Anda di halaman 1dari 114

Bidang ilmu: Pendidikan

Laporan Akhir

PENGGUNAAN ANALISIS DIAGRAM TULANG


IKAN UNTUK PENGEMBANGAN MUTU
SEKOLAH

Tim Peneliti
Ketua : Prof. Dr. Slameto
NIDN: 0606045302
Anggota : Susiyanto, M.Pd.
NIDN: 0621096001

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA


SALATIGA
2015

1
Lembar Pengesahan
Judul Kegiatan : Penggunaan Analisis Diagram Tulang Ikan
Untuk Pengembangan Mutu Sekolah

Ketua Peneliti
a. Nama lengkap : Prof. Dr. Slameto, M.Pd
b. NIP/NIK : 0251
c. NIDN : 0606045302
d. Jabatan Fungsional : Guru Besar
e. Jabatan Struktural : -
f. Fakultas/Jurusan : FKIP/PGSD
g. Pusat Penelitian : Pusat Studi MBS
h. Alamat Institusi : Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga 50711
i. Telpon/Faks & E-mail : -

Lama waktu penelitian : 1 tahun


Pembiayaan Rp. 20.500.000,-

Mengetahui Salatiga, 18 Desember 2015


Ketua Program Studi PGSD Ketua Peneliti

Herry Sanoto, S.Pd, M.Pd Prof. Dr. Slameto, M.Pd

Dekan FKIP

Yari Dwi Kurnaningsih, S.Pd, M.Pd

2
PRAKATA

Visi sekolah adalah imajinasi moral yang dijadikan dasar atau rujukan
dalam menentukan tujuan atau keadaan masa depan yang secara khusus
diharapkan oleh sekolah. Visi sekolah merupakan turunan dari visi pendidikan
nasional. Visi sekolah dijadikan dasar atau rujukan dalam merumuskan misi,
tujuan, sasaran program sekolah serta merupakan arah pengembangan sekolah
dimasa depan. Misi adalah penjabaran visi dalam bentuk rumusan tugas,
kewajiban, dan rancangan tindakan yang dijadikan arahan untuk mewujudkan
visi. Dengan demikian, misi sekolah merupakan sekumpulan tugas-tugas yang
harus dilaksanakan sekolah.
Bertolak dari visi dan misi, selanjutnya sekolah merumuskan tujuan terkait
dengan peningkatan mutu pendidikan di sekolahnya masing-masing. Jika visi
merupakan gambaran sekolah di masa depan secara ideal, tujuan yang ingin
dicapai dalam waktu 4 tahun mungkin belum selengkap visi. Dengan kata lain,
tujuan dapat berwujud sebagian dari visi. Identifikasi tantangan nyata yang
dihadapi sekolah memuat tentang gambaran umum tantangan yang dihadapi
sekolah dalam rangka mewujudkan visi, misi dan tujuan yang ingin diraih
sekolah.
Apapun bentuk pengembangan mutu sekolah, selalu harus terprogram
dengan baik. Mengingat kondisi nyata sekolah menunjukkan bahwa sekalipun
mereka telah menyususn program peningkatan mutu sekolah, namun belum
didasarkan kajian yang ilmiah dan mendalam; Maka dari itu, penelitian
pengembangan ini dalam rangka peningkatan mutu sekolah dengan menggunakan
analisis tulang ikan.
Laporan akhir ini memaparkan perkembangan studi mulai dari studi
pendahuluan yang menghasilkan model faktual, pengembangan model hipotetik
peningkatan mutu sekolah berbantuan analisis tulang ikan, dan validasi pakar
serta uji coba terbatas untuk menghasilkan model final.
Kepada semua fihak yang telah mendukung penelitian ini, kami
menghargai dan mengucapkan terima kasih. Semoga bermanfaat!

