Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pasukan Sekutu Inggris memasuki kota Bandung sejak pertengahan oktober 1945.
Menjelang november 1945, pasukan NICA semakin merajelela di Bandung dengan aksi
terornya. Masuknya tentara sektu dimanfaatkan oleh NICA untuk mengembalikan
kekuasaanya di Indonesia.Tapi semangat juang rakyat dan para pemuda Bandung tetap
berkobar.

Latar belakang Bandung Lautan Api, antara lain :


1. Pasukan sekutu Inggris memasuki kota Bandung dan sikap pasukan NICA yang merajalela
dengan aksi terornya.
2. Tentara sekutu memberikan ultimatum agar bandung selatan segera dikosongkan selambat
lambatnya tanggal 29 november 1945 dengan dalih keamanan
3. Perundingan antara pihak RI dengan Sekutu/NICA, dimana Bandung dibagi dua bagian.
4. Keinginan sektu yang menuntut pengosongan sejauh 11km dari Bandung Utara.
5. Pihak sekutu membatasi wilayah di tanah bandung yang jelas jelas bukan miliknya.
6. Bendungan sungai Cikapundung yang jebol dan menyebabkan banjir besar dalam kota

B. Rumusan Masalah
1. Sejarah peristiwa bandung lautan api,?
2. Proses terjadinya pertempuran bandung lautan api,?
3. Dampak peristiwa bandung lautan api,?
4. Asal istilah dari bandung lautan api,?
5. Akhir pertempuran bandung lautan api,?
BAB II
ISI

A. SEJARAH PERISTIWA BANDUNG LAUTAN API


Mengenal sejarah Indonesia, salah satunya ada peristiwa Bandung Lautan Api.
Peristiwa yang terjadi di tanah Pasundan itu berawal dari pertempuran antara para pemuda
dan TKR melawan tentara Jepang pada bulan September dan Oktober 1945.Pada tanggal 9
Oktober 1945, pertempuran yang terjadi antara rakyat Bandung dan TKR melawan tentara
Jepang dapat diselesaikan dengan damai. Rakyat Bandung dan TKR berhasil mendapatkan
senjata dari pabrik senjata dan mesiu di Kiaracondong.Akan tetapi, bersamaan dengan itu
datanglah tentara sekutu memasuki Kota Bandung pada tanggal 21 Oktober 1945.Kedatangan
pasukan sekutu itu membuat suasana Kota Bandung menjadi tegang.Pertempuran-
pertempuran kecil pun tak terhindarkan.
Ketika pasukan sekutu merasa terdesak, sekutu memberika ultimatum agar seluruh
rakyat Bandung paling lambat tanggal 29 November 1945, pukul 12 untuk meninggalkan
Bandung Utara. Namun, sampai batas waktu yang ditentukan, rakyat Bandung tidak
mematuhinya.Pada tanggal 24 Maret 1946, sekutu mengeluarkan ultimatum lagi agar rakyat
Bandung meninggalkan Kota Bandung.Namun, lagi-lagi ultimatum itu tidak
digubris.Akibatnya, pertempuran pun tak dapat dihindarkan.Ribuan orang mulai
meninggalkan Kota Bandung.Tentara Republik Indonesia sengaja membakar gedung-gedung
pemerintahan yang terdapat di Kota Bandung.Maksudnya, agar sekutu
tidak dapat menggunakannya lagi.Asap membumbung tinggi. Kota Bandung menjadi lautan
api.

