2012
Dosen Pengampu :
Dr. Absar Kartabrata., SH., M.Hum.
Oleh :
Rafa Zhafirah Amaani
NPM : 178040014
Daftar isi…………………………………………………………………………………………..i
BAB 1 Pendahuluan……………………………………………………………………………….1
A. Kasus Posisi……………………………………………………………………….1
BAB II Analisis Fakta dan Yuridis………….………………………...…………………………5
A. Analisis Fakta…………………….……………………………………………….5
B. Analisis Yuridis……………………..…………………………………………...12
BAB III Analisis Kasus………………………………………………………………………….13
BAB IV Penutup……………………………………………………………………………........17
A. Kesimpulan………………………………………………………………………17
Daftar Pustaka…………………………………………………………………………..………..19
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Kasus Posisi
Kejadian yang menimpa dr Ayu berlangsung pada April 2010 lalu. Kala itu, dr Ayu
kala itu bersama rekannya yaitu dr Hendry Simanjuntak dan dr Hendy Siagian sedang
menangani pasien rujukan Puskesmas di daerah Manado. Karena keadaan terdesak, dr
Ayu melakukan tindakan operasi cito secsio sesaria.
Tetapi tindakan itu gagal menyelamatkan pasien. Selang beberapa waktu pasca
kejadian, dr Ayu cs malah mendapat 'undangan' dari kepolisian. Dia dilaporkan oleh
keluarga pasien karena melakukan operasi tanpa izin.
Pada persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Manado, dr Ayu dkk dituntut 10 bulan
penjara. Tapi dr Ayu divonis bebas karena tidak terbukti melakukan
malpraktik.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menangani kasus itu mengajukan kasasi dan
dikabulkan MA lewat putusan yang dikeluarkan pada 18 November 2012 lalu. Kasasi
ini memerintahkan dokter Ayu cs untuk dipenjara selama 10 bulan. Duduk sebagai
ketua majelis kasasi ialah hakim agung Artidjo Alkotsar dibantu Dudu Duswara dan
Sofyan Sitompul sebagai hakim anggota.
Pada tanggal 10 April 2010 pada pukul 22.00 WITA Siska Makatey menjalani
operasi Cito Secsio Sesaria bertempat di Ruangan Operasi Rumah Sakit Umum Prof.
Dr. R. D. Kandouw Malalayang Kota Manado. Dalam operasi tersebut dilakukan oleh
masing-masing dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani (Terdakwa I), dr. Hendry Simanjuntak
(Terdakwa II) dan dr. Hendy Siagian
(Terdakwa III).
1
2
Bahwa pada waktu melakukan operasi cito secsio sesaria terhadap korban
Siska Makatey yaitu pada saat korban Siska Makatey sudah tidur terlentang di atas
meja operasi kemudian dilakukan tindakan asepsi anti septis pada dinding perut dan
sekitarnya, selanjutnya korban ditutup dengan kain operasi kecuali pada lapangan
Selama operasi berlangsung, dr. Dewa Ayu (Terdakwa I) sebagai dokter yang
melakukan operasi mengiris dinding perut lapis demi lapis sampai pada rahim milik
korban kemudian bayi yang berada di dalam rahim korban diangkat dan setelah bayi
diangkat dari dalam rahim korban, rahim korban dijahit sampai tidak terdapat
pendarahan lagi dan dibersihkan dari bekuan darah, selanjutnya dinding perut milik
korban dijahit.
Adapun dr. Hendry Simanjuntak (Terdakwa II) sebagai asisten operator I (satu)
dan dr. Hendy Siagian (Terdakwa III) sebagai asisten operator II (dua) membantu
untuk memperjelas lapangan operasi yang dilakukan oleh dr. Dewa Ayu (Terdakwa I)
lapangan operasi bisa terlihat agar mempermudah operator yaitu dr. Dewa Ayu
Sebelum operasi cito secsio sesaria terhadap korban dilakukan, Para Terdakwa
kemungkinan terburuk termasuk kematian yang dapat terjadi terhadap diri korban jika
operasi cito secsio sesaria tersebut dilakukan terhadap diri korban dan Para Terdakwa
sebagai dokter yang melaksanakan operasi cito secsio sesaria terhadap diri korban
dada dan pemeriksaan penunjang lainnya sedangkan tekanan darah pada saat sebelum
160/70 (seratus enam puluh per tujuh puluh) dan pada waktu kurang lebih pukul 20.10
WITA, hal tersebut telah disampaikan oleh saksi dr. Hermanus J. Lalenoh, Sp. An.
