net/publication/297714687
CITATIONS READS
0 2,415
5 authors, including:
Cahyo Seftyono
Universitas Negeri Semarang
14 PUBLICATIONS 8 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Cahyo Seftyono on 10 March 2016.
3
Pengantara Ketua Penyusunan Modul
Pendidikan Politik untuk Pemilih Pemula
Kita panjatkan puji syukur kepada Tuhan YME, karena modul yang
sudah lama digagas ini akhirnya selesai juga disusun dan diterbitkan oleh
KPU bekerja sama dengan Program Studi Ilmu Politik Universitas Negeri
Semarang.
Tujuan diterbitkannya modul ini adalah sebagai bahan dan sarana
untuk memberikan informasi kepada pemilih agar mengerti dan memahami
hak dan kewajibannya sebagai Warga Negara Indonesia dalam proses
penyelenggaraan demokrasi, khususnya dalam pelaksanaan pemilu.
Modul ini tidak hanya menjelaskan pentingnya pemilu dalam
penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara tetapi juga
menggambarkan bagaimana pemilu itu dilaksanakan, termasuk
didalamnya gambaran singkat pelaksanaan dan hasil pemilu yang dimulai
pertama kali tahun 1955 sampai dengan pelaksanaan terakhir di tahun
2009.
Modul ini tentang proses pemilu di Indonesia. Dimulai dengan
sistem pemilihan umum yang dijalankan di Indonesia, kampanye politik,
hingga tata cara pencoblosan dalam pemilu.
Modul ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi kepada
pemilih dalam rangka peningkatan partisipasi pemilih dalam pemilu, yang
juga dapat dipergunakan untuk fasilitator bagi pemilih pemula pada
khususnya, dan masyarakat pada umumnya.
Akhir kata saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Tim penyusun yang telah bekerja keras menyusun buku ini. Usaha
untuk menyusun modul ini patut mendapatkan apresiasi khususnya dalam
upaya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemilu.
4
Bab I. Sosialisasi Politik dan Sosialisasi Pemilu
oleh Penyelenggara Pemilu
5
lembaga yang berkepentingan atas terselenggaranya pemilu yang
jurdil akan melakukan sosialisasi secara massif. Sosialisasi yang
harus ditaati dalam proses pemilu, jadwal pemilu, hingga tata cara
pencoblosan dalam pemilu.
6
Bab II. Proses Pemilihan Umum
“Pemilu adalah memperoleh dan merawat hubungan yang baik antara pemimpin dan masyarakat”
(Wijil Sulistyono, Pemilih Pemula)
7
nasional/daerah (Pemilihan Kepala Daerah atau Pemilukada)
dilaksanakan secara terputus di berbagai bagian Indonesia setiap
waktu. Di Indonesia, akan selalu ada Pemilukada yang berlangsung.
Dalam hal jumlah pemilih, pemilihan umum nasional di
Indonesia adalah pemilu-satu-hari kedua terbesar di dunia – nomor
dua setelah Amerika Serikat. Menurut sensus nasional April 2010,
total populasi Indonesia saat ini adalah 237,56 juta jiwa. Batas umur
minimal sebagai pemilih adalah 17 tahun (pada hari pemilihan) atau
usia berapapun asalkan telah/pernah menikah. Daftar Pemilih Tetap
(DPT) untuk Pemilu 2014 yang telah ditetapkan pada tanggal 4
November 2013 berisi 186,61 juta pemilih yang terdaftar. Dalam
Pemilu 2009, terdapat 171 juta pemilih terdaftar namun hanya 122
juta pemilih yang menggunakan hak pilihnya – menunjukkan tingkat
partisipasi pemilih sebesar 71 persen – sebuah penurunan drastis
dari tingkat partisipasi 93 persen pada Pemilu 1999 dan 84 persen
pada Pemilu 2004. Kendati demikian, penurunan tingkat partisipasi
bukanlah hal yang aneh bagi sebuah demokrasi yang baru berdiri.
8
penting, dan memperkenalkan pertama kali konsep “pemilu” ke
dalam konstitusi.
Kerangka hukum legislatif yang mengatur perwakilan
demokratis merupakan hal yang rumit dan menyangkut beberapa
undang-undang:
1. Undang-Undang 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilihan
Umum
2. Undang-Undang 8/2012 tentang Pemilihan Umum Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
3. Undang-Undang 42/2008 tentang Pemilihan Umum Presiden
dan Wakil Presiden
4. Undang-Undang 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah
(mencakup pemilu kepala daerah)
5. Undang-Undang 2/2011 tentang Partai Politik
6. Undang-Undang 27/2009 tentang Majelis Permusyarawatan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat , Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
9
pergerakan menujubicameralism di Indonesia. Akan tetapi, hanya
DPR yang melaksanakan fungsi legislatif secara penuh; DPD
memiliki mandat yang lebih terbatas. Gabungan kedua lembaga ini
disebut Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Perwakilan baik
dari DPR maupun DPD dipilih untuk jangka waktu lima tahun.
DPR terdiri dari 560 anggota yang berasal dari 77 daerah pemilihan
berwakil majemuk (multi-member electoral districts) yang memiliki
tiga sampai sepuluh kursi per daerah pemilihan (tergantung populasi
penduduk dapil terkait) yang dipilih melalui sistem proporsional
terbuka. Ambang batas parlemen sebesar 3,5 persen berlaku hanya
untuk DPR dan tidak berlaku untuk DPRD. Tiap pemilih akan
menerima satu surat suara untuk pemilihan anggota DPR yang berisi
semua partai politik dan calon legislatif yang mencalonkan diri dalam
daerah pemilihan di mana pemilih tersebut berada. Pemilih
kemudian, menggunakan paku, mencoblos satu lubang pada nama
kandidat atau gambar partai politik yang dipilih, atau keduanya (jika
mencoblos dua lubang, gambar partai yang dicoblos haruslah partai
yang mengusung kandidat yang dicoblos, kalau tidak demikian maka
surat suara tersebut akan dianggap tidak sah).
