Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan kepala leher
terbanyak di temukan di Indonesia. Tumor ini sifatnya menyebar secara cepat ke
kelenjar limfe leher dan organ jauh, seperti paru, hati, dan tulang. Karsinoma
nasofaring (KNF) adalah salah satu kanker kepala leher yang bersifat sangat
invasif dan sangat mudah bermetastasis (menyebar) dibanding kanker kepala
leher yang lain. KNF merupakan satu dari lima kanker tersering di Cina dan Hong
Kong. Insiden tertinggi penyakit ini didapatkan di Negara Cina bagian selatan
terutama di propinsi Guangdong, Guangxi dan di daerah yang banyak dihuni oleh
imigran Cina di Asia Tenggara (Hongkong, Singapura), Taiwan dan USA
(California). Insiden yang lebih rendah dibandingkan dengan tempat tersebut
diatas dijumpai pada orang Eskimo di Greenland, penduduk yang hidup di
Kanada, Malaysia, Thailand,Vietnam dan Indonesia. Meningkatnya angka kasus
kejadian karsinoma nasofaring terjadi pada usia 40 sampai 50 tahun, tetapi dapat
juga terjadi pada anak-anak dan usia remaja. Angka perbandingan (rasio) laki-laki
dan perempuan pada karsinoma nasofaring adalah 2-3 :1.
Karsinoma nasofaring paling sering di fossa Rosenmuller yang merupakan
daerah transisional epitel kuboid berubah menjadi epitel skuamosa. Karsinoma
nasofaring dibagi menjadi 3 tipe histopatologi berdasarkan klasifi kasi WHO
1991, tipe-1 (karsinoma sel skuamosa berkeratin) sekitar 10%, tipe-2 (karsinoma
tidak berkeratin berdiferensiasi) sekitar 15% dan tipe-3 (karsinoma tidak
berkeratin tidak berdiferensiasi), tipe yang ke-3 yang paling sering muncul (75%).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Dapat menganalisa Asuhan Keperawatan CA Karsinoma Nasofaring.
2. Tujuan Khusus

1
a. Dapat mengetahui pengertian dari Ca Karsinoma Nasofaring
b. Dapat mengetahui anatomi fisiologi Ca Karsinoma Nasofaring
c. Dapat mengetahui etiologi Ca Karsinoma Nasofaring
d. Dapat mengetahui manifestasi klinik Ca Karsinoma Nasofaring
e. Dapat mengetahui patofisiologi Ca Karsinoma Nasofaring
f. Dapat mengetahui pathway Ca Karsinoma Nasofaring
g. Dapat mengetahui pemeriksaan penunjang Ca Karsinoma Nasofaring
h. Dapat mengetahui diagnosa keperawatan Ca Karsinoma Nasofaring
i. Dapat mengetahui Penalatalaksanaan Ca Karsinoma Nasofaring.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN
Nasofaring adalah suatu rongga dengan dinding kuku di atas, belakang
dan lateral yang anatomi termasuk bagian faring (Pearce, 2009).
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh pada
ephitalial pelapis ruangan dibelakang hidung (nasofaring) dan belakang langit-
langit rongga mulut dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring.
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang
terbanyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60 % tumor ganas daerah kepala dan
leher merupakan kanker nasofaring., kemudian diikuti tumor ganas hidung dan
paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring
dalam prosentase rendah (Huda Nurarif & Kusuma, 2013).
B. ANATOMI FISIOLOGI

( Gambar 1. Anatomi Nasofaring )

Nasofaring letaknya tertinggi di antara bagian-bagian lain dari faring,


tepatnya di sebelah do sal dari cavum nasi dan dihubungkan dengan cavum nasi

3
oleh koane. Nasofaring tidak bergerak, berfungsi dalam proses pernafasan dan
ikut menentukan kualitas suara yang dihasilkan oleh laring. Nasofaring
merupakan rongga yang mempunyai batas-batas sebagai berikut :

Atas : Basis kranii.


Bawah : Palatum mole
Belakang : Vertebra servikalis
Depan : Koane
Lateral : Ostium tubae Eustachii, torus tubarius, fossa rosenmuler
(resesus faringeus).
Pada atap dan dinding belakang Nasofaring terdapat adenoid atau tonsil
faringika

