di 1-2
Komitmen Lima Kementerian untuk
3
Menyambut PP Otoritas Veteriner:
Peluang dan Tantangan Kesehatan
4-5
Bersiaga Melawan
edisi
Kolaborasi One Health Hewan “Superbugs”di Peternakan
6-7 8-9 10
ini
CineFAO21: Cara Menyenangkan
Penghargaan untuk Kementerian Belajar EIDs dan Zoonosis
Pertanian dan ECTAD Indonesia di Peringatan Hari Rabies Sedunia
Kongres One Health 2016 di Bali: “Edukasi, Vaksinasi dan
Edisi #02 Misi ATLASS: Indonesia Bersiap untuk Eradikasi” snapshot!
Des ‘16-Mar ‘17 Surveilans Resistensi Antimikroba Sorot Media Ucapan Terima Kasih
Diskusi Panel One Health-AMR oleh pejabat dari Kementan, Kemenkes, KKP, Kemenko PMK, dan perwakilan
Indonesia One Health University Network (INDOHUN). Jakarta, 16 Maret 2017. (© FAO/B.Anderson)
1
pulse Emergency Centre for Transboundary Animal Diseases Indonesia Edisi #02 Des ‘16-Mar ‘17
Health untuk menangani ancaman- perangkat penilaian kesehatan lainnya, “FAO sepenuhnya berkomitmen pada
ancaman kesehatan. Rencana Aksi Nasional serta memberikan rekomendasi- pendekatan One Health dan saat ini sedang
untuk AMR ini secara teknis dipimpin oleh rekomendasi untuk rencana-rencana mengembangkan inisiatif One Health di
Kementerian Kesehatan, namun dengan aksi nasional strategis Pemerintah tingkat regional; memperluas cakupan
mengintegrasikan masukan-masukan dari Republik Indonesia, termasuk isu-isu penanganannya [menjadi tidak hanya pada]
Kementerian Pertanian, Kementerian yang terkait dengan pendanaan yang penyakit zoonosis endemik dan emerging,
Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan berkelanjutan; AMR dan isu keamanan makanan, tapi
Kementerian Kelautan dan Perikanan,” juga mencoba menemukan cara-cara
tambah Naalih. 5. Mendukung dan meningkatkan terbaik untuk mengatasi keterkaitan antara
koordinasi One Health di antara hewan, tumbuhan, dan lingkungan dengan
Asisten Direktur-Jenderal FAO Kundhavi kementerian, lembaga, dan di seluruh kesehatan dan kesejahteraan manusia,
Kadiresan, yang hadir pada acara tingkatan administratif pemerintahan serta perdagangan,” tutur Kadiresan.
tersebut, mengatakan bahwa kehadiran pusat dan daerah, dengan fokus
berbagai kementerian pada acara tersebut khusus pada koordinasi sektor Sejak 2016, FAO Emergency Centre for
“mengindikasikan komitmen Pemerintah manusia-hewan di area penyakit Transboundary Animal Diseases (ECTAD)
Indonesia tak hanya untuk mengatasi zoonosis dan pandemik; Indonesia berkolaborasi dengan Direktorat
resistensi antimikroba, namun juga 6. Mendukung dan meningkatkan Jenderal Peternakan dan Kesehatan
mengatasinya dengan cara One Health.” koordinasi One Health dengan negara- Hewan, Kementerian Pertanian, untuk
negara lain, serta badan-badan dan melaksanakan kegiatan One Health di
Menggunakan pendekatan One Health, mitra-mitra kerja internasional yang bawah Program Emerging Pandemic Threats
kelima kementerian tersebut berkomitmen tergabung dalam Global Health Security Phase Two (EPT-2), yang didanai oleh
untuk bekerja secara bersama-sama untuk: Agenda, dengan fokus khusus pada USAID.
