Anda di halaman 1dari 11

JURNAL PRAKTIKUM ANALISIS INSTRUMEN

“SPEKTROFOTOMETRI UV-VISIBLE”

Disusun Oleh :
Ashfiyatul Amaliyah/ 16030234049/ KA16

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2019
I. Judul Percobaan : Spektrofotometri UV-Visible
II. Tanggal Percobaan : Kamis, 14 Februari 2019, pukul: 13.00 - 15.30 WIB
III. Tujuan Percobaan : Menentukan konsentrasi suatu larutan
IV. Dasar Teori :
A. Pengertian Spektrofotometri dan Spektrofotometer
Spektrofotometri adalah suatu metode analisis yang berdasarkan pada
pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada
panjang gelombang yang spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau
kisi difraksi dan detector vacum phototube atau tabung foton hampa (Harjadi, 1990).
Spektrofotometri ini hanya terjadi bila terjadi perpindahan elektron dari tingkat
energi yang rendah ke tingkat energi yang lebih tinggi. Perpindahan elektron tidak
diikuti oleh perubahan arah spin, hal ini dikenal dengan sebutan tereksitasi singlet
(Khopkar, 1990).
Alat yang digunakan adalah spektrofotometer, yaitu sutu alat yang digunakan
untuk menentukan suatu senyawa baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan
mengukur transmitan ataupun absorban dari suatu cuplikan sebagai fungsi dari
konsentrasi. Spektrometer menghasilkan sinar dari spectrum dengan panjang
gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang
ditransmisikan atau diabsorbsi (Harjadi, 1990).
B. Spektrofotometer UV Vis
Spektroskopi UV Vis adalah teknik analisis spektroskopi yang menggunakan
sumber radiasi elektromagnetik dan sinar tampak dengan menggunakan instrument.
Spektroskopi adalah penyerapan sinar tampak untuk ultraviolet dengan suatu molekul
yang dapat menyebabkan eksitasi molekul dari tingkat dasar ke tingkat energy yang
paling tinggi (Sumar, 1994 : 135).
Panjang gelombang cahaya UV Vis dan sinar tampak jauh lebih pendek daripada
panjang gelombang radiasi inframerah. Satuan yag digunkan untuk menentukan
panjang gelombang ini adalah monokromator (1 nm = 10-7). Spektrum tampak sekitar
400 nm (ungu) sampai 750 nm (merah) sedangkan spectrum tampak adalah 100-400
nm (Day and Underwood, 2002 :788).
Metode Spektrofotometri Ultra-violet dan Sinar Tampak telah banyak
diterapkan untuk penetapan senyawa-senyawa organik yang umumnya dipergunakan
untuk penentuan senyawa dalam jumlah yang sangat kecil (Skoog & West : 1971).
Radiasi ultraviolet maupun radiasi cahaya tampak berenergi lebih tinggi
daripada radiai inframerah absorbsi cahaya UV atau visibel mengakibatkan
transmisi elektromagnetik yaitu promosi elektron-elektron dan orbital keadaan dasar
yang berenergi rendah ke orbital keadaan terdesitasi berenergi lebih tinggi transisi ini
memerlukan 40 – 300 kkal/mol. Energi yang terserap selanjutnya terbuang sebagai
cahaya atau tersalurkan melalui reaksi kimia misalnya isomerisasi atau reaksi – reaksi
radiasi lain (Day and Underwood, 2002: 189).
Berikut adalah beberapa jenis transisi yang dapat terjadi :

Gambar 1. Transisi Elektronik


C. Prinsip Dasar Spektrofotometer UV Vis
Prinsip kerjanya berdasarkan penyerapan cahaya atau energi radiasi oleh suatu
larutan. Jumlah cahaya atau energi radiasi yang diserap memungkinkan pengukuran
jumlah zat penyerap dalam larutan secara kuantitatif (Skoog & West : 1971).
Semakin pekat sautu larutan maka akan semakin banyak warna yang diserap,
sehingga warna komplemen yang diteruskan akan semakin kuat. Jadi, dengan
mengukur banyaknya warna yang diserap oleh larutan, akan dapat dihitung konsentrasi
ion suatu anlit dalam larutan. Dalam suatu larutan gugus molekul yang dapat
mengabsorpsi cahaya dinamakan gugus kromofor, contohnya antara lain: C = C, C =
O, N = N, N = O, dan sebagainya. Beberapa warna yang diamati dan warna
komplementernya terdapat pada tabel berikut ini :
Tabel 1. Spektrum Warna (Skoog & West : 1971)
Panjang
Warna Terlihat Warna komplementer
Gelombang (nm)
<400 Ultraviolet
400-450 Violet Kuning
450-490 Biru jingga
490-550 Hijau merah
550-580 Kuning Ungu
580-650 Jingga Biru
650-700 Merah Hijau
>700 Infrared