DPD memiliki 132 perwakilan, yang terdiri dari empat orang dari
masing-masing provinsi (dengan jumlah provinsi 33), yang dipilih
melalui sistem mayoritarian dengan varian distrik berwakil banyak
(single non-transferable vote, SNTV). Tiap pemilih menerima satu
surat suara untuk pemilihan anggota DPD yang berisi semua calon
independen yang mencalonkan diri di provinsi di mana pemilih
tersebut berada. Pemilih kemudian, menggunakan paku, mencoblos
satu lubang pada nama kandidat yang dipilih. Empat kandidat yang
10
memperoleh suara terbanyak di tiap provinsi akan kemudian terpilih
menjadi anggota DPD.
DPRD Provinsi (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi) dipilih
di 33 provinsi, masing masing dengan jumlah 35 sampai 100
anggota, tergantung populasi penduduk provinsi yang bersangkutan.
Untuk Pemilu 2014, di tingkat provinsi terdapat 2.112 kursi
yang diperebutkan dalam 259 daerah pemilihan berwakil majemuk
yang memiliki 3 hingga 12 kursi (tergantung populasi). 497 DPRD
Kabupaten/Kota, yang masing-masing terdiri atas 20 sampai 50
anggota tergantung populasi penduduk kabupaten/kota yang
bersangkutan, dipilih di tiap kabupaten/kota. Dalam pemerintahan
daerah, di bawah tingkat provinsi terdapat 410 kabupaten (pada
umumnya pedesaan) dan 98 kota (pada umumnya perkotaan), dan
497 dari seluruh kabupaten/kota tersebut akan memilih anggota
DPRD masing-masing dalam Pemilu 2014. Untuk Pemilu Legislatif
2014, pada tingkat kabupaten/kota, terdapat 16.895 kursi di 2.102
daerah pemilihan berwakil majemuk yang memiliki 3 hingga 12 kursi.
Para anggota legislatif di tingkat nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota terpilih untuk menempuh masa jabatan selama lima
tahun, dimulai pada hari yang sama, melalui sistem perwakilan
proporsional terbuka yang sama dengan sistem DPR sebagaimana
telah dijelaskan sebelumnya, namun tanpa penerapan ambang batas
parlementer. Dalam prakteknya, ini berarti bahwa tiap pemilih di
Indonesia akan menerima empat jenis surat suara yang berbeda
pada tanggal 9 April 2014, yakni surat suara DPR, DPD, DPRD
Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
11
II. 3. 1. Alokasi Kursi DPR
Pada Pemilu 2009, alokasi kursi untuk DPR, DPRD Provinsi,
dan DPRD Kabupaten/Kota merupakan proses rumit yang berujung
pada kesalahan dan kemudian revisi alokasi kursi yang cukup
memalukan. Dalam UU Pemilu Legislatif yang saat ini berlaku (UU
8/2012), proses alokasi kursi telah disederhanakan menjadi dua
tahap saja. Untuk menghitung alokasi kursi, Komisi Pemilihan Umum
(KPU) akan pertama-tama menentukan Bilangan Pembagi Pemilih
(BPP) bagi tiap daerah pemilihan. BPP adalah jumlah suara sah
yang diterima dalam sebuah daerah pemilihan, dibagi dengan jumlah
kursi yang tersedia bagi daerah pemilihan tersebut. Sebuah partai
politik mendapatkan satu kursi setiap kali jumlah suara yang
diperoleh partai tersebut mencapai BPP. Misalnya, jika BPP sebuah
dapil adalah 1500 dan partai A menerima 5000 suara, partai tersebut
akan mendapatkan tiga kursi dalam alokasi kursi tahap pertama.
Kemudian, pada tahap kedua, kursi yang tersisa di daerah pemilihan
tersebut dialokasikan bagi partai politik dengan sisa suara terbesar
(sisa suara adalah total perolehan suara partai dikurangi suara yang
digunakan untuk mendapatkan kursi di penghitungan tahap
pertama). Misalnya: BPP dalam sebuah dapil dengan 5 kursi yang
diperebutkan oleh dua partai adalah 1500; Partai A memperoleh
5000 suara sehingga mendapatkan tiga kursi di tahap pertama, dan
Partai B memperoleh 2500 suara sehingga mendapatkan satu kursi
di tahap pertama; sisa suara Partai A adalah 500 dan sisa suara
partai B adalah 1000; dengan demikian, karena sisa suaranya lebih
besar, Partai B mendapatkan satu kursi terakhir di alokasi kursi
tahap kedua ini. Jika ada dua partai atau lebih yang memiliki sisa
suara sejumlah sama besar untuk satu kursi yang tersisa, kursi
tersebut akan didapatkan oleh partai politik yang persebaran
geografis perolehan suaranya lebih luas. Saat jumlah kursi yang
12
didapatkan oleh partai-partai politik sudah ditentukan, kursi tersebut
diisi oleh calon legislatif yang mencalonkan diri atas nama partai
terkait di daerah pemilihan yang dimaksud dan berhasil
mendapatkan perolehan suara terbanyak. Untuk 77 daerah
pemilihan dalam Pemilu Anggota DPR, partai politik yang perolehan
suaranya tidak mencapai 3,5 persen suara sah tidak diikutsertakan
dalam proses alokasi kursi. Partai yang belum mencapai 3,5 persen
suara sah dalam Pemilu Anggota DPR masih dapat mendapatkan
kursi di DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
13
daftar calon yang diajukan dan satu calon perempuan dalam setiap
tiga calon secara berurutan dari awal daftar calon. Kedua ketentuan
ini sekarang memiliki ancaman sanksi jika gagal dipenuhi – partai
politik yang gagal memenuhi kuota tersebut akan dicabut haknya
sebagai peserta pemilu di daerah pemilihan di mana kuota tersebut
gagal dipenuhi. Dalam proses pendaftaran calon di KPU, semua
partai politik peserta pemilu tingkat nasional berhasil memenuhi
ketentuan-ketentuan tersebut. Daftar calon sementara yang telah
disusun berisi 2.434 calon perempuan, atau lebih sedikit dari 37
persen, dari total calon sebanyak 6.576 orang. Diharuskannya ada
satu calon perempuan dalam setiap tiga calon secara berurutan dari
awal daftar di surat suara tidak menjamin keterwakilan perempuan,
karena kursi yang berhasil didapatkan oleh sebuah partai politik akan
dialokasikan bagi calon dari partai tersebut yang memperoleh suara
terbanyak tanpa mempedulikan jenis kelamin calon. Jika Partai A
memenangkan tiga kursi dan tiga calon Partai A yang memperoleh
suara terbanyak semuanya laki-laki, Partai A tidak akan memiliki
wakil perempuan di daerah pemilihan tersebut.