Nasofaring merupakan suatu ruangan yang berbentuk mirip kubus,


terletak dibelakang rongga hidung. Diatas tepi bebas palatum molle yang
berhubungan dengan rongga hidung dan ruang telinga melalui koana dan tuba
eustachius. Atap nasofaring dibentuk oleh dasar tengkorak, tempat keluar dan
masuknya saraf otak dan pembuluh darah. Dasar nasofaring dibentuk oleh
permukaan atas palatum molle. Dinding depan dibentuk oleh koana dan septum
nasi dibagian belakang. Bagian belakang berbatasan dengan ruang retrofaring,
fasia prevertebralis dan otot dinding faring. Pada dinding lateral terdapat
orifisium yang berbentuk segitiga, sebagai muara tuba eustachius dengan batas
superoposterior berupa tonjolan tulang rawan yang disebut torus tubarius.
Sedangkan kearah superior terdapat fossa rossenmuller atau resessus lateral.
Nasofaring diperdarahi oleh cabang arteri karotis eksterna, yaitu faringeal
asenden dan desenden serta cabang faringeal arteri sfenopalatina. Darah vena dari
pembuluh darah balik faring pada permukaan luar dinding muskuler menuju
pleksus pterigoid dan vena jugularis interna. Daerah nasofaring dipersarafi oleh
saraf sensoris yang terdiri dari nervus glossofaringeus (N.IX) dan cabang maksila
dari saraf trigeminus (N.V2), yang menuju ke anterior nasofaring. Sistem

4
limfatik daerah nasofaring terdiri dari pembuluh getah bening yang saling
menyilang dibagian tengah dan menuju ke kelenjar Rouviere yang terletak pada
bagian lateral ruang retrofaring, selanjutnya menuju ke kelenjar limfa disepanjang
vena jugularis dan kelenjar limfa yang terletak dipermukaan superfisial.
C. ETIOLOGI
Kanker ini lebih sering ditemukan pada pria dibanding wanita dengan
rasio 2-3-1 dan apa sebabnya belum dapat diungkapkan dengan pasti, mungkin
ada hubugannya dengan faktor genetic, kebebasan hidup, pekerjaan dan lain-lain.
Distribusi umur pasien dengan KNF berbeda-beda pada daerah dengan insiden
yang bervariasi. Pada daerah dengan insiden tinggi KNF meningkat setelah umur
30 tahun, puncaknya pada umur 40-59 tahun dan menurun setelahnya (Ernawati,
Kadrianti, & Basri, 2004).
Faktor yang mungkin terkait dengan timbulnya kanker nasofaring adalah
(Mangan, 2009):
1. Kerentanan Genetik
Walaupun Ca Nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi kerentanan
terhadap Ca Nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relatif menonjol dan
memiliki fenomena agregasi familial. Analisis korelasi menunjukkan gen HLA (
Human luekocyte antigen ) dan gen pengode enzim sitokrom p4502E ( CYP2E1)
kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap Ca Nasofaring, mereka berkaitan
dengan timbulnya sebagian besar Ca Nasofaring . Penelitian menunjukkan bahwa
kromosom pasien Ca Nasofaring menunjukkan ketidakstabilan, sehingga lebih
rentan terhadap serangan berbagai faktor berbahaya dari lingkungan dan timbul
penyakit.
2. Virus Epstein Barr
Metode imunologi membuktikan virus EB membawa antigen yang
spesifik seperti antigen kapsid virus (VCA), antigen membran (MA), antigen dini

5
(EA), antigen nuklir (EBNA), dll. Virus EB memiliki kaitan erat dengan Ca
Nasofaring , menurut (Zulkarnain Haq, 2011) alasannya adalah:
a. Di dalam serum pasien Ca Nasofaring ditemukan antibodi terkait virus
EB ( termasuk VCA-IgA, EA-IgA, EBNA, dll ) , dengan frekuensi positif
maupun rata-rata titer geometriknya jelas lebih tinggi dibandingkan orang normal
dan penderita jenis kanker lain, dan titernya berkaitan positif dengan beban tumor
. Selain itu titer antibodi dapat menurun secara bertahap sesuai pulihnya kondisi
pasien dan kembali meningkat bila penyakitnya rekuren atau memburuk.
b. Di dalam sel Ca Nasofaring dapat dideteksi zat petanda virus EB
seperti DNA virus dan EBNA.
c. Epitel nasofaring di luar tubuh bila diinfeksi dengan galur sel
mengandung virus EB, ditemukan epitel yang terinfeksi tersebut tumbuh lebih
cepat , gambaran pembelahan inti juga banyak.
d. Dilaporkan virus EB di bawah pengaruh zat karsinogen tertentu dapat
menimbulkan karsinoma tak berdiferensiasi pada jaringan mukosa nasofaring
fetus manusia.
Virus Epstein Barr dengan ikan asin dikatakan sebagai penyebab utama
timbulnya penyakit ini. Virus ini dapat masuk dalam tubuh dan tetap tinggal
disana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama. Untuk
mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator kebiasaan untuk
mengkonsumsi ikan asin secara terus menerus mulai dari masa kanak-kanak.
Mediator yang berpengaruh untuk timbulnya Ca Nasofaring (Menurut Huda
Nurarif & Kusuma, 2013) ,sbb :
1) Ikan asin, makanan yang diawetkan dan nitrosamine.
2) Keadaan social ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup.
3) Sering kontak dengan Zat karsinogen ( benzopyrenen, benzoantrance, gas
kimia, asap industri, asap kayu, beberapa ekstrak tumbuhan).
4) Ras dan keturunan (Malaysia, Indonesia).

