Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

TUMOR PARU

DISUSUN OLEH :
INDRAWATI ISMAIL
201410461011009

PROGRAM PENDIDIKAN ROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2015
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan ini telah disahkan sebagai salah satu
tugas praktik Departemen Keperawatan Peminatan Instalasi Gawat Darurat Program Pendidikan
Profesi Ners Universitas Muhammadiyah Malang di RSUD Kanjuruhan Kepanjen.

Malang, Oktober 2015


Mahasiswa

(INDRAWATI ISMAIL S.Kep)


201410461011009

Mengetahui,

Pembimbing Klinik/Lahan Pembimbing Akademik

(………………………) (………………………)
LAPORAN PENDAHULUAN
TUMOR PARU

A. Definisi
Tumor merupakan salah satu dari lima karakteristik inflamasi berasal dari bahasa latin, yang
berarti bengkak. Istilah Tumor ini digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan biologikal
jaringan yang tidak normal. Kanker adalah sebuah penyakit yang ditandai dengan pembagian sel
yang tidak teratur dan kemampuan sel-sel ini untuk menyerang jaringan biologis lainnya, baik
dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ke
tempat yang jauh (metastasis). Pertumbuhan yang tidak teratur ini menyebabkan kerusakan
DNA, menyebabkan mutasi di gen vital yang mengontrol pembagian sel, dan fungsi lainnya.
Karsinoma bronkogenik atau kanker paru dapat berupa metastasis atau lesi primer. Tumor
ganas dapat ditemukan di bagian tubuh mana saja. Metastasis pada kolon dan ginjal merupakan
tumor ganas yang paling sering ditemukan di klinik, keduanya dapat menyebabkan tumor paru.
Metastasis tumor paru sering ditemukan terlebih dahulu sebelum lesi primernya diketahui. Hal
yang berbahaya adalah pada keadaan klinis lokasi lesi primer sering tidak diketahui selama hidup
klien (Muttaqin, 2007).
Karsinoma bronkogenik adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran pernafasan
Di dalam kepustakaan selalu dilaporkan adanya peningkatan insiden kanker paru secara progresif,
yang bukan hanya sebagai akibat peningkatan umur rata-rata manusia serta kemampuan diagnosis
yang lebih baik, namun karsinomabronkogenik memang lebih sering terjadi (Alsagaff&mukty,
2002).

Gambar 1.1 Tumor Paru


B. Klasifikasi
1. Karsinoma sel skuamosa (epidermoid)
Merupakan tipe histologik karsinoma bronkogenik yang paling sering ditemukan, berasal dari
permukaan epitel bronkus.
2. Adenokarsinoma.
Memperlihatkan susunan karsinoma seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung mucus
3. Karsinoma sel bronchial alveolar
Merupakan sub tipe adenokarsinoma yang jarang ditemukan dan berasal dari epitel
alveolus/bronkiolus terminalis.
4. Karsinoma sel besar:
Sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan
ukuran inti bermacam-macam.
5. Karsinoma sel kecil: seperti tipe sel skuamosa, biasanya terletak di tengah disekitar
percabangan utama bronki.
Klasifikasi berdasarkan TNM : tumor, nodul dan metastase.
1. T: T0: tidak tampak tumor primer
T1: diameter tumor < 3 cm, tanpa invasi ke bronkus
T2: diameter > 3 cm, dapat disertai atelektasis atau pneumonitis, namun berjarak
lebih dari 2 cm dari karina, serta belum ada efusi pleura.
T3: tumor ukuran besar dengan tanda invasi ke sekitar atau sudah dekat karina
dan atau disetai efusi pleura.
2. N : N0: tidak didapatkan penjalaran ke kelenjar limfe regional
N1: terdapat penjalaran ke kelenjar limfe hilus ipsilateral
N2 : terdapat penjalaran ke kelenjar limfe mediastinum atau kontralateral
N3: terdapat penjalaran ke kelenjar limfe ekstratorakal
3. M: M0: tidak terdapat metastase jauh
M1: sudah terdapat metastase jauh ke organ – organ lain.
Klasifikasi menurut WHO untuk Neoplasma Pleura dan Paru – paru:
1. Karsinoma Bronkogenik.
a) Karsinoma epidermoid (skuamosa).
Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk metaplasia,
atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas mendahului timbulnya tumor.
Terletak sentral sekitar hilus, dan menonjol kedalam bronki besar. Diameter tumor jarang
melampaui beberapa centimeter dan cenderung menyebar langsung ke kelenjar getah bening
hilus, dinding dada dan mediastinum.
b) Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat).
Biasanya terletak ditengah disekitar percabangan utama bronki.Tumor ini timbul dari sel-
sel Kulchitsky, komponen normal dari epitel bronkus. Terbentuk dari sel-sel kecil dengan inti
hiperkromatik pekat dan sitoplasma sedikit. Metastasis dini ke mediastinum dan kelenjar
limfe hilus, demikian pula dengan penyebaran hematogen ke organ-organ distal.
c) Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar).
Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung mukus.
Kebanyakan timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang-kadang dapat dikaitkan
dengan jaringan parut local pada paru-paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi seringkali
meluas melalui pembuluh darah dan limfe pada stadium dini, dan secara klinis tetap tidak
menunjukkan gejala-gejala sampai terjadinya metastasis yang jauh.
d) Karsinoma sel besar.
Merupakan sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma
yang besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung untuk timbul pada
jaringan paru-paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-
tempat yang jauh.
e) Gabungan adenokarsinoma dan epidermoid.
f) Lain-lain.
1) Tumor karsinoid (adenoma bronkus).
2) Tumor kelenjar bronchial.
3) Tumor papilaris dari epitel permukaan.
4) Tumor campuran dan Karsinosarkoma
5) Sarkoma
6) Tak terklasifikasi.
7) Mesotelioma.
8) Melanoma

