TUMOR PARU
DISUSUN OLEH :
INDRAWATI ISMAIL
201410461011009
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan ini telah disahkan sebagai salah satu
tugas praktik Departemen Keperawatan Peminatan Instalasi Gawat Darurat Program Pendidikan
Profesi Ners Universitas Muhammadiyah Malang di RSUD Kanjuruhan Kepanjen.
Mengetahui,
(………………………) (………………………)
LAPORAN PENDAHULUAN
TUMOR PARU
A. Definisi
Tumor merupakan salah satu dari lima karakteristik inflamasi berasal dari bahasa latin, yang
berarti bengkak. Istilah Tumor ini digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan biologikal
jaringan yang tidak normal. Kanker adalah sebuah penyakit yang ditandai dengan pembagian sel
yang tidak teratur dan kemampuan sel-sel ini untuk menyerang jaringan biologis lainnya, baik
dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ke
tempat yang jauh (metastasis). Pertumbuhan yang tidak teratur ini menyebabkan kerusakan
DNA, menyebabkan mutasi di gen vital yang mengontrol pembagian sel, dan fungsi lainnya.
Karsinoma bronkogenik atau kanker paru dapat berupa metastasis atau lesi primer. Tumor
ganas dapat ditemukan di bagian tubuh mana saja. Metastasis pada kolon dan ginjal merupakan
tumor ganas yang paling sering ditemukan di klinik, keduanya dapat menyebabkan tumor paru.
Metastasis tumor paru sering ditemukan terlebih dahulu sebelum lesi primernya diketahui. Hal
yang berbahaya adalah pada keadaan klinis lokasi lesi primer sering tidak diketahui selama hidup
klien (Muttaqin, 2007).
Karsinoma bronkogenik adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran pernafasan
Di dalam kepustakaan selalu dilaporkan adanya peningkatan insiden kanker paru secara progresif,
yang bukan hanya sebagai akibat peningkatan umur rata-rata manusia serta kemampuan diagnosis
yang lebih baik, namun karsinomabronkogenik memang lebih sering terjadi (Alsagaff&mukty,
2002).
C. Etiologi
Meskipun etiologi sebenarnya dari kanker paru belum diketahui, tetapi ada beberapa faktor
yang agaknya bertanggung jawab dalam peningkatan insiden kanker paru:
1. Merokok.
Tak diragukan lagi merupakan faktor utama. Suatu hubungan statistik yang defenitif telah
ditegakkan antara perokok berat (lebih dari dua puluh batang sehari) dari kanker paru
(karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai kecenderung sepuluh kali lebih
besar dari pada perokok ringan. Selanjutnya orang perokok berat yang sebelumnya dan telah
meninggalkan kebiasaannya akan kembali ke pola resiko bukan perokok dalam waktu sekitar
10 tahun. Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan dalam ter dari tembakau rokok yang
jika dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan tumor.
2. Iradiasi.
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di Schneeberg dan penambang
radium di Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal akibat kanker paru) berkaitan dengan
adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini diduga merupakan agen etiologi
operatif.
3. Kanker paru akibat kerja.
Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil nikel (pelebur nikel)
dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja pemecah hematite (paru – paru hematite) dan
orang-orang yang bekerja dengan asbestos dan dengan kromat juga mengalami peningkatan
insiden.
4. Polusi udara.
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari pada
mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya karsinogen dari industri dan
uap diesel dalam atmosfer di kota.
5. Genetik.
Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru, yakni :
a) Proton oncogen.
b) Tumor suppressor gene.
c) Gene encoding enzyme.
Teori Onkogenesis.
Terjadinya kanker paru didasari oleh tampilnya gen suppresor tumor dalam genom
(onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara menghilangkan
(delesi/del) atau penyisipan (insersi/ inS) sebagian susunan pasangan basanya, tampilnya gen
erbB1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti apoptosis (mekanisme sel untuk mati secara
alamiah- programmed cell death). Perubahan tampilan gen kasus ini menyebabkan sel sasaran
dalam hal ini sel paru berubah menjadi sel kanker dengan sifat pertumbuhan yang autonom.
Dengan demikian kanker merupakan penyakit genetic yang pada permulaan terbatas pada sel
sasaran kemudian menjadi agresif pada jaringan sekitarnya.
6. Diet.
Dilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten, seleniumdan vitamin A menyebabkan
tingginya resiko terkena kanker paru.
D. Manifestasi Klinis
- Hemopthisis.
- Batuk.
- Nyeri dada.
- Sesak nafas, hal ini diakibatkan pembesaran tumor dan akibat kolapsnya paru.
- Mengi/ stridor, suara ini timbul akibat obstruksi trakhea atau bronchus.
- Serak, hal ini terjadi akibat terserangnya nervus laringeus recurents kiri.
- Pneumonia Recurents.
- Dysfagia, hal ini mungkin terjadi akibat penyebaran tumor melalui pembuluh getah bening
ke daerah mediatinum atau ke oesofagus.
- Obstruksi vena cava superior.
- Gejala sistemik: seperti berat badan turun, tak nafsu makan, yang merupakan gejala awal
pada 50% penderita kanker paru.
- Gejala metastasis, tersering mengenai organ otak, hati, tulang dan kelenjar adrenal.
- Efek non metastasis: seperti neuropati perifer, dermatomiositis atau sindroma yang
gejalanya seperti sekresi hormon (misalnya ADH, ACTH, PTH).
Kelompok resiko tinggi:
- Perokok.
- Pekerja pada pabrik asbes.
- Riwayat menderita fibrosis paru kronis yang diffus
E. Stadium Klinis
Pembagian stadium klinis kanker paru berdasarkan sistem TNM menurut International
Union Against (IUAC)/The American Joint Comittee on Cancer (AJCC) 1997 yang dikutip oleh
Nuzulul (2011) adalah sebagai berikut:
Stadium Klinis Kanker Paru
STADIUM TNM
Karsinoma tersembunyi Tx, N0, M0 Spuntum mengandung sel-sel
ganas tetapi tidak dapat
dibuktikan adanya tumor primer
atau metastasis
Stadium 0 Tis, N0, M0 Karsinoma in situ
Stadium IA T1, N0, M0 Tumor termasuk T1 tanpa adanya
bukti metastasis pada kelenjar
getah bening regional atau tempat
yang jauh
Stadium IB T2, N0, M0 Tumor termasuk klasifikasi T2
dengan bukti metastasis pada
kelenjar getah bening regional atau
tempat yang jauh
Stadium IIA T1, N1, M0 tumor termasuk klasifikasi T1
dengan bukti hanya terdapat
metastasis ke peribrokial ipsilateral
atau hilus kelenjar limfe ; tidak ada
metastasis ke tempat yang jauh
Stadium IIB T2, N1, M0 atau T3, N0, M0 tumor termasuk klasifikasi T2 atau
T3 dengan atau tanpa bukti
metastasis ke peribronkial
ipsilateral atau hilus kelenjar limfe
; tidak ada metastasis ke tempat
yang jauh
Stadium IIIA T3, N1, M0 atau T1-3, N2, M0 tumor termasuk klasifikasi T1, T2,
atau T3 dengan atau tanpa bukti
adanya metastasis ke peribronkial
Stadium IIIB T berapa pun, N3, M0 atau T4, N tumor dengan metastasis hilus
berapa pun, M0 kontralateral atau kelenjar getah
bening mediastinum atau ke
skalenus atau kelenjar limfe
supraklafikular ; atau setiap tumor
yang diklasifikasikan sebagai T4
dengan atau tanpa metastasis ke
kelenjar getah bening regional ;
tidak ad metastasis ke tempat yang
jauh
Stadium IV T berapa pun, N berapa pun, M1
Keterangan :
Status Tumor Primer (T)
T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer.
Tx : Kanker yang tersembunyi terlihat pada sitologi bilasan bronkus, tetapi tidak terlihat pada
radiogram atau bronkoskopi.
Tis : Karsinoma in situ.
T1 : Tumor berdiameter ≤ 3 cm dikelilingi paru atau pleura viseralis yang normal.
T2 : Tumor berdiameter > 3 cm atau ukuran berapa pun yang sudah menyerang pleura viseralis
atau mengakibatkan ateletaksis yang meluas ke hilus; harus berjarak > 2 cm distal dari karina.
T3 : Tumor ukuran berapa saja yang langsung meluas ke dinding dada, diafragma, pleura
mediastinalis, dan perikardium parietal atau tumor di bronkus utama yang terletak 2 cm dari
distal karina, tetapi tidak melibatkan karina, tanpa mengenai jantung, pembuluh darah besar,
trakea, esofagus, atau korpus vertebra.
T4 : Tumor ukuran berapa saja dan meluas ke mediastinum, jantung, pembuluh darah besar,
trakea, esofagus, korpus vertebra, rongga pleura/perikardium yang disertai efusi pleura/
perikardium, satelit nodul ipsilateral pada lobus yang sama pada tumor primer.
Keterlibatan Kelenjar Getah Bening Regional (N)
N0: Tidak dapat terlihat metastasis pada kelenjar getah bening regional.
N1: Metastasis pada peribronkial dan/atau kelenjar hilus ipsilateral
N2: Metastasis pada mediastinal ipsilateral atau kelenjar getah bening subkarina.
N3: Metastasis pada mediastinal atau kelenjar getah bening hilus kontralateral; kelenjar getah
bening skalenus atau supraklavikular ipsilateral atau kontralateral.
Metastasis Jauh (M)
M0: Tidak diketahui adanya metastasis jauh.
M1: Metastasis jauh terdapat pada tempat tertentu misalnya otak
F. Patofisiologi
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia hilang
dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan
karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang
disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi
pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra. Lesi yang letaknya sentral
berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi
bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa
batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat terdengan pada
auskultasi.
Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase,
khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur – struktur terdekat seperti
kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.
Sebab-sebab keganasan tumor masih belum jelas, tetapi virus, faktor lingkungan, faktor
hormonal dan faktor genetik semuanya berkaitan dengan resiko terjadinya tumor. Permulaan
terjadinya tumor dimulai dengan adanya zat yang bersifat intiation yang merangasang permulaan
terjadinya perubahan sel. Diperlukan perangsangan yang lama dan berkesinambungan untuk
memicu timbulnya penyakit tumor.
Initiati agen biasanya bisa berupa nunsur kimia, fisik atau biologis yang berkemampuan
bereaksi langsung dan merubah struktur dasar dari komponen genetik ( DNA ). Keadaan
selanjutnya diakibatkan keterpaparan yang lama ditandai dengan berkembangnya neoplasma
dengan terbentuknya tumor, hal ini berlangsung lama meingguan sampai tahunan.
Kanker paru bervariasi sesuai tipe sel daerah asal dan kecepatan pertumbuhan. Empat tipe sel
primer pada kanker paru adalah karsinoma epidermoid ( sel skuamosa ). Karsinoma sel kecil (sel
oat), karsinoma sel besar ( tak terdeferensiasi ) dan adenokarsinoma. Sel skuamosa dan karsinoma
sel kecil umumnya terbentuk di jalan napas utama bronkial. Karsinoma sel kecil umumnya
terbentuk dijalan napas utama bronkial. Karsinoma sel besar dan adenokarsinoma umumnya
tumbuh dicabang bronkus perifer dan alveoli. Karsuinoma sel besar dan karsinoma sel oat
tumbuh sangat cepat sehigga mempunyai progrosis buruk. Sedangkan pada sel skuamosa dan
adenokar. Paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut dan letaknya di dalam rongga
dada atau toraksinoma prognosis baik karena pertumbuhan sel ini lambat
PATHWAY
Peradangan kronik
Tumor paru
Ulserasi bronchus Iritasi oleh masa tumor Adanya masaa di dalam paru Metaplasia sel skuamosa pada bronchus
Reaksi radang pada bronchus Kerusakan membrane alveoli Obstruksi bronchus Jalan Nafas Inefektif
Nyeri
H. Komplikasi
Hematorak
Pneumotorak
Empiema
Endokarditis
Abses paru
Atelektasis
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada tumor paru tergantung pada tipe sel tumor.
1. Reseksi bedah.
Pembedahan, memiliki kemungkinan kesembuhan terbaik, namun hanya < 25% kasus
yang bisa dioperasi dan hanya 25% diantaranya ( 5% dari semua kasus ) yang telah hidup
setelah 5 tahun. Tingkat mortalitas perioperatif sebesar 3% pada lobektomi dan 6% pada
pneumonektomi
2. Radioterapi radikal, digunakan pada kasus kanker paru bukan sel kecil yang tidak bisa
dioperasi. Tetapi radikal sesuai untuk penyakit yang bersifat lokal dan hanya
menyembuhklan sedikit diantaranya.
3. Radioterapi paliatif, untuk hemoptisis, batuk, sesak napas atau nyeri local
4. Kemoterapi, digunakan pada kanker paru sel kecil, karena pembedahan tidak pernah
sesuai dengan histologi kanker jenis ini. Peran kemoterapi pada kanker bukan sel kecil
belum jelas.
5. Terapi endobronkia, seperti kerioterapi, tetapi laser atau penggunaan stent dapat
memulihkan gejala dengan cepat pada pasien dengan penyakit endobronkial yang
signifikan
6. Perawatan faliatif, opiat terutama membantu mengurangi nyeri dan dispnea. Steroid
membantu mengurangi gejala non spesifik dan memperbaiki selera makan
Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
2. Ketidakefektifan pembersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan hipoksia kronik pada jaringan paru.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan secara umum.
5. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penekanan saraf oleh tumor paru.
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelelahan
dan dyspnea
Intervensi Keperawatan
Mengambil posisi tiga titik 1. Mendemonstrasikan batuk efektif 3. Identivikassi pasien perlunya pemasangan
dengan suara nafas yang besih, tidak alat jalan nafas buatan
Bradipneu
ada sianosis dan dyspneu ( mamou 4. Pasang mayo bila perlu
Penurunan tekanan ekspirasi
mengeluarkan septum,mampu 5. Lakukan fisioterapi bila perlu
Penurunan ventilasi se menit
bernafas dengan mudah, tidak ada 6. Kluarkan sekret dengan batuk atau suction
Penurunan kapsitas vital
pursed lips) 7. Auskultassi suara nafas, catat adanya suara
Dipneu
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten tambahan
Peningkatan diameter anterior posterior 8. Lakulkan suction pada mayo
( klien tidak merasa tercekik, irama
Pernapasan cuping hidung 9. Berikan brinkodilator bila perlu
nafas, frekuensi pernafasan dalam
Ortopneu 10. Berikan pelembab udara kassa basah NaCl
rentang normal, tidak ada suara
Fese ekspirassi memanjang abnormal) lembab
Pernapasan bibir 11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
Takipneu 3. Tanda- tanda vital dalam rentang keseimbangan.
Penggunaan otot eksesorius untuk bernapas normal(tekanan darah, nadi, 12. Monitor respirasi dan status O2
Perubahan frekuensi napas bernafas dengan mudah,tidak ada 4. Minta pasien nafas dalam sebelum suction
suara nafas abnormal) dilakukan
Perubahan irama napas
5. Berikan O2 dengan menggunakan nasal
Sianosis Menunjukkan jalan nafas yang paten untuk memfasilitassi suction nasotrakeal
Kesulitan berbicara atau mengeluarakan suara ( klien tidak merasa tercekik, irama 6. Gunakan alat yang steril setiap melakukan
Penurunan bunyi napas nafas,frekuensi pernafasan dalam tindakan
Dipsneu rentang normal,tidak ada suara 7. Anjurkan passien untuk istirahat dan
nafas abnormala) nafass dalam setelah kateter dikeluarkan
Sputum dalam jumlah yang berlebihan
Mampu mengidentifikasikan dan dari nasotrakeal
Batuk yang tidak efektif
mencegah faktor yang dapat 8. Monitor status oksigen pasien
Orthopneu
menghambat bjalan nafas 9. Ajarkan keluarga bagaimana cara
Gelisah
melakukan suction
Mata terbuka lebar 10. Hentikan suction dan berikan oksigen
Faktor Yang berhubungan: apabila pasien menunjukkan
o Lingkungan: bradikardi,peningkatan saturassi O2 ,dll.
Perokok pasif Airway Management
Pengisap asap 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift
Merokok atau jaw thrust bila perlu
o Obstruksi jalan nafas: 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
Sakit kepala saat bangun mengeluarkan sputum, mampu 8. Lakukan suction pada mayo
bernafas dengan mudah,tidak ada 9. Berikan bronkodilator bila perlu
Hiperkapnia
pursed lips) 10. Berikan pelembab udara kassa basah NaCl
Hipoksemia
4. Tanda-tanda vital dalam rentang lembab
Hipoksia
normal 11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
Iritabilitas
keseimbangan
Nafas cuping hidung
12. Monitor rspirasi dan status O2
Gelisah Respiratory Monitoring
Samnolen 1. Monitor rata – rata ,kedalaman, irama, dan
Takikardi usaha respirasi
gangguan penglihatan 2. Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan,
Faktor-faktor yang berhubungan : pengguanaan otot tambahan, retraksi otot
Perubahan membran alveolar – kapiler supraclavicular dan intercostal
Ventilasi - perfusi 3. Monitor suara nafas, seperti dengkur
4. Monitor pola nafas:bradipneu, takipneu,
kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes,
biot
5. Catat lokassi trakea
6. Monitor kelelahan otot diafragma(gerakan
paradoksis)
7. Auskultassi suara nafas, catat area
penurunan/ tidak adaventilasi dan suara
nafas tambahan
8. Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan rocki pada
jalan nafs trauma
9. Auskultassi suara paru setelah tindakan
untuik mengetahui hasilnya.
4 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan NOC: NIC :
secara umum. Energy Consevation Activity Therapy
Activity tolerance 1. Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi
Behrman E Richar. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Vol 2. Edisi 15. Jakarta: EGC
Carpenito – Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Mansjoer, A,.2000.Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III, Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Klinis Proses- Proses Penyakit . Jakarta :EGC