pada bagian Anestesi melalui jawaban konsul kepada bagian kebidanan bahwa pada
oleh karena itu mohon dijelaskan kepada keluarga segala kemungkinan yang bisa
operasi selesai dilakukan kemudian pemeriksaan jantung tersebut dilakukan setelah dr.
Dewa Ayu (Terdakwa I) melaporkan kepada saksi Najoan Nan Waraouw sebagai
Konsultan Jaga Bagian Kebidanan dan Penyakit Kandungan bahwa nadi korban 180
(seratus delapan puluh) x per menit dan saat itu saksi Najoan Nan Waraouw
menanyakan kepada dr. Dewa Ayu (Terdakwa I) jika telah dilakukan pemeriksaan
jantung/EKG (Elektri Kardio Graf atau Rekam Jantung) terhadap diri korban,
selanjutnya dijawab oleh dr. Dewa Ayu (Terdakwa I) tentang hasil pemeriksaan adalah
Ventrikel Tachy Kardi (denyut jantung sangat cepat) dan saksi Najoan Nan Waraouw
mengatakan bahwa denyut nadi 180 (seratus delapan puluh) x per menit bukan
Ventrikel Tachy Kardi (denyut jantung sangat cepat) tetapi Fibrilasi (kelainan irama
jantung).
Sejak dibawa masuk ke rumah sakit, keadaan umum korban adalah lemah dan
status penyakit korban adalah berat, dan korban tidak langsung ditangani melainkan
hanya diberikan resap untuk membeli obat sampai 4 kali.Namun keadaan korban
bukan malah membaik tetapi malah kian memburuk, sampai pada akhirnya pada pukul
4
08.00 WITA pihak keluarga minta dilakukan operasi. Namun pihak rumah sakit
administratif dengan pihak rumah sakit, langsung diberitahukan kalau operasi terhadap
Siska Makatey telah selesai dilakukan dan pihak keluarga tidak tahu menahu kalau
operasi sudah dilakukan. Pihak keluarga Siska Makatey mendapatkan kabar dari
Rumah Sakit Malalayang pada pukul 22.00 WITA bahwa pasien atas nama Siska
Makatey telah meninggal dunia setelah melalui proses persalinan dengan operasi Cito
adalah diakibatkan karena pada diri korban terjadi emboli udara yang masuk ke dalam
bilik kanan jantung yang menghambat darah masuk ke paru-paru sehingga terjadi
Korban Siska Makatey meninggal dunia berdasarkan Surat Keterangan dari Rumah
tanggal 26 April 2010 dan ditandatangani oleh dr. Johannis F. Mallo, SH. SpF. DFM.
a. Korban telah diawetkan dengan larutan formalin, melalui nadi besar paha kanan;
b. Lama kematian si korban tidak dapat ditentukan, oleh karena proses perubahan pada
dengan adanya pengawetan jenazah. Sesuai dengan besarnya rahim dapat menyatakan
1. Pada Pasal 1 IV (a) adalah kekerasan tumpul sesuai dengan tanda jejas sungkup alat
bantu pernapasan.
2. Pada Pasal 1 angka IV (b) dan pasal dua angka romawi ayat tiga adalah kekerasan
3. Pada pasal 1 angka IV (c) adalah kekerasan tajam sesuai dengan tanda perawatan
4. Pada pasal 1 angka IV (d) adalah kekerasan tajam sesuai tanda perawatan
pengawetan jenazah.