Ketua

3
ABSTRAK

Dengan diberlakukannya Standar Nasional Pendidikan Indonesia (SNPI),


tolok ukur mutu sekolah sudahlah jelas; SNPI akan berfungsi sebagai acuan
pengembangan sekolah guna meningkatkan mutu. Apapun bentuk pengembangan
mutu sekolah, selalu harus terprogram dengan baik. Kondisi nyata sekolah
menunjukkan bahwa sekalipun mereka telah menyususn program peningkatan
mutu sekolah, namun belum didasarkan kajian yang ilmiah dan mendalam.
Masalah penelitian adalah: 1) Langkah-langkah apa yang dapat diambil
untuk pengembangan program yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas
sekolah dengan menggunakan analisis fishbone? 2) Apakah model program
menggunakan analisis fishbone efektif dan efisien dalam memenuhi kebutuhan
sekolah untuk meningkatkan kualitas? Penelitian ini bertujuan untuk: menyusun
program peningkatan mutu sekolah dengan menggunakan analisis tulang ikan
sesuai/untuk memenuhi standar, dan menghasilkan program peningkatan mutu
sekolah dengan menggunakan analisis tulang ikan yang terbukti efektif dan efisien
yang siap diimplementasikan dalam meningkatkan mutu SD.
Penelitian ini adalah penelitian pengembangan; Secara garis besar,
“pengembangan program peningkatan mutu sekolah dengan menggunakan
analisis tulang ikan” ini dibagi ke dalam 3 tahapan, yaitu: tahap I: Studi
Pendahuluan, Tahap II: Tahap Pengembangan Model, dan tahap III: Tahap
Evaluasi/ Pengujian Model. Dalam Studi Pendahuluan ini memaparkan
perkembangan studi kualitatif yang diawali dengan studi literatur, kemudian studi
lapangan tentang standar pendidikan yang akan dijadikan referensi peningkatan
mutu sekolah berbasis EDS dengan menggunakan analisis tulang ikan, diakhiri
dengan deskripsi dan analisis tulang ikan sebagai temuan (Model Faktual).
Berdasarkan model faktual yang belum memenuhi syarat dan prinsip perencanaan
yang baik dan benar, perlu segera dibuat model hipotetik yang sesuai standar yang
diharapkan memperbaiki model perencanaan peningkatan mutu sekolah (tahap 2);
Mengembangkan menjadi desain produk, merevisinya, serta menguji-cobakan
(tahap 3).
Hasilnya: 1) langkah-langkah perkembangan dalam program peningkatan
mutu sekolah dengan cara analisis tulang ikan telah melalui 6 tahapan, 2) produk
penelitian dengan menggunakan diagram tulang ikan telah terbukti menjadi
sederhana, berlaku, penting, terkendali, serta mampu beradaptasi. Selain itu, bisa
diterapkan, sehingga telah efektif dan efisien dalam memenuhi kebutuhan sekolah
untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

Kata kunci: Perencanaan Model, Kualitas Sekolah, Analisis Akar/Penyebab


masalah, diagram tulang ikan.

4
Daftar Isi

Lembar Pengesahan ...........................................................................................................2


Prakata ................................................................................................................................3
ABSTRAK ..........................................................................................................................7
Daftar Isi ........................................................................................................................... iv
Daftar Gambar ..................................................................................................................vi
Daftar Lampiran ............................................................................................................. vii
BAB I. PENDAHULUAN ................................................ Error! Bookmark not defined.
1.1 Latar Belakang Masalah.....................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah ...............................................................................................3
1.3 Tujuan ..................................................................................................................3
1.4 Manfaat ................................................................................................................3
1.5 Spesifikasi Produk yang Diharapkan ................................................................4
1.6 Pentingnya Pengembangan ............................................................................... 5
1.7 Asumsi Pengembangan ...................................................................................... 6
1.8 Keterbatasan ....................................................................................................... 7
1.9 Luaran Penelitian ............................................................................................... 8
BAB II. STUDI PUSTAKA ............................................. Error! Bookmark not defined.
2.1 Studi Literatur ...................................................................................................10
2.1.1 Mutu Pendidikan............................................................................... 10
2.1.2 Standar Nasional Pendidikan sebagai Acuan Mutu
Pendidikan 12
2.1.3 Langkah-langkah Perencanaan Pengembangan Sekolah ............. 17
2.1.4 Aspek-aspek yang Dikembangkan dalam Perencanaan
Sekolah 18
2.1.5 Model Perencanaan Pengembangan Sekolah ................................. 21
2.1.6 Diagram Tulang Ikan/Sebab-Akibat (Fishbone Diagram) ............ 25
2.1.7 Keterkaitan Evaluasi Diri Sekolah dengan Perencanaan
Pengembangan Sekolah .................................................................... 30
2.2 Penelitian Relevan ............................................................................................ 33

5
2.3 Kerangka Pemikiran ........................................................................................ 34
2.4 Model Hipotetik................................................................................................ 35

BAB III. METODE PENELITIAN/PENGEMBANGAN ............................................37


3.1 Prosedur Penelitian/Pengembangan............................................................... 37
3.2 Jenis Data .......................................................................................................... 37
3.3 Instrumen Pengumpulan Data ........................................................................ 38
3.4 Teknik Analisis Data ........................................................................................ 38

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANError! Bookmark not defined.