14
rakyat. Presiden saat ini, Susilo Bambang Yudhoyono, terpilih untuk
kedua dan terakhir kalinya pada putaran pertama dalam pemilihan
umum tahun 2009 dengan perolehan 60,8 persen dari jumlah suara.
Pemilu Presiden akan dilaksanakan pada bulan Juli 2014. Tanggal
pastinya akan ditetapkan oleh komisi pemilihan umum dalam waktu
dekat. Jika seorang kandidat tidak mencapai mayoritas absolut pada
putaran pertama, putaran kedua antara dua kandidat yang
memperoleh suara terbanyak akan diselenggarakan pada bulan
September 2014.
15
menetapkan undang-undang otonomi khusus bagi Yogyakarta yang
menetapkan Sultan Yogyakarta sebagai gubernur provinsi tersebut.
Pemilukada Provinsi
Kepala eksekutif sebuah provinsi adalah gubernur, dibantu
oleh wakil gubernur. Gubernur dan wakil gubernur dipilih sebagai
pasangan untuk masa jabatan lima tahun dengan mayoritas relatif
minimal 30 persen dari jumlah suara yang ada (50 persen untuk
Jakarta). Jika mayoritas relatif ini tidak tercapai, putaran kedua
antara dua kandidat yang memperoleh suara terbesar akan
diselenggarakan.
Pemilukada Kabupaten/Kota
Kepala eksekutif sebuah kabupaten (daerah pedesaan)
adalah Bupati, dan kepala eksekutif sebuah kota (daerah perkotaan)
adalah Walikota. Bupati atau Walikota, beserta wakilnya, dipilih
sebagai pasangan untuk masa jabatan lima tahun dengan mayoritas
relatif minimal 30 persen dari jumlah suara yang ada. Pemilukada
Kabupaten/Kota kadang-kadang diselenggarakan serentak pada hari
yang sama dengan Pemilukada Provinsi, namun sering juga pada
hari yang berbeda.
Penunjukan Camat
Sub-divisi administratif dari 508 Kabupaten/Kota tersebut
adalah kecamatan yang totalnya berjumlah 6.994. Kepala
Kecamatan (Camat) ditunjuk oleh Bupati/Walikota di tingkat
kabupaten/kota.
16
Penunjukan Lurah dan Pemilukada Desa
Desa, dalam hierarki administratif, adalah sub-bagian
kecamatan, dan merupakan tingkat pemerintahan administratif
terendah di Indonesia. Di Indonesia, terdapat 8.309 kelurahan (di
bawah kota) dan 72.944 desa (di bawah kabupaten). Kepala
kelurahan, disebut Lurah, adalah pegawai negeri yang ditunjuk oleh
Camat. Berbeda dengan Lurah, Kepala Desa adalah warga negara
yang secara langsung dipilih oleh warga desa dalam pemilihan
umum yang sifatnya informal dan diorganisir secara lokal. Pemilihan
umum ini dilaksanakan secara terputus untuk masa jabatan enam
tahun.
17
Daerah lebih dikenal dengan istilah Pemilukada. Pada tahun 2008,
tepat nya setelah diberlakukannya UU Nomor 12 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, Pasangan Calon yang dapat turut serta
dalam Pemilukada tidak hanya pasangan calon yang diajukan oleh
partai politik atau gabungan partai politik, tetapi juga dari
perseorangan.
Asas Pemilukada
Pemilukada dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur dan adil.
Dasar Hukum
1. UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana diubah ter-akhir dengan UU Nomor 12
Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
2. PP Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan
Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah sebagaimana diubah terakhir
dengan PP Nomor 49 Tahun 2008 tentang Perubahan
Ketiga Atas PP Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan,
Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
3. UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu.
18
Badan Penyelenggara
Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur diselenggarakan oleh
KPU Provinsi, sedangkan Pemilu Bupati dan Wakil Bupati atau
Walikota dan Wakil Walikota oleh KPU Kabupaten/ Kota.
4. Peserta
Peserta Pemilukada adalah Pasangan Calon dari:
1. Partai politik atau gabungan partai politik yang
memperoleh kursi paling rendah 15% (lima belas
perseratus) dari jumlah kursi DPRD di daerah
bersangkutan atau memperoleh suara sah paling rendah
15% (lima belas perseratus) dari akumulasi perolehan
suara sah dalam Pemilu Anggota DPRD di daerah
bersangkutan.
2. Perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang yang
telah memenuhi persyaratan secara berpasangan sebagai
satu kesatuan, dengan syarat dukungan sejumlah:
19
Bab III. Pendaftaran dan Verifikasi Peserta
dan Pemilih dalam Pemilu
“Pemilu adalah jalan memilih pemimpin tanpa paksaan”
(Putri Wahyu Febriani, Pemilih Pemula)
20
hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran, dan
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber
daya ekonomi lainnya serta yang berkaitan dengan perimbangan
keuangan pusat dan daerah.