d. Udara yang ditemukan pada bilik kanan jantung korban, masuk melalui pembuluh
darah balik yang terbuka pada saat korban masih hidup. Pembuluh darah balik yang
terbuka pada korban terjadi pada pemberiancairan obat-obatan atau infus, dan dapat
e. Sebab kematian si korban adalah akibat masuknya udara ke dalam bilik kanan
A. Analisis Fakta
4
5
di persidangan yakni mendasarkan pada keterangan dari saksi Prof. Dr. Najoan Nan
Waraouw, Sp.OG., yang mana Terdakwa I (satu) melaporkan ketuban pasien/ korban sudah
dipecahkan di Puskesmas dan jika ketuban sudah pecah berarti air ketuban sudah keluar
semua, selanjutnya sejak Terdakwa I (satu) mengawasi korban pada pukul 09.00 WITA
sampai dengan pukul 18.00 WITA tindakan yang dilakukan oleh Terdakwa I (satu) hanya
pemeriksaan tambahan dengan USG (Ultrasonografi) dan sebagian tindakan medis yang
telah dilakukan tidak dimasukkan ke dalam rekam medis dan Terdakwa I (satu) sebagai
ketua residen yang bertanggung jawab saat itu tidak mengikuti seluruh tindakan medis
beserta rekam medis termasuk Terdakwa I (satu) tidak mengetahui tentang pemasangan infus
yang telah dilakukan terhadap korban.
Pasal 359 KUHP Jis Pasal 361 KUHP, Jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Pasal 359 KUHP
berbunyi sebagai berikut : “Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan
orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana kurungan
paling lama 1 tahun”
Schuld atau kesalahan atau kelalaian atau kulpa menurut ilmu pengetahuan mempunyai 2
(dua) syarat: 1
1) Perbuatan yang dilakukan merupakan perbuatan kurang hati-hati atau kurang waspada.
2) Pelaku harus dapat membayangkan timbulnya akibat karena perbuatan yang dilakukannya
dengan kurang hati-hati
Unsur Barang Siapa :
Pengertian barang siapa adalah kata ganti orang, yang lazimnya dipergunakan dalam setiap
perumusan pasal-pasal tindak pidana dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan
atau dengan kata lain dapat diartikan pula sebagai subjek pelaku delik. Dalam perkara ini
tidak ada orang lain yang dijadikan sebagai Terdakwa (subjek pelaku delik) selain Terdakwa
I dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani, Terdakwa II dr. Hendry Simanjuntak dan Terdakwa III dr.
Hendy Siagian. Dengan demikian menurut Majelis Hakim unsur barang siapa dalam perkara
ini telah terpenuhi menurut hukum.
1
H.A.K Moch Anwar,., hlm 110
6
Para terdakwa secara bersama-sama melakukan operasi cito secsio sessaria terhadap korban
Siska Makatei, dan sebelum dilakukannya operasi tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
seperti pemeriksaan jantung, foto rontgen dada dan lain-lain sedangkan tekanan darah pada
saat sebelum korban dianestesi/ dilakukan pembiusan, sedikit tinggi yaitu menunjukkan
angka 160/70 (seratus enam puluh per tujuh puluh) dan pemeriksaan jantung terhadap korban
Berdasarkan uraian diatas, para terdakwa dianggap lalai karena tidak menjalankan tugasnya
sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah ditetapkan oleh Ikatan Dokter
Indonesia (IDI) maupun Peraturan perundangan yang berlaku.
Berdasarkan Pasal 1 angka 10 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.512/MenKes/PER/IV/2007 tentang izin praktek dalam melaksanakan praktek
kedokteran menyebutkan: “Standard prosedur operasional adalah suatu perangkat
instruksi/langkahlangkah yang dilakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin
tertentu, dimana standard prosedur operasional memberikan langkah yang benar dan terbaik
berdasarkan consensus bersama untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi
pelayanan yang dibuat oleh sarana pelayanan kesehatan berdasarkan standard profesi.”