D. Hukum Lambert Beer


Cahaya yang diserap diukur sebagai absorbansi (A) sedangkan cahaya yang
hamburkan diukur sebagai transmitansi (T), dinyatakan dengan hukum lambert-beer
atau Hukum Beer.
Berdasarkan hukum Lambert-Beer, rumus yang digunakan untuk menghitung
banyaknya cahaya yang hamburkan:
𝑇 = 𝐼𝑡 𝐼𝑜 atau %𝑇 = 𝐼𝑡 𝐼𝑜 𝑥100%
dan absorbansi dinyatakan dengan rumus:
𝐴 = − log 𝑇 = − log 𝐼𝑡 𝐼𝑜
dimana I0 merupakan intensitas cahaya datang dan It atau I1 adalah intensitas cahaya
setelah melewati sampel. Rumus yang diturunkan dari Hukum Beer dapat ditulis
sebagai:
A= a . b . c atau A = ε . b . c
Dimana, A = absorbansi
b = tebal larutan (tebal kuvet diperhitungkan juga umumnya 1 cm)
c = konsentrasi larutan yang diukur
ε = tetapan absorptivitas molar (jika konsentrasi larutan yang diukur dalam molar)
a = tetapan absorptivitas (jika konsentrasi larutan yang diukur dalam ppm).
(Day dan Underwood, 1986)
Pada suatu kurva standard dan adisi standar terdapat hubungan antara
konsentrasi(C) dengan absorbansi (A) dapat diketahui dengan persamaan regresi linear
dengan menggunakan hukum Lambert-Beer (Dewi, 2012):
Y = Bx + A
Dimana :
Y : absorbansi sampel x : konsentrasi sampel
B : slope A : intersep
E. Instrumen Spektrofotometer Uv Vis
 Cara Kerja
Seperti terlihat pada bagan alat susunan Spektrofometer Ultra-violet dan
Sinar Tampak, suatu sumber cahaya; dipancarkan melalui monokromator (B).
Monokromator menguraikan sinar yang masuk dari sumber cahaya tersebut
menjadi pita-pita panjang gelombang yang diinginkan, yang menunjukkan bahwa
setiap gugus kromofor mempunyai panjang gelombang maksimum yang berbeda.
Dari monokromator tadi cahaya/energi radiasi diteruskan dan diserap oleh suatu
larutan yang akan diperiksa di dalam kuvet. Kemudian jumlah cahaya yang diserap
oleh larutan akan menghasilkan signal elektrik pada detektor, yang mana signal
elektrik ini sebanding dengan cahaya yang diserap oleh larutan tersebut. Besarnya
signal elektrik yang dialirkan ke pencatat dapat dilihat sebagai angka.