1. Melaksanakan pemetaan risiko koordinasi sektor manusia-hewan di
kesehatan berbasis One Health sebagai Sembilan Paket Aksi (Action Packages), Brian McFeeters, Wakil Duta Besar
landasan informasi bagi arah program termasuk di antaranya penyakit- Amerika Serikat untuk Indonesia,
dan upaya sinergi di dalam satu penyakit zoonosis, penguatan sistem mengatakan bahwa Komitmen Bersama
kementerian dan lintas kementerian; laboratorium, resistensi antimikroba, tersebut merupakan tonggak penting,
surveilans real-time, biosafety dan dan mengucapkan selamat untuk
2. Menangani ancaman besar AMR biosekuriti, serta peningkatan kepemimpinan Indonesia dalam Rencana
di Indonesia dan permasalahan kapasitas tenaga kerja; Aksi Nasional AMR.
penggunaan antimikroba yang tidak
tepat pada manusia dan dalam 7. Meningkatkan kegiatan berbagi “Rencana Aksi AMR Indonesia, yang akan
produksi pangan, yakni melalui informasi pada semua tingkatan di diserahkan kepada Majelis Kesehatan
penguatan struktur peraturan hukum bidang teknis untuk mempromosikan Dunia pada Mei ini, tidak hanya merupakan
dan komitmen anggaran serta sumber transparansi pelaporan dan berbagi langkah yang jelas dan penting untuk
daya manusia yang mencukupi untuk data antar sektor, dengan tujuan menunjukkan pentingnya kerjasama multi-
melaksanakan program-program mencegah terjadinya masalah- sektoral, tetapi juga menjadi model bagi
pengendalian AMR nasional; masalah kesehatan masyarakat yang negara-negara lain yang bergulat dengan
menjadi perhatian dan kekhawatiran berbagai masalah sama,” kata McFeeters
3. Meningkatkan kesadaran dan internasional.
komunikasi tentang pentingnya dalam pidatonya.
penyakit zoonosis dan One
Health, serta relevansinya, kepada
masyarakat, para pembuat kebijakan Selamat dan Sukses
dan keputusan, termasuk pihak-pihak
terkait lainnya di luar kementerian FAO Indonesia mengucapkan selamat atas dilantiknya
teknis dan koordinasi, serta drh. I Ketut Diarmita, M.P. sebagai Direktur Jenderal Peternakan
Kementerian Keuangan, Kementerian dan Kesehatan Hewan, dan drh. Fadjar Sumping Tjatur Rasa, Ph.D.
Perencanaan Pembangunan Nasional sebagai Direktur Kesehatan Hewan. Semoga sukses mengemban
(Bappenas), Kementerian Dalam jabatan yang baru, dan semoga kerjasama kita akan semakin
Negeri, Kementerian Luar Negeri, meningkat dan produktif.
Kementerian Komunikasi dan
Informatika;
4. Memperjelas, membina dan
mengintegrasikan keterkaitan-
keterkaitan One Health dalam kerangka
International Health Regulations (IHR),
Joint External Evaluation (JEE) dan
Perwakilan FAO untuk Indonesia dan Timor-Leste Mark Smulders (delapan dari kiri) dan Asisten Direktur-Jenderal FAO Kundhavi Kadiresan (sembilan dari kiri) bersama para
perwakilan dari Kementan, Kemenkes, KKP, Kemenko PMK, Indonesia One Health University Network (INDOHUN) dan Kedutaan Amerika. Jakarta, 16 Maret 2017.
(© FAO/B.Anderson)
2
pulse Emergency Centre for Transboundary Animal Diseases Indonesia Edisi #02 Des ‘16-Mar ‘17
Setelah penantian panjang, akhirnya dunia kesehatan hewan nasional menyambut Peraturan Pemerintah (PP) No. 3 Tahun 2017
tentang Otoritas Veteriner. PP yang terdiri dari 89 pasal tersebut mengatur segala urusan otoritas veteriner, mulai dari pemerintah
pusat hingga daerah.
Direktur Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, Drh. Fadjar Sumping Tjatur Rasa, Ph.D, memandang kehadiran PP tersebut
sangat tepat untuk kondisi saat ini, di mana perampingan kelembagaan bidang peternakan dan kesehatan hewan banyak terjadi di
tingkat pemerintah daerah. Di beberapa daerah, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan yang semula berdiri sendiri kini digabung,
bahkan tidak lagi menyandang kata “peternakan” atau “kesehatan hewan. Akibatnya, banyak fungsi dan kewenangan peternakan
dan kesehatan hewan yang tersubordinasi.
