Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Allah Yang telah memberikan RakhmatNya sehingga Buku
Pedoman Komunikasi Efektif ini dapat tersusun. Ucapan terima kasih kami
sampaikan kepada para pihak yang telah membantu tersusunnya Buku ini, semoga
Buku Pedoman ini bermanfaat. Komunikasi Efektif merupakan salah satu unsure
penting dalam Program Keselamatan Pasien. Komunikasi ini merupakan
penyampaian informasi antar para petugas rumah sakit dan juga penyampaian
informasi dari petugas ke pada pasien atau keluarganya, dan sebaliknya. Proses
Komunikasi ternyata tidak mudah, dan bila dalam proses penyampaian tidak benar
dapat menimbulkan salah persepsi, yang dapat berakibat tidak baik. Berbagai variasi
dapat terjadi dalam proses komunikasi dapat berupa variasi dalam kata, intonasi,
dialek, dan berbagai faktor lain termasuk factor lingkungan. Sehingga perlu
disusun suatu panduan dalam Komunikasi agar tercipta suatu komuikasi yang efektif.
Semoga Buku Panduan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Sebagai akhir kata, Buku Pedoman ini belum sempurna sehingga memerlukan
penyempurnaan, kritik dan saran dari pembaca kami harapkan untuk
menyempurnakan buku pedoman ini.

Penyusun

0
BAB I

KOMUNIKASI EFEKTIF

A. KOMUNIKASI
1. DEFINISI
Sebuah proses penyampaian pikiran atau informasi dari seseorang
kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain tersebut
mengerti betul apa yang dimaksud oleh penyampai pikiran – pikiran atau
informasi”. (Komaruddin, 1994;Schermerhorn, Hunt & Osborn, 1994; Koontz
&Weihich, 1988).

2. PROSES
Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti
sebagaimana dimaksud oleh pengirim pesan, pesan ditindaklanjuti dengan
sebuah perbuatan oleh penerima pesan dan tidak ada hambatan untuk hal itu
(Hardjana, 2003).

3. UNSUR
1. Sumber/komunikator (dokter, perawat, admisi, Administrasi IRI,
Kasir , dll )
2. Isi pesan
3. Media/saluran (ElektroniK, Lisan dan Tulisan ).
4. Penerima / komunikan (pasien, keluarga pasien, perawatan, dokter,
Admisi , Administrasi IRI ).

4. SUMBER / KOMUNIKATOR

Sumber (yang menyampaikan informasi ) adalah orang yang


menyampaikan isi pernyataannya kepada penerima. Hal-hal yang menjadi
tanggungjawab pengirim pesan adalah mengirim pesan dengan jelas, memilih
media yang sesuai, dan meminta kejelasan apakah pesan tersebut sudah di
terima dengan baik.(konsil kedokteran Indonesia, hal.8).

Komunikator yang baik adalah komunikator yang menguasai materi,


pengetahuannya luas dan dalam tentang informasi yang disampaikan, cara
berbicaranya jelas dan menjadi pendengar yang baik saat dikonfirmasi oleh si
penerima pesan (komunikan).

5. ISI PESAN (APA YANG DISAMPAIKAN)


Panjang pendeknya, kelengkapannya perlu disesuaikan dengan tujuan
komunikasi, media penyampaian, penerimanya.

6. MEDIA
Media berperan sebagai jalan atau saluran yang dilalui isi pernyataan
yang disampaikan pengirim atau umpan balik yang disampaikan penerima.
Berita dapat berupa berita lisan, tertulis, atau keduanya sekaligus. Pada

1
kesempatan tertentu, media dapat tidak digunakan oleh pengirim yaitu saat
komunikasi berlangsung atau tatap muka dengan efek yang mungkin terjadi
berupa perubahan sikap (konsil kedokteran Indonesia, hal 8). Media yang
dapat digunakan dapat melalui telepon, menggunakan lembar leaflet , brosur ,
vcd ( peraga ).

7. PENERIMA / KOMUNIKAN
Penerima berfungsi sebagai penerima berita. Dalam komunikasi peran
pengirim dan penerima bergantian sepanjang pembicaraan. Tanggung jawab
adalah berkonsentrasi untuk menerima pesan dengan baik dan memberikan
umpan baik kepada pengirim. Umpan balik sangat penting sehingga proses
komunikasi berlangsung dua arah. (konsil kedokteran Indonesia, hal.8).