4.1 Hasil Studi Pendahuluan ................................................................................. 40
4.2 Pengembangan Model ...................................................................................... 42
4.2.1 Model Pengembangan (Desain Produk) ......................................... 42
4.2.2 Model Hipotetik Pengembangan Mutu Sekolah
Menggunakan
Analisis Fishbone............................................................................... 45
4.3 Validasi Desain ................................................................................................. 50
4.4 Revisi Desain ..................................................................................................... 51
4.5 Uji Coba Produk .............................................................................................. 52
4.6 Revisi Produk ................................................................................................... 53
4.7 Penyempurnaan ............................................................................................... 54
4.8 Pembahasan Produk ........................................................................................ 54

BAB V. PENUTUP ...........................................................................................................57


5.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 57
5.2 Rekomendasi..................................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................58
LAMPIRAN ..................................................................................................................... 62

6
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kaitan antar Standar Nasional Pendidikan (SNP) .............................. 13


Gambar 2.2 Proses Perencanaan Pengembangan Sekolah ....................................... 18
Gambar 2.3 Hubungan antara Premis, Tujuan, dan Rencana ................................ 23
Gambar 2.4 Diagram Ishikawa ................................................................................... 26
Gambar 2.5 EDS dalam Kaitannya dengan Penjaminan Mutu ............................... 31
Gambar 2.6 Siklus Pengembangan dan Peningkatan yang Berkelanjutan ............ 32
Gambar 2.7 Kerangka Pikir Penelitian ...................................................................... 35
Gambar 2.8 Model Hipotetik Pengembangan Mutu Sekolah dengan
Diagram Tulang Ikan ..................................................................................................... 36
Gambar 4.1 Model Hipotetik Pengembangan Mutu Sekolah dengan
Diagram Tulang Ikan ..................................................................................................... 46

7
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Observasi/Studi Dokumen ....................................................... 62

Lampiran 2 Kuisioner .................................................................................................. 63


Lampiran 3 Standar Pengelolaan SD ......................................................................... 64
Lampiran 4 Model Faktual Pengembangan SD ........................................................ 66
Lampiran 5 Model Hipotetik Pengembangan Mutu Sekolah dengan
Diagram Tulang Ikan ..................................................................................................... 68
Lampiran 6 Validasi Desain ........................................................................................ 70
Lampiran 7 Laporan Hasil Uji Coba Produk ............................................................ 72
Lampiran 8 Model Final .............................................................................................. 74
Lampiran 9 Lampiran Draf Artikel Untuk Seminar atau Publikasi Jurnal .......... 91

8
BAB I
PENDAHULUAN

Visi sekolah adalah imajinasi moral yang dijadikan dasar atau rujukan
dalam menentukan tujuan atau keadaan masa depan yang secara khusus
diharapkan oleh sekolah. Visi sekolah harus berada dalam koridor pembangunan
pendidikan yang telah ditetapkan secara nasional oleh pemerintah, tetapi tetap
sesuai dengan potensi yang dimiliki sekolah dan keinginan masyarakat di sekitar
sekolah.Visi sekolah merupakan turunan dari visi pendidikan nasional. Visi
sekolah dijadikan dasar atau rujukan dalam merumuskan misi, tujuan, sasaran
program sekolah serta merupakan arah pengembangan sekolah dimasa depan.
Secara sederhana visi adalah profil atau gambaran masa depan sekolah yang
diimpikan dimasa mendatang agar sekolah dapat terus terjaga kelangsungan hidup
dan perkembangannya.
Misi adalah penjabaran visi dalam bentuk rumusan tugas, kewajiban, dan
rancangan tindakan yang dijadikan arahan untuk mewujudkan visi. Dengan
demikian, misi sekolah merupakan sekumpulan tugas-tugas yang harus dilaksana-
kan sekolah. Perlu dicatat bahwa sebagai tindakan untuk mewujudkan visi, misi
dapat mencakup berbagai aspek, misalnya: Pembelajaran, pengembangan moral
keagamaan, iklim sekolah, manajemen sekolah, dan sebagainya.
Bertolak dari visi dan misi, selanjutnya sekolah merumuskan tujuan.
Tujuan sekolah adalah jabaran dari visi dan misi sekolah atau merupakan tahapan/
langkah untuk mewujudkan visi sekolah yang telah dicanangkan. Jika visi dan
misi seakan untuk waktu yang sangat panjang, maka tujuan sekolah untuk jangka
menengah (3 – 5 tahun). Tidak ada patokan berapa tahun, namun sebaiknya terkait
dengan satu siklus pendidikan agar mudah penjabaran berikutnya. Jika visi
merupakan gambaran sekolah di masa depan secara ideal, tujuan yang ingin
dicapai dalam waktu 4 tahun mungkin belum selengkap visi. Dengan kata lain,
tujuan dapat berwujud sebagian dari visi.
Identifikasi tantangan nyata yang dihadapi sekolah memuat tentang
gambaran umum tantangan yang dihadapi sekolah dalam rangka mewujudkan
visi, misi dan tujuan yang ingin diraih sekolah. Pada tahap ini, sekolah melakukan