“Di dalam Peraturan Pemerintah tentang Otoritas Veteriner ada kewajiban agar di setiap daerah kabupaten/kota harus ada yang
[membidangi] kesehatan hewan, sehingga hal itu yang akan kita manfaatkan untuk pelaksanaan tugas dan fungsi bidang kesehatan
hewan. Yang dulu mungkin belum berjalan, sekarang diharapkan dengan adanya peraturan pemerintah itu bisa kita jalankan,” tutur
Fadjar.
Selain adanya kewajiban untuk mengangkat Dokter Hewan Berwenang sampai tingkat pemerintahan kabupaten/kota, pelaksanaan
Sistem Kesehatan Hewan Nasional juga memberdayakan Tenaga Kesehatan Hewan dan membina pelaksanaan praktik kedokteran
Hewan di seluruh wilayah Republik Indonesia.
“Ini peluang untuk tenaga-tenaga di bidang kesehatan hewan, khususnya dokter hewan, untuk bisa diserap. Nanti di bawahnya
[Dokter Hewan Berwenang] bisa ada dokter hewan yang lain, bisa paramedis... tenaga menengah,” jelasnya.
Dengan adanya kebutuhan akan tenaga kesehatan sampai ket tingkat daerah ini, Fadjar mengingatkan pula akan tantangan utama
yang harus diantisipasi.
“Tapi di satu sisi juga tantangan untuk perguruan tinggi memproduksi dokter hewan dengan cepat. Karena ini nanti kalau sudah
diberlakukan kan harus wajib [ada] ya, wajib diangkat.”
Otoritas Veteriner merupakan hal yang penting dan mendesak bagi Indonesia sebagai salah satu hotspot penyakit-penyakit hewan
menular yang baru muncul (emerging infectious diseases/EID) di Asia, di mana diperlukan pengambilan keputusan-keputusan secara
cepat dan tepat. Hal tersebut akan sejalan dengan prioritas utama jangka pendek Direktorat Kesehatan Hewan (Ditkeswan), yaitu
menangani kasus-kasus penyakit hewan menular strategis (PHMS), yang menurut Fadjar harus direspons secara cepat. PP tentang
Otoritas Veteriner juga terkait erat dengan prioritas utama jangka panjang Ditkeswan, yaitu mengembangkan Sistem Kesehatan
Hewan Nasional.
“Nah, ini [terbitnya PP tentang Otoritas Veteriner] harus dibuat peraturan-peraturan turunannya untuk mengembangkan Sistem
Kesehatan Hewan Nasional,” jelasnya.
Untuk mendukung Sistem Kesehatan Hewan Nasional sendiri, FAO ECTAD Indonesia telah berkolaborasi dengan Ditkeswan melalui
Program Emerging Pandemic Threats Phase Two (EPT-2) untuk meningkatkan kapasitas Pemerintah Indonesia dalam mendeteksi
EID dan zoonosis dengan lebih cepat, merespons dengan tepat, dan memitigasi efeknya pada manusia dan hewan, ketahan dan
keselamatan pangan.
“Yang masih banyak yang harus kita selesaikan adalah dalam rangka One Health, terutama untuk mempertemukan interfaces –titik-
titik temu, antara stakeholder –pertanian, peternakan dan kesehatan hewan, kesehatan manusia, kemudian ada satwa liar, dan
perikanan,” ujar Fadjar.
3
pulse Emergency Centre for Transboundary Animal Diseases Indonesia Edisi #02 Des ‘16-Mar ‘17
Bersiaga Melawan
“Superbugs”di Peternakan
Peran profesi medis dalam pengendalian resistensi antimikroba menjadi tema dalam seminar yang diadakan bertepatan
dengan World Antibiotic Awareness Week (WAAW). Bogor, 19 November 2016. (© FAO/B.Anderson)
4
pulse Emergency Centre for Transboundary Animal Diseases Indonesia Edisi #02 Des ‘16-Mar ‘17
Anis Karuniawati dari Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba - Kementerian Kesehatan dalam sesi tanya-jawab di “Seminar
tentang Peran Profesi Medis dalam Pengendalian Resistensi Antimikroba”. Bogor, 19 November 2016. (© FAO/B.Anderson)
5
pulse Emergency Centre for Transboundary Animal Diseases Indonesia Edisi #02 Des ‘16-Mar ‘17
6
pulse Emergency Centre for Transboundary Animal Diseases Indonesia Edisi #02 Des ‘16-Mar ‘17
7
pulse Emergency Centre for Transboundary Animal Diseases Indonesia Edisi #02 Des ‘16-Mar ‘17
Hari Rabies Sedunia di Bali dimanfaatkan untuk mempromosikan upaya-upaya pencegahan dan pengendalian
rabies yang dapat menyelamatkan nyawa. Gianyar-Bali, 30 Oktober 2016. (© FAO/W. F. Husein)
Sebagai upaya meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat akan rabies, sekaligus mendorong kepemilikan hewan yang
bertanggungjawab, Kementerian Pertanian dan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali merayakan Hari Rabies Sedunia
2016 dengan serangkaian acara khusus.
Mengusung tema “Edukasi, Vaksinasi dan Eradikasi”, acara yang didukung oleh FAO ECTAD Indonesia ini diselenggarakan pada 30
Oktober 2016 di Pejeng Desa Kabupaten Gianyar, Bali, yang ditunjuk sebagai daerah percontohan untuk program Manajemen Populasi
Anjing. Acara gerak jalan santai menjadi salah satu acara utama, yang mempertemukan aparat pemerintah pusat dan daerah, A-Teams
(tim vaksinator khusus), para mahasiswa dan warga setempat. Penyelenggara juga mendirikan sebuah klinik hewan sementara, di mana
pengunjung dapat membawa hewan peliharaan mereka untuk divaksin dan disterilisasi oleh dokter hewan, sekaligus belajar tentang
rabies dan tindakan pencegahan infeksi.
Pada acara tersebut, penyelenggara juga memberikan penghargaan kepada enam A-Teams yang mencatat kinerja terbaik selama
kegiatan vaksinasi anjing di Bali. Sampai 15 Oktober 2016, sebanyak 443.164 anjing telah divaksin, atau setara dengan 87,17%
dari total populasi 508.400 ekor anjing di Bali. Dari jumlah anjing yang divaksin tersebut, 396.960 ekor mendapat vaksinasi selama
kampanye vaksinasi massal, 10.773 ekor divaksin selama kegiatan re-vaksinasi, dan 35.431 ekor mendapat vaksinasi selama kegiatan
“sweeping”.
8
pulse Emergency Centre for Transboundary Animal Diseases Indonesia Edisi #02 Des ‘16-Mar ‘17
SOrOT MEDIA
Seminar “Kolaborasi Pemangku Kepentingan One Health – Aksi
Terhadap Resistensi Antimikroba”
Seminar “Kolaborasi Pemangku Kepentingan One Health – Aksi Terhadap Resistensi
Antimikroba” yang diselenggarakan di Jakarta pada 16 Maret 2017 mempertemukan
Kementerian Pertanian, Kementerian Kesehatan, Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Kementerian Koordinasi
Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Acara ini menghasilkan 30 liputan media yang
dapat dilihat di sini.
9
pulse Emergency Centre for Transboundary Animal Diseases Indonesia Edisi #02 Des ‘16-Mar ‘17
snapshot!
Sekitar 80 peserta meramaikan Lomba Desain Poster Sembilan pemenang lomba Desain Poster dan Foto Selfie Pengunjung mengabadikan momen di photo booth World
yang diselenggarakan dalam rangka World Antibiotic menerima hadiah dari Kementan dan FAO saat World Antibiotic Awareness Week. Bogor, 19 November 2016.
Awareness Week 2016. Bogor, 19 November 2016. Antibiotic Awareness Week. Bogor, 19 November 2016. (© FAO/B.Anderson)
(© FAO/B.Anderson) (© FAO/B.Anderson)
Pengunjung memadati CineFAO 21 untuk menikmati “Healthy Animals, Healthy People”: Tim FAO ECTAD Melalui film-film edukatif yang diputar di Mini Teater
berbagai film yang diputar selama pagelaran Indo Pet bersiap di Indo Pet Expo untuk meningkatkan kesadaran CineFAO 21, pengunjung anak-anak dan dewasa dapat
Expo. Tangerang, 23-25 September 2016. masyarakat akan bahaya EIDs dan zoonoses, serta belajar tentang EIDs dan zoonosis dengan cara yang
(© FAO/B.Anderson) pentingnya pendekatan One Health. Tangerang, 23-25 menyenangkan. Tangerang, 23-25 September 2016.
September 2016. (© FAO/B.Anderson)
(© FAO)
10