C. Etiologi
Meskipun etiologi sebenarnya dari kanker paru belum diketahui, tetapi ada beberapa faktor
yang agaknya bertanggung jawab dalam peningkatan insiden kanker paru:
1. Merokok.
Tak diragukan lagi merupakan faktor utama. Suatu hubungan statistik yang defenitif telah
ditegakkan antara perokok berat (lebih dari dua puluh batang sehari) dari kanker paru
(karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai kecenderung sepuluh kali lebih
besar dari pada perokok ringan. Selanjutnya orang perokok berat yang sebelumnya dan telah
meninggalkan kebiasaannya akan kembali ke pola resiko bukan perokok dalam waktu sekitar
10 tahun. Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan dalam ter dari tembakau rokok yang
jika dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan tumor.
2. Iradiasi.
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di Schneeberg dan penambang
radium di Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal akibat kanker paru) berkaitan dengan
adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini diduga merupakan agen etiologi
operatif.
3. Kanker paru akibat kerja.
Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil nikel (pelebur nikel)
dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja pemecah hematite (paru – paru hematite) dan
orang-orang yang bekerja dengan asbestos dan dengan kromat juga mengalami peningkatan
insiden.
4. Polusi udara.
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari pada
mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya karsinogen dari industri dan
uap diesel dalam atmosfer di kota.
5. Genetik.
Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru, yakni :
a) Proton oncogen.
b) Tumor suppressor gene.
c) Gene encoding enzyme.
Teori Onkogenesis.
Terjadinya kanker paru didasari oleh tampilnya gen suppresor tumor dalam genom
(onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara menghilangkan
(delesi/del) atau penyisipan (insersi/ inS) sebagian susunan pasangan basanya, tampilnya gen
erbB1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti apoptosis (mekanisme sel untuk mati secara
alamiah- programmed cell death). Perubahan tampilan gen kasus ini menyebabkan sel sasaran
dalam hal ini sel paru berubah menjadi sel kanker dengan sifat pertumbuhan yang autonom.
Dengan demikian kanker merupakan penyakit genetic yang pada permulaan terbatas pada sel
sasaran kemudian menjadi agresif pada jaringan sekitarnya.
6. Diet.
Dilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten, seleniumdan vitamin A menyebabkan
tingginya resiko terkena kanker paru.

D. Manifestasi Klinis
- Hemopthisis.
- Batuk.
- Nyeri dada.
- Sesak nafas, hal ini diakibatkan pembesaran tumor dan akibat kolapsnya paru.
- Mengi/ stridor, suara ini timbul akibat obstruksi trakhea atau bronchus.
- Serak, hal ini terjadi akibat terserangnya nervus laringeus recurents kiri.
- Pneumonia Recurents.
- Dysfagia, hal ini mungkin terjadi akibat penyebaran tumor melalui pembuluh getah bening
ke daerah mediatinum atau ke oesofagus.
- Obstruksi vena cava superior.
- Gejala sistemik: seperti berat badan turun, tak nafsu makan, yang merupakan gejala awal
pada 50% penderita kanker paru.
- Gejala metastasis, tersering mengenai organ otak, hati, tulang dan kelenjar adrenal.
- Efek non metastasis: seperti neuropati perifer, dermatomiositis atau sindroma yang
gejalanya seperti sekresi hormon (misalnya ADH, ACTH, PTH).
Kelompok resiko tinggi:
- Perokok.
- Pekerja pada pabrik asbes.
- Riwayat menderita fibrosis paru kronis yang diffus