2
KOMUNIKASI YANG EFEKTIF
1. DEFINISI

Komunikasi efektif adalah komunikasi yang mampu


menghasilkan perubahan sikap (attitude change) pada orang lain yang
bisa terlihat dalam proses komunikasi.

2. TUJUAN
 Memberikan kemudahan dalam memahami pesan yang
disampaikan antara pemberi informasi dan penerima informasi
sehingga bahasa yang digunakan oleh pemberi informasi lebih
jelas dan lengkap serta dapat dimengerti dan dipahami dengan baik
oleh penerima informasi atau komunikan.
 Agar pengiriman informasi dan umpan balik (feed back) dapat
seimbang sehingga tidak secara monoton.
3. FUNGSI
 Fungsi Informasi
Untuk memberitahukan suatu pesan kepada pihak tertentu dengan
maksud agar komunikan dapat memahaminya.
 Fungsi Ekspresi
Sebagai wujud ungkapan perasaan/pikiran komunikator atas apa
yang dia pahami terhadap sesuatu hal atau permasalahan.
 Fungsi Kontrol
Menghindari terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan dengan
pesan yang berupa perintah, peringatan, penilaian dan lain
sebagainya
 Fungsi Sosial
Untuk keperluan rekreatif dan keakraban hubungan di antara
komunikator dan komunikan.
 Fungsi Ekonomi
Untuk keperluan transaksi usaha (bisnis) yang berkaitan dengan
finansial, barang dan jasa.

4. HAMBATAN
 Perbedaan pengaruh status sosial yang dimiliki sehingga yang
lebih rendah tidak berani mengemukakan aspirasinya.
 Masalah semantik yaitu penggunaan bahasa yang tidak sesuai
dengan keadaan komunikan.
 Perbedaan cara pandang dan cara berfikir antara komikator dan
komunikan.
 Perbedaan budaya, agama dan lingkungan sosial.
 Adanya gangguan lingkungan fisik yang mempengaruhi saat
berlangsungnya komunikasi.
 Gangguan pada media yang digunakan seperti suara terputus-
putus, gambar kabur, huruf tidak jelas dan yang lainnya.
 Tidak adanya umpan balik dari komunikan

3
BAB II

RUANG LINGKUP

Panduan ini di terapkan kepada semua staf dan karyawan Rumah Sakit
dalam menjalin komunikasi dengan berbagai pihak yaitu :

A. KOMUNIKASI DENGAN MASYARAKAT

4
1. Rumah sakit menyampaikan informasi kepada masyarakat.
2. Masyarakat membutuhkan informasi dari Rumah sakit

B. KOMUNIKASI DENGAN PASIEN DAN KELUARGA


1. Petugas Pemberi Asuhan (PPA) memberikan informasi dan edukasi
kepada pasien dan keluarga pasien.
2. Pasien dan keluarga pasien membutuhkan informasi dan edukasi dari
PPA.

B. KOMUNIKASI ANTAR STAF KLINIS


1. Komunikasi antara Managemen dengan staf
2. Komunikasi dalam keadaan darurat/ keadaan khusus
3. Komunikasi antara DPJP dengan dokter lain
4. Komunikasi antara DPJP dengan perawat
5. Komunikasi dengan metode SBAR dan READ BACK
6. Komunikasi dengan dokter pada keadaan darurat
7. Komunikasi serah terima pasien / operan antar shift atau antar ruangan
8. Komunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya pada pelaporan test kritis
9. Komunikasi petugas farmasi dengan DPJP