B. PROSES TERJADINYA PERTEMPURAN BANDUNG LAUTAN API


Suatu peristiwa di bulan Maret 1946, dalam waktu tujuh jam, sekitar 200.000
penduduk mengukir sejarah dengan membakar rumah dan harta benda mereka, meninggalkan
kota Bandung menuju pegunungan di selatan. Peristiwa itu di kenal sebagai Bandung Lautan
Api.Sebuah memorabilia sejarah Bandung.
Pada awal tahun 1946, Inggris menjanjikan penarikan pasukannya dari Jawa Barat
dan menyerahkan kepada Belanda, untuk selanjutnya digunakan sebagai basis
militer.Kesepakatan sekutu, Inggris dan NICA (Nederlands Indie Civil Administration)
memunculkan perlawanan heroic dari masyarakat dan pemuda pejuang di Bandung, ketika
tentara Inggris dan NICA melakukan serangan militer ke Bandung. Tentara sekutu berusaha
untuk menguasai Bandung, meskipun harus melanggar hasil perundingan dengan RI.Agresi
militer Inggris dan NICA Belanda pun memicu tindakan pembumihangusan kota oleh para
pejuang dan masyarakat Bandung. Bumi hangus adalah memusnahkan dengan pembakaran
semua barang, bangunan, gedung yang mungkin akan dipakai oleh musuh.
Sekutu dan NICA Belanda, yang menguasai wilayah Bandung Utara (wilayah di utara
jalan kereta api yang membelah kota Bandung dari timur ke barat), memberikan ultimatum
(23 Maret 1946) supaya Tentara Republik Indonesia (TRI) mundur sejauh 11 km dari pusat
kota (wilayah di selatan jalan kereta api dikuasai TRI) paling lambat pada tengah malam
tanggal 24 Maret 1946. Akibatnya pertempuran pun kembali menghebat. Pada saat itu datang
dua buah surat perintah yang isinya membingungkan, yaitu
1) Dari perdana Menteri Amir SyarifudinBahwa para pejuang / pasukan RI harus
mundur dari kota Bandung sesuai dengan perjanjian antara pemerintah RI dengan Sekutu
yanag saat itu sedang berlangsung di Jakarta.
2) Dari Panglima TKR (Jenderal Sudirman) Bahwa para pejuang/pasukan RI harus
mempertahankan Kota bandung sampai titik darah penghabisan.
Menghadapi dua perintah yang berbeda ini, akhirnya pada 24 Maret 1946 pukul 10.00
WIB, para petinggi TRI mengadakan rapat untuk menyikapi perintah PM Sjahril di Markas
Divisi III TKR. Rapat ini dihadiri para pemimpin pasukan Komandan Divisi III Kolonel
Nasution, Komandan Resimen 8 Letkol Omon Abdurrahman, Komandan Batalyon I Mayor
Abdurrahman, Komandan Batalyon II Mayor Sumarsono, Komandan Batalyon III Mayor
Ahmad Wiranatakusumah, Ketua MP3 Letkol Soetoko, Komandan Polisi Tentara Rukana,
dan perwakilan tokoh masyarakat dan pejuang Bandung.
Dalam menyikapi ultimatum Inggris, sikap para pejuang terbelah.Ada yang
menginginkan bertahan di Bandung sambil melakukan perlawanan hingga titik darah
penghabisan, ada juga yang memilih meninggalkan Bandung sambil mengatur strategi gerilya
ketika berada di luar Bandung. Meski begitu, tujuan mereka sama yakni menolak keras upaya
penjajahan kembali oleh Belanda.
Rapat pun berlangsung alot dan panas.Berbagai usulan perlawanan disampaikan peserta
rapat, salah satu usul adalah meledakkan terowongan Sungai Citarum di Rajamandala
sehingga airnya merendam Bandung.Usul ini disampaikan Rukana. Namun saking emosinya,
Rukana menyebut usulnya agar Bandung menjadi “lautan api”, padahal maksudnya “lautan
air”. Diduga, dari rapat inilah muncul istilah Bandung Lautan Api.
Usul lain muncul dari tokoh Angkatan Muda Pos Telegrap dan Telepon
(AMPTT), Soetoko, yang tidak setuju jika hanya TRI saja yang meninggalkan Bandung.
Menurutnya, rakyat harus bersama TKR mengosongkan kota Bandung.
Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam militer di Bandung, Nasution akhirnya
memutuskan untuk mentaati keputusan pemerintah RI. Keputusan ini berisi beberapa poin, di
antaranya TRI akan mundur sambil melakukan melakukan infiltrasi atau bumi hangus, hingga
Bandung diserahkan dalam keadaan tidak utuh.
Lalu rakyat akan diajak mengungsi bersama TRI. Selama pengungsian, TRI dan pejuang
akan melakukan perlawanan dengan taktik gerilya ke Bandung Utara dan Selatan yang
dikuasai musuh. Melalui siaran RRI pada pukul 14.00, Nasution mengumumkan: bahwa