Untuk memperjelas uraian tentang pendaftaran peserta
pemilu baik dari partai politik maupun perseorangan, dalam materi
pendahuluan ini digambarkan secara ringkas mengenai pendaftaran
partai politik dan pendaftaran peserta pemilu perseorangan (calon
anggota DPD).
21
verifikasi ditingkat Departemen Kehakiman. Partai Politik yang
dinyatakan lolos verifikasi/memenuhi syarat, langsung disahkan
menjadi Partai Politik. Partai politik yang telah mendapatkan status
badan hukum melalui pengesahan Menteri kehakiman, belum dapat
dikatakan sebagai peserta pemilu. Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) UU
No 8 tahun 2012 tentang Pemilihan Umum DPR, DPD dan DPRD,
Partai Politik dapat menjadi peserta pemilu apabila memenuhi
syarat:
a. Diakui keberadaannya sesuai dengan UU No. 31 Tahun 2002
tentang Partai Politik;
b. Memiliki pengurus lengkap sekurang-kurangnya di 2/3 dari
seluruh jumlah Propinsi;
c. Memiliki pengurus lengkap sekurang-kurangnya di 2/3 dari
seluruh jumlah kab/kota di Propinsi sebagaimana dimaksud
dalam huruf b;
d. Memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 orang atau
sekurang-kurangnya 1/1.000 dari jumlah penduduk pada
setiap kepengurusan partai politik sebagaimana dimaksud
huruf c yang dibuktikan dengan kartu tanda anggota partai
politik;
e. Pengurus sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan huruf c
harus mempunyai kantor tetap;
f. Mengajukan nama dan tanda gambar partai politik kepada
KPU.
Proses verifikasi/penelitian terhadap syarat administratif dan
faktual dilakukan oleh KPU dan KPUD. Partai Politik yang dinyatkan
lolos verifikasi/memenuhi syarat sebagai mana dimaksud dalam UU
No 8 tahun 2012, ditetapkan sebagai peserta pemilu oleh Komisi
Pemilihan Umum. Sedangkan untuk verifikasi partai politik,
banyaknya jumlah penduduk mempunyai implikasi terhadap
22
pendaftaran peserta pemilu partai politik dan perseorangan di
daerah, hal ini dapat dibuktikan bahwa untuk dapat menjadi peserta
pemilu, partai politik diwajibkan untuk memiliki anggota sekurang-
kurangnya 1.000 orang atau sekurang-kurangnya 1/1.000 dari
jumlah penduduk pada setiap kepengurusan partai politik di
kabupaten/kota dimana partai politik tersebut didaftarkan.
Verifikasi partai politik didasarkan pada mekanisme sebagai
berikut:
1. Setiap Partai Politik yang melalui proses verifikasi terlebih
dahulu wajib menyerahkan; 1) daftar kepengurusan, 2)
jumlah anggota sekurang-kurangnya 400 orang pemilih,
3) domisili kantor (terdapat pengesahan dari camat
setempat) dan, 4) melampirkan nama dan tanda gambar
partai politik.
2. Pada prinsipnya verifikasi peserta pemilu perseorangan
tidak jauh berbeda dengan partai politik.
23
1.PARTAI NASDEM 2.PARTAI KEBANGKITAN 3.PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
BANGSA
Misi Misi
Dalam rangka mengaktualisasikan doktrin dan
mewujudkan visi tersebut Partai GOLKAR Partai GERINDRA memiliki 5 (lima) misi,
dengan ini menegaskan misi perjuangannya, yaitu :
24
yakni: menegakkan, mengamalkan, dan 1.Mempertahankan kedaulatan dan tegaknya
mempertahankan Pancasila sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
Negara dan idiologi bangsa demi untuk berdasarkan Pancasila dan UUD 1945;
memperkokoh Negara Kesatuan Republik 2.Mendorong pembangunan nasional yang
Indonesia; dan mewujudkan cita-cita Proklamasi menitik beratkan pada pembangunan
melalui pelaksanaan pembangunan nasional di ekonomi kerakyatan, pertumbuhan ekonomi
segala bidang untuk mewujudkan masyarakat yang berkelanjutan, dan pemerataan hasil-
yang demokratis, menegakkan supremasi hasil pembangunan bagi seluruh warga
hukum, mewujudkan kesejahteraan rakyat, dan bangsa dengan mengurangi ketergantungan
hak-hak asasi manusia. kepada pihak asing;
3.Membentuk tatanan sosial dan politik
Dalam rangka membawa misi mulia tersebut masyarakat yang kondusif untuk
Partai GOLKAR melaksanakan fungsi-fungsi mewujudkan kedaulatan rakyat dan
sebagai sebuah partai politik modern, yaitu: kesejahteraan rakyat;
4.Menegakkan supremasi hukum dengan
Pertama, mempertegas komitmen untuk mengedepankan praduga tak bersalah dan
menyerap, memadukan, mengartikulasikan, dan persamaan hak di depan hukum;
memperjuangkan aspirasi serta kepentingan Merebut kekuasaan pemerintahan secara
rakyat sehingga menjadi kebijakan politik yang
konstitusi melalui Pemilu Legislatif dan
bersifat publik.
Pemilu Presiden untuk menciptakan lapisan
Kedua, melakukan rekruitmen kader-kader yang
Kepemimpinan nasional yang kuat
berkualitas melalui sistem prestasi (merit
system) untuk dapat dipilih oleh rakyat
menduduki posisi-posisi politik atau jabatan-
jabatan publik. Dengan posisi atau jabatan
politik ini maka para kader dapat mengontrol
atau mempengaruhi jalannya pemerintahan
untuk diabdikan sepenuhnya bagi kepentingan
dan kesejahteraan rakyat.