E. Stadium Klinis
Pembagian stadium klinis kanker paru berdasarkan sistem TNM menurut International
Union Against (IUAC)/The American Joint Comittee on Cancer (AJCC) 1997 yang dikutip oleh
Nuzulul (2011) adalah sebagai berikut:
Stadium Klinis Kanker Paru
STADIUM TNM
Karsinoma tersembunyi Tx, N0, M0 Spuntum mengandung sel-sel
ganas tetapi tidak dapat
dibuktikan adanya tumor primer
atau metastasis
Stadium 0 Tis, N0, M0 Karsinoma in situ
Stadium IA T1, N0, M0 Tumor termasuk T1 tanpa adanya
bukti metastasis pada kelenjar
getah bening regional atau tempat
yang jauh
Stadium IB T2, N0, M0 Tumor termasuk klasifikasi T2
dengan bukti metastasis pada
kelenjar getah bening regional atau
tempat yang jauh
Stadium IIA T1, N1, M0 tumor termasuk klasifikasi T1
dengan bukti hanya terdapat
metastasis ke peribrokial ipsilateral
atau hilus kelenjar limfe ; tidak ada
metastasis ke tempat yang jauh
Stadium IIB T2, N1, M0 atau T3, N0, M0 tumor termasuk klasifikasi T2 atau
T3 dengan atau tanpa bukti
metastasis ke peribronkial
ipsilateral atau hilus kelenjar limfe
; tidak ada metastasis ke tempat
yang jauh
Stadium IIIA T3, N1, M0 atau T1-3, N2, M0 tumor termasuk klasifikasi T1, T2,
atau T3 dengan atau tanpa bukti
adanya metastasis ke peribronkial
Stadium IIIB T berapa pun, N3, M0 atau T4, N tumor dengan metastasis hilus
berapa pun, M0 kontralateral atau kelenjar getah
bening mediastinum atau ke
skalenus atau kelenjar limfe
supraklafikular ; atau setiap tumor
yang diklasifikasikan sebagai T4
dengan atau tanpa metastasis ke
kelenjar getah bening regional ;
tidak ad metastasis ke tempat yang
jauh
Stadium IV T berapa pun, N berapa pun, M1
Keterangan :
Status Tumor Primer (T)
T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer.
Tx : Kanker yang tersembunyi terlihat pada sitologi bilasan bronkus, tetapi tidak terlihat pada
radiogram atau bronkoskopi.
Tis : Karsinoma in situ.
T1 : Tumor berdiameter ≤ 3 cm dikelilingi paru atau pleura viseralis yang normal.
T2 : Tumor berdiameter > 3 cm atau ukuran berapa pun yang sudah menyerang pleura viseralis
atau mengakibatkan ateletaksis yang meluas ke hilus; harus berjarak > 2 cm distal dari karina.
T3 : Tumor ukuran berapa saja yang langsung meluas ke dinding dada, diafragma, pleura
mediastinalis, dan perikardium parietal atau tumor di bronkus utama yang terletak 2 cm dari
distal karina, tetapi tidak melibatkan karina, tanpa mengenai jantung, pembuluh darah besar,
trakea, esofagus, atau korpus vertebra.
T4 : Tumor ukuran berapa saja dan meluas ke mediastinum, jantung, pembuluh darah besar,
trakea, esofagus, korpus vertebra, rongga pleura/perikardium yang disertai efusi pleura/
perikardium, satelit nodul ipsilateral pada lobus yang sama pada tumor primer.
Keterlibatan Kelenjar Getah Bening Regional (N)
N0: Tidak dapat terlihat metastasis pada kelenjar getah bening regional.
N1: Metastasis pada peribronkial dan/atau kelenjar hilus ipsilateral
N2: Metastasis pada mediastinal ipsilateral atau kelenjar getah bening subkarina.
N3: Metastasis pada mediastinal atau kelenjar getah bening hilus kontralateral; kelenjar getah
bening skalenus atau supraklavikular ipsilateral atau kontralateral.
Metastasis Jauh (M)
M0: Tidak diketahui adanya metastasis jauh.
M1: Metastasis jauh terdapat pada tempat tertentu misalnya otak
F. Patofisiologi
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia hilang
dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan
karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang
disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi
pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra. Lesi yang letaknya sentral
berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi
bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa
batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat terdengan pada
auskultasi.
Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase,
khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur – struktur terdekat seperti
kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.
Sebab-sebab keganasan tumor masih belum jelas, tetapi virus, faktor lingkungan, faktor
hormonal dan faktor genetik semuanya berkaitan dengan resiko terjadinya tumor. Permulaan
terjadinya tumor dimulai dengan adanya zat yang bersifat intiation yang merangasang permulaan
terjadinya perubahan sel. Diperlukan perangsangan yang lama dan berkesinambungan untuk
memicu timbulnya penyakit tumor.
Initiati agen biasanya bisa berupa nunsur kimia, fisik atau biologis yang berkemampuan
bereaksi langsung dan merubah struktur dasar dari komponen genetik ( DNA ). Keadaan
selanjutnya diakibatkan keterpaparan yang lama ditandai dengan berkembangnya neoplasma
dengan terbentuknya tumor, hal ini berlangsung lama meingguan sampai tahunan.
Kanker paru bervariasi sesuai tipe sel daerah asal dan kecepatan pertumbuhan. Empat tipe sel
primer pada kanker paru adalah karsinoma epidermoid ( sel skuamosa ). Karsinoma sel kecil (sel
oat), karsinoma sel besar ( tak terdeferensiasi ) dan adenokarsinoma. Sel skuamosa dan karsinoma
sel kecil umumnya terbentuk di jalan napas utama bronkial. Karsinoma sel kecil umumnya
terbentuk dijalan napas utama bronkial. Karsinoma sel besar dan adenokarsinoma umumnya
tumbuh dicabang bronkus perifer dan alveoli. Karsuinoma sel besar dan karsinoma sel oat
tumbuh sangat cepat sehigga mempunyai progrosis buruk. Sedangkan pada sel skuamosa dan
adenokar. Paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut dan letaknya di dalam rongga
dada atau toraksinoma prognosis baik karena pertumbuhan sel ini lambat
PATHWAY

Rokok Pekerjaan/ polusi Fibrosis paru

Iritasi mukosa bronkus

Peradangan kronik

Pembelahan sel tidak terkendali

Tumor paru

Ulserasi bronchus Iritasi oleh masa tumor Adanya masaa di dalam paru Metaplasia sel skuamosa pada bronchus

Reaksi radang pada bronchus Kerusakan membrane alveoli Obstruksi bronchus Jalan Nafas Inefektif
Nyeri

Penumpukan secret Penurunan ekspansi paru Empisema

Batuk Sesak nafas


Gangguan Pertukaran Gas
Anoreksia Ketidakefektifan Pola Nafas
O2 ke jaringan ↓
Intake menurun
Kelemahan/letih
Gangguan Pemenuhan Nurtisi
Intoleransi Aktivitas
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Thorax:
Suatu diafragma yang meninggi mungkin menunjukkan suatu tumor yang mengenai syaraf
frenikus. Pembesaran bayangan jantung mungkin menunjukkan efusi pericardial yang ganas.
Perhatian kebanyakan tumor perifer tidak dapat dilihat pada rontgen dada sampai ukurannya
lebih besar dari 1 cm.
2. Sitologi sputum:
Pada pemeriksaan sitologi sputum dapat membantu menegakkan kasus hingga 70%. Sputum
untuk sampel sitologi sebaiknya diterima oleh laboratorium dalam 2 jam setelah ekspectorasi
atau pengeluaran. Sampel dinihari tidak diperlukan.
3. Bronchoscopy:
Pada biopsi digunakan untuk mengetahui tipe sel tumor.
4. Aspirasi pleura dan biopsi:
Aspirasi merupakan tindakan yang harus dilakukan jika pasien dengan tumor paru
mempunyai effusi pleura. Effusi tak selalu akibat dari penyebaran tumor ke pleura, tetapi
mungkin akibat dari reaksi pneumonia pada tumor atau obstruksi limfatik.
5. Biopsi jarum percutan:
Pemeriksaan ini berguna untuk mendiagnosis tumor perifer yang sulit dibiopsi denag tehnik
transbronchial.
6. Biopsi dugaan metastasis:
Kelenjar getah bening perifer dapat diaspirasi dengan menggunakan jarum halus dan
bahannya diperiksa secara sitologis.
7. Mediatinoscopy:
Tehnik ini digunakan untuk mengambil sampel kelenjar limfa mediatinum yang mengalami
pembesaran, hal ini dilakukan jika tidak nampak tumor pulmonal

H. Komplikasi
 Hematorak
 Pneumotorak
 Empiema
 Endokarditis
 Abses paru
 Atelektasis
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada tumor paru tergantung pada tipe sel tumor.
1. Reseksi bedah.
Pembedahan, memiliki kemungkinan kesembuhan terbaik, namun hanya < 25% kasus
yang bisa dioperasi dan hanya 25% diantaranya ( 5% dari semua kasus ) yang telah hidup
setelah 5 tahun. Tingkat mortalitas perioperatif sebesar 3% pada lobektomi dan 6% pada
pneumonektomi
2. Radioterapi radikal, digunakan pada kasus kanker paru bukan sel kecil yang tidak bisa
dioperasi. Tetapi radikal sesuai untuk penyakit yang bersifat lokal dan hanya
menyembuhklan sedikit diantaranya.
3. Radioterapi paliatif, untuk hemoptisis, batuk, sesak napas atau nyeri local
4. Kemoterapi, digunakan pada kanker paru sel kecil, karena pembedahan tidak pernah
sesuai dengan histologi kanker jenis ini. Peran kemoterapi pada kanker bukan sel kecil
belum jelas.
5. Terapi endobronkia, seperti kerioterapi, tetapi laser atau penggunaan stent dapat
memulihkan gejala dengan cepat pada pasien dengan penyakit endobronkial yang
signifikan
6. Perawatan faliatif, opiat terutama membantu mengurangi nyeri dan dispnea. Steroid
membantu mengurangi gejala non spesifik dan memperbaiki selera makan

J. Asuhan Keperawatan Teoritis


Pengkajian
1. Identitas
 Identitas klien
Merupakan biodata klien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa / ras, pendidikan, bahasa yang dipakai, pekerjaan, penghasilan dan alamat.
2. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama
Keluhan yang biasa muncul pada klien Kanker paru – paru biasanya batuk terus
menerus, dahak berdarah, sesak nafas dan pendek – pendek, sakit kepala.
b. Riwayat kesehatan terdahulu
Kemungkinan yang muncul pada riwayat kesehatan terdahulu pada pasien dengan Ca
Paru antara lain, perokok berat, lingkungan tempat tinggal di daerah yang tercemar
polusi udara, pernah menglami bronchitis kronik, pernah terpajan bahan kimia seperti
asbestos.
c. Riwayat penyakit keluarga
Di keluarga pasien ada yang pernah mengidap penyakit kanker paru – paru.
d. Riwayat psikososial
Kaji adanya emosi kecemasan, pandangan klien terhadap dirinya, serta interaksi
social yang mungkin terhambat akibat gejala penyakit seperti batuk yang
berkepanjangan.
e. Pola – pola fungsi kesehatan
1. Aktivitas/istirahat.: Kelemahan, ketidakmampuan, mempertahankan kebiasaan
rutin, dispnoe karena aktivitas , kelesuan biasanya tahap lanjut.
2. Sirkulasi Peningkaran Vena Jugulari, Bunyi jantung: gesekan perikordial (
menujukan efusi ) tachycardia, disritmia, jari tabuh.
3. Integritas Ego : Ansietas, takut akan kematian, menolak kondisi yang berat,
gelisah, insomnia, pertanyan yang diulang-ulang.
4. Eliminasi ; Diare yang hilang timbul ( ketidakseimbngan hormonal,)Peningkatan
frekuesnsi/jumlah urine ( Ketidakseimbngan Hormonal ).
5. Makanan/cairan : Penurunan Berat badan, nafsu makan buruk, penurunan
masukan makanan, kesulitan menelan, haus/peningkatan masukan cairan. Kurus,
kerempeng, atau penampilan kurang bobot ( tahap lanjut 0, Edema wajah,
periorbital ( ketidakseimbangan hormonal ), Glukosa dalam urine .
6. Ketidaknyamanan/nyeri: nyeri dada, dimana tidak/dapat dipengaruhi oleh
perubahan posisi.Nyeri bahu/tangan, nyeri tulang/sendi, erosi kartilago sekunder
terhadap peningkatan hormon pertumbuhan.Nyeri abdomen hilang/timbul\
7. Pernafasan : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya , peningkatan
produksi sputum, nafas pendek, pekerja terpapar bahan karsinogenik, serak,
paralisis pita suara, dan riwayat merokok.Dsipnoe, meni gfkat dengan kerja,
peningkatan fremitus taktil, krekels/mengi pada inspirasi atau ekspirasi ( ganguan
aliran udara ). Krekels/mengi yang menetap penyimpangan trakeal( area yang
mengalami lesi ) Hemoptisis.
8. Keamanan : Demam, mungkin ada/tidak, kemerahan, kulit pucat.
9. Seksualitas : Ginekomastia, amenorea, atau impoten.
10. Penyuluhan/pembelajaran : Faktor resiko keluarga, : adanya riwayat kanker
paru, TBC. Kegagalan untuk membaik.
f. Pemeriksaaan Fisik
1. Inspeksi
 Pola, frekuensi, kedalaman,jenis nafas, durasi inspirasi ekspirasi.
 Kesimetrisan dada,
 Retraksi otot-otot dada,
 penggunaan otot-otot bantu pernafasan
 Penggunaan otot bantu napas, yang terlihat dengan mengangkat bahu,
menunjukan peningkatan kerja pernapasan.
 Kaji postur tubuh,
 Pasien dengan penyakit paru obstruktif sering duduk dan menyangga diri dengan
tangan atau menyangga dengan siku di meja sebagai upaya untuk tetap
mengangkat klavikula sehingga memperluas kernampuan ekspansi dada.
 Sianosis (kebiruan)
 Pada pasien dengan kanker paru – paru biasanya terjadi sianosis akibat dari
gangguan pola nafas yang menyebabkan terjadinya hipoksia
 bentuk kuku
 pada pasien dengan kanker paru – paru biasanya memiliki kuku berbentuk tabuh
 kaji adanya edema
 Biasanya terjadi edema pada muka, leher,dan lengan\
 kulit pucat
 akibat kesulitan bernafas
 frekuensi batuk
 batuk biasanya terus-menerus
 karakteristik sputum
2. Palpasi
 Nyeri pada dada
 Ketika pemeriksa menekan bagian dada, pasien akan merasa nyeri
 Taktil fremitu
 Pada pasien normal vibrasi taktil fremitus ada. Ini dapat menurun atau tidak ada
bila terdapat sesuatu dintara tangan pemeriksa dan paru pasien serta dinding
dada. Sebagai contoh, bila ada efusi pleural, penebalan pleural atau pnemotorak
akan menyebabkan pemeriksa tidak mungkin merasakan vibrasi ini atau vibrasi
menurun
 Denyut nadi,frekuensi,irama dan kekuatan
 Capillary refill
3. Perkusi
 Mengetuk dada memastikan adanya pembesaran organ paru
 Ada penumpukan cairan (sekret)
4. Auskultasi
 Suara nafas
 Pada obstruksi jalan napas seperti penyakit paru obstruksi menahun (PPOM) atau
atelektasis, intensitas bunyi napas menurun. Pada penebalan pleural, efusi pleural,
pneumotoraks, dan kegemukan ada substansi abnormal Jaringan fibrosa, cairan,
udara, atau lemak) antara stetoskop dan paru di bawahnya; substansi ini menyekat
bunyi napas dari stetoskop, membuat bunyi napas menjadi tidak nyaring.
 Suara tambahan nafas
 Bunyi napas bronkial, selain terdengar pada trakea orang normal, juga terdengar
pada beberapa situasi dimana ada konsolidasi-contohnya pneumonia. Bunyi napas
bronkial juga terdengar di atas efusi pleural dimana paru normal tertekan. Bunyi
crackles terjadi pada pneumonia, gagal jantung kongestif, dan fibrosis pulmonalis.
Baik crackles inspirasi maupun ekspirasi dapat terauskultasi pada bronkiektaksis.
Bunyi ekstra seperti mengi berarti adanya penyempitan jalan napas. Ini dapat
disebabkan oleh asma, benda asing, mukus di jalan napas, stenosis, dan lain-lain.
 Tekanan darah
 Denyut jantung
g. Data Penunjang
 Foto dada, PA dan lateral
 CT scan/MRI
 Bronchoscope
 Sitologi
Pengelompokan Data
1. Data Subjektif
Perasaan lemah, Sesak nafas, nyeri dada, Batuk tak efektif, Serak, haus, Anoreksia,
disfalgia, berat badan menurun, Peningkatan frekuensi/jumlah urine, Takut
2. Data Objektif
Batuk produktif, Tachycardia/disritmia, Menunjukkan efusi, Sianosis, pucat, Edema,
Demam Gelisah

Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
2. Ketidakefektifan pembersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan hipoksia kronik pada jaringan paru.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan secara umum.
5. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penekanan saraf oleh tumor paru.
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelelahan
dan dyspnea
Intervensi Keperawatan

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1 Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan NOC : NIC :
penurunan ekspansi paru  Respiratory status: ventiolation Airway Management
Definisi : Inspirasi atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi  Respiratory status: Airway 1. Buka jalan nafas dengan teknik chin lift
Batasan Karakteristik: patency atau jaw thrust bila perlu
 Perubahan kedalaman bernafas  Vital sign status 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan

 Perubaham ekskursi dada Kriteria Hasil : ventilasi

 Mengambil posisi tiga titik 1. Mendemonstrasikan batuk efektif 3. Identivikassi pasien perlunya pemasangan

dengan suara nafas yang besih, tidak alat jalan nafas buatan
 Bradipneu
ada sianosis dan dyspneu ( mamou 4. Pasang mayo bila perlu
 Penurunan tekanan ekspirasi
mengeluarkan septum,mampu 5. Lakukan fisioterapi bila perlu
 Penurunan ventilasi se menit
bernafas dengan mudah, tidak ada 6. Kluarkan sekret dengan batuk atau suction
 Penurunan kapsitas vital
pursed lips) 7. Auskultassi suara nafas, catat adanya suara
 Dipneu
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten tambahan
 Peningkatan diameter anterior posterior 8. Lakulkan suction pada mayo
( klien tidak merasa tercekik, irama
 Pernapasan cuping hidung 9. Berikan brinkodilator bila perlu
nafas, frekuensi pernafasan dalam
 Ortopneu 10. Berikan pelembab udara kassa basah NaCl
rentang normal, tidak ada suara
 Fese ekspirassi memanjang abnormal) lembab
 Pernapasan bibir 11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
 Takipneu 3. Tanda- tanda vital dalam rentang keseimbangan.
 Penggunaan otot eksesorius untuk bernapas normal(tekanan darah, nadi, 12. Monitor respirasi dan status O2