Gambar 3. Bagian Optil UV Vis


 Bagian Alat
Sumber cahaya dipergunakan untuk pengukuran absorpsi. Sumber cahaya ini
harus memancarkan sinar dengan kekuatan yang cukup untuk penentuan dan
pengukuran, juga harus memancarkan cahaya berkesinambungan yang berarti harus
mengandung semua panjang gelombang dari daerah yang dipakai. Kekuatan sinar
radiasi harus konstan selama waktu yang diperlukan.
Monokromator dipergunakan untuk memisahkan radiasi ke dalam
komponenkomponen panjang gelombang dan dapat memisahkan bagian spektrum
yang diinginkan dari lainnya.
Sel absorpsi dipakai dari bahan silika, kuvet dan plastik banyak dipakai untuk
daerah Sinar Tampak. Kualitas data absorbans sangat tergantung pada cara
pemakaian dan pemeliharaan sel. Sidik jari, lemak atau pengendapan zat pengotor
pada dinding sel akan mengurangi transmisi. Jadi sel-sel itu harus bersih sekali
sebelum dipakai (Glasston 1960; Pecsok et al. 1976; Skoog & West 1971).
Detektor dipergunakan untuk menghasilkan signal elektrik. Dimana signal
elektrik ini sebanding dengan cahaya yang diserap. Signal elektrik ini kemudian
dialirkan ke alat pengukur (Glasston 1960; Pecsok et al. 1976; Skoog & West 1971).
Rekorder dipergunakan untuk mencatat data hasil pengukuran dari detektor,
yang dinyatakan dengan angka.
F. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Spectrum
a. Pelarut
Pelarut-pelarut yang digunakan spektrofotometri harus:
1. Melarutkan cuplikan
2. Meneruskan radiasi dalam daerah panjang gelombang yang sedang dipelajari.
3. Pelarut yang dipakai tidak mengandung sistem ikatan rangkap terkonjugasi
pada struktur molekulnya dan tidak berwarna.
4. Tidak terjadi interaksi dengan molekul senyawa yang dianalisis.
5. Kemurniannya harus tinggi, atau derajat untuk analisis tinggi.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah polaritas
pelarut, karena akan sangat mempengaruhi pergeseran spectrum yang dianalisis.
Beberapa pelarut yang bisa digunakan dalam daerah-daerah ultraviolet dan terlihat
adalah seperti : aseton, benzena, karbon tetraklorida, kloroform, dioksan,
sikloheksan, isopropanol, diklorometan, 95% etanol, etil, eter, methanol, air, dan
sebagainya.
b. pH larutan
Senyawa yang bersifat basa (gugus NH2 ) atau asam (asam karboklsillat /
fenol). Untuk melarutkan senyawa tersebut menggunakan pelarut bersifat asam
(HCl 0,1 N) atau basa (NaOH 0,1 N). pelarut ini diharapkan tidak berpengaruh besar
pada l maks atau daya serap (a). Tetapi ada juga zat seperti Vitamin B1 memberikan
hasil yang menyimpang dengan perubahan pH. Oleh karena itu cara mengatasi
jangan kurang membuat pelarut asam / basa pada saat analisa spektrofotometer.
Pada senyawa yang sensitif oleh pengaruh pH maka penetapan kadar senyawa
ini dilakukan pada titik isobestik (panjang gelombang dimana suatu senyawa
dengan konsentrasi sama tetapi pH tidak sama memberikan serapan yang sama).
c. Kadar Larutan
Jika konsentrasi tinggi akan terjadi polimerasi yang menyebabkan lmaks
berubah sama sekali
d. Tebal larutan
Jika digunakan kuvet dengan tebal yang berbeda akan memberikan spektrum
serapan yg berbeda.
e. Lebar celah
Makin lebar celah maka makin lebar pula serapan, cahaya makin
polikromatis, sehingga resolusi dan puncak-puncak kurva tidak sempurna
G. Metil Jingga
Dalam dunia industri jingga metil digunakan sebagai zat pewarna tekstil,
sementara itu di laboratorium jingga metil digunakan untuk menentukan kadar
alkalinitas air serta indikator pada proses titrasi, khususnya titrasi asam mineral dan
basa kuat. Senyawa azo seperti jingga metil, dapat digunakan sebagai indikator asam,
karena dapat berfungsi sebagai asam lemah yang berbeda warna antara asam dan
garamnya. Trayek pH jingga metil berada diantara pH 3,1 (berwarna merah) sampai
dengan pH 4,4 (berwarna kuning) ( O’Neil, 2001).

V. Alat dan Bahan :


A. Alat
No. Nama Alat Spesifikasi Jumlah
1. Gelas kimia 250 mL 3 buah
2. Gelas ukur 25 mL 1 buah
3. Pipet tetes - 6 buah
100 mL
4. Labu takar 1 buah
10 mL
5. Tabung reaksi - 6 buah
6. Spektrofotometer UV vis - 1 set

B. Bahan
No. Nama Bahan Spesifikasi Jumlah
1. Larutan metil merah 50 ppm Secukupnya
2. Larutan metil merah 40 ppm 3 mL
3. Larutan HCl 0,4 M 2 mL
4. Larutan NaOH 0,4 M 2 mL
5. Aquades - Secukupnya
VI. Alur Percobaan
1. Penentuan Konsentrasi Suatu Larutan
a. Penyiapan Larutan Baku