25
7. PARTAI DEMOKRAT 8. PARTAI AMANAT NASIONAL (PAN) 9. PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN
(PPP)
26
10. PARTAI HATI NURANI RAKYAT 11.Partai Damai Aceh 12. PARTAI NASIONAL ACEH
(HANURA)
(PNA)
Ketua : H. Wiranto
Sekjen : Dossy Iskandar
Ketua : Irwansyah (Tgk
Prasetyo
Muchsalmina)
Bendahara : Bambang Sudjagad
Sekjen : Muharram Idris
Alamat Kantor DPP : Jalan Imam Bonjol Ketua : Bendahara : Lukman Age
No. 4, Menteng, Jakarta Pusat, 100330 Tgk.Muhibbussabri.A.Wahab Alamat Kantor DPP : Jl. T. Iskandar No.
Telp : 021- 3100169 Sekjen : Khaidir Rizal Jamal, 174 Lam Glumpang, Ulee Kareng, Banda
S.Pd. Aceh
Fax : 021- 3100174 Bendahara : M.Tahir.S.Sos Telp :
Visi Alamat Kantor DPP : Jln.Tgk. Imum (0651) 28282
Kemandirian Bangsa Lhueng Bata No.36
Bangsa Indonesia saat ini terasa tidak mandiri Banda Aceh Visi Partai Nasional Aceh bertujuan untuk
lagi. Banyak tekanan dan intervensi asing
memimpin perjuangan perubahan dengan
yang sudah merajalela merugikan kehidupan Visi dan Misi menguasai struktur pemerintah baik legislatif
seluruh bangsa. Kita harus rebut kembali, Mewujudkan Aceh Yang Religius, Bersatu, Adil, maupun eksekutif di semua level dan
bangun kembali kemandirian kita dalam Damai Dan Makmur Dalam Bingkai Syari‟ah tingkatan di Aceh. Misi: Partai Nasional Aceh
penyelenggaraan negara. Yang Kaffa. juga akan menempatkan diri sebagai kiblat
dari konsepsi perubahan kehidupan rakyat
Aceh, melalui :
Kesejahteraan Rakyat
Perwujudan keadilan dan
kesejahteraan sosial bagi
rakyat Aceh dalam kedamaian
Sebuah kata yang sudah sangat sering
yang bebas dari ketakutan
diucapkan tetapi sangat sulit diwujudkan.
terhadap masa depan.
Semua kader Partai HANURA yang juga calon
Perwujudan partisipasi seluruh
pemimpin bangsa, di benaknya harus selalu
potensi rakyat Aceh dalam
tertanam kalimat „kesejahteraan rakyat
menciptakan pemerintahan
Indonesia‟, sekaligus mampu berusaha
yang demokratis, amanah,
menghadirkannya.
efektif, efisien dan berwibawa
yang menghormati nilai-nilai
kemanusiaan.
Misi :Mewujudkan pemerintahan yang bersih
dan berwibawa melalui penyelenggaraan Perwujudan tatanan
negara yang demokratis, transparan, masyarakat yang memiliki daya
akuntabel, dengan senantiasa berdasar pada saing global yang tetap
Pancasila, Undang-undang Dasar Negara menghormati nilai ke-Acehan
Republik Indonesia 1945 dan Negara dan nilai Ke-Islaman.
Kesatuan Republik Indonesia.
27
13. PARTAI ACEH (PA) 14. PARTAI BULAN BINTANG (PBB) 15. PARTAI KEADILAN DAN PERSATUAN
INDONESIA (PKPI)
28
Bab IV. Kampanye Politik
“Pemilu itu seperti bisnis”
(Menik Fathulatifah, Pemilih Pemula)
29
Regulasi Kampanye Pemilihan Umum 2014
Pada era reformasi inilah terlihat peranan rakyat yang begitu
penting di dalam mekanisme pemilihan anggota parlemen DPR serta
presiden, berbeda dengan era orde baru di mana intervensi
pemerintah Soeharto begitu kuat dalam mekanisme pemilu di
Indonesia. Dalam masa reformasi ini pula perbaikan terhadap
undang undang pemilu lebih diperhatikan terutama perihal
permasalahan yang terkait dengan masalah kampanye yang akan
kita bahas.
Kampanye pada perkembangannya mengalami semacam
perubahan nilai dan perubahan gaya dalam menyampaikan visi dan
misi kepada khalayak, macam macam model komunikasi era
Soekarno berbeda pula dengan gaya komunikasi di era pemilu 2004
dan 2009 bahkan mungkin akan lebih berbeda pula untuk di tahun
2014 dimana peranan media elektronik menjadi begitu dominan di
banding komunikasi yang bersifat orasi, atau bisa kita simpulkan
bahwa bentuk komunikasi ini mengalami perubahan.
Katakanlah angkatannya bung Karno untuk berkomunikasi
atau bahkan berkampanye, actor politik cenderung melakukan apa
yang di sebut dengan retorika politik, actor politik pada era itu tentu
harus memiliki kemampuan orasi yang baik sehingga dapat menarik
massa yang banyak, tipe tipe orang yang mampu memberikan
sebuah orasi/retorika politik secara baik dapat di artikan juga sebagai
solidarity maker, tipe solidarity maker tentunya lebih bisa
mempengaruhi massa dalam jumlah yang besar, kemudian isu yang
diangkat juga belum terlalu kompleks melainkan hanya terbatas
pada sebuah tatanan ideologis bangsa.
30
Lalu munculnya media massa, peran retorika menjadi sedikit
mengalami pergeseran karena dalam media massa isu isu
kepemimpinan mulai ditampilkan dan mempunyai pengarur terhadap
pola pikir masyarakat. Dalam generasi komunikasi media massa ini
peran lembaga pers mulai mendapat perhatian khusus karena isu isu
yang diangkat tidak lagi hanya pada tataran ideologis melainkan
turut memperhatikan aspek lain seperti ekonomi serta kesenjangan
sosial yang terus terjadi di dalam sebuah negara. Kemudian yang
ketiga ialah media sosial, karena perkembangan dunia cyber yang
begitu pesat maka pengumpulan sebuah opini acapkali sering kita
temui pada dunia internet seperti di facebook twitter lalu blog blog
yang juga bisa menjadi alat komunikasi sekaligus alat kampanye
terhadap sebuah negara.