semua pegawai dan rakyat harus keluar sebelum pukul 24.00, tentara melakukan bumi hangus
terhadap objek vital di Bandung agar tidak dipakai Inggris dan NICA.
Saat malam tiba, TRI akan menyerang Bandung. TRI juga mempersiapkan sejumlah titik
pengungsian bagi Keresidenan Priangan, Walikota Bandung, Bupati Bandung, Jawatan KA,
Jawatan PTT, rumah sakit, dan lain-lain.
Rakyat sebagian ada yang menerima informasi tersebut, sebagian lagi hanya mendengar
desas-desus bahwa Bandung akan dibakar dan penduduknya harus ngungsi segera menyebar,
tetapi banyak juga yang tidak mengetahui sama sekali. Namun situasi umum waktu itu
mencekam, kepanikan di mana-mana.
Meski panik, secara umum rakyat mematuhi keputusan pemerintah.Banyak rakyat yang
mengungsi, Meski berat hati harus meninggalkan rumah yang sudah mereka ditinggali sejak
kecil. Tempat tujuan pengungsi menyebar, mulai dari Cililin, Ciparay dan Majalaya,
Tasikmalaya, Cianjur, Ciwidey, Garut, Sukabumi, bahkan adaya yang mengikuti hingga
Jogjakarta.
TRI menjadwalkan peledakan pertama dimulai pukul 24.00 WIB di Gedung Regentsweg,
selatan Alun-alun Bandung yaitu Gedung Indische Restaurant (sekarang Gedung BRI),
sebagai aba-aba untuk meledakan semua gedung.
Di tengah persiapan itu tiba-tiba terjadi ledakkan.Seorang pejuang, Endang Karmas,
mengaku heran dengan adanya ledakan, padahal baru pukul 20.00 WIB. Ledakkan pertama
itu terlanjut dianggap aba-aba, sehingga pejuang lain pun tergesa-gesa melakukan
pembakaran dan peledakkan gedung. Karena persiapan yang minim, banyak gedung vital
yang tidak bisa diledakkan, kalaupun meledak, tidak sanggup merusak bangunan yang terlalu
kokoh.
Beberapa kemungkinan menjadi pemicu melesetnya jadwal ledakkan dari jadwal
semula, yakni faktor teknis atau keterampilan menguasi bahan peledak yang minim, alat
peledak yang kurang, atau ada sabotase oleh musuh untuk menggagalkan sekenario Bandung
Lautan Api. Terlebih saat persiapan pengungsian pasukan Gurkha dan NICA terus melakukan
provokasi hingga penembakan terhadap para pejuang.Hal itulah yang membuat rencana
pembakaran dan penghancuran objek vital tidak berjalan seperti rencana.
Kebakaran hebat justru timbul dari rumah-rumah warga yang sengaja dibakar, baik oleh
pejuang maupun oleh pemilik rumah yang sukarela membakar rumahnya sebelum berangkat
ngungsi.Rumah-rumah warga yang dibakar membentang dari Jalan Buah Batu, Cicadas,
Cimindi, Cibadak, Pagarsih, Cigereleng, Jalan Sudirman, Jalan Kopo. Kobaran api terbesar
ada di daerah Cicadas dan Tegalega, di sekitar Ciroyom, Jalan Pangeran Sumedang (Oto
Iskandar Dinata), Cikudapateuh, dan lain-lain.
Semua listrik mati.Inggris mulai menyerang sehingga pertempuran sengit
terjadi.Pertempuran yang paling seru terjadi di Desa Dayeuhkolot, sebelah selatan Bandung,
di mana terdapat pabrik mesiu yang besar milik Sekutu.TRI bermaksud menghancurkan
gudang mesiu tersebut.Untuk itu diutuslah Muhammad Toha dan Ramdan.Kedua pemuda itu
berhasil meledakkan gudang tersebut dengan granat tangan.Gudang besar itu meledak dan
terbakar, tetapi kedua pemuda itu pun ikut gugur sebagai pahlawan bangsa.
Sejarah heroic itu tercatat dalam sejarah bangsa Indonesia sebagai peristiwa Bandung
Lautan Api (BLA). Lagu Halo-halo Bandung ciptaan Ismail Marzuki menjadi lagi perjuangan
pada saat itu.NICA Belanda berhasil menguasai Jawa Barat melalui Perjanjian Renville (17
Januari 1948).
Beberapa tahun kemudian, lagu "Halo-Halo Bandung" ditulis untuk melambangkan
emosi mereka, seiring janji akan kembali ke kota tercinta, yang telah menjadi lautan api.
Perlambang emosi mereka, seiring janji akan kembali ke kota tercinta, yang telah menjadi
lautan api.Suatu hari di Bulan Maret 1946, dalam waktu tujuh jam, sekitar 200.000 penduduk
mengukir sejarah dengan membakar rumah dan harta benda mereka, meninggalkan kota
menuju pegunungan di selatan. Beberapa tahun kemudian, lagu “Halo Halo Bandung” ditulis
untuk melambangkan emosi mereka, seiring janji akan kembali ke kota tercinta, yang
sekarang telah menjadi lautan api.
C. DAMPAK PERISTIWA BANDUNG LAUTAN API