6
5) Radang kronis nasofaring
6) Profil HLA
3. Faktor Lingkungan Menurut (Zulkarnain Haq, 2011)
Faktor lingkungan juga berperan penting. Penelitian akhir-akhir ini
menemukan zat berikut berkaitan dengan timbulnya Ca Nasofaring :
a. Hidrokarbon aromatik, pada keluarga di area insiden tinggi kanker nasofaring
kandungan 3,4- benzpiren dalam tiap gram debu asap mencapai 16,83 ug, jelas
lebih tinggi dari keluarga di area insiden rendah.
b. Unsur renik : nikel sulfat dapat memacu efek karsinognesis pada proses
timbulnya kanker nasofaring.
c. Golongan nitrosamin : banyak terdapat pada pengawet ikan asin. Terkait
dengan kebiasaan makan ikan asin waktu kecil, di dalam air seninya terdeteksi
nitrosamin volatil yang berefek mutagenik.
D. MANIFESTASI KLINIK
Pada Karsinoma nasofaring, paresis fasialis jarang menjadi manifestasi
awal. Karena lokasinya, karsinoma nasofaring menimbulkan sindrom
penyumbatan tuba dengan tuli konduktif sebagai keluhan. Perluasan infiltratif
karsinoma nasofaring berikutnya membangkitkan perdarahan dan penyumbatan
jalan lintasan napas melalui hidung. Setelah itu, pada tahap berikutnya dapat
timbul gangguan menelan dan kelumpuhan otot mata luar (paralisis okular)
(Muttaqin, 2008).
Gejala nasofaring yang pokok adalah (Huda Nurarif & Kusuma, 2013) :
1. Gejala Hidung
a. Epiktasis : rapuhnya mukosa hidung sehingga mudah terjadi perdarahan
b. Sumbatan Hidung : sumbatan menetap karena pertumbuhan tumor kedalam
rongga nasofaring dan menutupi koana, gejalanya adalah pilek kronis, ingus
kental, gangguan penciuman

7
2. Gejala Telinga
a. Kataralis/Oklusi tuba Eustachii : tumor mula-mula pada fossa rosenmuler,
pertumbuhan tumor dapat menyebabkan penyumbatan muara tuba
(berdengung, rasa penuh, kadang gangguan pendengaran)
b. Otitis Media Serosa sampai perforasi dan gangguan pendengaran
c. Sering kali pasien datang sudah dalam kondisi pendengaran menurun, dan
dengan tes rinne dan webber, biasanya akan ditemukan tuli konduktif
3.Gejala Mata
a. Pada penderita KNF seringkali ditemukan adanya diplopia (penglihatan
ganda) akibat perkembangan tumor melalui foramen laseratum dan
menimbulkan gangguan N. IV dan N. VI. Bila terkena chiasma opticus
akan menimbulkan kebutaan
4. Gejala Lanjut
a. Limfadenopati servikal : melalui pembuluh limfe, sel-sel kanker dapt
mencapai kelenjar limfe dan bertahan disana. Dalam kelenjar ini sel
tumbuh dan berkembang biak hingga kelenjar membesar dan tampak
benjola di leher bagian samping, lama-kelamaan karena tidak dirasakan
kelenjar akan berkembang dan melekat pada otot sehingga sulit digerakkan
5. Gejala Kranial
a. Gejala Kranial terjadi bila tumor sudah meluas ke otak dan mencapai saraf-
saraf kranialis. Gelajanya antara lain :
b. Sakit kepala yang terus menerus, rasa sakit ini merupakan metastase secara
hematogen
c. Sensitibilitas derah pipi dan hidung berkurang
d. Kerusakan pada waktu menelan
e. Afoni

8
f. Sindrom Jugular Jackson atau sindrom reptroparotidean mengenai N. IX,
N. X, N. XI, N. XII. Dengan tanda-tanda kelumpuhan pada Lidah,
E. PATOFISIOLOGI
Sel-sel epitel ganas nasofaring adalah sel poligonal besar dengan komposisi
syncytial. Sel-sel tidak menunjukkan parakeratosis atau kornifikasi dan sering
bercampur dengan sel-sel limfoid di nasofaring, sehingga dikenal sebagai
lymphoepithelioma. Sudah hampir dipastikan ca nasofaring disebabkan oleh virus
eipstein barr. Hal ini dapat dibuktikan dengan dijumpai adanya protein-protein
laten pada penderita ca. nasofaring. Sel yang terinfeksi oleh EBV akan
menghasilkan protin tertentu yang berfungsi untuk proses proliferasi dan
mempertahankan kelangsungan virus di dalam sel host. Protein tersebut dapat
digunakan sebagai tanda adanya EBV, seperti EBNA-1 dan LMP-1, LMP-2A dan
LMP-2B. EBNA-1 adalah protein nuclear yang berperan dalam mempertahankan
genom virus. EBV tersebut mampu aktif dikarenakan konsumsi ikan asin yang
berlebih serta pemaparan zat-zat karsinogen yang menyebabkan stimulasi
pembelahan sel abnormal yang tidak terkontrol, sehingga terjadi differensiasi dan
proliferasi protein laten(EBNA-1). Hal inilah yang memicu pertumbuhan sel
kanker pada nasofaring, dalam hal ini terutama pada fossa Rossenmuller (Huda
Nurarif & Kusuma, 2013)