5
BAB III.

TATA LAKSANA KOMUNIKASI

A. Komunikasi dengan Masyarakat


1. Komunikasi dengan masyarakat meliputi masyarakat sekitar area Rumah
Sakit dan masyarakat di wilayah kerja Rumah Sakit.
2. Komunikasi dengan masyarakat dapat dilakukan sebagai pribadi maupun
komunitas.
3. Komunikasi kepada masyarakat dapat diberikan melalui :
a. Penyuluhan secara langsung
b. Media elektronik berupa radio dan televisi
c. Media cetak berupa buletin dan majalah
d. Brosur, pamflet, baliho, leaflet, banner
e. Website
4. Masyarakat bisa mendapatkan informasi tentang layanan Rumah Sakit
maupun tentang informasi kesehatan dapat dilakukan melalui
a. Langsung menghubungi bagian Humas Rumah Sakit.
b. Media elektronik berupa radio dan televisi
c. Media cetak berupa buletin dan majalah
d. Mengambil brosur, leaflet dan pamflet yang telah disediakan
e. Website rumah sakit
5. Komunikasi kepada Komunitas atau kelompok masyarakat dengan kondisi
tertentu yaitu :
a. Komunitas dengan lanjut usia.
b. Komunitas Ibu dan anak.
c. Komunitas dengan penyakit tertentu seperti ( Yayasan kanker
Indonesia (YKI), Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA),
Paguyupan Penderita Tuberkulosis Indonesia (PPTI)

Diberikan dengan perlakuan tertentu pula bisa dengan permintaan dari


komunitas atau melalui media radio dalam acara talkshow maupun dalam
kegiatan lintas sektoral dengan pihak ketiga.

B. Komunikasi dengan Pasien dan Keluarga Pasien


1. PPA menyampaikan penyakit yang dialami oleh pasien.
2. PPA menyampaikan komplikasi penyakit yang mungkin terjadi.
3. PPA menyampaikan pengobatan dan tindakan yang akan dilakukan.
4. PPA menyampaikan resiko dan komplikasi dari pengobatan dan tindakan
yang akan dilakukan.
5. PPA menyampaikan pengobatan dan perawatan setelah keluar rumah
sakit.
6. Pasien dan keluarga pasien dapat menanyakan tentang penyakit yang
dialami dan komplikasinya kepada PPA.
7. Pasien dan keluarga pasien dapat menanyakan pengobatan dan tindakan
yang akan dilakukan kepada PPA.
8. Pasien dan keluarga pasien dapat menerima atau menolak pengobatan dan
tindakan yang akan diterima kepada PPA.
9. Pasien dan keluarga pasien dapat menyampaikan keluhan yang
behubungan dengan penyakit, pengobatan atau tindakan kepada pasien.

6
10. Pasien dan keluarga pasien dapat meminta cara pengobatan dan tindakan
setelah keluar rumah sakit.
11. Semua komunikasi antara PPA dengan pasien yang sedang dirawat di
Rumah Sakit harus dicatat di lembar yang tersedia di Rekam Medik.
12. Pasien yang mengalami hambatan komunikasi akan diberikan bantuan
berupa :
a. Untuk pasien dengan kesulitan memakai bahasa Indonesia atau
Jawa, maka disediakan penerjemah sesuai dengan bahasa yang
digunakan.
b. Untuk pasien tuli maka disediakan penerjamah bahasa isyarat.
c. Untuk pasien geriatri dan anak-anak yang tidak/belum mampu
memahami komunikasi maka harus didampingi keluarga
terdekat atau orang yang merawatnya

C. Komunikasi Antar Staf Klinis


1. Komunikasi antara Managemen dengan staf
a. Managemen menyampaikan informasi kebijakan yang perlu di ketahui
oleh seluruh staf.
b. Managemen menyampaikan informasi kebijakan bisa melalui lisan
dalam rapat umum, rapat terbatas, surat menyurat maupun
pengumuman melaui media di humas
c. Dalam menyampaikan informasi yang bersifat penting, darurat dan
keadaan khusus informasi bisa diberikan melalui jalur lain spt melaui
siaran di pos satpam humas maupun tempat lain