Dengan demikian Para Terdakwa lalai untuk melakukan sesuatu tindakan atau untuk tidak
melakukan sesuatu tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan kondisi yang
tertentu, Para Terdakwa telah melakukan penyimpangan kewajiban, Para Terdakwa telah
menimbulkan kerugian dengan tindakan kedokteran yang telah dilakukan oleh Para
Terdakwa terhadap korban, Para Terdakwa telah menimbulkan suatu hubungan sebab akibat
yang nyata yaitu terdapatnya tindakan kedokteran dari Para Terdakwa dengan suatu keadaan
korban yang dikatakan darurat sejak tidak terdapat kemajuan persalinan pada pukul 18.30
WITA tetapi yang seharusnya sejak korban datang dengan surat rujukan dari Puskesmas dan
masuk ke ruang Instalasi Rawat Darurat Obstetrik keadaan korban sudah dapat dikatakan
darurat, kemudian sejak diketahuinya ketuban dari korban yang telah pecah sejak di
Puskesmas, rekam medis yang tidak dibuat sepenuhnya dalam setiap tindakan medis yang
dilakukan, pemasangan infus dengan jenis obat yang tidak diketahui oleh Para Terdakwa
sampai dengan dikeluarkannya resep obat secara berulang kali hingga ditolak oleh pihak
apotik, tidak terdapatnya koordinasi yang baik di dalam tim melakukan tindakan medis,
terdapatnya informed consent / lembar persetujuan tindakan kedokteran sedangkan Para
Terdakwa berpendapat bahwa tindakan kedokteran yang dilakukan adalah tindakan cito /
8
darurat, tidak adanya tindakan persiapan jika korban secara tiba-tiba mengalami keadaan
darurat seperti EKG/ pemeriksaan jantung baru dilakukan setelah korban selesai dioperasi
dengan kondisi gawat, yang seharusnya seluruh tindakan medis dan tindakan kedokteran
yang dilakukan oleh Para Terdakwa tersebut sebelumnya telah dapat dibayangkan dengan
cara berpikir, pengetahuan atau kebijaksanaan sesuai pengetahuan, keahlian dan moral yang
dimiliki oleh Para Terdakwa berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) sehingga
seluruh tindakan kedokteran yang dilakukan oleh Para Terdakwa tersebut telah
menimbulkan kerugian terhadap korban yaitu korban meninggal dunia.
B. Analisis Yuridis
Tujuan dari hukum acara pidana adalah mencari dan mendapatkan setidak-tidaknya
perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat,
dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu
pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan
guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah
Upaya mencari dan menemukan kebenaran material (materiele waarheid) dalam acara
pidana tampaknya merupakan suatu hal yang sudah sewajarnya dan seharusnya dilakukan.
lainnya, merupakan peristiwa-peristiwa yang diancam pidana dalam hukum pidana dan
(strafwaardig).
Lilik Mulyadi maka pedoman pelaksanaan KUHAP yang menyebutkan bahwa tujuan
materiil..”, rasanya kurang sepadan dan selaras dengan ketentuan hukum acara pidana
sebagai bagian dari ketentuan hukum publik yang mengatur kepentingan umum juga
Hakikat kebenaran materiil yang ingin dicapai oleh hukum acara pidana ini merupakan
manifestasi dari fungsi hukum acara pidana, yaitu: 1. Mencari dan menemukan kebenaran;
2. Pemberian keputusan oleh hakim; dan 3. Pelaksanaan keputusan.9 Fungsi mencari dan
menemukan kebenaran ini selaras dengan ketentuan Pasal 183 KUHAP sehingga dapat
disimpulkan sekali lagi merupakan “hakikat kebenaran materiil sesungguhnya”, jadi bukan
kebenaran materiil.”
Kebenaran sebagai asas dalam Hukum Acara Pidana ini sebagaimana disampaikan oleh
Lilik Mulyadi, bahwa pada asasnya pengertian hukum acara pidana adalah: “Peraturan
hukum pidana materiil (materieel strafrecht) guna mencari, menemukan, dan mendapatkan
sungguh sesuai dengan kenyataan. Atau dengan kata lain kebenaran yang selengkap-
lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana
secara jujur dan tepat. Prinsip ini terlihat dalam proses persidangan, bahwa walaupun
pelaku sudah mengakui kesalahannya namun belum cukup dijadikan alasan untuk
Ketentuan ini merupakan anasir umum yang telah dianut sejak lama dalam pandangan para
doktrina hukum pidana dan hukum acara pidana. Kebenaran materiil ini haruslah terdapat
mulai dari tingkat penyidikan dan penyelidikan yang dilakukan oleh pejabat polisi negara
Republik Indonesia dan pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus
oleh undang-undang (Bab IV Bagian kesatu penyidik dan penyelidik Pasal 4-12 jo. Bab
XIV Bagian kesatu Pasal 102-105 jo. Bab XIV Bagian kedua Pasal 106-136 KUHP).
