pleksus pampiniformis yang memberikan kesan
terlihat dan teraba seperti kumpulan cacing. Permukaan testis normal licin tanpa tonjolan
dengan konsistensi elastis. Tekanan pada testis dirasakan oleh setiap orang yang diperiksa
sebagai sensasi yang khas yang menentukan struktur organ testis. Epididimitis atau
kebengkakan epidedimis lain, hidrokel, atau tumor testis tidak memberikan sensasi khas
itu.2,3,4
Secara khas gambarannya mirip dengan kantong yang penuh cacing pada skrotum.
Keadaan akut varikokel pada penderita berusia di atas 40 tahun mungkin berhubungan
dengan invasi dari tumor ginjal, namun pada pasien ini dengan umur 21 tahun, kemungkinan
tersebut disingkirkan. 3,5
Varikokel merupakan suatu kelainan dilatasi dari vena pada pleksus pampiniformis.
Varikokel dipertimbangkan menjadi suatu penyebab potensial infertilitas pria. Varikokel
ekstratestikular merupakan kelainan yang umum terjadi, sebaliknya varikokel intratestikular
merupakan kelainan yang jarang.1,2,3
1. Williams RD, Christoper SC, Donovan JF, Way LW, Doherty GM. Current Surgical
Diagnosis and Treatment. The McGraw-Hill Companies, Inc. India; 2003. p. 1079.
2. Purnomo BB. Dasar-Dasar Urologi. Sagung Seto; 2009. p. 142-145.
3. Forrest APM, Carter DC, Macleod IB. Principles and Practice of Surgery. Churchill
Livingstone; 1995. p. 552.
4. Sjamsuhidajat R, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 1997.p. 1079-1081.
5. Kumanov P, Robeva RN, Tomova A. Adolescent Varicocele: Who Is at Risk.
PEDIATRICS 2008; 121: e53-e57.
6. Ayan SC, Shavakhabov S, KadioGlu A. Treatment of Palpable Varicocele in Infertile
Men: A Meta-analysis to define the Best Technique. J Androl 2009; 30:33–40.
7. Beddy P, Geoghegan T, Browne RF, Torreggiani WC. Review Testicular Varicoceles.
Clinical Radiology 2005; 60:1248–1255.
8. Irvine DS. Epidemiology and Aetiology of Male Infertility. European Society for
Human Reproduction & Embryology Human Reproduction 1998; 13: 33-44.
9. Redmon JB, Carey P, Pryor JL. Varicocele-The Most Common Cause of Male Factor
Infertility. Human epoduction Update 2002:8: 53-58.
10. Elmore JM, Cendron M. Varicocele in Adolescents. 2012. Available on
http://emedicine.medscape.com/article/1016840-overview#a0104
11. Mirilas P, Mentessidou A. Microsurgical Subinguinal Varicocelectomy in Children,
Adolescents, and Adults: Surgical Anatomy and Anatomically justified Technique.
Journal of Andrology 2012; 33: 338-349.
12. Gat Y, Zukerman Z, Chakraborty J, Gornish M. Varicocele, Hypoxia, and Male
Infertility. Fluid Mechanics Analysis of the Impaired Testicular Venoous Drainage
System. Human Reproduction 2005;20: 2614–2619.