2. Tata cara komunikasi dalam keadaan darurat / keadaan khusus


a. Komunikasi pada keadaan darurat ( code red, code blue, code pink,
code black, code green, code purple, code grey, code orange dan
code pink ) di informasikan oleh petugas dimana terjadi keadaan
tersebut ke bagian humas untuk di siarkan keseluruh lingkungan
Rumah Sakit sesuai dengan sop yang berlaku
b. Pengaktifan kode darurat adalah
Code red : Kedaruratan kebakaran
Code blue : Kedaruratan medis
Code black : ancaman bom
Code green : gempa bumi
Code purple : jalur darurat/ evakuasi
Code grey : ganggguan keamanan
Code orange : tumpahan limbah B3
Code pink : penculikan bayi
Code yellow : gangguan utilitas
Code brown : penerimaan korban massal
3. Tata cara komunikasi antara DPJP dengan dokter lain
a. Jika memerlukan pemeriksaan dan /atau penatalaksanaan spesialis lain,
DPJP akan menuliskan konsul di lembar konsulan atau lembar
pemeriksaan.
b. DPJP menuliskan konsul di lembar konsul atau lembar pemeriksaan
harus menjelaskan tentang riwayat pasien, kondisi pasien saat ini,

7
pemeriksaan yang telah dilakukan dan diagnosis sementara atau pasti.
Setelah itu dituliskan pemeriksaan/penatalaksanaan yang dibutuhkan
dari spesialis lain yang dituju.
c. Jika dokter spesialis yang dituju masih belum jelas terhadap konsulan
yang diberikan DPJP ,maka dokter spesialis yang dituju harus
melakukan konfirmasi baik tatap muka langsung maupun melalui
telepon kepada DPJP.
d. Setiap pemeriksaan atau penatalaksanaan pasien oleh Dokter spesialis
yang dituju jika mempengaruhi atau beresiko mempengaruhi keadaan
pasien yang kemungkinan menimbulkan resiko terhadap kondisi
pasien harus dimintakan persetujuan dari DPJP secara tertulis dengan
konfirmasi langsung atau melalui telefon.
e. Dalam kondisi gawat darurat, konsulan dapat dilakukan langsung
melalui telepon atau tatap muka baru kemudian menulis di lembar
konsul atau lembar pemeriksaan.
f. Saat pasien dinyatakan boleh rawat jalan maka DPJP menuliskan
riwayat ringkasan pulang dengan tulisan yang mudah dibaca oleh
semua orang

4. Tata cara komunikasi antara DPJP dengan perawat


a. DPJP melakukan pemeriksaan dan pengobatan pasien didampingi oleh
perawat penaggung jawab pasien.
b. DPJP menyampaikan rencana pemeriksaan dan penatalaksanaan
kepada perawat dengan jelas dan menuliskan rencana tersebut pada
rekam medik. Apabila perawat merasa belum jelas dengan
penyampaian atau tulisan DPJP maka harus segera melakukan
konfirmasi kepada DPJP.
c. Apabila DPJP sudah tidak sedang visite, kemudian perawat merasa ada
instruksi yang tidak jelas atau belum ditulis di rekam medik,maka
perawat harus mengkonfirmasikan kepada DPJP. Setelah konfirmasi
maka ditulis di readback.

5. Komunikasi antara Perawat dengan perawat serta petugas kesehatan


lain
a. Setiap pergantian antar sift wajib saling melaporkan/ mengoperkan
kepada petugas sift berikutnya termasuk kepada petugas kesehatan lain
b. Informasi operan dari ruangan lain maupun sebaliknya termasuk
pasien transfer maupun rujuk wajib di laporkan secara lisan maupun
tertulis.
c. Operan wajib ditulis pada buku operan yang ada di masing-masing
ruangan

8
d. Saat pasien dinyatakan boleh rawat jalan maka perawat menuliskan
riwayat ringkasan pulang dengan tulisan yang mudah dibaca oleh
semua orang

6. Tata cara komunikasi dengan metode SBAR, TUL-BA-KON dan


READ BACK
a. Mengucapkan salam.
b. Memperkenalkan diri: Nama, (Perawat / dokter), dari ruang / unit
mana.
c. Perawat/ dokter melaporkan dengan metode SBAR,
1) Situation,(kondisi pasien saat ini)
2) Background, (Riwayat sakitnya)
3) Assesment, (sudah di lakukan apa)
4) Recomendasi, (usulnya apa),
5) Termasuk hasil / nilai kritis.
6) Petugas menulis ( TUL-IS) advis atau perintah atau pesan
dengan jelas, tanggal, jam, isi pesan. Misal: dosis obat yang
akan di berikan dan waktu pemeberian, serta cara pemberian,
dll.
7) Petugas penerima pesan membaca ulang pesan yang di
sampaikan” maaf dokter, saya baca ulang ya”( BA- CA)
8) Petugas wajib mengeja satu persatu hurufnya, kalau perlu
dengan huruf alfabeth, apabila ada perintah / pesan yang
mengandung obat LASA (look alike sound alike)
9) Pemberi perintah / pesan, memberikan konfirmasi “ya benar”
(KON-FIRMASI)
10) Petugas mengucapkan salam apabila laporan sudah selesai.
d. Setelah mendapatkan perintah / pesan / advis, perawat / dokter
melakukan pengulangan ucapan (READBACK) dari pemberi
perintah/pesan. “ saya ulangi ya dokter”
e. Apabila ada perintah / pesan yang mengandung obat LASA(Look A
like Sound A like) harus di eja satu persatu hurufnya, kalau perlu
dengan huruf Alfabeth
f. Pemberi perintah / pesan memberikan konfirmasi“ya benar”setelah
penerima perintah mengulangi ucapan pemberi perintah secara benar.
g. Tulisperintah / pesan di lembar terintegrasi dan di bubuhi cap
READBACK
1) Tanggal dan jam diterimanya pesan
2) Isi perintah / Isi pesan ( Misal: dosis obat yang akan di
berikan dan waktu pemberian, serta cara pemberian, dll)
3) Penerima perintah nama dan tandatangan
4) Pemberi perintah nama dan tandatangan
h. Mintakan tanda tangan pemberi perintah saat kunjungan berikutnya
maksimal 1x24 jam.

7. Tata cara komunikasi dengan dokter pada keadaan


darurat/KEADAAN EMERGENCY : penerima order mengulang

9
kembali (REPEAT BACK) nama obat dan dosis, spellingmis : 16 => satu
– enam, adrenalin 1 amp, Sulfas atropin 2 amp.

8. Tata cara komunikasi serah terima pasien/ operan antar shift atau
antar ruangan
a. Lakukan pengkajian ulang
b. Kumpulkan data yang di perlukan
c. Pastikan diagnose medis pasien dan prioritas masalah
keperawatan yang akan di lanjutkan
d. Baca dan pahami catatan perkembangan terkini dan hasil
pengkajian
e. Siapkan rekam medis pasien termasuk rencana perawatan
harian
f. Lakukan serah terima dengan sift berikutnya atau perawat
ruang lain yaitu status kesehatan pasien, ringkasan asuhan,
perkembangan pasien, rencana asuhan.
g. Petugas/perawat yang di operi wajib mengulangi pesan yang
sudah di sampaikan
h. Tanda tangan serah terima

9. Tata cara komunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya pada


pelaporan test kritis
a. Ucapkan salam dengan senyum yang ramah/ suara yang lembut
b. Memperkenalkan diri: Nama, (petugas kesehatan),dari ruang/
unit mana.
c. Petugas kesehatan melaporkan hasil /nilai kritis saat ini
d. Setelah menerima pesan nilai test kritis, perawat/dokter
melakukan pengulangan ucapan( READBACK) dari pemberi
perintah/pesan
e. Pemberi perintah / pesan memberikan konfirmasi“ya
benar”setelah penerima perintah mengulangi ucapan dari
pemberi perintah secara benar
f. Tulis hasil test kritis pada lembar terintegrasi.

10. Tata cara komunikasi petugas farmasi dengan dokter penanggung


jawab pasien
1) Ucapkan salam
2) Memperkenalkan diri : nama ( petugas farmasi), dari ruang /
unit mana.
3) Petugas farmasi melaporkan penulisan resep tidak terbaca,
tidak jelas atau persediaan obat kosong.
4) Setelah menerima pesan tentang resep atau obat petugas
farmasi melakukan pengulangan ucapan ( read back) dari
pemberi perintah / pesan.
5) Pemberi perintah / pesan memberikan konfirmasi “ya benar”
setelah menerima perintah mengulangi ucapan dari pemberi
perintah secara benar.

10
6) Tulis hasil pada lembar permintaan obat.

