Anda di halaman 1dari 6

A.

Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berpikir (cognitive), kemauan
(volition), emosi (affective), tindakan (psychomotor). Kumpulan dari keadaan-keadaan
yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental.
Keabnormalan tersebut yaitu:gangguan jiwa (neurosa) dan sakit jiwa (psikosa).
Keabnormalan terlihat dalam berbagai macam gejala yang terpenting diantaranya
adalah:ketegangan (tension), rasa putus asa dan murung, gelisah, cemas, perbuatan-
perbuatan yang terpaksa (convulsive), hysteria, rasa lemah, tidak mampu mencapai
tujuan, takut, pikiran-pikiran buruk (Yosep, 2007). Penderita gangguan jiwa sering
mendapatkan stigma dan diskriminasi yang lebih besar dari masyarakat disekitarnya
dibandingkan individu yang menderita penyakit medis lainnya. Tidak hanya
menimbulkan konsekuensi negatif terhadap penderitanya tetapi juga bagi anggota
keluarga, meliputi sikap-sikap penolakan, penyangkalan, dan disisihkan.
Penderita gangguan jiwa mempunyai resiko tinggi terhadap pelanggaran hak
asasi manusia (Priyanto, 2007). Mereka sering sekali disebut sebagai orang gila
(insanity atau madness). Perlakuan ini disebabkan karena ketidaktahuan atau
pengertian yang salah dari keluarga atau anggota masyarakat mengenai gangguan
jiwa. Gangguan jiwa dapat mempengaruhi fungsi kehidupan seseorang. Aktivitas,
kehidupan sosial, ritme pekerjaan, serta hubungan dengan keluarga jadi terganggu
karena gejala ansietas, depresi, dan psikosis. Seseorang dengan gangguan jiwa apapun
harus segera mendapatkan pengobatan. Keterlambatan pengobatan akan semakin
merugikan penderita, keluarga dan masyarakat (Yosep, 2010). Menurut WHO,
masalah gangguan jiwa di seluruh dunia sudah menjadi masalah yang sangat serius.
WHO menyatakan paling tidak ada sekitar 450 juta orang di dunia yang mengalami
gangguan kesehatan jiwa. Gangguan jiwa berat dapat menyebabkan turunnya
produktivitas pasien dan akhirnya menimbulkan beban biaya besar yang dapat
membebani keluarga, masyarakat, serta pemerintah. Lebih jauh lagi gangguan jiwa ini
dapat berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan produktivitas
manusia untuk jangka panjang.
B. Pengertian Perilaku Kekerasan
Perilaku kekerasan adalah hasil dari marah yang ekstrim (kemarahan) atau
ketakutan (panik) sebagai respon terhadap perasaan terancam, baik berupa ancaman
serangan fisik atau konsep diri (Stuart 2013). Keliat, Akemat, Helena dan Nurhaeni
(2011) menyatakan bahwa perilaku kekerasan adalah salah satu respon marah yang
diekspresikan dengan melakukan ancaman, mencederai orang lain, atau merusak
lingkungan. Resiko perilaku kekerasan merupakan salah satu diagnosa yang memiliki
resiko lebih tinggi dibandingkan dengan diagnosa kejiwaan lain karena pasien
kambuh dapat membahayakan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan (Sari, 2015).
C. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan
1. Subjektif
a. Mengungkapkan perasaan kesal atau marah
b. Keinginan untuk melukai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
c. Klien suka membentak dan menyerang orang lain
2. Objektif
a. Mata melotot/ pandangan tajam
b. Tangan mengepal dan Rahang mengatup
c. Wajah memerah
d. Postur tubuh kaku
e. Mengancam dan mengumpat dengan kata-kata kotor
f. Suara keras
g. Bicara kasar, ketus
h. Menyerang orang lain dan Melukai diri sendiri/ orang lain
i. Merusak lingkungan
j. Amuk/ agresif