1. Dampak terhadap Rakyat Indonesia :


Peristiwa Bandung Lautan Api ini memberikan kerugian yang sangat besar bagi
masyarakat Bandung, karena kerusakan infrastruktur yang terjadi akibat peristiwa itu.Oleh
karena rumah rakyat sipil juga terbakar sehingga menyebabkan kerugian bagi rakyat.

2. Dampak terhadap Sekutu :


Dampak yang ditimbulkan oleh aksi bumi hangus dari para “pahlawan” itu terhadap
gerak ofensif sekutu sama sekali bukanlah rintangan. Gerak ofensif sekutu yang membangun
basis disekitar Bandung Utara tidaklah mendapat hambatan dari bangunan-bangunan yang
dibakar.Karena sudah sejak sebelumnya sekutu memang berencana menggempur daerah
Bandung sebelah selatan yang merupakan basis Tentara Republik Indonesia.Dan sekutu tidak
banyak dirugikan atas aksi pembakaran tersebut.Selain itu pula, bangunan-bangunan besar
buatan masa kolonial dengan tembok dan struktur bangunannnya yang kokoh yang dicoba
untuk diledakan dengan peledak buatan lokal oleh pihak TRI ternyata tidak menghasilkan
kerusakan yang berarti.Dalam beberapa pekan kemudian bangunan-bangunan itu sudah bisa
dipergunakan kembali.
Selain itu, NICA Belanda berhasil menguasai Jawa Barat sepenuhnya melalui
Perjanjian Renville (17 Januari 1948) yang menekan Pemerintah Republik Indonesia untuk
mengosongkan Jawa barat dari seluruh pasukan tentara Indonesia, menyusul kegagalan agresi
militer 20 Juli – 4 Agustus 1947.NICA melanggar`gencatan senjata dan terus menggempur
basis pertahanan tentara Indonesia hingga Januari 1948.Pasukan Indonesia (Divisi Sliwangi)
terpaksa hijrah ke Jawa Tengah pada`tanggal 1 – 22 Pebruari 1948.

D. ASAL ISTILAH BANDUNG LAUTAN API


Istilah Bandung Lautan Api menjadi istilah yang terkenal setelah peristiwa
pembumihangusan tersebut. Jenderal A.H Nasution adalah Jenderal TRI yang dalam
pertemuan diRegentsweg (sekarang Jalan Dewi Sartika), setelah kembali dari pertemuannya
dengan Sutan Sjahrir di Jakarta, memutuskan strategi yang akan dilakukan terhadap Kota
Bandung setelah menerima ultimatum Inggris tersebut.
"Jadi saya kembali dari Jakarta, setelah bicara dengan Sjahrir itu.Memang dalam
pembicaraan itu di Regentsweg, di pertemuan itu, berbicaralah semua orang.Nah, disitu
timbul pendapat dari Rukana, Komandan Polisi Militer di Bandung. Dia berpendapat, “Mari
kita bikin Bandung Selatan menjadi lautan api.” Yang dia sebut lautan api, tetapi sebenarnya
lautan air."-A.H Nasution, 1 Mei 1997
Istilah Bandung Lautan Api muncul pula di harian Suara Merdeka tanggal 26
Maret 1946. Seorang wartawan muda saat itu, yaitu Atje Bastaman, menyaksikan
pemandangan pembakaran Bandung dari bukit Gunung Leutik di
sekitar Pameungpeuk, Garut. Dari puncak itu Atje Bastaman melihat Bandung yang memerah
dari Cicadas sampai dengan Cimindi.
Setelah tiba di Tasikmalaya, Atje Bastaman dengan bersemangat segera menulis
berita dan memberi judul "Bandoeng Djadi Laoetan Api".Namun karena kurangnya ruang
untuk tulisan judulnya, maka judul berita diperpendek menjadi "Bandoeng Laoetan Api".
E. AKHIR PERTEMPURAN BANDUNG LAUTAN API
Tentara inggris tidak jadi mengambil kota bandung. Karena kota Bandung telah
dibakar oleh pejuang Indonesia yang dikomandani oleh M. Tohha. Kota Bandung tidak jadi
diambil oleh penjajah karena semua bangunannya sudah dibakar.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Jadi dapat disimpulkan bahwa Peristiwa Bandung Lautan Api adalah peristiwa
kebakaran besar yang terjadi di kota Bandung , provinsi Jawa Barat , Indonesia pada 24
Maret 1946 . Dalam waktu tujuh jam, sekitar 200.000 penduduk Bandung [1] membakar
rumah mereka, meninggalkan kota menuju pegunungan di daerah selatan Bandung. Hal ini
dilakukan untuk mencegah tentara Sekutu dan tentara NICA Belanda untuk dapat
menggunakan kota Bandung sebagai markas strategis militer dalam Perang Kemerdekaan
Indonesia .

Anda mungkin juga menyukai