Pergeseran nilai komunikasi ini pula selalu mengikuti
perkembangan zaman tentunya dari komunikasi yang mengharuskan
adanya actor lalu khalayak berubah menjadi media massa yang
memainkan peran yang lebih dominan. Dalam proses
penyelenggaraan berbangsa dan bernegara maka diperlukan suatu
kontrak sosial untuk mewujudkan tatanan hidup yang terarah dan
berpedoman. Begitupun pula dengan proses kampanye politik,
dalam pelaksanannya pun bukan berarti tanpa aturan melainkan
terdapat aturan kuat didalamnya. Termasuk pedoman dan juga
sanksi bagi yang melanggar.
31
kurang 15 bulan, masyarakat akan menghadapi terpaan kampanye
beragam kekuatan yang bertarung. Rentang masa kampanye Pemilu
2014 ini lebih lama dibandingkan Pemilu 2009 yang berjalan 9 bulan
(5 Juli 2008-5 April 2009). Hal lain yang berbeda adalah waktu
pelaksanaan metode kampanye.
Untuk Pemilu 2014, tak hanya metode rapat umum, iklan di
media cetak dan elektronik baru bisa digunakan 21 hari sebelum
masa tenang. Dalam praktik demokrasi elektoral di Indonesia, fase
kampanye kerap menjadi satu titik krusial yang memengaruhi
kualitas penyelenggaraan pemilu, terutama hubungannya dengan
pendidikan politik warga masyarakat. Hal kunci yang sering menjadi
persoalan dalam fase kampanye adalah komitmen untuk
menghormati dan menjalankan kesepakatan aturan main.
Batasan waktu kampanye seharusnya dihormati semua
kontestan. Terlebih untuk media penyiaran, spektrum frekuensi itu
jelas-jelas sumber daya alam terbatas sebagaimana diatur dalam
pertimbangan UU No 32/2002. Jadi, kekeliruan besar jika frekuensi
yang terbatas semena-mena dimanfaatkan segelintir pengusaha-
politisi untuk kepentingan partai mereka.
Hal tersebut menjadi upaya besar dalam upaya mengurangi
tingginya/mahalnya ongkos kampanye di Indonesia, mengingat
dalam dua pemilu sebelumnya, partai politik disulitkan dengan
tingginya ongkos kampanye, sehingga hanya partai-partai yang
punya modal banyak yang mampu menampilkan wajahnya di depan
ubik lewat fasilitas media massa, sedangkan partai-partai kecil
mengalami kesuliitan.
32
Batasan Alat Peraga
KPU akhir-akhir ini sibuk mensosialisasikan beberapa aturan
main kampanye diantaranya yakni soal batasan alat peraga.
Regulasinya adalah pemasangan baliho hanya diperuntukkan untuk
parpol untuk satu unit disetiap desa di Indonesia. Tercatat ada 81
ribu desa yang ada di seluruh wilayah nusantara. Sedangkan bagi
caleg, hanya diperkenan untuk membuat spanduk dalam sebuah
zona yang ditentukan oleh KPUD. Bila ada yang melanggar, maka
aka nada sanksi yang dijatuhkan, yakni berupa teguran dan sanksi
administratif.
Ada dua hal yang kita batasi dalam alat peraga yakni,
pertama adalah alat peraga berbentuk baliho itu hanya diperuntukan
hanya untuk partai politik peserta Pemilu, satu partai satu pemilu di
setiap desa, kedua adalah tentang spanduk untuk satu caleg satu
spanduk untuk setiap zona. Zona itu nantinya ditentukan oleh KPU
dan pemerintah daerah.
Sebagian kalangan menilai pembatasan bagi caleg untuk
memasang alat peraga seperti billboard, baliho, dan spanduk akan
menyulitkan para caleg untuk memperkenalkan diri ke publik. Namun
tidak sedikit juga yang setuju dengan KPU karena pembatasan
tersebut justru menghemat biaya politik.
Selain itu untuk saat ini, berdasarkan keputusan dari KPU,
kampanye pemilu menggunakan media sosial termasuk dalam
kampanye media massa. Karena itu, penggunaan media sosial
sebagai sarana kampanye belum diperbolehkan.
Pemberian sanksi bagi peserta pemilu yang sudah
menggunakan media tersebut tergantung pada penilaian dan
rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Jika Bawaslu
merekomendasikan ada pelanggaran administrasi dalam
33
penggunaan media sosial untuk kampanye, maka KPU yang akan
menindak.
34
memainkannya.Termasuk penjelasan soal persepsi program siaran
pemilu selain iklan, kewenangan antarlembaga KPU dan KPI, sanksi
atas pelanggaran oleh lembaga penyiaran dan partai kontestan,
serta sejumlah aturan teknis operasional KPI. MOU kelembagaan
jangan semata seremonial dan formalistik, atau lebih menunjukkan
ego kelembagaan, tetapi harus dalam koridor kebersamaan
mengawal kualitas kampanye.
Kedua, faktor substansial, yakni menyangkut sejumlah aturan
yang memerlukan ketatnya sistem pengawasan di lapangan.
Sebenarnya, dalam UU No 08/2012 ini ada beberapa hal yang sudah
mulai diatur meskipun masih melahirkan banyak problematika.
Misalnya, pasal 96 mengatur soal larangan: menjual blocking
segment dan blocking time, menerima program sponsor dalam
format atau segmen apa pun yang dapat dikategorikan iklan
kampanye pemilu, serta menjual spot iklan yang tidak dimanfaatkan
oleh peserta pemilu kepada peserta pemilu lainnya.
Pasal 97, batas maksimum pemasangan iklan kampanye
pemilu di televisi secara kumulatif sebanyak 10 spot berdurasi paling
lama 30 detik untuk setiap stasiun televisi setiap hari pada masa
kampanye. Di radio, 10 spot berdurasi paling lama 60 detik.
Soal durasi ini, KPI tentu harus melengkapinya dengan aturan
tentang waktu siaran iklan kampanye pemilu ditambah dengan iklan
komersial ataupun iklan layanan masyarakat lain, maksimal 20
persen dari seluruh waktu siaran per hari selama masa kampanye di
lembaga penyiaran yang bersangkutan. Ini penting dilakukan agar
tidak menabrak UU penyiaran.
Lebih jauh, jika dikaitkan dengan pemilih pemula, maka akan
kita temui berbagai fenomena politik berkenaan dengan hausnya
informasi politik terhadap pola partisipasi di kalangan pemilih
pemula. Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang
35
Keterbukaan Informasi Publik menyatakan informasi sebagai
keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang
mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun
penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang
disajikan dalam perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
secara elektronik maupun nonelektronik. Dengan demikian
pemahaman tentang informasi politik mengacu pada definisi tersebut
dengan menekankan pada konten politik.
Media massa merupakan sarana paling efektif digunakan
untuk menyebarkan dan menjaring informasi politik. Dalam hal ini
media bukan saja sebagai sumber informasi politik melainkan kerap
menjadi faktor pendorong (trigger) terjadinya perubahan politik.
Disamping itu media memiliki potensi mentransfer dan mengekspos
informasi politik bagi pembentukan opini publik.
Keikutsertaan media dalam membentuk opini publik
merupakan upaya membangunkan sikap dan tindakan khalayak
mengenai sebuah masalah politik dan/atau aktor politik. Dalam
kerangka ini media menyampaikan pembicaraan-pembicaraan politik
kepada khalayak. Bentuk pembicaraan politik tersebut dalam media
antara lain berupa teks atau berita politik yang di dalamnya terdapat
pilihan simbol politik dan fakta politik. Karena kemampuan ini pula
media massa sering dijadikan alat propaganda dalam komunikasi
politik.
Keikutsertaan media dalam membentuk opini publik
merupakan upaya membangunkan sikap dan tindakan khalayak
mengenai sebuah masalah politik dan/atau aktor politik. Dalam
kerangka ini media menyampaikan pembicaraan-pembicaraan politik
kepada khalayak. Bentuk pembicaraan politik tersebut dalam media
antara lain berupa teks atau berita politik yang di dalamnya terdapat
pilihan simbol politik dan fakta politik. Karena kemampuan ini pula
36
media massa sering dijadikan alat propaganda dalam komunikasi
politik.
Keikutsertaan media dalam membentuk opini publik
merupakan upaya membangunkan sikap dan tindakan khalayak
mengenai sebuah masalah politik dan/atau aktor politik. Dalam
kerangka ini media menyampaikan pembicaraan-pembicaraan politik
kepada khalayak. Bentuk pembicaraan politik tersebut dalam media
antara lain berupa teks atau berita politik yang di dalamnya terdapat
pilihan simbol politik dan fakta politik. Karena kemampuan ini pula
media massa sering dijadikan alat propaganda dalam komunikasi
politik.
Informasi politik yang diperoleh pemilih pemula tidak terbatas
pada pengetahuan yang mereka dapatkan dari media massa dan
sekolah. Keluarga dan teman sepermainan juga turut memberi andil
dalam membentuk pemahaman politik mereka. Meskipun pemilih
telah memiliki tujuan tertentu namun informasi yang mereka peroleh
dari media massa dan orang di seputar mereka akan dapat
mempengaruhi mereka melalui tindakan persuasi.
Informasi yang diperoleh dari keluarga adakalanya
mempengaruhi orientasi politik dan partisipasi politik pemilih pemula.
Ada kecenderungan bahwa pemilih pemula bertipe emosional dan
mengikuti pola yang umum berkembang di lingkungan terdekat
mereka. Tak dipungkiri jika sebagian pemilih pemula yang tidak
terinformasikan secara baik akan memilih untuk tidak berpartisipasi
dalam pemilu/pemilukada. Minimnya sosialisasi yang dilakukan oleh
KPU dan informasi dari partai politik menjadi salah satu alasan
keengganan mereka terlibat dalam pesta demokrasi. Memperoleh
informasi politik adakalanya memerlukan biaya tertentu (cost of
information) dan karenanya pemilih pemula tak hendak
mengeluarkan pengorbanan untuk itu.
37
Para ahli meyakini bahwa warga negara yang memiliki
pengetahuan merupakan prasyarat bagi kondisi berfungsinya
demokrasi di suatu negara. Lebih lanjut informasi level tinggi
merupakan kondisi penting bagi stabilitas demokrasi, karena bila
para pemilih tidak memiliki pemahaman tentang apa yang akan
mereka pilih akan terjadi kesenjangan ekspektasi dari warga negara
yang akan mengarah pada erosi kepercayaan dalam demokrasi.
Peningkatan partisipasi politik pemilih pemula menjadi
perhatian utama di beberapa negara maju. Pemilih pemula yang
cenderung rendah tingkat partisipasinya dijaring keaktifan mereka
melalui pelibatan artis-artis idola kaum muda. Hal ini yang mendasari
mengapa partai politik memanfaatkan juru kampanye yang berasal
dari kalangan artis. Fenomena ini tak hanya ada di Indonesia namun
juga terjadi saat kampanye Partai Buruh di Inggris.
Meski berbagai upaya telah dikerahkan untuk menjaring
partisipasi pemilih pemula dalam pemilu/pemilukada, statistik tetap
menunjukkan bahwa tingkat partisipasi mereka berada pada kategori
sedang. Pemilih pemula aktif dalam mencari informasi seputar
penyelenggaraan kampanye di daerah tempat mereka bermukim,
namun tidak banyak ikut serta dalam menyukseskan kampanye dan
mengkritisi jalannya kampanye.