Bagian ketiga Pasal 13-15 jo. Bab XV Pasal-Pasal 144 KUHP) dan tingkat peradilan oleh
a. KUHAP
Sistem pembuktian dalam KUHAP terdapat dalam rumusan pasal 183 KUHAP. Pasal ini
menentukan bahwa “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali
apabila dengan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan
bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah
melakukannya.” Dalam pasal ini ditentukan dua syarat untuk menjatuhkan pidana terhadap
seseorang, yaitu: 1“Adanya sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah; dan 2. Adanya
Jika sudah ada dua alat bukti yang sah, tetapi yakin tidak yakin bahwa terdakwa yang
bersalah melakukan tindak pidana, maka Hakim tidak akan menghukum terdakwa.
Demikian pula sebaliknya, keyakinan Hakim semata-mata tanpa didukung dua alat bukti
yang sah, tidak dapat menjadi dasar untuk menghukum terdakwa. Dari kedua syarat
11
tersebut jelas bahwa sistem pembuktian yang dianut oleh KUHAP adalah sistem
Rumusan Pasal 183 KUHAP tampak pula bahwa alat-alat bukti yang diperlukan adalah
sekurang-kurangnya atau minimal 2 (dua) alat bukti yang sah. Dengan dua alat bukti yang
sah tidaklah dimaksudkan bahwa setidaknya harus ada dua alat bukti yang berbeda
jenisnya, misalnya harus ada satu keterangan saksi dan satu surat. Sudahlah cukup jika dua
alat bukti yang bersangkutan merupakan alat bukti yang sejenis, misalnya 2 (dua)
keterangan saksi.
Pasal 184 ayat (1) KUHAP secara tegas menunjuk keterangan ahli sebagai salah satu alat
bukti yang sah, sebagaimana terlihat dalam rumusan Pasal 184 ayat (1) KUHAP, di mana
1. keterangan saksi;
2. keterangan ahli;
3. surat;
4. petunjuk;
5. keterangan terdakwa
KUHP
Pasal 359 KUHP Jis Pasal 361 KUHP, Jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Pasal 359 KUHP
menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau
Schuld atau kesalahan atau kelalaian atau kulpa menurut ilmu pengetahuan mempunyai 2
(dua) syarat:
1) Perbuatan yang dilakukan merupakan perbuatan kurang hati-hati atau kurang waspada.
(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan
suatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti
dari pada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain
memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, diancam jika
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa degan sengaja memakai surat palsu
atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu seolah-olah sejati.
Di dalam Undang-Undang Praktik Kedokteran tidak dijelaskan sejauh mana proses hukum
berperan dalam penyelesaian sengketa medik. Di dalam Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang
“Untuk menegakkan disiplin dokter dan dokter gigi dalam penyelenggaraan praktik
Selanjutnya di dalam Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang
“Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau
dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis
BAB III
ANALISIS KASUS
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahsan, maka dapat diambil kesimpulan yaitu:
1. Alasan dari majelis hakim pemeriksa perkara kasus dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani, dr.
Makatey) ketika sampai di RSU Prof. Dr. Kandou Malalayang Kota Manado dan
tindakan yang dilakukan oleh Terdakwa I hanya pemeriksaan tambahan dengan USG
(Ultrasonografi) dan sebagian tindakan medis yang telah dilakukan tidak dimasukkan
ke dalam rekam medis dan Terdakwa I sebagai ketua residen yang bertanggung jawab
saat itu tidak mengikuti seluruh tindakan medis beserta rekam medis termasuk
Terdakwa I tidak mengetahui tentang pemasangan infus yang telah dilakukan terhadap
korban adalah bukan merupakan perbuatan yang menyalahi Prosedur tindakan medik
dan tidak melanggar etika kedokteran tentang apa yang harus dilakukan seorang dokter
2. Pertimbangan ini berbeda dengan majelis kasasi Mahkamah Agung dalam putusannya
adalah sebuah tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 359
KUHP.
16
17
Kedokteran baik Majelis hakim pemeriksa pada tingkat pertama maupun majelis hakim
A. Buku
B. Peraturan Perundang-undangan
18