11. Tata cara komunikasi antar petugas kesehatan dengan rumah sakit
lain
a. Ucapkan salam
b. Lakukan serah terima dengan petugas kesehatan rumah sakit
lain dengan metode SBAR antara lain status kesehatan pasien,
ringkasan asuhan, perkembangan pasien, ringkasan terapi dan
hasil pemeriksaan.
c. Petugas / perawat yang dioperi wajib mengulangi pesan yang
sudah disampaikan.
d. Tanda tangan serah terima atau stempel Dalam menuliskan
kalimat yang sulit, maka komunikan harus menjabarkan
hurufnya satu persatu dengan menggunakan alfabeth
Kode Alfabeth International:

Sumber: Wikipedia

11
BAB IV
DOKUMENTASI

A. Pencatatan/dokumentasi
1. Setiap petugas yang melakukan prosedur komunikasi wajib melakukan
pencatatan di lembar / catatan terintegrasi.
2. Setiap petugas yang melakukan komunikasi efektif wajib memberikan cap
/ stempel read back di cacatan terintegrasi
3. Dalam waktu 1x 24 jam terlapor wajib menandatangani cap / stempel read
back.

B. Pemantauan / audit kebijakan


Pemantauan kebijakan komunikasi efektif akan di lakukan secara berkala
dengan melibatkan staff di unit terkecil dan Komite Mutu dan Keselamatan
Pasien (Sub Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit).

Pemantauan / audit ini meliputi :


1. Jumlah presentase petugas yang tidak menggunakan prosedur SBAR
dan Read backsaat melaporkan kondisi dan nilai kritis kepada dokter/
Dokter Penanggung Jawab Pasien.
2. Akurasi dan reliabilitas catatan/ tulisan yang ada di catatan teritegrasi.
3. Insiden yang terjadi yang berhubungan dengan kesalahan saat
komunikasi.
Setiap pelaporan insiden yang berhubungan dengan komunikasi
efektifakan dipantau dan ditindak lanjuti saat dilakukan revisi kebijakan.

12
C. Hasil Nilai Test Kritis yang wajib di laporkan

1. Laboratorium
HEMATOLOGI DAN KOAGULASI

Test Nilai Kritis SI Nilai Kritis SI


Pemeriksaan Rendah Units tinggi Units

Hemoglobin <7.0 g/dL <70 g/L >20.0 g/dL >200


g/L

Hemoglobin <9.5 g/dL <95 g/L >22 g/dL >220


(neonate) g/L

Activated Tidak ada >78 seconds


partial NK rendah
thromboplastin
time (APTT)

Fibrinogen <100 mg/dL <2.9 >700 mg/dL >20.6


µmol/L µmol/L

Prothrombin Tidak ada INR: >3.6


time (PT) atau 730
detik atau 3
× kontrol

NOTE Hematocrit >60 (tidak


exceptions: high critical untuk
value neonates)

Hemoglobin >20 (tidak


high critical untuk
value neonates)