Sebagian dari mereka juga tidak aktif mengikuti jalannya
kampanye via media massa ataupun berdiskusi seputar kampanye
yang berlangsung. Berbeda dengan partisipasi saat kampanye,
pemilih pemula cenderung aktif dalam pemungutan dan perhitungan
suara saat pemilu/pemilukada. Keaktifan ini terlihat mulai dari datang
ke tempat pemungutan suara (TPS) tepat waktu dan mengajak
orang lain untuk turut serta. Sedangkan partisipasi pemilih pemula
untuk menjadi saksi salah satu pasangan calon lebih banyak
berbentuk partisipasi yang dimobilisasi.
38
Secara keseluruhan, partisipasi pemilih pemula dalam
tahapan kampanye dan tahapan pemungutan serta penghitungan
suara lebih bersifat partisipasi yang dimobilisasi. Pemilih pemula
cenderung aktif jika diajak oleh orang lain, baik untuk ikut kampanye,
menyaksikan debat calon, dan mengkritisi jalannya
pemilu/pemilukada. Ada beberapa alasan mengapa para pemilih
pemula berpartisipasi dalam pemilu/pemilukada. Alasan pertama,
sebagian besar pemilih pemula masih menaruh kepercayaan kepada
pemerintah untuk mengubah bangsa ini ke arah lebih baik. Alasan
kedua, mereka erpartisipasi karena diajak orang lain. Alasan ketiga,
karena diiming-imingi honor yang besar, sedangkan alasan keempat
hanya sekedar ikut-ikutan.
Sedangkan alasan yang mendasari pemilih pemula tidak ikut
berpartisipasi dalam pemilu/pemilukada atau golput adalah:
ketidakpercayaan kepada partai politik dan kandidat yang ada,
kesalahan pada administrasi data pemilih, dan kurangnya sosialisasi
yang dilakukan KPU.
39
Bab V. Pengawasan Pemilu dan Tata Cara
Pencoblosan
“Pemilu jurdil simbol demokrasi”
(Busma R., Pemilih Pemula)
40
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
penyelenggaraan dan hasil Pemilu.
3. Mengawal integritas penegakan hukum Pemilu.
Pelanggaran Pemilu dapat terjadi karena sejak awal ada
proses pembiaran tanpa ada upaya yang sungguh-
sungguh untuk menyelesaikannya. Salah satu faktor
penting yang ikut menyumbang terjadinya pelanggaran
Pemilu adalah Penegakan hukum Pemilu yang masih
bermasalah. Hukum dan kebijakan, serta aparat penegak
hukum Pemilu harus sunggguh-sungguh menjalankan
fungsinya sesuai dengan kewenangan dan kapasitas yang
dimilikinya. Penegakan hukum Pemilu memiliki urgensi
secara politik, ekonomi dan sosial budaya. Penegakan
hukum Pemilu memiliki korelasi yang kuat dengan
kepercayaan masyarakat terhadap kekuasaan. Substansi
dasarnya adalah kapasitas hukum Pemilu bisa berdiri
tegak terhadap semua pihak (justice for all), serta
kemandirian dan kapasitas penyelenggara Pemilu dalam
mendorong Pemilu yang luber dan jurdil.
4. Meningkatkan kapasitas kelembagaan pengawas Pemilu.
Dengan didukung adanya kelembagaan yang kuat
program Bawaslu akan bisa berjalan on the right track.
Lembaga yang kuat adalah organisasi yang secara
manajerial memiliki kapasitas untuk menggerakkan roda
organisasi, didukung oleh perangkat keras (hardware)
seperti struktur kelembagaan yang baku dan mengabdi
pada program sebagai jembatan untuk pencapaian VISI
kelembagaan,
41
dimana struktur organisasi dibangun dengan membagi habis
pekerjaan kelembagaan. Sedangkan perangkat lunak
(software) yang transparan, dimana software yang
dianggap penting dan prioritas adalah standard operating
procedure (SOP) dan job description yang berbasis pada
masalah (kontekstual). Dengan demikian dapat
dimungkinkan semua bagian organisasi bisa bekerja
maupun membuat turunan kebijakan yang lebih rendah
seperti juklak dan juknis. Secara kelembagaan, Bawaslu
yang diatur secara permanen juga harus mampu
mengatasi masalah relasi secara struktural dengan
kelembagaan Panwaslu yang ad hoc.
5. Mendorong pengawasan partisipatif berbasis masyarakat
sipil. Keterlibatan masyarakat sipil dalam melakukan
pengawasan tidak saja akan memperkuat kapasitas
pengawasan Pemilu namun juga mendorong perluasan
wilayah pengawasan. Bahkan akan memperkuat posisi
pengawasan Pemilu sebagai lembaga pengawasan yang
berkembang dengan anchor yang kuat karena ada
representasi dari lembaga Negara dan masyarakat sipil.
Sekaligus akan menjadi media komunikasi pendidikan
politik bagi masyarakat tentang partisipasi dalam Pemilu
terutama berkenaan dengan peran strategis pengawasan
dalam mendorong terwujudnya Pemilu yang luber dan
jurdil.
42
Bab V. 2. Tata Cara Pencoblosan
Berikut adalah tata cara pencoblosan dalam pemilu:
1) Pemilih mendatangi lokasi TPS, menemui petugas pencatat
kehadiran pemilih
2) Duduk menunggu panggilan, menghadap ketua KPPS dan
anggota
3) Menuju bilik suara, melakukan pencoblosan pada salah
satu pasangan yang dipilih (tepat pada nama, foto, atau
nomor calon)
4) Masukkan ke kota suara
5) Menyelupkan sidik jari tanda sudah menyalurkan hak pilih
6) Keluar lokasi TPS
43
44
Bab VI. Daftar Pustaka
Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama
Humas KPU. TTh. Pemilu Indonesia Dalam Angka Tahun 1955 – 1999.
Jakarta: KPU
KPU. TTh. Nuansa Pemilihan Umum Di Indonesia, Jakarta: KPU
UU dan Peraturan KPU mengenai Pemilu
45