D. Penyebab Perilaku Kekerasan
1. Faktor Biologis
a. Genetik yaitu pasien dengan skizofrenia
b. Abnormalitas perkembangan saraf
c. Status nutrisi
d. Kondisi kesehatan secara umum (abnormalitas struktur otak, kelemahan
fisik/penyakit fisik, gangguan fungsi panca indera, ada riwayat hospitalisasi
atau pembedahan)
e. Paparan terhadap racun.
2. Faktor Psikologis
a. Intelegensi: Kurang konsentrasi, prestasi akademik menurun
b. Ketrampilan verbal: ketidakmampuan berkomunikasi, riwayat penyakit yang
mempengaruhi fungsi bicara
c. Moral: hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan
kemarahan
d. Kepribadian: Sangat pencemburu, posesif, kaku, obsesif terhadap kekuasaan,
tertutup, agresif, mudah tersinggung
e. Pengalaman masa lalu: hubungan dalam keluarga, teman, masyarakat,
lingkungan, kekerasan yang terjadi pada keluarga, kekerasan yang dipelajari
dari keluarga yang menggunakan penganiayaan sebagai metode pendisiplinan,
riwayat ditipu, kehilangan orang yang berarti, kritikan dari orang lain,
halusinasi, perasaan tidak mendapatkan kasih sayang.
f. Konsep diri: harga diri rendah, percaya diri kurang, peran tidak dapat dilakukan
atau kehilangan peran dalam keluarga, kehilangan fungsi seksualitas sehingga
gambaran diri terganggu, kebutuhan yang tidak terpenuhi, aktualisasi diri tidak
tercapai.
g. Motivasi: sikap meremehkan, tidak peduli, pesimis, kurang mendapatkan
penghargaan sejak kecil
h. Kebiasaan koping maladaptif
i. Pencapaian tujuan terhambat, frustasi, cemas, tertekan
3. Faktor Sosial Budaya
a. Gagal di tempat kerja, kehilangan pekerjaan, pekerjaan yang stress full
b. Pendidikan rendah, putus sekolah
c. Ekonomi atau pendapatan yang kurang
d. Memiliki anak sebelum 20 tahun yang memungkinkan orang tua yang belum
matang secara psikologis
e. Status sosial: orang tua tunggal lebih memungkinkan melakukan tindakan
kekerasan. Perasaan tidak berarti di masyarakat, kesepian dan isolasi sosial
f. Agama dan keyakinan: kesalahan persepsi tentang ajaran agama, riwayat tidak
bisa menjalankan aktivitas keagamaan
g. Keikutsertaan dalam politik yang tidak sehat, tidak siap untuk kalah dalam
pertarungan politik
h. Peran sosial: jarang beradaptasi dan bersosialisasi, perasaan tidak berarti di
masyarakat, praduga negarif, perubahan status.
E. Akibat Perilaku Kekerasan
Ada 3 aspek yang terpengaruh akibatkan dari perilaku kekerasan, yaitu: (Susanti &
Putri, 2012)
1. Kognitif
a. Mengungkapkan pikiran negatif dalam menghadapi stressor
b. Mendominasi
c. Bawel
d. Sarkasme
e. Berdebat
f. Meremehkan keputusan
g. Flight of idea
h. Gangguan berbicara
i. Perubahan isi pikir
j. Kosentrasi menurun
k. Persuasif
l. Mengungkapkan ingin memukul orang lain
m. Melukai diri sendiri
n. Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor
2. Afektif
a. Mudah tersinggung
b. Tidak sabar
c. Frustasi
d. Ekspresi wajah Nampak tegang
e. Merasa tidak nyaman
f. Merasa tidak berdaya
g. Jengkel
h. Dendam
i. Menyalahkan dan menuntut
3. Fisiologis
a. Tekanan darah meningkat
b. Denyut nadi dan pernapasan meningkat
c. Pupil dilatasi
d. Tonus otot meningkat
e. Mual
f. Frekuensi buang air besar meningkat
g. Kadang-kadang konstipasi Reflek tendon meningkat
h. Peristaltik gaster menurun
i. Pengeluaran urine dan saliva meningkat
j. Kewaspadaan juga meningkat disertai ketegangan otot, seperti rahang terkatup,
tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
k. Wajah merah

l. Melotot/pandangan tajam

4. Sosial
a. Menarik diri

b. Pengasingan

c. Penolakan

d. Kekerasan

e. Ejekan
f. Bicara kasar
F. Peran Keluarga
Menurut Wahyuningsih & Hamid, 2016 peran keluarga untuk merawat klien di
rumah dapat dilakukaan dengan cara sebagai berikut:
1. Kepekaan keluarga terhadap pencetus kekambuhan
2. Pengendalian pasien untuk mencegah kekambuhan
3. Kepedulian keluarga sebagai upaya pencegah kekambuhan
4. Mengidentifikasi tanda-tanda relaps dan kemungkinan kambuh
5. Keprasahan keluarga dalam menerima kondisi pasien
6. Memantau minum obat pasien dengan memahami prinsip 6 benar
7. Memberi pujian kepada pasien dengan cara verbal/bicara baikbaik
8. Memberi pujian kepada pasien dengan cara spiritual
9. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
10. Melibatkan anggota keluarga lainnya dalam merawat klien
11. Memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia
DAFTAR PUSTAKA
Ayuningtyas, D., Misnaniarti, Rayhani, M. Analisis Situasi Kesehatan Mental pada
Masyarakat di Indonesia dan Strategi Penanggulangannya. Jurnal Ilmu Kesehatan
Masyarakat. 2018; 9(1):1-10.

FIK UI. (2016). Standar asuhan keperawatan jiwa. Workshop Keperawatan Jiwa ke-X
Fakultas Ilmu Universitas Indonesia Depok.
Keliat, B.A, Akemat, Daulina, N.H.C, Nurhaeni, H. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa :
CMHN (Basic Course). Jakarta : EGC
Sari, Nina P & Istichomah. 2015. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Resiko Perilaku
Kekerasan (RPK) Terhadap Pengetahuan Keluarga dalam Merawat Pasien di Poli Jiwa
RSJD Dr.RM.Soedjarwadi Klaten Jawa Tengah. Jurnal Kesehatan “Samodra Ilmu”.
Vol 6 (1): 25-34.
Standar Asuhan Keperawatan Jiwa. 2016. Depok: Universitas Indonesia
Stuart, Gail W. (2013). Principles & Practice of Psychiatric Nursing ed.9. Philadelphia:
Elsevier Mosby.
Sulistyorini, N., Widodo, A., Zulaicha, E. Hubungan Pengetahuan tentang Gangguan Jiwa
terhadap Sikap Masyarakat kepada Penderita Gangguan Jiwa di Wilayah Kerja
Puskesmas Colomadu 1 [Skripsi]. 2013
Suliswati. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Susanti Y, Putri E. Hubungan Dukungan Keluarga dan Beban Keluarga dalam Merawat
Anggota dengan Riwayat Perilaku Kekerasan Di Rs . Jiwa Islam Klender Jakarta
TimuR 2012. 2012;41–50.
Wuryaningsih, E W., Hamid, A Y., C.D, Novy H. 2013. Studi Fenomenologi: Pengalaman
Keluarga Mencegah Kekambuhan Perilaku Kekerasan Pasien Pasca Hospitalisasi RSJ.
Jurnal Keperawatan Jiwa. Vol 1 (2): 178-185.
Wuryaningsih EW, Hamid AYS, D NHC. Kekambuhan Perilaku Kekerasan Pasien Pasca
Hospitalisasi Rsj. Jurnal keperawatan jiwa. 2013 ; 1(2).

Anda mungkin juga menyukai