Larutan baku metil merah


50 ppm

1. Dibuat larutan standar 1,3,5,7, dan 10 ppm dengan


pengenceran bertingkat

larutan standar
1,3,5,7, dan 10 ppm

b. Penentuan Panjang Gelombang Optimum

Larutan standar 1 ppm

1. Diambil dan dimasukkan dalam kuvet yang telah dibilas dengan


aquades
2. Diukur absorbansi larutan pada panjang gelombang 300-600 nm
3. Dibuat kurva serapan masing-masing larutan (a vs λ)
4. Ditentukan λ optimum larutan

λ optimum larutan

c. Pembuatan Kurva Kalibrasi

larutan standar 1,3,5,7, dan 10 ppm

1. Diambil dan dimasukkan dalam kuvet yang telah dibilas dengan aquades
2. Diukur absorbansi masing-masing larutan pada panjang gelombang
optimum dimulai dari konsentrasi terendah
3. Dibuat kurva kalibrasi (a vs c)
4. Ditentukan persamaan kurvanya

persamaan kurva
d. Penentuan Konsentrasi Suatu Larutan

larutan sampel (metil merah)

1. Diambil dan dimasukkan dalam kuvet yang telah dibilas dengan aquades
2. Diukur absorbansi pada panjang gelombang optimum
3. Dibuat kurva kalibrasi (a vs c)
4. Ditentukan persamaan kurvanya dan dianalisis

konsentrasi larutan
metil merah

2. Pergeseran Panjang Gelombang


a. Pengukuran Metil Merah dengan Penambahan Aquades

1 mL larutan metil merah 50 ppm

1. Dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml


2. Diencerkan dengan aquades sampai tanda batas
3. Diukur absorbansinya pada λ = 300-600 nm dengan blangko aquades
4. Dicatat nilai absorbansinya
5. Ditentikan panjang gelombang optomum
6. Diamati dan dianalisis

Nilai Absorbansi

b. Pengukuran Metil Merah dengan Penambahan HCl 0,4M

1 mL larutan metil merah 50 ppm

1. Dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml


2. Ditambahkan 2 mL HCl 0,4 M
3. Diencerkan dengan aquades sampai tanda batas
4. Diukur absorbansinya pada λ = 300-600 nm dengan blangko aquades
5. Dicatat nilai absorbansinya
6. Ditentikan panjang gelombang optomum
7. Diamati dan dianalisis

Nilai Absorbansi
c. Pengukuran Metil Merah dengan Penambahan NaOH 0,4M

1 mL larutan metil merah 50 ppm

1. Dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml


2. Ditambahkan 2 mL NaOH 0,4 M
3. Diencerkan dengan aquades sampai tanda batas
4. Diukur absorbansinya pada λ = 300-600 nm dengan blangko aquades
5. Dicatat nilai absorbansinya
6. Ditentikan panjang gelombang optomum
7. Diamati dan dianalisis

Nilai Absorbansi

VII. Daftar Pustaka


Dewi, D.C. 2012. Determinasi Kadar Logam Timbale (Pb) Dalam Makanan Kaleng
Menggunakan Destruksi Basah Dan Destruksi Kering. Vol.2. Jurusan Kimia Fakultas
Sains dan Teknologi UIN Maliki. Malang.
Glasston, S. 1960. Textbook of physical chemistry. 2nd ed. London : Macmillan and Co.
Ltd.,
Harjadi. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: PT. Gramedia.
Khopkar, S. M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia.
O’Neil, M. J. (senior editor). 2001. The Merck Index. An Encyclopedia of Chemical, Drugs,
and Biologicals, 13th Edition, Merck and Co. Inc., Whitehouse Station, NJ, USA,
6124, 9549.
Pecsok, R.L.; L.D. Shileds; T. Cairns; And I.G. Mcwilliam. 1976. Modern methods of
chemical analysis. 2nd ed. New York : John Wiley & Sons, Inc.
Skoog, D.A. And D.M. West 1971. Principles of instrumental analysis. New York : Holt,
Rinehart and Winston, Inc.
Sista, P. D., Enggy, V. C. I. E., Ajiz, A. M. 2017. Penentuan Konsentrasi Disosiasi Asam
Metil Merah secara Spektrofotometri. Denpasar: Universitas Pendidikan Ganesa.
Sumar, Hendayana. 1994. Kimia Analisis Farmasi. Jakarta : UI Press.
Underwood, A. L. 1990. Analisis Kimia Kiantitatif Edisi ke Enam. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai