Anda di halaman 1dari 46

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/297714687

Pemilu Untuk Pemula (Jilid 2) : Proses Pemilihan dan pengawasan

Working Paper · January 2014


DOI: 10.13140/RG.2.1.4797.0965

CITATIONS READS

0 2,415

5 authors, including:

Cahyo Seftyono
Universitas Negeri Semarang
14 PUBLICATIONS   8 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Local Leadership and Development in Rural Area View project

Komisi Pemilihan Umum-Central Java Province View project

All content following this page was uploaded by Cahyo Seftyono on 10 March 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


1
2
Daftar isi
Daftar isi 3
Pengantar Ketua
Penyusunan Modul 4

Bab I Sosialisasi Politik dan


Sosialisasi Pemilu oleh
Penyelenggara Pemilu 5

Bab II Proses Pemilihan Umum 7


Pelaksanaan pemilu di
Indonesia 7
Kerangka Hukum 8
Pemilihan Umum Legislatif 9
Pemilihan Umum Eksekutif 14

Bab III Pendaftaran dan Verifikasi


Peserta dan pemilih dalam
Pemilu 20

Bab IV Kampanye Politik 29

Bab V Pengawasan Pemilu dan


Tata Cara Pencoblosan 40
Pengawasan Pemilu 40
Tata cara Pencoblosan 43

Bab VI Daftar Pustaka 45

3
Pengantara Ketua Penyusunan Modul
Pendidikan Politik untuk Pemilih Pemula

Assalamu‟alaikum Warahmatullah Wabarakatuh

Kita panjatkan puji syukur kepada Tuhan YME, karena modul yang
sudah lama digagas ini akhirnya selesai juga disusun dan diterbitkan oleh
KPU bekerja sama dengan Program Studi Ilmu Politik Universitas Negeri
Semarang.
Tujuan diterbitkannya modul ini adalah sebagai bahan dan sarana
untuk memberikan informasi kepada pemilih agar mengerti dan memahami
hak dan kewajibannya sebagai Warga Negara Indonesia dalam proses
penyelenggaraan demokrasi, khususnya dalam pelaksanaan pemilu.
Modul ini tidak hanya menjelaskan pentingnya pemilu dalam
penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara tetapi juga
menggambarkan bagaimana pemilu itu dilaksanakan, termasuk
didalamnya gambaran singkat pelaksanaan dan hasil pemilu yang dimulai
pertama kali tahun 1955 sampai dengan pelaksanaan terakhir di tahun
2009.
Modul ini tentang proses pemilu di Indonesia. Dimulai dengan
sistem pemilihan umum yang dijalankan di Indonesia, kampanye politik,
hingga tata cara pencoblosan dalam pemilu.
Modul ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi kepada
pemilih dalam rangka peningkatan partisipasi pemilih dalam pemilu, yang
juga dapat dipergunakan untuk fasilitator bagi pemilih pemula pada
khususnya, dan masyarakat pada umumnya.
Akhir kata saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Tim penyusun yang telah bekerja keras menyusun buku ini. Usaha
untuk menyusun modul ini patut mendapatkan apresiasi khususnya dalam
upaya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemilu.

Wassalamu‟alaikum Warahmatullah Wabarakatuh.

Semarang, Desember 2013

Ketua Tim Penyusunan Modul

4
Bab I. Sosialisasi Politik dan Sosialisasi Pemilu
oleh Penyelenggara Pemilu

“Pemilu aspirasi suara rakyat untuk kemajuan bangsa”


(Wahyu Eko, Pemilih Pemula)

Perkembangan sosialisasi politik diawali pada masa kanak-


kanak atau remaja. Tahap lebih awal dari belajar politik mencakup
perkembangan dari ikatan-ikatan lingkungan, seperti keterikatan
kepada sekolah-sekolah mereka, bahwa mereka berdiam di suatu
daerah tertentu. Empat tahap dalam proses sosialisasi politik dari
anak, yaitu:
1. Pengenalan otoritas melalui individu tertentu, seperti orang
tua anak, presiden, dan polisi
2. Perkembangan pembedaan antara otoritas internal dan
eksternal, yaitu antara pejabat swasta dan penjabat
pemerintah
3. Pengenalan mengenai institusi-institusi politik yang
impersonal, seperti kongres (parlemen), mahkama agung, dan
pemungutan suara (pemilu)
4. Perkembangan pembedaan antara institusi-institusi politik dan
mereka yang terlibat dalam aktivitas yang diasosialisasikan
dengan institusi-institusi ini.

Metode sosialisasi sendiri dapat berupa pendidikan politik


yang dilakukan melalui suatu proses dialog sehingga masyarakat
memperoleh nilai, norma, dan simbol politik. Pada umunya, metode
ini digunakan oleh negara-negara demokrasi. Dengan demikian,
sebelum adanya pemilu, maka KPU beserta seluruh organisasi atau

5
lembaga yang berkepentingan atas terselenggaranya pemilu yang
jurdil akan melakukan sosialisasi secara massif. Sosialisasi yang
harus ditaati dalam proses pemilu, jadwal pemilu, hingga tata cara
pencoblosan dalam pemilu.

6
Bab II. Proses Pemilihan Umum
“Pemilu adalah memperoleh dan merawat hubungan yang baik antara pemimpin dan masyarakat”
(Wijil Sulistyono, Pemilih Pemula)

II. 1. Pelaksanaan Pemilu di Indonesia


Pemilu Indonesia mungkin adalah kegiatan kepemiluan paling
kompleks di dunia: Empat juta petugas di 550.000 TPS, yang
tersebar di berbagai penjuru sebuah negara yang terdiri atas 17.000
pulau, bertugas mengelola 775 juta surat suara dengan 2.450 desain
yang berbeda untuk memfasilitasi pemilihan 19.700 kandidat dalam
satu Pemilu presiden dan 532 dewan perwakilan di tingkat nasional
dan daerah.
Indonesia telah melaksanakan pemilihan umum sebanyak tiga
kali – 1999, 2004, dan 2009 – sejak kembali ke bentuk demokrasi.
Kualitas penyelenggaraan Pemilu 1999 dan 2004 mengalami
kemajuan yang baik, namun terjadinya skandal besar pengadaan,
tidak berfungsinya undang-undang kepemiluan, dan komisi
pemilihan umum yang mengalami banyak permasalahan berujung
kepada Pemilu 2009 yang kualitasnya jauh di bawah standar –
diselamatkan terutama oleh selisih perolehan suara yang signifikan
dan meyakinkan. Dilatari oleh bermasalahnya Pemilu 2009, harapan
dan risiko dalam penyelenggaraan Pemilu 2014 yang akan datang
sangatlah signifikan dan merupakan sebuah tantangan besar yang
harus dihadapi oleh 2.659 orang komisioner yang baru dipilih di
tingkat nasional dan daerah.
Pelaksanaan pemilu legislatif tingkat nasional dan daerah
dijadwalkan pada tanggal 9 April 2014. Pemilu presiden dijadwalkan
untuk dilaksanakan pada bulan Juli 2014, dan, jika ronde kedua
harus dilaksanakan, hal tersebut akan diadakan pada bulan
September 2014. Pemilu presiden dan legislatif dilaksanakan tiap
lima tahun, namun pemilihan kepala eksekutif tingkat sub-

7
nasional/daerah (Pemilihan Kepala Daerah atau Pemilukada)
dilaksanakan secara terputus di berbagai bagian Indonesia setiap
waktu. Di Indonesia, akan selalu ada Pemilukada yang berlangsung.
Dalam hal jumlah pemilih, pemilihan umum nasional di
Indonesia adalah pemilu-satu-hari kedua terbesar di dunia – nomor
dua setelah Amerika Serikat. Menurut sensus nasional April 2010,
total populasi Indonesia saat ini adalah 237,56 juta jiwa. Batas umur
minimal sebagai pemilih adalah 17 tahun (pada hari pemilihan) atau
usia berapapun asalkan telah/pernah menikah. Daftar Pemilih Tetap
(DPT) untuk Pemilu 2014 yang telah ditetapkan pada tanggal 4
November 2013 berisi 186,61 juta pemilih yang terdaftar. Dalam
Pemilu 2009, terdapat 171 juta pemilih terdaftar namun hanya 122
juta pemilih yang menggunakan hak pilihnya – menunjukkan tingkat
partisipasi pemilih sebesar 71 persen – sebuah penurunan drastis
dari tingkat partisipasi 93 persen pada Pemilu 1999 dan 84 persen
pada Pemilu 2004. Kendati demikian, penurunan tingkat partisipasi
bukanlah hal yang aneh bagi sebuah demokrasi yang baru berdiri.

II. 2. Kerangka Hukum


Indonesia merupakan sebuah Republik Perwakilan dimana
Presiden merupakan kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.
Konstitusi Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), merupakan landasan
untuk sistem pemerintahan negara dan yang memisahkan secara
terbatas kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Kejatuhan Soeharto pada tahun 1998 dan permulaan gerakan
Reformasi menghasilkan amandemen yang signifikan terhadap
Konstitusi tersebut, yang mempengaruhi ketiga kekuasaan
pemerintah, menambahkan klausa hak-hak asasi manusia yang

8
penting, dan memperkenalkan pertama kali konsep “pemilu” ke
dalam konstitusi.
Kerangka hukum legislatif yang mengatur perwakilan
demokratis merupakan hal yang rumit dan menyangkut beberapa
undang-undang:
1. Undang-Undang 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilihan
Umum
2. Undang-Undang 8/2012 tentang Pemilihan Umum Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
3. Undang-Undang 42/2008 tentang Pemilihan Umum Presiden
dan Wakil Presiden
4. Undang-Undang 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah
(mencakup pemilu kepala daerah)
5. Undang-Undang 2/2011 tentang Partai Politik
6. Undang-Undang 27/2009 tentang Majelis Permusyarawatan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat , Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

II. 3. Pemilihan Umum Legislatif


Pada 9 April 2014 akan dilangsungkan Pemilu untuk memilih
para anggota dewan perwakilan rakyat tingkat nasional dan anggota
dewan perwakilan rakyat tingkat daerah untuk 33 provinsi dan 497
kabupaten/kota.
Di Indonesia ,terdapat dua lembaga legislatif nasional: Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
DPR merupakan badan yang sudah ada yang didirikan berdasarkan
Undang-Undang Dasar 1945 dan DPD, yang dibentuk pada tahun
2001 adalah lembaga perwakilan jenis baru yang secara
konstitusional dibentuk melalui amandemen UUD sebagai

9
pergerakan menujubicameralism di Indonesia. Akan tetapi, hanya
DPR yang melaksanakan fungsi legislatif secara penuh; DPD
memiliki mandat yang lebih terbatas. Gabungan kedua lembaga ini
disebut Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Perwakilan baik
dari DPR maupun DPD dipilih untuk jangka waktu lima tahun.

DPR terdiri dari 560 anggota yang berasal dari 77 daerah pemilihan
berwakil majemuk (multi-member electoral districts) yang memiliki
tiga sampai sepuluh kursi per daerah pemilihan (tergantung populasi
penduduk dapil terkait) yang dipilih melalui sistem proporsional
terbuka. Ambang batas parlemen sebesar 3,5 persen berlaku hanya
untuk DPR dan tidak berlaku untuk DPRD. Tiap pemilih akan
menerima satu surat suara untuk pemilihan anggota DPR yang berisi
semua partai politik dan calon legislatif yang mencalonkan diri dalam
daerah pemilihan di mana pemilih tersebut berada. Pemilih
kemudian, menggunakan paku, mencoblos satu lubang pada nama
kandidat atau gambar partai politik yang dipilih, atau keduanya (jika
mencoblos dua lubang, gambar partai yang dicoblos haruslah partai
yang mengusung kandidat yang dicoblos, kalau tidak demikian maka
surat suara tersebut akan dianggap tidak sah).

DPD memiliki 132 perwakilan, yang terdiri dari empat orang dari
masing-masing provinsi (dengan jumlah provinsi 33), yang dipilih
melalui sistem mayoritarian dengan varian distrik berwakil banyak
(single non-transferable vote, SNTV). Tiap pemilih menerima satu
surat suara untuk pemilihan anggota DPD yang berisi semua calon
independen yang mencalonkan diri di provinsi di mana pemilih
tersebut berada. Pemilih kemudian, menggunakan paku, mencoblos
satu lubang pada nama kandidat yang dipilih. Empat kandidat yang

10
memperoleh suara terbanyak di tiap provinsi akan kemudian terpilih
menjadi anggota DPD.
DPRD Provinsi (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi) dipilih
di 33 provinsi, masing masing dengan jumlah 35 sampai 100
anggota, tergantung populasi penduduk provinsi yang bersangkutan.
Untuk Pemilu 2014, di tingkat provinsi terdapat 2.112 kursi
yang diperebutkan dalam 259 daerah pemilihan berwakil majemuk
yang memiliki 3 hingga 12 kursi (tergantung populasi). 497 DPRD
Kabupaten/Kota, yang masing-masing terdiri atas 20 sampai 50
anggota tergantung populasi penduduk kabupaten/kota yang
bersangkutan, dipilih di tiap kabupaten/kota. Dalam pemerintahan
daerah, di bawah tingkat provinsi terdapat 410 kabupaten (pada
umumnya pedesaan) dan 98 kota (pada umumnya perkotaan), dan
497 dari seluruh kabupaten/kota tersebut akan memilih anggota
DPRD masing-masing dalam Pemilu 2014. Untuk Pemilu Legislatif
2014, pada tingkat kabupaten/kota, terdapat 16.895 kursi di 2.102
daerah pemilihan berwakil majemuk yang memiliki 3 hingga 12 kursi.
Para anggota legislatif di tingkat nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota terpilih untuk menempuh masa jabatan selama lima
tahun, dimulai pada hari yang sama, melalui sistem perwakilan
proporsional terbuka yang sama dengan sistem DPR sebagaimana
telah dijelaskan sebelumnya, namun tanpa penerapan ambang batas
parlementer. Dalam prakteknya, ini berarti bahwa tiap pemilih di
Indonesia akan menerima empat jenis surat suara yang berbeda
pada tanggal 9 April 2014, yakni surat suara DPR, DPD, DPRD
Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

11
II. 3. 1. Alokasi Kursi DPR
Pada Pemilu 2009, alokasi kursi untuk DPR, DPRD Provinsi,
dan DPRD Kabupaten/Kota merupakan proses rumit yang berujung
pada kesalahan dan kemudian revisi alokasi kursi yang cukup
memalukan. Dalam UU Pemilu Legislatif yang saat ini berlaku (UU
8/2012), proses alokasi kursi telah disederhanakan menjadi dua
tahap saja. Untuk menghitung alokasi kursi, Komisi Pemilihan Umum
(KPU) akan pertama-tama menentukan Bilangan Pembagi Pemilih
(BPP) bagi tiap daerah pemilihan. BPP adalah jumlah suara sah
yang diterima dalam sebuah daerah pemilihan, dibagi dengan jumlah
kursi yang tersedia bagi daerah pemilihan tersebut. Sebuah partai
politik mendapatkan satu kursi setiap kali jumlah suara yang
diperoleh partai tersebut mencapai BPP. Misalnya, jika BPP sebuah
dapil adalah 1500 dan partai A menerima 5000 suara, partai tersebut
akan mendapatkan tiga kursi dalam alokasi kursi tahap pertama.
Kemudian, pada tahap kedua, kursi yang tersisa di daerah pemilihan
tersebut dialokasikan bagi partai politik dengan sisa suara terbesar
(sisa suara adalah total perolehan suara partai dikurangi suara yang
digunakan untuk mendapatkan kursi di penghitungan tahap
pertama). Misalnya: BPP dalam sebuah dapil dengan 5 kursi yang
diperebutkan oleh dua partai adalah 1500; Partai A memperoleh
5000 suara sehingga mendapatkan tiga kursi di tahap pertama, dan
Partai B memperoleh 2500 suara sehingga mendapatkan satu kursi
di tahap pertama; sisa suara Partai A adalah 500 dan sisa suara
partai B adalah 1000; dengan demikian, karena sisa suaranya lebih
besar, Partai B mendapatkan satu kursi terakhir di alokasi kursi
tahap kedua ini. Jika ada dua partai atau lebih yang memiliki sisa
suara sejumlah sama besar untuk satu kursi yang tersisa, kursi
tersebut akan didapatkan oleh partai politik yang persebaran
geografis perolehan suaranya lebih luas. Saat jumlah kursi yang

12
didapatkan oleh partai-partai politik sudah ditentukan, kursi tersebut
diisi oleh calon legislatif yang mencalonkan diri atas nama partai
terkait di daerah pemilihan yang dimaksud dan berhasil
mendapatkan perolehan suara terbanyak. Untuk 77 daerah
pemilihan dalam Pemilu Anggota DPR, partai politik yang perolehan
suaranya tidak mencapai 3,5 persen suara sah tidak diikutsertakan
dalam proses alokasi kursi. Partai yang belum mencapai 3,5 persen
suara sah dalam Pemilu Anggota DPR masih dapat mendapatkan
kursi di DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.

II. 3. 2. Kuota Perempuan


Pada Pemilu 2004, UU Pemilu menyarankan agar 30 persen
dari daftar calon yang diajukan masing-masing partai politik peserta
pemilu adalah calon perempuan. 14 dari 24 partai politik peserta
Pemilu 2004 berhasil memenuhi kuota yang disarankan, sehingga
11.6 persen anggota DPR terpilih dan 22 persen anggota DPD
terpilih adalah perempuan. Pada Pemilu Legislatif 2009, ketentuan
tentang kuota gender sedikit lebih ketat. Tiap partai politik peserta
pemilu diwajibkan untuk memiliki minimal 30 persen calon
perempuan dalam daftar calon yang diajukan dan harus ada
setidaknya satu calon perempuan dalam setiap tiga calon secara
berurutan dari awal daftar (disebut juga sistem „ritsleting‟ atau
„zipper‟). Jika ketentuan kuota minimal 30 persen calon perempuan
ini gagal dipenuhi, diterapkan sanksi administratif; akan tetapi, tidak
ada sanksi yang diterapkan jika gagal memenuhi sistem zipper.
Pada Pemilu 2009, 101 orang (17,86 persen) anggota DPR terpilih
adalah perempuan (saat ini hanya terdapat 103 anggota DPR
perempuan disebabkan oleh penggantian sementara anggota
legislatif). Untuk Pemilu 2014, UU 8/2012 mempertahankan
diwajibkannya kuota minimal 30 persen calon perempuan untuk

13
daftar calon yang diajukan dan satu calon perempuan dalam setiap
tiga calon secara berurutan dari awal daftar calon. Kedua ketentuan
ini sekarang memiliki ancaman sanksi jika gagal dipenuhi – partai
politik yang gagal memenuhi kuota tersebut akan dicabut haknya
sebagai peserta pemilu di daerah pemilihan di mana kuota tersebut
gagal dipenuhi. Dalam proses pendaftaran calon di KPU, semua
partai politik peserta pemilu tingkat nasional berhasil memenuhi
ketentuan-ketentuan tersebut. Daftar calon sementara yang telah
disusun berisi 2.434 calon perempuan, atau lebih sedikit dari 37
persen, dari total calon sebanyak 6.576 orang. Diharuskannya ada
satu calon perempuan dalam setiap tiga calon secara berurutan dari
awal daftar di surat suara tidak menjamin keterwakilan perempuan,
karena kursi yang berhasil didapatkan oleh sebuah partai politik akan
dialokasikan bagi calon dari partai tersebut yang memperoleh suara
terbanyak tanpa mempedulikan jenis kelamin calon. Jika Partai A
memenangkan tiga kursi dan tiga calon Partai A yang memperoleh
suara terbanyak semuanya laki-laki, Partai A tidak akan memiliki
wakil perempuan di daerah pemilihan tersebut.

II. 4. Pemilihan Umum Eksekutif


II. 4. 1. Pemilihan Umum Presiden
Presiden adalah pemimpin kekuasaan eksekutif dan dapat
dipilih sebanyak-banyaknya dua kali untuk jangka waktu masing-
masing lima tahun. Sebuah partai politik atau koalisi partai politik
yang memenangkan 25 persen suara sah atau memperoleh paling
sedikit 20 persen kursi DPR dapat mengajukan calon untuk
pasangan Presiden dan Wakil Presiden. Pemilihan umum Presiden
diadakan setelah Pemilu legislatif guna memastikan pemenuhan
persyaratan diatas dalam mencalonkan diri menjadi Presiden.
Pasangan Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh

14
rakyat. Presiden saat ini, Susilo Bambang Yudhoyono, terpilih untuk
kedua dan terakhir kalinya pada putaran pertama dalam pemilihan
umum tahun 2009 dengan perolehan 60,8 persen dari jumlah suara.
Pemilu Presiden akan dilaksanakan pada bulan Juli 2014. Tanggal
pastinya akan ditetapkan oleh komisi pemilihan umum dalam waktu
dekat. Jika seorang kandidat tidak mencapai mayoritas absolut pada
putaran pertama, putaran kedua antara dua kandidat yang
memperoleh suara terbanyak akan diselenggarakan pada bulan
September 2014.

II. 4. 2. Pemilihan Umum Kepala Daerah


Struktur pemerintahan daerah di Indonesia dibagi menjadi 34
provinsi yang terdiri atas 508 kabupaten (pedesaan) dan kota
(perkotaan), 6.994 kecamatan, dan 81.253 kelurahan (perkotaan)
dan desa (pedesaan).
Pemilihan umum daerah yang resmi diselenggarakan oleh
komisi pemilihan umum disebut Pemilihan Umum Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah atau Pemilukada. Pemilukada adalah
pemilihan umum terputus (staggered) untuk memilih kepala dan
wakil kepala eksekutif di 33 provinsi (kecuali Yogyakarta, lihat
paragraf selanjutnya) dan di 502 kabupaten/kota. Berbagai
Pemilukada dilaksanakan setiap waktu. Di Indonesia, akan selalu
ada Pemilukada yang berlangsung.
Lima provinsi memiliki status khusus yang memungkinkan
diberlakukannya berbagai variasi undang-undang kepemiluan: Aceh
atas penggunaan hukum syariah di tingkat lokal dan keberadaan
partai politik lokal, Yogyakarta sebagai sebuah kesultanan, Papua
dan Papua Barat sebagai daerah otonomi khusus, dan Jakarta
sebagai daerah khusus ibukota. Pada tahun 2012, pemerintah

15
menetapkan undang-undang otonomi khusus bagi Yogyakarta yang
menetapkan Sultan Yogyakarta sebagai gubernur provinsi tersebut.

Pemilukada Provinsi
Kepala eksekutif sebuah provinsi adalah gubernur, dibantu
oleh wakil gubernur. Gubernur dan wakil gubernur dipilih sebagai
pasangan untuk masa jabatan lima tahun dengan mayoritas relatif
minimal 30 persen dari jumlah suara yang ada (50 persen untuk
Jakarta). Jika mayoritas relatif ini tidak tercapai, putaran kedua
antara dua kandidat yang memperoleh suara terbesar akan
diselenggarakan.

Pemilukada Kabupaten/Kota
Kepala eksekutif sebuah kabupaten (daerah pedesaan)
adalah Bupati, dan kepala eksekutif sebuah kota (daerah perkotaan)
adalah Walikota. Bupati atau Walikota, beserta wakilnya, dipilih
sebagai pasangan untuk masa jabatan lima tahun dengan mayoritas
relatif minimal 30 persen dari jumlah suara yang ada. Pemilukada
Kabupaten/Kota kadang-kadang diselenggarakan serentak pada hari
yang sama dengan Pemilukada Provinsi, namun sering juga pada
hari yang berbeda.

Penunjukan Camat
Sub-divisi administratif dari 508 Kabupaten/Kota tersebut
adalah kecamatan yang totalnya berjumlah 6.994. Kepala
Kecamatan (Camat) ditunjuk oleh Bupati/Walikota di tingkat
kabupaten/kota.

16
Penunjukan Lurah dan Pemilukada Desa
Desa, dalam hierarki administratif, adalah sub-bagian
kecamatan, dan merupakan tingkat pemerintahan administratif
terendah di Indonesia. Di Indonesia, terdapat 8.309 kelurahan (di
bawah kota) dan 72.944 desa (di bawah kabupaten). Kepala
kelurahan, disebut Lurah, adalah pegawai negeri yang ditunjuk oleh
Camat. Berbeda dengan Lurah, Kepala Desa adalah warga negara
yang secara langsung dipilih oleh warga desa dalam pemilihan
umum yang sifatnya informal dan diorganisir secara lokal. Pemilihan
umum ini dilaksanakan secara terputus untuk masa jabatan enam
tahun.

Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah


Penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2004
secara langsung telah mengilhami dilaksanakannya pemilihan
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) secara langsung
pula. Hal ini didukung pula dengan semangat otonomi daerah yang
telah digulirkan pada tahun 1999. Oleh karena itulah, sejak tahun
2005, telah diselenggarakan Pilkada secara langsung, baik di tingkat
provinsi maupun kabupaten/kota. Penyelenggaraan ini diatur dalam
UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang
menyebutkan bahwa “Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih
dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis
berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil”.
Pasangan calon yang akan berkompetisi dalam Pilkada adalah
pasangan calon yang diajukan oleh partai politik atau gabungan
partai politik.
Pilkada masuk dalam rezim Pemilu setelah disahkannya UU
Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum
sehingga sampai saat ini Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala

17
Daerah lebih dikenal dengan istilah Pemilukada. Pada tahun 2008,
tepat nya setelah diberlakukannya UU Nomor 12 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, Pasangan Calon yang dapat turut serta
dalam Pemilukada tidak hanya pasangan calon yang diajukan oleh
partai politik atau gabungan partai politik, tetapi juga dari
perseorangan.

Asas Pemilukada
Pemilukada dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur dan adil.

Dasar Hukum
1. UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana diubah ter-akhir dengan UU Nomor 12
Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
2. PP Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan
Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah sebagaimana diubah terakhir
dengan PP Nomor 49 Tahun 2008 tentang Perubahan
Ketiga Atas PP Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan,
Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
3. UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu.

18
Badan Penyelenggara
Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur diselenggarakan oleh
KPU Provinsi, sedangkan Pemilu Bupati dan Wakil Bupati atau
Walikota dan Wakil Walikota oleh KPU Kabupaten/ Kota.

4. Peserta
Peserta Pemilukada adalah Pasangan Calon dari:
1. Partai politik atau gabungan partai politik yang
memperoleh kursi paling rendah 15% (lima belas
perseratus) dari jumlah kursi DPRD di daerah
bersangkutan atau memperoleh suara sah paling rendah
15% (lima belas perseratus) dari akumulasi perolehan
suara sah dalam Pemilu Anggota DPRD di daerah
bersangkutan.
2. Perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang yang
telah memenuhi persyaratan secara berpasangan sebagai
satu kesatuan, dengan syarat dukungan sejumlah:

Jumlah dukungan di atas harus tersebar di lebih dari 50%


jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan (Pemilu
Gubernur dan Wakil Gubernur). Sedangkan untuk Pemilu Bupati dan
Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota jumlah dukungan
harus tersebar di lebih dari 50% jumlah kecamatan di
kabupaten/kota yang bersangkutan.

19
Bab III. Pendaftaran dan Verifikasi Peserta
dan Pemilih dalam Pemilu
“Pemilu adalah jalan memilih pemimpin tanpa paksaan”
(Putri Wahyu Febriani, Pemilih Pemula)

Terkait pendaftaran dan verifikasi peserta pemilu mengikuti


beberapa peraturan sebagai berikut:
1. UU Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik
2. UU Nomor 8 Tahun 20012 Tentang Pemilihan Umum DPR,
DPD, dan DPRD;
3. Keputusan KPU Nomor 105 Tahun 2003, Tentang Tata
Cara Penelitian dan Penetapan Partai Politik menjadi
Peserta Pemilu;
4. Keputusan KPU Nomor 615 Tahun 2003, Tentang
Perubahan Terhadap Keputusan Komosis Pemilihan
Umum nomor 105 Tahun 2003 Tentang Tata Cara
Penelitian dan Penetapan Partai Politik Menjadi Peserta
Pemilihan Umum

Sebagai bagian awal tahapan Pemilu 2014, pendaftaran


peserta pemilu di bagi menjadi 2 bagian, yakni; 1) pendaftaran
peserta pemilu partai politik, dan 2) pendaftaran peserta pemilu
perseorangan (DPD). Pendaftaran peserta pemilu Partai Politik
ditujukan untuk pelaksanaan Pemilihan Umum Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD),
sedangkan peserta Pemilu Perseorangan ditujukan untuk
pelaksanaan Pemilhan Umum Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
DPD merupakan lembaga negara baru yang salah satu tugas
dan wewenangnya adalah dapat mengajukan kepada DPR
rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah,

20
hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran, dan
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber
daya ekonomi lainnya serta yang berkaitan dengan perimbangan
keuangan pusat dan daerah.
Untuk memperjelas uraian tentang pendaftaran peserta
pemilu baik dari partai politik maupun perseorangan, dalam materi
pendahuluan ini digambarkan secara ringkas mengenai pendaftaran
partai politik dan pendaftaran peserta pemilu perseorangan (calon
anggota DPD).

1. Pendaftaran Peserta Pemilu: Partai Politik


Setiap Partai politik yang didirikan terlebih dahulu didaftarkan di
Departemen Kehakiman RI, dengan tujuan agar partai politik
tersebut memperoleh status badan hukum yang disahkan oleh
Menteri Kehakiman. Partai politik yang didaftarkan harus memenuhi
syarat sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (3) UU No. 31 tahun
2002 tentang Partai Politik, sebagai berikut :
a. memiliki akta notaris pendirian partai politik;
b. mempunyai kepengurusan sekurang-kurangnya 50% dari
jumlah Propinsi, 50% dari jumlah Kab/Kota pada setiap
propinsi yang bersangkutan, dan 25% dari jumlah kecamatan
pada setiap kab/kota yang bersangkutan;
c. memiliki nama, lambang, dan tanda gambar yang tidak
mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya
dengan nama, lambang, dan tanda gambar partai politik lain;
dan
d. mempunyai kantor tetap.

Agar dapat memperoleh status badan hukum yang disahkan oleh


Menteri Kehakiman, partai politik terlebih dahulu melalui proses

21
verifikasi ditingkat Departemen Kehakiman. Partai Politik yang
dinyatakan lolos verifikasi/memenuhi syarat, langsung disahkan
menjadi Partai Politik. Partai politik yang telah mendapatkan status
badan hukum melalui pengesahan Menteri kehakiman, belum dapat
dikatakan sebagai peserta pemilu. Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) UU
No 8 tahun 2012 tentang Pemilihan Umum DPR, DPD dan DPRD,
Partai Politik dapat menjadi peserta pemilu apabila memenuhi
syarat:
a. Diakui keberadaannya sesuai dengan UU No. 31 Tahun 2002
tentang Partai Politik;
b. Memiliki pengurus lengkap sekurang-kurangnya di 2/3 dari
seluruh jumlah Propinsi;
c. Memiliki pengurus lengkap sekurang-kurangnya di 2/3 dari
seluruh jumlah kab/kota di Propinsi sebagaimana dimaksud
dalam huruf b;
d. Memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 orang atau
sekurang-kurangnya 1/1.000 dari jumlah penduduk pada
setiap kepengurusan partai politik sebagaimana dimaksud
huruf c yang dibuktikan dengan kartu tanda anggota partai
politik;
e. Pengurus sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan huruf c
harus mempunyai kantor tetap;
f. Mengajukan nama dan tanda gambar partai politik kepada
KPU.
Proses verifikasi/penelitian terhadap syarat administratif dan
faktual dilakukan oleh KPU dan KPUD. Partai Politik yang dinyatkan
lolos verifikasi/memenuhi syarat sebagai mana dimaksud dalam UU
No 8 tahun 2012, ditetapkan sebagai peserta pemilu oleh Komisi
Pemilihan Umum. Sedangkan untuk verifikasi partai politik,
banyaknya jumlah penduduk mempunyai implikasi terhadap

22
pendaftaran peserta pemilu partai politik dan perseorangan di
daerah, hal ini dapat dibuktikan bahwa untuk dapat menjadi peserta
pemilu, partai politik diwajibkan untuk memiliki anggota sekurang-
kurangnya 1.000 orang atau sekurang-kurangnya 1/1.000 dari
jumlah penduduk pada setiap kepengurusan partai politik di
kabupaten/kota dimana partai politik tersebut didaftarkan.
Verifikasi partai politik didasarkan pada mekanisme sebagai
berikut:
1. Setiap Partai Politik yang melalui proses verifikasi terlebih
dahulu wajib menyerahkan; 1) daftar kepengurusan, 2)
jumlah anggota sekurang-kurangnya 400 orang pemilih,
3) domisili kantor (terdapat pengesahan dari camat
setempat) dan, 4) melampirkan nama dan tanda gambar
partai politik.
2. Pada prinsipnya verifikasi peserta pemilu perseorangan
tidak jauh berbeda dengan partai politik.

Partai Peserta Pemilu 2014


Pemilihan Umum Indonesia 2014 diikuti oleh 12 partai politik
dan 3 partai lokal Aceh. Pemilu merupakan pesta demokrasi
Indonesia yang digelar dalam periode lima tahun sekali. Rakyat
Indonesia memiliki hak untuk memilih dan dipilih dalam pemilu.
Berikut profil partai politik yang telah lolos verifikasi berdasarkan
nomor urut.

23
1.PARTAI NASDEM 2.PARTAI KEBANGKITAN 3.PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
BANGSA

Ketua : Drs. H.A. Muhaimin Iskandar,


Ketua : Surya Paloh Ketua : Muhammad Anis Matta
M.Sc
Sekjen : Patrice Rio Capella Sekjen : Muhamad Taufik Ridlo
Sekjen : H. Imam Nahrowi
Bendahara : Frankie Turtan Bendahara : Mahfudz Abdurrahman
Bendahara : H. Bachrudin Nasori
Alamat Kantor DPP : Jl. RP. Soeroso No. 44, Alamat Kantor DPP : Jl. TB. Simatupang
Alamat Kantor DPP : Jl. Raden Saleh No.
Gondangdia Lama, Jakarta 10350 Nomor 82, Pasar Minggu, Jakarta 21520
9, Jakarta Pusat 10350
Telp : 021‐ 3929801 Telp : 021- 78842116
Telp : 021‐ 3929801
Fax : 021‐ 31927288 Fax : 021- 78846456
Fax : 021‐ 31927288
Visi E-mail : setjen.dpp@pks.or.id
Visi dan Misi
Kelahiran Partai NasDem bukanlah semata- Visi
mata hadir dalam percaturan kekuasaan dan  Mewujudkan cita-cita Sebagai Partai Da'wah Penegak Keadilan
pergesekan kepentingan. Partai NasDem kemerdekaan Republik Indonesia Dan Kesejahteraan Dalam Bingkai Persatuan
terjun ke politik untuk suatu tujuan yang mulia. sebagaimana dituangkan dalam Ummat Dan Bangsa.
Partai NasDem memasuki gelanggang politik Pembukaan Undang- undang Misi
untuk mencapai tujuan-tujuan besar: Dasar 1945. Partai Berpengaruh Baik Secara Kekuatan
memantapkan eksistensi Negara, memperkuat  Mewujudkan masyarakat yang adil Politik, Partisipasi, Maupun Opini Dalam
persatuan bangsa dan meningkatkan dan makmur secara lahir dan Mewujudkan Masyarakat Indonesia Yang
kesejahteraan rakyat, mendorong batin, material dan spiritual. Madani.
pertumbuhan ekonomi yang tinggi, mendorong  Mewujudkan tatanan politik
keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. nasional yang demokratis,
Misi terbuka, bersih dan berakhlakul
Partai NasDem adalah sebuah gerakan karimah.
perubahan yang didasari oleh kenyataan
bahwa kehidupan seperti yang dicita-citakan
oleh Proklamasi 1945 belum terwujud hingga
saat ini. Partai NasDem bertujuan untuk
menggalang kesadaran dan kekuatan
masyarakat untuk melakukan Gerakan
Perubahan untuk Restorasi
Indonesia.Restorasi Indonesia adalah gerakan
mengembalikan Indonesia kepada tujuan dan
cita-cita Proklamasi 1945, yaitu Indonesia
yang berdaulat secara politik, mandiri secara
ekonomi, dan berkepribadian secara
kebudayaan.

4.PARTAI DEMOKRASI INDONESIA 6. PARTAI GERAKAN INDONESIA


5. PARTAI GOLONGAN KARYA
PERJUANGAN (PDIP) RAYA (GERINDRA)
(GOLKAR)

Ketua : Megawati Ketua : H. Aburizal Bakrie


Soekarnoputri Sekjen : Idrus Marham Ketua : Prof. Dr. Ir.
Sekjen : Tjahjo Kumolo Bendahara : Drs. Setya Novanto Suhardi, M.Sc.
Bendahara : Olly Dondokambey Alamat Kantor DPP : Jl. Anggrek Nelly Sekjen : H. Ahmad
Alamat Kantor DPP : Jl. Lenteng Murni, Jakarta 11480 Muzani, S. Sos
Agung No. 99 Jakarta Selatan 12610 Telp : 021- 5302222 Bendahara : Thomas A.
Telp : 021- 7806028/021- 7806032 Fax 021- 5303380 Muliatna Djiwandono, MA
Fax : 021- 7814472 Website : www.partai- Alamat Kantor DPP : Jalan Harsono
golkar.or.id RM No. 54 Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta
Visi Visi Selatan
Keadaan pada masa depan yang diidamkan Partai GOLKAR hendak mewujudkan kehidupan 12550
oleh Partai, dan oleh karena itu menjadi arah politik nasional yang demokratis melalui Telp : 021-
bagi perjuangan Partai. pelaksanaan agenda-agenda reformasi politik 7892377 atau 021- 7801396
yang diarahkan untuk melakukan serangkaian Fax : 021-
Misi koreksi terencana, melembaga dan 7819712
Muatan hidup yang diemban oleh partai, berkesinambungan terhadap seluruh bidang
sekaligus menjadi dasar pemikiran atas kehidupan. Reformasi pada sejatinya adalah Visi: Visi Partai Gerindra adalah menjadi
keberlangsungan eksistensi Partai. upaya untuk menata kembali sistim kenegaraan Partai politik yang mampu menciptakan
kita disemua bidang agar kita dapat bangkit kesejahteraan rakyat, keadilan sosial, dan
kembali dalam suasana yang lebih terbuka dan tatanan politik negara yang melandaskan diri
demokratis. Bagi Partai GOLKAR upaya pada nilai-nilai nasionalisme dan religiusitas
mewujudkan kehidupan politik yang demokratis dalam wadah Negara Kesatuan Republik
yang bertumpu pada kedaulatan rakyat adalah Indonesia
cita-cita sejak kelahirannya.

Misi Misi
Dalam rangka mengaktualisasikan doktrin dan
mewujudkan visi tersebut Partai GOLKAR Partai GERINDRA memiliki 5 (lima) misi,
dengan ini menegaskan misi perjuangannya, yaitu :

24
yakni: menegakkan, mengamalkan, dan 1.Mempertahankan kedaulatan dan tegaknya
mempertahankan Pancasila sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
Negara dan idiologi bangsa demi untuk berdasarkan Pancasila dan UUD 1945;
memperkokoh Negara Kesatuan Republik 2.Mendorong pembangunan nasional yang
Indonesia; dan mewujudkan cita-cita Proklamasi menitik beratkan pada pembangunan
melalui pelaksanaan pembangunan nasional di ekonomi kerakyatan, pertumbuhan ekonomi
segala bidang untuk mewujudkan masyarakat yang berkelanjutan, dan pemerataan hasil-
yang demokratis, menegakkan supremasi hasil pembangunan bagi seluruh warga
hukum, mewujudkan kesejahteraan rakyat, dan bangsa dengan mengurangi ketergantungan
hak-hak asasi manusia. kepada pihak asing;
3.Membentuk tatanan sosial dan politik
Dalam rangka membawa misi mulia tersebut masyarakat yang kondusif untuk
Partai GOLKAR melaksanakan fungsi-fungsi mewujudkan kedaulatan rakyat dan
sebagai sebuah partai politik modern, yaitu: kesejahteraan rakyat;
4.Menegakkan supremasi hukum dengan
Pertama, mempertegas komitmen untuk mengedepankan praduga tak bersalah dan
menyerap, memadukan, mengartikulasikan, dan persamaan hak di depan hukum;
memperjuangkan aspirasi serta kepentingan Merebut kekuasaan pemerintahan secara
rakyat sehingga menjadi kebijakan politik yang
konstitusi melalui Pemilu Legislatif dan
bersifat publik.
Pemilu Presiden untuk menciptakan lapisan
Kedua, melakukan rekruitmen kader-kader yang
Kepemimpinan nasional yang kuat
berkualitas melalui sistem prestasi (merit
system) untuk dapat dipilih oleh rakyat
menduduki posisi-posisi politik atau jabatan-
jabatan publik. Dengan posisi atau jabatan
politik ini maka para kader dapat mengontrol
atau mempengaruhi jalannya pemerintahan
untuk diabdikan sepenuhnya bagi kepentingan
dan kesejahteraan rakyat.

Ketiga, meningkatkan proses pendidikan dan


komunikasi politik yang dialogis dan partisipatif,
yaitu membuka diri terhadap berbagai pikiran,
aspirasi dan kritik dari masyarakat.

25
7. PARTAI DEMOKRAT 8. PARTAI AMANAT NASIONAL (PAN) 9. PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN
(PPP)

Ketua : M. Hatta Rajasa


Ketua : Dr. Susilo Bambang Sekjen : Taufik Kurniawan Ketua : Drs. H. Suryadharma Ali, M.Si.
Yudhoyono Bendahara : Jon Erizal Sekjen : Ir. H. M. Romahurmuziy, MT
Sekjen : Edhie Baskoro Yudhoyono, M. Alamat Kantor DPP : Jl. Warung Buncit Bendahara : Drs. H. Mahmud Yunus
Sc Raya No. 17 Jakarta Selatan Alamat Kantor DPP : Jalan Diponegoro
Bendahara : Handoyo Mulyadi Telp : 021- 7975588 No. 60, Jakarta 10310
Alamat Kantor DPP : Jl. Kramat Raya Fax : 021- 7975632 Telp 021- 31926164 atau 021- 31936338
No. 146, Jakarta Pusat, Jakarta 10450 Visi: Terwujudnya PAN sebagai partai politik
Telp : 021- terdepan dalam mewujudkan masyarakat Fax : 021- 3142558
31907999 Fax : madani yang adil dan makmur, pemerintahan Visi
021- 31908999 yang baik dan bersih di dalam negara Indonesia Berdasarkan sejarah perjuangan dan jati diri
Visi yang demokratis dan berdaulat, serta diridhoi di atas, maka visi PPP adalah "Terwujudnya
PARTAI DEMOKRAT bersama masyarakat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa. masyarakat yang bertaqwa kepada Allah
luas berperan mewujudkan keinginan luhur Misi:Mewujudkan kader yang berkualitas. SWT dan negara Indonesia yang adil,
rakyat Indonesia agar mencapai pencerahan 1.Mewujudkan PAN sebagai partai yang dekat makmur, sejahtera, bermoral, demokratis,
dalam kehidupan kebangsaan yang merdeka, dan membela rakyat tegaknya supremasi hukum, penghormatan
bersatu, berdaulat adil dan makmur, 2.Mewujudkan PAN sebagai partai yang terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), serta
menjunjung tinggi semangat Nasionalisme, modern berdasarkan sistem dan manajemen menjunjung tinggi harkat-martabat
Humanisme dan Internasionalisme, atas dasar yang unggul serta budaya bangsa yang luhur. kemanusiaan dan keadilan sosial yang
ketakwaan kepada Tuhan yang maha Esa 3.Mewujudkan Indonesia baru yang demokratis, berlandaskan kepada nilai-nilai keislaman".
dalam tatanan dunia baru yang damai, makmur, maju, mandiri dan bermartabat. Misi
demokratis dan sejahtera. 4.Mewujudkan tata pemerintahan Indonesia 1.PPP berkhidmat untuk berjuang dalam
Misi yang baik dan bersih, yang melindungi segenap mewujudkan dan membina manusia dan
1. Memberikan garis yang jelas agar partai berfungsi
bangsasecara optimal
Indonesia dan dengan
seluruh peranan yang signifikan
tumpah darah di dalam seluruh
masyarakat prosesdan
yang beriman pembangunan
bertaqwa Indonesia baru yang dijiwai oleh
semangat reformasi serta pembaharuan dalam semua bidang kehidupan kemasyarakatan,
Indonesia dan memajukan kesejahteraan kebangsaan
kepada Allah dan kenegaraan
SWT, kedalam
meningkatkan mutuformasi semula sebagaimana telah
umum,
diikrarkan oleh para pejuang, pendiri pencetus serta mencerdaskan
Proklamasi kemerdekaan kehidupan bangsa.
berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan
kehidupan beragama, mengembangkan ti tik berat kepada upaya mewujudkan
perdamaian, demokrasi (Kedaulatan rakyat) 5.Mewujudkan negara Indonesia yang bersatu,
dan kesejahteraaan. ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama
berdaulat, bermartabat, ikut melaksanakan muslim). Dengan demikian PPP mencegah
ketertiban dunia yang berdasarkan berkembangnya faham-faham atheisme,
2. Meneruskan perjuangan bangsa dengan semangat kebangsaan
kemerdekaan, baru dalam
perdamaian melanjutkan
abadi dan keadilan dan merevisi strategi pembangunan Nasional
komunisme/marxisme/leninisme, serta sebagai tumpuan sejarah bahwa
kehadiran partai Demokrat adalah melanjutkan sosial,perjuangan
serta dihormati
generasi-generasi
dalam pergaulan sebelumnya yang telah aktif
sekularisme, dansepanjang
pendangkalansejarah
agama perjuangan bangsa Indonesia, sejak
internasional.Pancasila dan UUD 1945, mengisi kemerdekaan
melawan penjajah merebut Kemerdekaan, merumuskan secara berkesinambungan
dalam kehidupan bangsa Indonesia. hingga memasuki era reformasi.
2.PPP berkhidmat untuk memperjuangkan
hak-hak asasi manusia dan kewajiban dasar
3. Memperjuangkan tegaknya persamaan hak dan kewajiban Warganegara tanpa membedakan ras, agama,sesuai
suku dan golongan dalam rangka menciptakan masyarakat sipil
manusia harkat dan martabatnya
(civil society) yang kuat, otonomi daerah yang luas serta terwujudnya representasi kedaulatan rakyat pada
dengan struktur lebaganilai-nilai
memperhatikan perwakilan dan permusyawaratan.
agama
terutama nilai-nilai ajaran Islam, dengan
mengembangkan ukhuwah basyariyah
(persaudaraan sesama manusia). Dengan
demikian PPP mencegah dan menentang
berkembangnya neo-feodalisme, faham-
faham yang melecehkan martabat manusia,
proses dehumanisasi, diskriminasi, dan
budaya kekerasan.
3.PPP berkhidmat untuk berjuang
memelihara rasa aman, mempertahankan
dan memperkukuh persatuan dan kesatuan
bangsa dengan mengembangkan ukhuwah
wathaniyah (persaudaraan sebangsa).
Dengan demikian PPP mencegah dan
menentang proses disintegrasi, perpecahan
dan konflik sosial yang membahayakan
keutuhan bangsa Indonesia yang ber-
bhineka tunggal mika.
4.PPP berkhidmat untuk berjuang
melaksanakan dan mengembangkan
kehidupan politik yang mencerminkan
demokrasi dan kedaulatan rakyat yang sejati
dengan prinsip musyawarah untuk mencapai
mufakat. Dengan demikian PPP mencegah
dan menentang setiap bentuk
otoritarianisme, fasisme, kediktatoran,
hegemoni, serta kesewenang-wenangan
yang mendzalimi rakyat.
5.PPP berkhidmat untuk memperjuangkan
berbagai upaya dalam rangka mewujudkan
masyarakat adil dan makmur yang diridlai
oleh Allah SWT, baldatun thayyibatun wa
rabbun ghofur. Dengan demikian PPP
mencegah berbagai bentuk kesenjangan
sosial, kesenjangan ekonomi, kesenjangan
budaya, pola kehidupan yang konsumeristis,
materialistis, permisif, dan hedonistis di
tengah-tengah kehidupan rakyat banyak
yang masih hidup di bawah garis
kemiskinan.

26
10. PARTAI HATI NURANI RAKYAT 11.Partai Damai Aceh 12. PARTAI NASIONAL ACEH
(HANURA)
(PNA)

Ketua : H. Wiranto
Sekjen : Dossy Iskandar
Ketua : Irwansyah (Tgk
Prasetyo
Muchsalmina)
Bendahara : Bambang Sudjagad
Sekjen : Muharram Idris
Alamat Kantor DPP : Jalan Imam Bonjol Ketua : Bendahara : Lukman Age
No. 4, Menteng, Jakarta Pusat, 100330 Tgk.Muhibbussabri.A.Wahab Alamat Kantor DPP : Jl. T. Iskandar No.
Telp : 021- 3100169 Sekjen : Khaidir Rizal Jamal, 174 Lam Glumpang, Ulee Kareng, Banda
S.Pd. Aceh
Fax : 021- 3100174 Bendahara : M.Tahir.S.Sos Telp :
Visi Alamat Kantor DPP : Jln.Tgk. Imum (0651) 28282
Kemandirian Bangsa Lhueng Bata No.36
Bangsa Indonesia saat ini terasa tidak mandiri Banda Aceh Visi Partai Nasional Aceh bertujuan untuk
lagi. Banyak tekanan dan intervensi asing
memimpin perjuangan perubahan dengan
yang sudah merajalela merugikan kehidupan Visi dan Misi menguasai struktur pemerintah baik legislatif
seluruh bangsa. Kita harus rebut kembali, Mewujudkan Aceh Yang Religius, Bersatu, Adil, maupun eksekutif di semua level dan
bangun kembali kemandirian kita dalam Damai Dan Makmur Dalam Bingkai Syari‟ah tingkatan di Aceh. Misi: Partai Nasional Aceh
penyelenggaraan negara. Yang Kaffa. juga akan menempatkan diri sebagai kiblat
dari konsepsi perubahan kehidupan rakyat
Aceh, melalui :
Kesejahteraan Rakyat
 Perwujudan keadilan dan
kesejahteraan sosial bagi
rakyat Aceh dalam kedamaian
Sebuah kata yang sudah sangat sering
yang bebas dari ketakutan
diucapkan tetapi sangat sulit diwujudkan.
terhadap masa depan.
Semua kader Partai HANURA yang juga calon
 Perwujudan partisipasi seluruh
pemimpin bangsa, di benaknya harus selalu
potensi rakyat Aceh dalam
tertanam kalimat „kesejahteraan rakyat
menciptakan pemerintahan
Indonesia‟, sekaligus mampu berusaha
yang demokratis, amanah,
menghadirkannya.
efektif, efisien dan berwibawa
yang menghormati nilai-nilai
kemanusiaan.
Misi :Mewujudkan pemerintahan yang bersih
dan berwibawa melalui penyelenggaraan  Perwujudan tatanan
negara yang demokratis, transparan, masyarakat yang memiliki daya
akuntabel, dengan senantiasa berdasar pada saing global yang tetap
Pancasila, Undang-undang Dasar Negara menghormati nilai ke-Acehan
Republik Indonesia 1945 dan Negara dan nilai Ke-Islaman.
Kesatuan Republik Indonesia.

Melahirkan pemimpin yang bertakwa, jujur,


berani, tegas, dan berkemampuan, yang
dalam menjalankan tugas selalu
mengedepankan hati nurani.

Menegakkan hak dan kewajiban asasi


manusia dan supremasi hukum yang
berkeadilan secara konsisten, sehingga dapat
menghadirkan kepastian dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.

Membangun sumber daya manusia yang sehat


dan terdidik yang didasari akhlak dan moral
yang baik serta memberi kesempatan seluas-
luasnya kepada kaum perempuan dan
pemuda untuk berperan aktif dalam
pembangunan bangsa.

Membangun ekonomi nasional yang


berkeadilan dan berwawasan lingkungan serta
membuka kesempatan usaha dan lapangan
kerja yang seluas-luasnya untuk meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan rakyat.

Memberantas korupsi secara total dalam


rangka mewujudkan Indonesia yang maju,
mandiri, dan bermartabat.

Mengembangkan Otonomi Daerah untuk lebih


memacu pembangunan di seluruh tanah air
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

27
13. PARTAI ACEH (PA) 14. PARTAI BULAN BINTANG (PBB) 15. PARTAI KEADILAN DAN PERSATUAN
INDONESIA (PKPI)

Ketua : Muzakir Manaf Ketua : Dr. H. MS. Kaban,


Sekjen : Mukhlis Basyah SE, M.Si
Bendahara : Hasanuddin Sekjen : B.M. Wibowo, SE,
Sabon MM
Alamat Kantor DPP : Jl. Soekarno Hatta Bendahara : Sarinandhe Djibran,
Nomor 5,6,7 Simpang Dodik Emperum Jaya Ketua : Letjen TNI (Purn)
SH Dr. (Hc) H. Sutiyoso, SH y
Baru, Alamat Kantor DPP : Jl. Raya Pasar
Banda Aceh Sekjen : Drs. H. Lukman
Minggu KM. 18 No. 1B, Jakarta Selatan F. Mokoginta, M.Si
Telp : 0651 - 40750 Telp :
Email : Bendahara : Linda Setiawati
021- 79180734 Alamat Kantor DPP : Jl. Pangeran
dpa_partaiaceh@yahoo.com Fax : 021- 79180765
Website : Antasari Nomor 68, Cipete Utara, Jakarta
www.partaiaceh.com 12150
Visi Telp : 021-
Terwujudnya kehidupan masyarakat Indonesia 7246174
Visi yang Islami
“Membangun citra positif berkehidupan politik Fax : 021-
dalam bingkai Negara Kesatuan Republik 7253952
Indonesia serta melaksanakan mekanisme Email :
partai sesuai aturan Negara Kesatuan Misi jkarta2002@yahoo.com
Republik Indonesia dengan menjunjung tinggi Membangun masyarakat dan bangsa Indonesia Website : www.pkp-
Nota Kesepahaman (MoU) Helsinki yang telah yang maju, mandiri berkepribadian tinggi, garuda.or.id
ditanda tangani pada tanggal lima belas cerdas, berkeadilan, demokratis dan turut
Agustus (15-08-2005) antara Pemerintahan menciptakan perdamaian dunia berdasarkan Visi: Visi PKP INDONESIA adalah
Republik Indonesia dan Gerakan Aceh nilai-nilai Islam. terwujudnya kehidupan masyarakat, bangsa
Merdeka." M i s i: "Mentransformasi dan atau dan negara yang berkeadilan, bersatu dan
membangun wawasan berpikir Masyarakat berkesejahteraan sosial dengan menjunjung
Aceh dari citra revolusi party menjadi citra tinggi supremasi hukum. Misi: Misi PKP
Development Party dalam tatanan INDONESIA adalah mewujudkan masyarakat
transparansi untuk kemakmuran hidup rakyat kewargaan (civil society) yang berkeadilan,
Aceh khususnya dan Bangsa Indonesia." bersatu, berkesejahteraan sosial dalam
mewujudkan pemerintahaan yang kuat,
efektif, efisien, bersih, taat hukum,
berwibawa di Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD
1945 yang mampu bersaing serta dihormati
dalam pergaulan dunia.

28
Bab IV. Kampanye Politik
“Pemilu itu seperti bisnis”
(Menik Fathulatifah, Pemilih Pemula)

Kampanye adalah serangkaian tindakan komunikasi yang


terencana dengan tujuan untuk menciptakan efek tertentu pada
sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada
kurun waktu tertentu. Beberapa ahli komunikasi mengakui bahwa
definisi yang diberikan Rogers dan Storey adalah yang paling
popular dan dapat diterima dikalangan ilmuwan komunikasi
Hal ini didasarkan kepada dua alasan. Pertama, definisi
tersebut secara tegas menyatakan bahwa kampanye merupakan
wujud tindakan komunikasi, dan alasan kedua adalah bahwa definisi
tersebut dapat mencakup keseluruhan proses dan fenomena praktik
kampanye yang terjadi dilapangan. Pada dasarnya metode
kampanye diantaranya adalah:
Selan itu, sifat kampanye pada dasarnya terbagi menjadi dua,
yakni kampanye negatif dan kampanye hitam (black campaign).
Kampanye negatif adalah kampanye yang sifatnya menyerang pihak
lain melalui sejumlah data atau fakta yang bisa diverifikasi dan
diperdebatkan. Kampanye hitam (Black campaign) adalah kampanye
yang bersumber pada rumor, gosip, bahkan menjurus ke
implementasi sejumlah teknik propaganda. Jenis ini biasanya sulit
untuk diverifikasi apalagi diperdebatkan.
Jadi pada dasarnya kampanye merupakan hal lumrah yang
sering ditemukan. Bahkan dalam beberapa waktu sering kali
ditemukan implementasi dari proses kampanye yang tidak sejalan
dengan regulasi yang telah disepakati bersama, yang nantinya akan
dijelaskan pada bagian selanjutnya.

29
Regulasi Kampanye Pemilihan Umum 2014
Pada era reformasi inilah terlihat peranan rakyat yang begitu
penting di dalam mekanisme pemilihan anggota parlemen DPR serta
presiden, berbeda dengan era orde baru di mana intervensi
pemerintah Soeharto begitu kuat dalam mekanisme pemilu di
Indonesia. Dalam masa reformasi ini pula perbaikan terhadap
undang undang pemilu lebih diperhatikan terutama perihal
permasalahan yang terkait dengan masalah kampanye yang akan
kita bahas.
Kampanye pada perkembangannya mengalami semacam
perubahan nilai dan perubahan gaya dalam menyampaikan visi dan
misi kepada khalayak, macam macam model komunikasi era
Soekarno berbeda pula dengan gaya komunikasi di era pemilu 2004
dan 2009 bahkan mungkin akan lebih berbeda pula untuk di tahun
2014 dimana peranan media elektronik menjadi begitu dominan di
banding komunikasi yang bersifat orasi, atau bisa kita simpulkan
bahwa bentuk komunikasi ini mengalami perubahan.
Katakanlah angkatannya bung Karno untuk berkomunikasi
atau bahkan berkampanye, actor politik cenderung melakukan apa
yang di sebut dengan retorika politik, actor politik pada era itu tentu
harus memiliki kemampuan orasi yang baik sehingga dapat menarik
massa yang banyak, tipe tipe orang yang mampu memberikan
sebuah orasi/retorika politik secara baik dapat di artikan juga sebagai
solidarity maker, tipe solidarity maker tentunya lebih bisa
mempengaruhi massa dalam jumlah yang besar, kemudian isu yang
diangkat juga belum terlalu kompleks melainkan hanya terbatas
pada sebuah tatanan ideologis bangsa.

30
Lalu munculnya media massa, peran retorika menjadi sedikit
mengalami pergeseran karena dalam media massa isu isu
kepemimpinan mulai ditampilkan dan mempunyai pengarur terhadap
pola pikir masyarakat. Dalam generasi komunikasi media massa ini
peran lembaga pers mulai mendapat perhatian khusus karena isu isu
yang diangkat tidak lagi hanya pada tataran ideologis melainkan
turut memperhatikan aspek lain seperti ekonomi serta kesenjangan
sosial yang terus terjadi di dalam sebuah negara. Kemudian yang
ketiga ialah media sosial, karena perkembangan dunia cyber yang
begitu pesat maka pengumpulan sebuah opini acapkali sering kita
temui pada dunia internet seperti di facebook twitter lalu blog blog
yang juga bisa menjadi alat komunikasi sekaligus alat kampanye
terhadap sebuah negara.
Pergeseran nilai komunikasi ini pula selalu mengikuti
perkembangan zaman tentunya dari komunikasi yang mengharuskan
adanya actor lalu khalayak berubah menjadi media massa yang
memainkan peran yang lebih dominan. Dalam proses
penyelenggaraan berbangsa dan bernegara maka diperlukan suatu
kontrak sosial untuk mewujudkan tatanan hidup yang terarah dan
berpedoman. Begitupun pula dengan proses kampanye politik,
dalam pelaksanannya pun bukan berarti tanpa aturan melainkan
terdapat aturan kuat didalamnya. Termasuk pedoman dan juga
sanksi bagi yang melanggar.

Batasan Waktu Kampanye


UU Pemilu Nomor 8 Tahun 2012 Pasal 83 menyatakan,
kampanye pemilu legislatif dimulai tiga hari setelah partai ditetapkan
secara resmi sebagai peserta pemilu dan berakhir saat dimulainya
masa tenang. Artinya, sepanjang 11 Januari 2013-5 April 2014, lebih

31
kurang 15 bulan, masyarakat akan menghadapi terpaan kampanye
beragam kekuatan yang bertarung. Rentang masa kampanye Pemilu
2014 ini lebih lama dibandingkan Pemilu 2009 yang berjalan 9 bulan
(5 Juli 2008-5 April 2009). Hal lain yang berbeda adalah waktu
pelaksanaan metode kampanye.
Untuk Pemilu 2014, tak hanya metode rapat umum, iklan di
media cetak dan elektronik baru bisa digunakan 21 hari sebelum
masa tenang. Dalam praktik demokrasi elektoral di Indonesia, fase
kampanye kerap menjadi satu titik krusial yang memengaruhi
kualitas penyelenggaraan pemilu, terutama hubungannya dengan
pendidikan politik warga masyarakat. Hal kunci yang sering menjadi
persoalan dalam fase kampanye adalah komitmen untuk
menghormati dan menjalankan kesepakatan aturan main.
Batasan waktu kampanye seharusnya dihormati semua
kontestan. Terlebih untuk media penyiaran, spektrum frekuensi itu
jelas-jelas sumber daya alam terbatas sebagaimana diatur dalam
pertimbangan UU No 32/2002. Jadi, kekeliruan besar jika frekuensi
yang terbatas semena-mena dimanfaatkan segelintir pengusaha-
politisi untuk kepentingan partai mereka.
Hal tersebut menjadi upaya besar dalam upaya mengurangi
tingginya/mahalnya ongkos kampanye di Indonesia, mengingat
dalam dua pemilu sebelumnya, partai politik disulitkan dengan
tingginya ongkos kampanye, sehingga hanya partai-partai yang
punya modal banyak yang mampu menampilkan wajahnya di depan
ubik lewat fasilitas media massa, sedangkan partai-partai kecil
mengalami kesuliitan.

32
Batasan Alat Peraga
KPU akhir-akhir ini sibuk mensosialisasikan beberapa aturan
main kampanye diantaranya yakni soal batasan alat peraga.
Regulasinya adalah pemasangan baliho hanya diperuntukkan untuk
parpol untuk satu unit disetiap desa di Indonesia. Tercatat ada 81
ribu desa yang ada di seluruh wilayah nusantara. Sedangkan bagi
caleg, hanya diperkenan untuk membuat spanduk dalam sebuah
zona yang ditentukan oleh KPUD. Bila ada yang melanggar, maka
aka nada sanksi yang dijatuhkan, yakni berupa teguran dan sanksi
administratif.
Ada dua hal yang kita batasi dalam alat peraga yakni,
pertama adalah alat peraga berbentuk baliho itu hanya diperuntukan
hanya untuk partai politik peserta Pemilu, satu partai satu pemilu di
setiap desa, kedua adalah tentang spanduk untuk satu caleg satu
spanduk untuk setiap zona. Zona itu nantinya ditentukan oleh KPU
dan pemerintah daerah.
Sebagian kalangan menilai pembatasan bagi caleg untuk
memasang alat peraga seperti billboard, baliho, dan spanduk akan
menyulitkan para caleg untuk memperkenalkan diri ke publik. Namun
tidak sedikit juga yang setuju dengan KPU karena pembatasan
tersebut justru menghemat biaya politik.
Selain itu untuk saat ini, berdasarkan keputusan dari KPU,
kampanye pemilu menggunakan media sosial termasuk dalam
kampanye media massa. Karena itu, penggunaan media sosial
sebagai sarana kampanye belum diperbolehkan.
Pemberian sanksi bagi peserta pemilu yang sudah
menggunakan media tersebut tergantung pada penilaian dan
rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Jika Bawaslu
merekomendasikan ada pelanggaran administrasi dalam

33
penggunaan media sosial untuk kampanye, maka KPU yang akan
menindak.

Kampanye, Media Massa dan Pemilih Pemula


Perihal kampanye politik, peraturan dan perundang-undangan
yang menjadi acuan bukan hanya terbatas pada Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah, melainkan juga merujuk pada UU No. 32/2002 tentang
Penyiaran serta UU No.40/1999 tentang Pers, terlebih apabila itu
menyangkut media massa.
Dalam upayanya untuk mewujudkan kebebasan pers dan
tinjauan positif atas pelaksanaan kampanye di media massa, maka
sudah semestinya Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi
Pemilihan Umum (KPU), Banwaslu, Dewan Pers untuk duduk
bersama menyiapkan beberapa aturan tentang batasan kampanye di
media massa.
Guna memperbaiki kualitas kampanye di media penyiaran,
ada beberapa faktor yang harus menjadi perhatian bersama.
Pertama, faktor struktural, harus adanya koordinasi yang lebih
intensif, fungsional, dan komplementer antarpenyelenggara pemilu;
dalam hal ini KPU dan Bawaslu dengan Komisi Penyiaran Indonesia
dan Dewan Pers. KPU telah menetapkan peraturan No 1/2013
tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Legislatif.
Apa yang sudah disusun KPU ini tentu harus dikoordinasikan
dengan KPI, terutama menyangkut aturan kampanye di media
penyiaran, karena setahu penulis KPI juga sedang dalam proses
akhir penyusunan peraturan program pemilu. Jangan sampai aturan
main yang disusun kedua lembaga ini berbenturan sehingga menjadi
pintu masuk bagi para kontestan untuk mencari celah

34
memainkannya.Termasuk penjelasan soal persepsi program siaran
pemilu selain iklan, kewenangan antarlembaga KPU dan KPI, sanksi
atas pelanggaran oleh lembaga penyiaran dan partai kontestan,
serta sejumlah aturan teknis operasional KPI. MOU kelembagaan
jangan semata seremonial dan formalistik, atau lebih menunjukkan
ego kelembagaan, tetapi harus dalam koridor kebersamaan
mengawal kualitas kampanye.
Kedua, faktor substansial, yakni menyangkut sejumlah aturan
yang memerlukan ketatnya sistem pengawasan di lapangan.
Sebenarnya, dalam UU No 08/2012 ini ada beberapa hal yang sudah
mulai diatur meskipun masih melahirkan banyak problematika.
Misalnya, pasal 96 mengatur soal larangan: menjual blocking
segment dan blocking time, menerima program sponsor dalam
format atau segmen apa pun yang dapat dikategorikan iklan
kampanye pemilu, serta menjual spot iklan yang tidak dimanfaatkan
oleh peserta pemilu kepada peserta pemilu lainnya.
Pasal 97, batas maksimum pemasangan iklan kampanye
pemilu di televisi secara kumulatif sebanyak 10 spot berdurasi paling
lama 30 detik untuk setiap stasiun televisi setiap hari pada masa
kampanye. Di radio, 10 spot berdurasi paling lama 60 detik.
Soal durasi ini, KPI tentu harus melengkapinya dengan aturan
tentang waktu siaran iklan kampanye pemilu ditambah dengan iklan
komersial ataupun iklan layanan masyarakat lain, maksimal 20
persen dari seluruh waktu siaran per hari selama masa kampanye di
lembaga penyiaran yang bersangkutan. Ini penting dilakukan agar
tidak menabrak UU penyiaran.
Lebih jauh, jika dikaitkan dengan pemilih pemula, maka akan
kita temui berbagai fenomena politik berkenaan dengan hausnya
informasi politik terhadap pola partisipasi di kalangan pemilih
pemula. Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang

35
Keterbukaan Informasi Publik menyatakan informasi sebagai
keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang
mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun
penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang
disajikan dalam perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
secara elektronik maupun nonelektronik. Dengan demikian
pemahaman tentang informasi politik mengacu pada definisi tersebut
dengan menekankan pada konten politik.
Media massa merupakan sarana paling efektif digunakan
untuk menyebarkan dan menjaring informasi politik. Dalam hal ini
media bukan saja sebagai sumber informasi politik melainkan kerap
menjadi faktor pendorong (trigger) terjadinya perubahan politik.
Disamping itu media memiliki potensi mentransfer dan mengekspos
informasi politik bagi pembentukan opini publik.
Keikutsertaan media dalam membentuk opini publik
merupakan upaya membangunkan sikap dan tindakan khalayak
mengenai sebuah masalah politik dan/atau aktor politik. Dalam
kerangka ini media menyampaikan pembicaraan-pembicaraan politik
kepada khalayak. Bentuk pembicaraan politik tersebut dalam media
antara lain berupa teks atau berita politik yang di dalamnya terdapat
pilihan simbol politik dan fakta politik. Karena kemampuan ini pula
media massa sering dijadikan alat propaganda dalam komunikasi
politik.
Keikutsertaan media dalam membentuk opini publik
merupakan upaya membangunkan sikap dan tindakan khalayak
mengenai sebuah masalah politik dan/atau aktor politik. Dalam
kerangka ini media menyampaikan pembicaraan-pembicaraan politik
kepada khalayak. Bentuk pembicaraan politik tersebut dalam media
antara lain berupa teks atau berita politik yang di dalamnya terdapat
pilihan simbol politik dan fakta politik. Karena kemampuan ini pula

36
media massa sering dijadikan alat propaganda dalam komunikasi
politik.
Keikutsertaan media dalam membentuk opini publik
merupakan upaya membangunkan sikap dan tindakan khalayak
mengenai sebuah masalah politik dan/atau aktor politik. Dalam
kerangka ini media menyampaikan pembicaraan-pembicaraan politik
kepada khalayak. Bentuk pembicaraan politik tersebut dalam media
antara lain berupa teks atau berita politik yang di dalamnya terdapat
pilihan simbol politik dan fakta politik. Karena kemampuan ini pula
media massa sering dijadikan alat propaganda dalam komunikasi
politik.
Informasi politik yang diperoleh pemilih pemula tidak terbatas
pada pengetahuan yang mereka dapatkan dari media massa dan
sekolah. Keluarga dan teman sepermainan juga turut memberi andil
dalam membentuk pemahaman politik mereka. Meskipun pemilih
telah memiliki tujuan tertentu namun informasi yang mereka peroleh
dari media massa dan orang di seputar mereka akan dapat
mempengaruhi mereka melalui tindakan persuasi.
Informasi yang diperoleh dari keluarga adakalanya
mempengaruhi orientasi politik dan partisipasi politik pemilih pemula.
Ada kecenderungan bahwa pemilih pemula bertipe emosional dan
mengikuti pola yang umum berkembang di lingkungan terdekat
mereka. Tak dipungkiri jika sebagian pemilih pemula yang tidak
terinformasikan secara baik akan memilih untuk tidak berpartisipasi
dalam pemilu/pemilukada. Minimnya sosialisasi yang dilakukan oleh
KPU dan informasi dari partai politik menjadi salah satu alasan
keengganan mereka terlibat dalam pesta demokrasi. Memperoleh
informasi politik adakalanya memerlukan biaya tertentu (cost of
information) dan karenanya pemilih pemula tak hendak
mengeluarkan pengorbanan untuk itu.

37
Para ahli meyakini bahwa warga negara yang memiliki
pengetahuan merupakan prasyarat bagi kondisi berfungsinya
demokrasi di suatu negara. Lebih lanjut informasi level tinggi
merupakan kondisi penting bagi stabilitas demokrasi, karena bila
para pemilih tidak memiliki pemahaman tentang apa yang akan
mereka pilih akan terjadi kesenjangan ekspektasi dari warga negara
yang akan mengarah pada erosi kepercayaan dalam demokrasi.
Peningkatan partisipasi politik pemilih pemula menjadi
perhatian utama di beberapa negara maju. Pemilih pemula yang
cenderung rendah tingkat partisipasinya dijaring keaktifan mereka
melalui pelibatan artis-artis idola kaum muda. Hal ini yang mendasari
mengapa partai politik memanfaatkan juru kampanye yang berasal
dari kalangan artis. Fenomena ini tak hanya ada di Indonesia namun
juga terjadi saat kampanye Partai Buruh di Inggris.
Meski berbagai upaya telah dikerahkan untuk menjaring
partisipasi pemilih pemula dalam pemilu/pemilukada, statistik tetap
menunjukkan bahwa tingkat partisipasi mereka berada pada kategori
sedang. Pemilih pemula aktif dalam mencari informasi seputar
penyelenggaraan kampanye di daerah tempat mereka bermukim,
namun tidak banyak ikut serta dalam menyukseskan kampanye dan
mengkritisi jalannya kampanye.
Sebagian dari mereka juga tidak aktif mengikuti jalannya
kampanye via media massa ataupun berdiskusi seputar kampanye
yang berlangsung. Berbeda dengan partisipasi saat kampanye,
pemilih pemula cenderung aktif dalam pemungutan dan perhitungan
suara saat pemilu/pemilukada. Keaktifan ini terlihat mulai dari datang
ke tempat pemungutan suara (TPS) tepat waktu dan mengajak
orang lain untuk turut serta. Sedangkan partisipasi pemilih pemula
untuk menjadi saksi salah satu pasangan calon lebih banyak
berbentuk partisipasi yang dimobilisasi.

38
Secara keseluruhan, partisipasi pemilih pemula dalam
tahapan kampanye dan tahapan pemungutan serta penghitungan
suara lebih bersifat partisipasi yang dimobilisasi. Pemilih pemula
cenderung aktif jika diajak oleh orang lain, baik untuk ikut kampanye,
menyaksikan debat calon, dan mengkritisi jalannya
pemilu/pemilukada. Ada beberapa alasan mengapa para pemilih
pemula berpartisipasi dalam pemilu/pemilukada. Alasan pertama,
sebagian besar pemilih pemula masih menaruh kepercayaan kepada
pemerintah untuk mengubah bangsa ini ke arah lebih baik. Alasan
kedua, mereka erpartisipasi karena diajak orang lain. Alasan ketiga,
karena diiming-imingi honor yang besar, sedangkan alasan keempat
hanya sekedar ikut-ikutan.
Sedangkan alasan yang mendasari pemilih pemula tidak ikut
berpartisipasi dalam pemilu/pemilukada atau golput adalah:
ketidakpercayaan kepada partai politik dan kandidat yang ada,
kesalahan pada administrasi data pemilih, dan kurangnya sosialisasi
yang dilakukan KPU.

39
Bab V. Pengawasan Pemilu dan Tata Cara
Pencoblosan
“Pemilu jurdil simbol demokrasi”
(Busma R., Pemilih Pemula)

Bab V. 1. Pengawasan Pemilu


Pengawasan terhadap jalannya pemilu, sebagaimana fungsi
dari Badan Pengawas Pemilu baik di level pusat maupun daerah
tidak dapat dilepaskan dari tujuan pembentukan lembaga itu sendiri.
Substansi yang harus digarisbawahi dan diterjemahkan dalam
kerangka kerja Bawaslu adalah integritas, kredibibiltas dan ukuran-
ukuran terwujudnya Pemilu yang demokratis. Berdasarkan
penjelasan yang ada pada Visi maka Misi Bawaslu yang relevan dan
mendukung pencapaian Visi Bawaslu adalah:
1. Memastikan penyelenggaraan Pemilu secara taat asas dan
taat aturan. Ketaatan pada asas dan aturan Pemilu
menjadi kewajiban bagi semua pihak yang menggunakan
haknya untuk berpartisipasi dalam Pemilu. baik sebagai
penyelenggara, peserta Pemilu dan bagi siapa saja yang
menggunakan hak pilihnya serta semua instansi atau
lembaga yang terlibat dalam proses penyelenggaraan dan
penetapan hasil Pemilu. Asas dan aturan Pemilu adalah
koridor yang akan menjadi pedoman secara moral dan
hukum untuk semua pihak untuk mendukung pelaksanaan
Pemilu yang luber dan jurdil.
2. Memperkuat integritas pengawas Pemilu.
Ketika Integritas diletakkan sebagai sebuah konsep yang
memiliki keterkaitan dengan konsistensi tindakan, nilai-
nilai, metode, ukuran-ukuran, prinsip-prinsip, harapan dan
capaian, maka pengawasan Pemilu yang dilakukan

40
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
penyelenggaraan dan hasil Pemilu.
3. Mengawal integritas penegakan hukum Pemilu.
Pelanggaran Pemilu dapat terjadi karena sejak awal ada
proses pembiaran tanpa ada upaya yang sungguh-
sungguh untuk menyelesaikannya. Salah satu faktor
penting yang ikut menyumbang terjadinya pelanggaran
Pemilu adalah Penegakan hukum Pemilu yang masih
bermasalah. Hukum dan kebijakan, serta aparat penegak
hukum Pemilu harus sunggguh-sungguh menjalankan
fungsinya sesuai dengan kewenangan dan kapasitas yang
dimilikinya. Penegakan hukum Pemilu memiliki urgensi
secara politik, ekonomi dan sosial budaya. Penegakan
hukum Pemilu memiliki korelasi yang kuat dengan
kepercayaan masyarakat terhadap kekuasaan. Substansi
dasarnya adalah kapasitas hukum Pemilu bisa berdiri
tegak terhadap semua pihak (justice for all), serta
kemandirian dan kapasitas penyelenggara Pemilu dalam
mendorong Pemilu yang luber dan jurdil.
4. Meningkatkan kapasitas kelembagaan pengawas Pemilu.
Dengan didukung adanya kelembagaan yang kuat
program Bawaslu akan bisa berjalan on the right track.
Lembaga yang kuat adalah organisasi yang secara
manajerial memiliki kapasitas untuk menggerakkan roda
organisasi, didukung oleh perangkat keras (hardware)
seperti struktur kelembagaan yang baku dan mengabdi
pada program sebagai jembatan untuk pencapaian VISI
kelembagaan,

41
dimana struktur organisasi dibangun dengan membagi habis
pekerjaan kelembagaan. Sedangkan perangkat lunak
(software) yang transparan, dimana software yang
dianggap penting dan prioritas adalah standard operating
procedure (SOP) dan job description yang berbasis pada
masalah (kontekstual). Dengan demikian dapat
dimungkinkan semua bagian organisasi bisa bekerja
maupun membuat turunan kebijakan yang lebih rendah
seperti juklak dan juknis. Secara kelembagaan, Bawaslu
yang diatur secara permanen juga harus mampu
mengatasi masalah relasi secara struktural dengan
kelembagaan Panwaslu yang ad hoc.
5. Mendorong pengawasan partisipatif berbasis masyarakat
sipil. Keterlibatan masyarakat sipil dalam melakukan
pengawasan tidak saja akan memperkuat kapasitas
pengawasan Pemilu namun juga mendorong perluasan
wilayah pengawasan. Bahkan akan memperkuat posisi
pengawasan Pemilu sebagai lembaga pengawasan yang
berkembang dengan anchor yang kuat karena ada
representasi dari lembaga Negara dan masyarakat sipil.
Sekaligus akan menjadi media komunikasi pendidikan
politik bagi masyarakat tentang partisipasi dalam Pemilu
terutama berkenaan dengan peran strategis pengawasan
dalam mendorong terwujudnya Pemilu yang luber dan
jurdil.

42
Bab V. 2. Tata Cara Pencoblosan
Berikut adalah tata cara pencoblosan dalam pemilu:
1) Pemilih mendatangi lokasi TPS, menemui petugas pencatat
kehadiran pemilih
2) Duduk menunggu panggilan, menghadap ketua KPPS dan
anggota
3) Menuju bilik suara, melakukan pencoblosan pada salah
satu pasangan yang dipilih (tepat pada nama, foto, atau
nomor calon)
4) Masukkan ke kota suara
5) Menyelupkan sidik jari tanda sudah menyalurkan hak pilih
6) Keluar lokasi TPS

43
44
Bab VI. Daftar Pustaka
Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama
Humas KPU. TTh. Pemilu Indonesia Dalam Angka Tahun 1955 – 1999.
Jakarta: KPU
KPU. TTh. Nuansa Pemilihan Umum Di Indonesia, Jakarta: KPU
UU dan Peraturan KPU mengenai Pemilu

45

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai