Dastor Termo2
Dastor Termo2
PENDAHULUAN
keterangan:
ɳ = efisiensi
Wac = kerja nyata
Ein = energi yang diterima
(Tim Laboratorium Teknik Kimia, 2017)
1.2.4 Energi
Dalam sistem-sistem Termodinamika sering terlibat energi dalam bentuk- bentuk
sebagai berikut :
a) Energi Potensial
Energi yang ditimbulkan oleh gaya gravitasi karena benda berada pada ketinggian
tertentu
Ep = m g Δh ……………..…..................................................(5)
Keterangan:
Ep = energi potensial (J)
m = massa fluida (kg)
Δh = perbedaan ketinggian antara titik satu dan titik dua
(Modul Termodinamika, 2014-2015)
b) Energi Kinetik
Energi yang ditimbulkan oleh benda yang bergerak dengan kecepatan tertentu.
Ek = 1⁄2 m Δv2.......................................................................(6)
Keterangan:
m = massa fluida (kg)
v1 = kecepatan alir masuk di titik satu (m/s)
v2 = kecepatan alir keluar di titik dua (m/s)
(Modul Termodinamika, 2014-2015)
c) Energi Dalam ( U )
Energi dalam merupakan besaran yang menyatakan keadaan mikroskopis sistem.
Besaran yang menyatakan keadaan mikroskopis sistem (energi dalam) tidak bisa
diketahui secara langsung. Yang kita analisis dalam persamaan Hukum Pertama
Termodinamika hanya perubahan energi dalam saja. Perubahan energi dalam bisa
diketahui akibat adanya energi yang ditambahkan pada sistem dan energi yang
dilepaskan sistem dalam bentuk kalor dan kerja. Jika besaran yang menyatakan keadaan
mikroskopis sistem (energi dalam) tidak bisa diketahui secara langsung, maka besaran
yang menyatakan keadaan makroskopis bisa diketahui secara langsung. Besaran yang
menyatakan keadaan makroskopis adalah suhu (T), tekanan (p), volume (V) dan massa
(m) atau jumlah mol (n). (Anonim, 2017)
Ws
1
Ws = H …………………………………………………….…(7)
H 2
2
Hs H
P1
1
S
Gambar 1.1 Diagram H – S Kompresor
(𝑊)𝑠 𝑖𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑜𝑝𝑖𝑠
ɳ= …………...………..…………………..(8)
𝑊𝑠
𝐻𝑠
ɳ= ………………...………………………………(9)
𝐻
1.2.7 Kerja
Kerja adalah hasil kali antara gaya yang bekerja pada benda dengan perubahan
jarak yang dialami benda tersebut.
dW = F . dL …………..........................................................(10)
Modifikasi persamaan tersebut untuk aplikasi penggunaan fluida :
dW = F . dL
𝑑𝑉
dW = - p A 𝐴
dW = - p dV
𝑣2
W = − ∫𝑣1 𝑝 𝑑𝑉
W = - p (V2 – V1) ………….................................................(11)
Keterangan:
W = Kerja yang dilakukan oleh pompa ( watt, J/s)
p = Tekanan (atm)
V1 = Volume masuk fluida (liter)
V2 = Volume keluar fluida (liter)
W (+) = Sistem menerima kerja dari lingkungan
W (-) = Sistem menghasilkan (melakukan) kerja
terhadap lingkungan
(Modul Termodinamika, 2014-2015)
1.2.8 Panas
Panas adalah sesuatu yang berpindah sehingga mengakibatkan perubahan suhu
suatu sistem disebut panas ( kalor). Secara alamiah panas mengalir dari temperatur tinggi
ke temperatur rendah. Kemampuan suatu benda untuk menyerap panas dikaitkan dengan
besaran kapasitas panas (c). Kapasitas panas adalah panas yang diperlukan oleh suatu
benda untuk meningkatkan suhunya setiap 1 derajat.