KIMIA

Test Nilai Kritis SI Units Nilai Kritis SI


Pemeriksaan Rendah tinggi Units

Bilirubin, Tidak ada Tidak >15 mg/dL >257


dewasa ada µmol/L

Bilirubin, Tidak ada Tidak >13 mg/dL >222


neonatus ada µmol/L

BUN 2 mg/dL 0.71 >80 mg/dL >28.6


mmol/L mmol/L

Calcium <6 mg/dL <1.5 >13 mg/dL >3.2


mmol/L mmol/L

Creatinine 0.4 mg/dL 35 2.8 mg/dL 247


µmol/L µmol/L

Glucose, <70 mg/dL <7.8 >600 mg/dL >33.2


dewasa mmol/L mmol/L

13
Glucose, <30 mg/dL <1.7 >325 mg/dL >18
neonatus mmol/L mmol/L

Kalium, <2.8 mEq/L <2.8 >6.7 mEq/L >6.7


dewasa mmol/L mmol/L

Potassium, <2.8 mEq/L <2.8 >7.0 mEq/L >7.0


neonatus mmol/L mmol/L

Natrium <120 <120 >160 >160


mEq/L mmol/L mEq/L mmol/L

HEMODIALISIS

Test Nilai Kritis SI Units Nilai Kritis SI


Pemeriksaan Rendah tinggi Units

Calcium <8 mg/dL <2 >11 mg/dL >3


mmol/L mmol/L

Glucose <70 mg/dL <3.9 >300 mg/dL >16.6


mmol/L mmol/L

Hematocrit <20% <0.20 Tidak ada None

Hemoglobin <6.0 g/dL <60 g/L Tidak ada None

Kalium <2.8 mEq/L <2.8 >6.5 mEq/L >6.5


mmol/L mmol/L

2. Radiologi

Nilai / hasil kritis radiologi

Jenis Photo Jenis kelainan

Pemeriksaan

Ct.Scan Kepala ICH,EDH,SDH,SAH

Thorax Pnumothorax,haematothorax,effuse pleura

BOF Udara atau cairan bebas

USG Terindikasi adanya trauma tumpul


abdoment

3. Mikrobiologi Klinik
No TES/ NILAI KRITIS KATEGORI
SPESIMEN

1. Darah Positif mikroorganisme agen infeksi Elektif/urgent


setelah inkubasi

2. Cairan Positif mikroorganisme agen infeksi Elektif/urgent


Serebrospinal setelah inkubasi

14
3. Cairan Positif mikroorganisme agen infeksi Elektif/urgent
Perikardial setelah inkubasi

4. Cairan Pleura Positif mikroorganisme agen infeksi Elektif/urgent


setelah inkubasi

5. Cairan Positif mikroorganisme agen infeksi Elektif/urgent


Peritoneal setelah inkubasi

6. Cairan Sendi Positif mikroorganisme agen infeksi Elektif/urgent


setelah inkubasi

7. Semua Positif kultur aerob bakteri patogen Elektif/urgent


Spesimen multi resisten antibiotic MDRO
(MRSA, ESBL, VRE, CRE) setelah
inkubasi

8. Luka Gangren Positif mikroorganisme batang Gram Elektif/urgent


Positif (Clostridium spp) dari
spesimen luka Gangren setelah
inkubasi

9. Semua Jenis Ada mikroorganisme BTA (Batang Elektif/urgent


Spesimen Tahan Asam)

Definisi :
1. Elektif : Hasil pemeriksaan laboratorium Mikrobiologi Klinik dengan
kriteria nilai kritis pada saat yang sama dengan keluarnya hasil
pemeriksaan laboratorium Mikrobiologi Klinik, dalam waktu 1-3 hari
sudah dilaporkan dan didiskusikan antara Spesialis Mikrobiologi Klinik
(Sp.MK) dengan DPJP, disertai interpretasi dan saran penanganan
penyakit infeksi tersebut.
2. Urgent : dalam waktu 1-2 jam sudah dilaporkan dan didiskusikan dengan
DPJP dengan Spesialis Mikrobiologi Klinik (Sp. MK), disertai interpretasi
dan saran penanganan penyakit infeksi urgent tersebut.
3. Catatan :
a. Validator hasil pemeriksaan lab Mikrobiologi Klinik pertama adalah
petugas laboratorium, dan pelaporan segera ke DPJP adalah Spesialis
Mikrobiologi Klinik.
b. Validator pelaporan adalah Spesialis Mikrobiologi Klinik.

15
4.Bank Darah

No Jenis Pemeriksaan Hasil

1. Mayor (+) Positif/ Inkompatibel

2. Minor (+) Positif/ Inkompatibel

3. Auto Kontrol (+) Positif / Inkompatibel

4. Direct Comb Test (+) Positif / Inkompatibel

5. Patologi Anatomi
1. Nilai kritis didapatkan bila hasil pemeriksaan FNA-B, tidak sesuai dengan hasil
pemeriksaan histopatologi yang sudah dikonfirmasi dengan pemeriksaan
imunohistokimia dari laboratorium rujukan.

2. Hasil pemeriksaan yang merupakan nilai kritis adalah hasil pemeriksaan FNAB
tidak ganas, setelah dilakukan pemeriksaan Histopatologi dan Imunohistokimia
ternyata ganas.

16

Anda mungkin juga menyukai