9
F. PATHWAY

( Gambar 2. Pathway Nasofaring)


(Huda Nurarif & Kusuma, 2013)

10
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Penunjang antara lain :
1. Pemeriksaan radiologi konvensional.
Pada foto tengkorak potongan anteroposterior dan lateral, serta posisi
waters tampak jaringan lunak di daerah nasofaring. Pada foto dasar
tengkorak ditemukan destruksi atau erosi tulang daerah fossa serebri
media.
2. Pemeriksaan tomografi, CT Scan nasofaring.
Merupakan pemeriksaan yang paling dipercaya untuk menetapkan
stadium tumor dan perluasan tumor. Pada stadium dini terlihat asimetri
dari resessus lateralis,torus tubarius dan dinding posterior nasofaring.
3. Scan tulang dan foto torak untuk mengetahui ada tidaknya metastasis jauh.
4. Pemeriksaan serologi, berupa pemeriksaan titer antibodi terhadap virus
Epstein-Barr ( EBV ) yaitu lg A anti VCA (Viral Capsid Antigen) dan lg
A anti EA.(Early Antigen)
5. Pemeriksaan aspirasi jarum halus (FNAB), bila tumor primer di nasofarin
belum jelas dengan pembesaran kelenjar leher yang diduga akibat
metastasis karsinoma nasofaring.
6. Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal untuk mendeteksi adanya
metastasis.

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang mungkin muncul pada Ca Nasofaring antara lain : (Huda
Nurarif & Kusuma, 2013)
1. Nyeri Akut
2. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
4. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya

11
5. Risiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan
6. Resiko infeksi
I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan ada 2 yaitu : Menurut (Huda Nurarif & Kusuma, 2013)
1. Medis
Stadium I : Radioterapi
Stadium II-III : Kemoradiasi
Stadium IV dengan N <6cm: Kemoradiasi
Stadium V dengan N >6cm : Kemoterapi dosis penuh dilanjutkan
kemoradiasi
2. Keperawatan

Diagnosa Rencana keperawatan


Keperawatan/
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Nyeri akut NOC : NIC :


berhubungan a. Pain Level a. Lakukan
dengan pengaruh b. pain control pengkajian nyeri
kanker pada c. comfort level secara
nasofaring komprehensif
Setelah dilakukan tindakan termasuk lokasi,
keperawatan selama …. pasien karakteristik,
tidak mengalami nyeri, dengan durasi, frekuensi,
kriteria hasil: kualitas dan
a. Mampu mengontrol nyeri faktor presipitasi
(tahu penyebab nyeri, b. Observasi reaksi
mampu menggunakan nonverbal dari
tehnik nonfarmakologi ketidaknyamanan

12
untuk mengurangi nyeri, c. Bantu pasien dan
mencari bantuan) keluarga untuk
b. Melaporkan bahwa nyeri mencari dan
berkurang dengan menemukan
menggunakan manajemen dukungan
nyeri d. Kontrol
c. Mampu mengenali nyeri lingkungan yang
(skala, intensitas, frekuensi dapat
dan tanda nyeri) mempengaruhi
d. Menyatakan rasa nyaman nyeri seperti suhu
setelah nyeri berkurang ruangan,
e. Tanda vital dalam rentang pencahayaan dan
normal kebisingan
f. Tidak mengalami e. Kurangi faktor
gangguan tidur presipitasi nyeri
f. Kaji tipe dan
sumber nyeri
untuk
menentukan
intervensi
g. Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi:
napas dala,
relaksasi,
distraksi,
kompres
hangat/dingin

13
h. Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
i. Tingkatkan
istirahat
j. Berikan informasi
tentang nyeri
seperti penyebab
nyeri, berapa
lama nyeri akan
berkurang dan
antisipasi
ketidaknyamanan
dari prosedur
k. Monitor vital sign
sebelum dan
sesudah
pemberian
analgesik pertama
kali
Ketidakefektifan NOC: NIC:
bersihan jalan nafas a. Respiratory status : a. Pastikan
berhubungan dengan Ventilation (ventilasi kebutuhan oral /
obstruksi jalan nafas tidak terganggu) tracheal
akibat sekresi yang b. Respiratory status : suctioning.
tertahan Airway patency b. Berikan O2
(kepatenan jalan napas) ……l/mnt,
c. Aspiration Control metode………

14
(pencegahan aspirasi) c. Anjurkan pasien
untuk istirahat
Setelah dilakukan tindakan dan napas dalam
keperawatan selama ……… d. Posisikan pasien
jam pasien untuk
menunjukkan keefektifan memaksimalkan
jalan nafas dibuktikan ventilasi
dengan kriteria hasil : e. Lakukan
a. Mendemonstrasikan fisioterapi dada
batuk efektif dan suara jika perlu
nafas yang bersih, tidak f. Keluarkan sekret
ada sianosis dan dengan batuk
dispnea (mampu atau suction
mengeluarkan sputum, g. Auskultasi suara
bernafas dengan nafas, catat
mudah, tidak ada adanya suara
pursed lips) tambahan
b. Menunjukkan jalan h. Berikan
nafas yang paten (klien bronkodilator
tidak merasa tercekik, i. Monitor status
irama nafas, frekuensi hemodinamik
pernafasan dalam j. Berikan
rentang normal, tidak pelembab udara
ada suara nafas Kassa basah
abnormal) NaCl Lembab
c. Mampu k. Berikan
mengidentifikasikan antibiotik
dan mencegah faktor l. Atur intake untuk

15
yang penyebab. cairan
d. Saturasi O2 dalam mengoptimalkan
batas normal keseimbangan.
e. Foto thorak dalam m. Monitor respirasi
batas normal dan status O2
n. Pertahankan
hidrasi yang
adekuat untuk
mengencerkan
secret
o. Jelaskan pada
pasien dan
keluarga tentang
penggunaan
peralatan : O2,
Suction, Inhalasi
Ketidakseimbangan NOC: NIC:
nutrisi kurang dari a. Nutritional status: a. Kaji adanya
kebutuhan tubuh Adequacy of nutrient alergi makanan
berhubungan dengan b. Nutritional Status : food b. Kolaborasi
asupan nutrisi yang and Fluid Intake dengan ahli gizi
tidak adekuat c. Weight Control untuk
menentukan
Setelah dilakukan tindakan jumlah kalori dan
keperawatan selama…. nutrisi nutrisi yang
kurang teratasi dengan dibutuhkan pasien
indikator: c. Yakinkan diet
a. Albumin serum yang dimakan

16
b. Pre albumin serum mengandung
c. Hematokrit tinggi serat untuk
d. Hemoglobin mencegah
e. Total iron binding capacity konstipasi
f. Jumlah limfosit d. Ajarkan pasien
bagaimana
membuat catatan
makanan harian.
e. Monitor adanya
penurunan BB
dan gula darah
f. Monitor
lingkungan
selama makan
g. Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak
selama jam
makan
h. Monitor turgor
kulit
i. Monitor
kekeringan,
rambut kusam,
total protein, Hb
dan kadar Ht
j. Monitor mual dan
muntah

17
k. Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan
jaringan
konjungtiva
l. Monitor intake
nuntrisi
m. Informasikan
pada klien dan
keluarga tentang
manfaat nutrisi
n. Kolaborasi
dengan dokter
tentang
kebutuhan
suplemen
makanan seperti
NGT/ TPN
sehingga intake
cairan yang
adekuat dapat
dipertahankan.
o. Atur posisi semi
fowler atau
fowler tinggi
selama makan
p. Kelola pemberan
anti emetic

18
q. Anjurkan banyak
minum
r. Pertahankan
terapi IV line
s. Catat adanya
edema,
hiperemik,
hipertonik papila
lidah dan cavitas
oval
Kurang pengetahuan NOC: NIC :
berhubungan dengan a. Kowlwdge : disease a. Kaji tingkat
interpretasi terhadap process pengetahuan
informasi yang salah b. kowledge : health pasien dan
c. Behavior keluarga
b. Jelaskan
Setelah dilakukan tindakan patofisiologi dari
keperawatan selama …. pasien penyakit dan
menunjukkan pengetahuan bagaimana hal
tentang proses penyakit dengan ini berhubungan
kriteria hasil: dengan anatomi
a. Pasien dan keluarga dan fisiologi,
menyatakan pemahaman dengan cara yang
tentang penyakit, kondisi, tepat.
prognosis dan program c. Gambarkan tanda
pengobatan dan gejala yang
b. Pasien dan keluarga biasa muncul
mampu melaksanakan pada penyakit,

19
prosedur yang dijelaskan dengan cara yang
secara benar tepat
c. Pasien dan keluarga d. Gambarkan
mampu menjelaskan proses penyakit,
kembali apa yang dengan cara yang
dijelaskan perawat/tim tepat
kesehatan lainnya e. Identifikasi
kemungkinan
penyebab,
dengan cara yang
tepat
f. Sediakan
informasi pada
pasien tentang
kondisi, dengan
cara yang tepat
g. Sediakan bagi
keluarga
informasi tentang
kemajuan pasien
dengan cara yang
tepat
h. Diskusikan
pilihan terapi
atau penanganan
i. Dukung pasien
untuk
mengeksplorasi

20
atau
mendapatkan
second opinion
dengan cara yang
tepat atau
diindikasikan
j. Eksplorasi
kemungkinan
sumber atau
dukungan,
dengan cara yang
tepat
Risiko aspirasi NOC : NIC:
berhubungan dengan a. Respiratory Status : a. Monitor tingkat
gangguan menelan Ventilation kesadaran, reflek
b. Aspiration control batuk dan
c. Swallowing Status kemampuan
menelan
Setelah dilakukan tindakan b. Monitor status
keperawatan selama…. pasien paru
tidak mengalami aspirasi c. Pelihara jalan
dengan kriteria: nafas
a. Pasien dapat bernafas d. Lakukan suction
dengan mudah, tidak jika diperlukan
irama, frekuensi e. Cek nasogastrik
pernafasan normal sebelum makan
b. Pasien mampu menelan, f. Hindari makan
mengunyah tanpa terjadi kalau residu masih

21
aspirasi, dan mampu g. Banyak
melakukan oral hygiene h. Potong makanan
c. Jalan nafas paten, mudah kecil kecil
bernafas, tidak merasa i. Haluskan obat
tercekik dan tidak ada sebelumpemberian
suara nafas abnormal j. Naikkan kepala
30-45 derajat
setelah makan
Risiko infeksi NOC : NIC :
berhubungan dengan a. Immune Status a. Pertahankan
prosedur invasif, b. Knowledge : Infection teknik aseptif
imunitas tubuh control b. Batasi
menurun c. Risk control pengunjung bila
perlu
Setelah dilakukan tindakan c. Cuci tangan
keperawatan selama…… setiap sebelum
pasien tidak mengalami dan sesudah
infeksi dengan kriteria hasil: tindakan
a. Pasien bebas dari tanda keperawatan
dan gejala infeksi d. Gunakan baju,
b. Menunjukkan kemampuan sarung tangan
untuk mencegah sebagai alat
timbulnya infeksi pelindung
c. Jumlah leukosit dalam e. Ganti letak IV
batas normal perifer dan
d. Menunjukkan perilaku dressing sesuai
hidup sehat dengan petunjuk
e. Status imun, umum

22
gastrointestinal, f. Gunakan kateter
genitourinaria dalam batas intermiten untuk
normal menurunkan
infeksi kandung
kencing
g. Tingkatkan
intake nutrisi
h. Berikan terapi
antibiotic
i. Monitor tanda
dan gejala infeksi
sistemik dan
local
j. Pertahankan
teknik isolasi k/p
k. Inspeksi kulit
dan membran
mukosa terhadap
kemerahan,
panas, drainase
l. Monitor adanya
luka
m. Dorong masukan
cairan
n. Dorong istirahat
o. Ajarkan pasien
dan keluarga
tanda dan gejala

23
infeksi
p. Kaji suhu badan
pada pasien
neutropenia
setiap 4 jam

24
BAB III

LAPORAN KASUS

STATUS PENDERITA

Nomor Rekam Medik : 1414108


Tanggal dan Pukul Masuk RSAM : 09 Februari 2019 / 10.00 WIB

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. J
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 74 tahun
Agama : Islam
Suku : Bugis
Alamat : Mamboro
Pendidikan : Sekolah Rakyat
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Pernikahan : Sudah Menikah

ANAMNESIS

Diambil dari : Autoanamnesis (17 Juni 2016 pukul 10.00 WIB)


Keluhan Utama : Benjolan pada leher kanan sejak 3 bulan lalu
Keluhan Tambahan : Rasa tidak nyaman saat menelan, pendengaran yang
menurun pada telinga kanan, telinga berdenging ditelinga
kanan, sakit kepala di satu sisi bagian kepala.

Riwayat Penyakit Sekarang

25
Pasien datang dengan keluhan benjolan di leher kanan pasien sejak 3 bulan lalu.
Awalnya benjolan tersebut berbentuk seperti biji kacang tanah yang lama kelamaan
semakin membesar. Benjolan di leher kanan pasien disertai adanya rasa tidak nyaman
saat menelan. Rasa tidak nyaman saat menelan dirasakan pasien sejak 2 bulan lalu.
Rasa tidak nyaman menelan dirasakan seperti ada yang mengganjal di tenggorokan
pasien; hal tersebut memberat ketika pasien makan makanan yang padat atau kenyal
dan membaik ketika pasien dalam keadaan istirahat. Keluhan rasa tidak nyaman saat
menelan pada pasien tidak dipengaruhi oleh waktu.

Pasien juga memiliki pendengaran yang berkurang sejak 1 bulan lalu. Awalnya
pasien merasakan seperti telinga terasa penuh; oleh karena itu, pasien merasakan
adanya pendengaran yang menurun pada telinga bagian kanan. Tidak ada darah atau
cairan yang keluar dari telinga pasien. Pasien juga merasakan adanya telinga
berdenging yang lama kelamaan membuat pasien merasakan pendengaran semakin
menurun pada telinga bagian kanan. Keluhan ini memberat sejak 1 minggu sebelum
masuk rumah sakit. Keluhan ini disertai adanya rasa sakit kepala pada salah satu
bagian saja. Sakit kepala memberat ketika sedang beraktivitas dan ringan apabila
beristirahat. Keluhan pendengaran yang berkurang, telinga berdenging, dan sakit
kepala pada pasien tidak dipengaruhi oleh adanya waktu. Pasien juga merasakan
terdapat penurunan berat badan sebanyak 7 kg dari berat badan awal karena
penurunan nafsu makan akibat keluhan-keluhan tersebut. Pasien tidak mengalami
adanya demam.

Pasien belum melakukan pengobatan apapun untuk mengurangi keluhan-keluhan


yang dirasakan oleh pasien. Pasien tidak merasakan adanya penglihatan yang ganda;
keluar cairan dari hidung yang lama berupa cairan yang encer, darah, atau nanah
yang berbau; nyeri saat menelan. Pasien juga tidak memiliki adanya keluhan darah
tinggi ataupun kencing manis.

26
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat ISPA berulang : Disangkal
Riwayat alergi : Disangkal
Riwayat asma : Disangkal
Riwayat HT : Disangkal
Riwayat DM : Disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat ISPA : Disangkal
Riwayat alergi : Disangkal
Riwayat asma : Disangkal
Riwayat HT : Disangkal
Riwayat DM : Disangkal

Riwayat Kebiasaan Makan


Pasien sering mengkonsumsi makanan ikan asin.

PEMERIKSAAN OBYEKTIF

Status Generalis
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Nadi : 96 x/ menit
Tensi : 140/90 mmHg
RR : 20 x/ menit
Suhu : 37,0 oC

Kepala Dan Leher

Kepala Normochepal, CA -/-, SI -/-


Wajah Simetris

27
Thorak Abdomen Jantung dan paru dalam batas normal
Hepar dan lien tidak teraba, bising usus, (+),normal,
distensi tidak ada
Ekstremitas Edema tidak ada, perfusi jaringan baik
Coli anterior dekstra Pembesaran KGB (+), konsistensi kenyal padat,
Coli anterior sinistra terfiksir. Benjolan berukuran 16 x 8 x 6 cm,
permukaan rata, warna sama dengan kulit sekitar,
batas tegas, terfixir, nyeri tekan pada benjolan (-)
dan tidak ikut bergerak bila menelan.
Pembesaran KGB (-)
Coli posterior dekstra Pembesaran KGB (-)
Coli posterior sinistra Pembesaran KGB (-)

Status Lokalis

a. Telinga

Pemeriksaan Rutin Umum Telinga


Dextra Sinistra
Aurikula Bentuk normal Bentuk normal
Nyeri tarik (-) Nyeri tarik (-)
Oedem (-) Oedem (-)

Preaurikula Nyeri tragus (-) Nyeri tragus (-)


Oedem (-) Oedem (-)

Retroaurikula Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)


Oedem (-) Oedem (-)

Mastoid Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)


Oedem (-) Oedem (-)

28
CAE Oedem (-) Oedem (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Discharge (-) Discharge (-)
Serumen (-) Serumen (-)
Corpus alienum (-) Corpus alienum (-)

Membran Timpani
Dextra Sinistra
Keutuhan Intak Intak
Warna Putih keabu-abuan Putih keabu-abuan
mengkilat seperti mutiara mengkilat seperti mutiara
Bentuk Cekung Cekung
Cone of light (+) arah jam 5 (+) arah jam 7

b. Hidung

Pemeriksaan Rutin Umum Hidung


Cavum Dextra Cavum Sinistra
Hidung
Bentuk Bentuk normal Bentuk normal
Sekret (-) (-)
Mukosa Merah muda Merah muda
Konka
Media Merah muda Merah muda
Pembesaran (-) Pembesaran (-)
Inferior Pucat Pucat
Pembesaran (-) Pembesaran (-)
Meatus
Media Merah muda Merah muda
Sekret (-) Sekret (-)
Inferior Merah muda Merah muda
Sekret (-) Sekret (-)
Septum Tidak ada deviasi

29
Massa (-) (-)

c. Tenggorok

Pemeriksaan Rutin Umum Tenggorok


Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Palatum mole + Simetris/tidak Tidak Simetris Tidak
Arkus faring Simetris
Warna Hiperemis Hiperemis
Edema (-) (-)
Bercak/eksudat - -
Dinding Faring Warna Hiperemis Hiperemis
Permukaan Licin Licin
Tonsil Ukuran T1 T1
Warna Merah muda Merah
muda
Permukaan Rata Rata
Muara kripti Tidak Melebar
Detritus Tidak Ada Tidak ada
Eksudat - -
Perlengketan dengan - -
pilar
Peritonsil Warna Merah muda
Edema - -
Abses - -

Laringoskopi Indirek
Tidak dilakukan

Laringofaring
Mukosa
Massa
Lain-lain
Laring Tidak dilakukan
Epiglotis

30
Plika vokalis
Gerakan
Posisi
Tumor
Massa

Pemerisaan Kelenjar Getah Bening

Inspeksi
Terlihat benjolan pada leher depan sebelah kanan pasien

Palpasi
Massa berupa benjolan berukuran 16 x 8 x 6 cm, konsistensi kenyal padat,
permukaan rata, warna sama dengan kulit sekitar, batas tegas, terfixir, nyeri tekan (-)
dan tidak ikut bergerak bila menelan.

RESUME

Ny J, 74 tahun, datang dengan keluhan benjolan di leher kanan pasien sejak 3 bulan
lalu. Benjolan di leher kanan pasien disertai adanya rasa tidak nyaman saat menelan.
Rasa tidak nyaman saat menelan dirasakan pasien sejak 2 bulan lalu. Pasien juga
memiliki pendengaran yang berkurang sejak 1 bulan lalu. Awalnya pasien merasakan
seperti telinga terasa penuh; oleh karena itu, pasien merasakan adanya pendengaran
yang menurun pada telinga bagian kanan. Tidak ada darah atau cairan yang keluar
dari telinga pasien. Pasien juga merasakan adanya telinga berdenging yang lama
kelamaan membuat pasien merasakan pendengaran semakin menurun pada telinga
bagian kanan. Keluhan ini memberat sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan ini disertai adanya rasa sakit kepala pada salah satu bagian. Pasien juga
merasakan terdapat penurunan berat badan sebanyak 7 kg dari berat badan awal
karena penurunan nafsu makan akibat keluhan-keluhan tersebut.

31
Pada pemeriksaan fisik didapatkan massa berupa benjolan berukuran 16 x 8 x 6 cm,
konsistensi kenyal padat, permukaan rata, warna sama dengan kulit sekitar, batas
tegas, terfixir, nyeri tekan (-) dan tidak ikut bergerak bila menelan.

DIAGNOSIS

Suspect Carcinoma Nasopharnyx

DIAGNOSIS BANDING

Suspect Carcinoma Nasopharnyx


Suspect Non Hodgkin Lymphoma

ANJURAN PEMERIKSAAN LANJUTAN

Biopsi
FNAB
CT-SCAN Nasofaring

PENATALAKSANAAN

a) Umum
- Memberi tahu penyakit yang diderita pasien dari penyebab, faktor risiko
sampai dengan tatalaksana yang akan diberikan.
- Diet tinggi protein

b) Khusus
Vitamin B komplek 3 x 1 tablet selama 5 hari
Curcuma 3 x 20 mg selama 5 hari
TERAPI ANJURAN

32
Radioterapi
Kemoterapi

PROGNOSIS

Quo ad Vitam : dubia et malam


Quo ad Sanam : dubia et malam
Quo ad fungtionam : dubia et malam

33
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan kepala leher terbanyak
di temukan di Indonesia1. Tumor ini sifatnya menyebar secara cepat ke kelenjar
limfe leher dan organ jauh, seperti paru, hati, dan tulang. Karsinoma nasofaring
(KNF) adalah salah satu kanker kepala leher yang bersifat sangat invasif dan
sangat mudah bermetastasis (menyebar) dibanding kanker kepala leher yang lain.
Kanker ini lebih sering ditemukan pada pria dibanding wanita dengan rasio
2-3-1 dan apa sebabnya belum dapat diungkapkan dengan pasti, mungkin ada
hubugannya dengan faktor genetic, kebebasan hidup, pekerjaan dan lain-lain
B. SARAN
1. Pada Institut Pendidikan
Mengupdate ilmu secara teoritis dan Mendemonstrasikan kepada mahasiswa
tentang tindakan keperawatan yang benar pada klien CARSINOMA
NASOFARING.
2. Pada Mahasiswa
Diharapkan dapat melaksanakan tehknik komunikasi terapeutik dan
melakukan pengkajian agar kualitas pengumpulan data dapat lebih baik
sehingga dapat melaksanakan Asuhan Keperawatan dengan baik.
3. Pada Klien dan Keluarga
Diharapkan klien dapat melaksanakan anjuran dan penatalaksanaan
pengobatan dan diit yang telah diinstruksikan leh perawat dan dokter.

34
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan


Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC
NOC Jilid 2. Jakarta:EGC

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien


Dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba
Medika

Wilkinson, Judith M. & Nency, Ahern N. 2011. Buku Saku


Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC
.

35

Anda mungkin juga menyukai