Berdasarkan jumlah massa kapasitas panas dapat digolongkan menjadi :
- Kapasitas panas Spesifik
Contoh : cal/g ᵒC ; J/kg K ; Btu/lbm ᵒR
- Kapasitas Panas Molar
Contoh : cal/gmol ᵒC
Khusus untuk fase gas, kapasitas panas juga dapat diklasifikasikan sesuai
dengan kondisi perubahan gas tersebut, yaitu :
- Kapasitas panas pada tekanan konstan (cp)
- Kapasitas panas pada volume konstan (cv)
Haraga kapasitas panas dipengaruhi oleh temperatur dan biasanya dinyatakan
dalam bentuk persamaan.
c = a + bT + cT2 + dT3 ………….........................................(12)
Dengan demikian harga kapasitas panas memengaruhi harga energi panas dalam
bentuk :
dQ = m c dT ….....................................................................(13)
atau
dQ = n c dT …………..........................................................(14)
Keterangan:
Q = Kalor (J)
m = massa, dipakai untuk kapasitas panas spesifik
n = mol, dipakai untuk kapasitas molar
Integrasi persamaan
𝑇2
Q = m ∫𝑇1 𝑐 𝑑𝑇 ………….…...............................................(13)
𝑇2
Q = n ∫𝑇1 𝑐 𝑑𝑇 ……….……................................................(14)
(Modul Termodinamika, 2014-2015)
1.2.9 Proses Isentropik
1.2.9.1 Penggunaan Model Gas Ideal
Gambar 6.10 memperlihatkan dua keadaan gas ideal yang memiliki nilai
entropi spesifik yang sama. Dengan mempertimbangkan hubungan antara tekanan,
volume spesifik, dan temperature pada keadaan ini, pertama menggunakan tabel gas
ideal dan kemudian mengasumsikan kalor spesifik adalah tetap.
Dari dua keadaan yang memiliki entropi spesifik yang sama, Persamaan 6.21a
direduksi menjadi
𝑃2
0 = so(T2) – so(T1) – R ln 𝑃1 (6.42a)
Persamaan 6.42a mempergunakan empat nilai sifat: p1, T1,p2, dan T2. Jika
terdapat tiga sifat yang diketahui, maka yang keempat dapat diketahui. Jika, sebagai
contoh, temperature pada keadaan 1 dan perbandingan tekanan p2/p1 diketahui, maka
temperature pada keadaan 2 dapat diketahui dari
𝑃2
so(T2) – so(T1) – R ln 𝑃1 (6.42b)
Karena T1 diketahui, so(T1) dapat diketahui dari tabel yang cocok, nilai dari
so(T2) dapat dihitung, dan temperature T2 dapat diketahui dari interpolasi. Jika p1, T1,
dan T2 diketahui dan tekanan pada keadaan 2 dicari, Persamaan 6.42a dapat
digunakan untuk mendapatkan
𝑠°(𝑇2)−𝑠°(𝑇1)
p2 = p1 exp [ ] (6.42c)
𝑅
Persamaan 6.42 dapat digunakan ketika data so (atau s⎺o) diketahui, dan juga
Tabel gas A-22 dan A-23.
Untuk jenis kasus khusus dimana udara dimisalkan sebagai gasi ideal,
Persamaan 6.42c dapat digunakan sebagai dasar untuk alternatif pendekatan tabel
yang menghubungkan temperature dan tekanan pada dua keadaan yang memiliki
entropi spesifik yang sama. Untuk itu persamaannya dapat diubah menjadi:
𝑝2 exp[𝑠°(𝑇2)/𝑅
=
𝑝1 exp[𝑠°(𝑇1)/𝑅
Nilai exp[so(T)/R] yang muncul pada persamaan ini murni sebagai fungsi dari
temperatur, dapat ditulis dengan simbol pr(T). Tabulasi dari pr terhadap temperatur
untuk udara terdapat pada Tabel A-22.1 Dalam fungsi pr, persamaan terakhir menjadi
𝑝2 𝑝𝑟2
= (s1 = s2, hanya udara) (6.43)
𝑝1 𝑝𝑟1
Dimana pr1 = pr(T1) dan pr2 = pr(T2). Fungsi pr terkadang disebut sebagai
tekanan relatif.