Faktor faktor yang berhubungan : pernafasan) Oxygen Therapy

 Ansietas 1. Bersihkan mulut, hidung dan sekret trakea


2. Pertahankan jalan nafas yang paten
 Posisi tubuh
3. Atur peralatan oksigen
 Defomitas tulang
4. Monitor aliran oksigen
 Defomitas dinding dada
5. Pertahankan posisi pasien
 Keletihan
6. Observasi adanya tanda – tanda
 Hiperventilasi
hiperventilasi
 Sindrom hipoventilasi 7. Monitor adanya kecemasan pasien
 Gangguan muskuloskeletal terhadan oksigenasi
 Kerusakan neurologis Vital Sign Monitoring
 Imaturitas neurologis 1. Monitor TD,nadi,suhu,dan RR

 Disfungsi neuromuskular 2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah

 Obesitas 3. Monitor Vs saat pasien berbaring, duduk

 Nyeri n, atau berdiri


4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan
 Keletihan otot pernafasan cedera medula spinalis
bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR,sebelum,selama,dan
setelah aktivitass
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama pernafasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernafasan abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan kelembaban
kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing triad(tekanan nadi
yang melebar, bradikardi,peningkatan
sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari perubahan vital
sign
2 Ketidakefektifan pembersihan jalan nafas berhubungan NOC: NIC:
dengan obstruksi jalan nafas.  Respiratory Status: Ventilation Airway Suction
Definisi : Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau  Respiratory status: Airway patency 1. Pastikan kebutuhan oral / trakeal
obstruksi dari saluran pernafasan untuk mempertahankan Kriteria Hasil: suctioning
kiebersihan jalan nafas.  Mendemonstrasikan batuk efektif 2. Auskultassi suara nafas sebelum dan
Batasan Karakteristik : dan suara nafas yang bersih, tidak sesudah suctioning
 Tidak ada batuk ada sianosis dan dyspneu(mampu 3. Informasikan pada klien dan kluarga
 Suara napas tambahan mengelurkan sputum,mampu tentang suctioning

 Perubahan frekuensi napas bernafas dengan mudah,tidak ada 4. Minta pasien nafas dalam sebelum suction
suara nafas abnormal) dilakukan
 Perubahan irama napas
5. Berikan O2 dengan menggunakan nasal
 Sianosis  Menunjukkan jalan nafas yang paten untuk memfasilitassi suction nasotrakeal
 Kesulitan berbicara atau mengeluarakan suara ( klien tidak merasa tercekik, irama 6. Gunakan alat yang steril setiap melakukan
 Penurunan bunyi napas nafas,frekuensi pernafasan dalam tindakan

 Dipsneu rentang normal,tidak ada suara 7. Anjurkan passien untuk istirahat dan
nafas abnormala) nafass dalam setelah kateter dikeluarkan
 Sputum dalam jumlah yang berlebihan
 Mampu mengidentifikasikan dan dari nasotrakeal
 Batuk yang tidak efektif
mencegah faktor yang dapat 8. Monitor status oksigen pasien
 Orthopneu
menghambat bjalan nafas 9. Ajarkan keluarga bagaimana cara
 Gelisah
melakukan suction
 Mata terbuka lebar 10. Hentikan suction dan berikan oksigen
Faktor Yang berhubungan: apabila pasien menunjukkan
o Lingkungan: bradikardi,peningkatan saturassi O2 ,dll.
 Perokok pasif Airway Management
 Pengisap asap 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift
 Merokok atau jaw thrust bila perlu
o Obstruksi jalan nafas: 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan

 Spasme jalan nafas ventilasi

 Mokus dalam jumlah berlebihan 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan

 Eksudat dalam jalan alveoli alat jalan nafas buatan


4. Pasang mayo bila perlu
 Mareti asing dalam jalan nafas
5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
 Adanya jalan nafas buatan
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau
 Sekresi bertahan/sisa sekresi suction
 Sekresi dalam bronki 7. Auskultassi suara nafass , catat adanya

o Fisiologis: suara tambahan

 Jalan nafas alergik 8. Lakukan suction pada mayo


9. Berikan bronkodilator bila perlu
 Asma
10. Berikan pelembab udara kassa basah NaCl
 Penyakit paru obstruktif kronik
lembab
 Hiperplasihiperplasi dinding bronkial
11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
 Infeksi
keseimbangan
 Disfungsi neuromuskular
12. Monitor rspirasi dan status O2
3 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan hipoksia NOC : NOC:
kronik pada jaringan paru. 1. Respiratory Status:Gas exchange Airway Management
Definisi : Kelebihan atau defisit pada oksigenasi atau 2. Respiratory status: Ventilation 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift
eleminassi karbon dioksida pada membran alveolar - kapiler 3. Vital Sign status atau jaw thrust bila perlu
Batasan karakteristik : Kriteria Hasil : 2. Posisikan passien untuk mamaksimalkan
 PH darah arteri abnormal 1. Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi
 PH arteri abnormal ventilassi dan oksigenassi yang 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan

 Pernafasan abnormal(mis,pucat,kehitaman) adekuat alat jalan nafas buatan


2. Memelihara kebersihan paru-paru 4. Pasang mayo bila perlu
 Konfusi
dan bebas dari tanda-tanda distress 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
 Sianosis(pada neonatus saja)
pernafasan 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau
 Penurunan karbondioksida
3. Mendemonstrasikan batuk efektif suction
 Diaforesis dan suara nafas yang bersih,tidak 7. Auskultassi suara nafass , catat adanya
 Dispneu ada sianosis dan dyspneu ( mampu suara tambahan

 Sakit kepala saat bangun mengeluarkan sputum, mampu 8. Lakukan suction pada mayo
bernafas dengan mudah,tidak ada 9. Berikan bronkodilator bila perlu
 Hiperkapnia
pursed lips) 10. Berikan pelembab udara kassa basah NaCl
 Hipoksemia
4. Tanda-tanda vital dalam rentang lembab
 Hipoksia
normal 11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
 Iritabilitas
keseimbangan
 Nafas cuping hidung
12. Monitor rspirasi dan status O2
 Gelisah Respiratory Monitoring
 Samnolen 1. Monitor rata – rata ,kedalaman, irama, dan
 Takikardi usaha respirasi
gangguan penglihatan 2. Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan,
Faktor-faktor yang berhubungan : pengguanaan otot tambahan, retraksi otot
 Perubahan membran alveolar – kapiler supraclavicular dan intercostal
 Ventilasi - perfusi 3. Monitor suara nafas, seperti dengkur
4. Monitor pola nafas:bradipneu, takipneu,
kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes,
biot
5. Catat lokassi trakea
6. Monitor kelelahan otot diafragma(gerakan
paradoksis)
7. Auskultassi suara nafas, catat area
penurunan/ tidak adaventilasi dan suara
nafas tambahan
8. Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan rocki pada
jalan nafs trauma
9. Auskultassi suara paru setelah tindakan
untuik mengetahui hasilnya.
4 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan NOC: NIC :
secara umum.  Energy Consevation Activity Therapy
 Activity tolerance 1. Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi

 SelfCare: ADls medik dalam merencanakan program

Kriteria Hasil : terapi yang tepat

1. Berpartisipassi dalam aktifitas fisik 2. Bantu klien untuk mengidentifikasi

tanpa disertai peningkatan tekanan aktivitas yang mampu dilakukan

darah , nadi dan RR 3. Bantu untuk memilih aktivitas yang

2. Mampu melakukan aktifitass sehari konsisten yang sesuai dengan kemampuan

- hari (ADLs) secara mandiri fisik , psikologi dan sosial

3. Tanda – tanda vital normal 4. Bantu untuk mengidentifikasi dan

4. Energy psikomotor mendapatkan sumber yang diperlukan

5. Level kelemahan untuk aktivitas yang di inginkan


5. Bantu untuk mendapatkan alat bantuan
6. Mampu berpindah:dengan atau aktivitas seperti kursi roda, krek,
tanpa bantuan alat 6. Bantu untuk mengidentivikasi kegiatan
7. Status kardiopulmonari adekuat yang disukai
8. Sirkulassi status baik 7. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan
9. Status respirasi: pertukaran gas dan diwaktu luang
ventilasi adekuat 8. Bantu pasien / keluarga untuk
,mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktifitas
9. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
beraktivitas
10. Bantu pasien untuk mengembangkan
motivasi diridan penguatan
11. Monitor respon fisik,emosi,sosial dan
spiritual
DAFTAR PUSTAKA

Behrman E Richar. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Vol 2. Edisi 15. Jakarta: EGC
Carpenito – Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Mansjoer, A,.2000.Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III, Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Klinis Proses- Proses Penyakit . Jakarta :EGC

Anda mungkin juga menyukai