Kita dapat juga mengembangkan hubungan antara volume spesifik dan
temperatur untuk dua keadaan udara yang memiliki entropi spesifik sama. Dengan
persamaan gas ideal, v = RT/p, perbandingan volume spesifik adalah
𝑣2 𝑅𝑇2 𝑝1
= ( 𝑝2 ) (𝑅𝑇1)
𝑣1
(Moran,2004)
1.2.10 Thermocouple
Thermocouple merupakan sensor suhu yang paling sering atau kebanyakan
digunakan. Termokopel dapat mengukur temperatur dalam jangkauan suhu yang cukup
luas dengan batas kesalahan pengukuran kurang dari 1⁰ C. Termokopel terdiri dari 2
jenis kawat logam konduktor yang digabung pada ujungnya sebagai ujung pengukuran.
Konduktor ini kemudian akan mengalami gradiasi suhu dan dari perbedaan suhu antara
ujung termokopel/ujung pengukuran dengan ujung kedua kawat logam konduktor yang
terpisah akan menghasilkan tegangan listrik. Hal ini disebut sebagai efek termo
elektrik. Perbedaan ini umumnya berkisar antara 1 hingga 70 microvolt setiap
perbedaan satu derajat celcius untuk kisaran yang dihasilkan dari kombinasi logam
modern. Jadi sangat penting untuk di ingat bahwa termokopel hanya
mengukur perbedaan temperatur diantara 2 titik, bukan temperatur absolut. Jadi
temokopel tidak bisa digunakan untuk mengukur suhu ruangan karena tidak ada
perbedaan antara ujung pengukuran dengan ujung referensi / ujung pada kedua kawat
logam. (Anonim, 2017)
1.2.10 Kompresor
Kompresor adalah alat pemampat atau pengkompresi udara dengan kata lain
kompresor adalah penghasil udara mampat. Karena proses pemampatan, udara
mempunyai tekanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan udara lingkungan
(1atm). Fungsi dari sebuah kompresor adalah untuk menaikkan tekanan suatu gas,
tekanan gas dapat dinaikkan dengan memaksakan untuk mengurangi volumenya.
Ketika volumenya dikurangi, tekanannya naik. Sebuah kompresor “positive
displacement”, memaksa gas dengan cara ini.
Kompressor adalah mesin untuk memampatkan udara atau gas. Secara umum
biasanya mengisap udara dari atmosfer, yang secara fisika merupakan campuran
beberapa gas dengan susunan 78% Nitrogren, 21% Oksigen dan 1% Campuran Argon,
Carbon Dioksida, Uap Air, Minyak, dan lainnya. Namun ada juga kompressor yang
mengisap udara/ gas dengan tekanan lebih tinggi dari tekanan atmosfer dan biasa
disebut penguat (booster). Sebaliknya ada pula kompressor yang menghisap udara/ gas
bertekanan lebih rendah dari tekanan atmosfer dan biasanya disebut pompa vakum.
(anonim 2017)
1.2.11 Kerja Ekspansi atau Kompresi
Pada saat gas berekspensi, tekanan gas meningkat dan dihasilkan gaya normal
pada dinding torak. Jika p adalah tekanan yang bekerja pada daerah batas gas dan torak,
maka gaya yang dihasilkan gas dan mengenai dinding torak dapat dinyatakan sebagai
bentuk perkalian tekanan p dengan luas permukaan torak A atau pA. Kerja yang
dihasilkan sistem pada saat torak bergerak sejauh dx adalah
𝟃W = pA dx (2.15)
Bentuk perkalian A dx seperti tampak pada Persamaan 2.15 setara dengan
perubahan volume sistem, dV. Dengan demikian, kerja ekspansi dapat dituliskan
sebagai
𝟃W = p dV (2.16)
Mengingat dV bernilai positif ketika volume bertambah, maka kerja pada
daerah batas bergerak adalah positif saat gas berekspansi. Untuk proses kompresi,
maka dV adalah negatif, maka perhitungan kerja berdasarkan Persamaan 2.16 juga
akan menghasilkan nilai negatif.
Kerja yang terjadi selama perubahan volume V1 ke V2 dapat dihitung dengan
mengintegralkan Persamaan 2.16 sebagai berikut
V2
W =∫𝑉1 𝑝 𝑑𝑉 (2.17)
Meskipun Persamaan 2.17 disusun berdasarkan kasus mekanisme silinder-
torak untuk gas (atau cairan), namun tetap dapat dipergunakan untuk berbagai bentuk
sistem selama terdapat tekanan yang seragam pada dinding pergerakan daerah batas.
(Moran,2004)