1
analisis output yang hasilnya berupa identifikasi tantangan nyata yang dihadapi
oleh sekolah. Tantangan adalah selisih antara output sekolah yang diharapkan
dimasa mendatang (ideal). Besar kecilnya selisih tersebut memberitahukan besar
kecilnya tantangan (loncatan). Pada umumnya, tantangan nyata yang dihadapi
sekolah bersumber dari output sekolah yang dapat dibagi menjadi 4 yaitu kualitas,
produktivitas, efektifitas dan efisisensi. Sasaran/tujuan sitasional sekolah memuat
tentang sasaran yang akan dicapai serta kebutuhan sekolah. Sasaran adalah tujuan
yang dirumuskan dengan memperhitungkan tantangan nyata yang dihadapi
sekolah. Meskipun sasaran dirumuskan berdasarkan tantangan nyata yang
dihadapi sekolah, namun perumusan sasaran tersebut harus tetap mengacu pada
visi, misi dan tujuan sekolah. Sasaran atau tujan situasional sekolah sering juga
disebut tujuan jangka pendek.
Setelah sasaran ditentukan, selanjutnya dilakukan identifiaksi fungsi untuk
mencapai sasaran tersebut. Langkah ini dilakukan sebagai tahap persiapan dalam
melakukan analisa SWOT misalnya. Diperlukan kecermatan dan kehati-hatian
dalam menentukan fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran yang
telah ditentukan.
Alternatif langkah-langkah pemecahan persoalan memuat tentang langkah-
langkah yang akan ditempuh dalam rangka mencapai visi, misi dan tujuan sekolah
serta dalam rangka memanfaatkan potensi yang dimiliki sekolah serta langkah-
langkah yang ditempuh dalam rangka mengatasi kelemahan serta ancaman
terhadap sekolah.

1.1 LATAR BELAKANG


Dengan diberlakukannya Standar Nasional Pendidikan Indonesia (SNPI), tolok
ukur mutu sekolah sudahlah jelas; SNPI akan berfungsi sebagai acuan
pengembangan sekolah guna meningkatkan mutu. Apapun bentuk pengembangan
mutu sekolah, selalu harus terprogram dengan baik. Program yang baik ini akan
mempermudah pelaksanaannya. Apapun bentuk program yang dimaksud, perlu
dipersiapkan melalui proposal yang baik.
Program kerja sekolah memuat tentang visi, misi dan tujuan sekolah,
identifikasi tantangan nyata yang dihadapi sekolah, sasaran/tujuan situasional

2
sekolah, identifikasi fungsi-fungsi sasaran, analisa SWOT yang berupa analisa
tingkat kesiapan fungsi, langkah-langkah pemecahan persoalan, rencana dan
program peningkatan mutu dan rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah
(RAPBS).
Kondisi nyata sekolah menunjukkan bahwa sekalipun mereka telah
menyususn program peningkatan mutu sekolah, namun belum didasarkan kajian
yang ilmiah dan mendalam; banyak kepala sekolah mengalami kendala dalam
mengembangkan program peningkatan mutu sekolahnya. Akibat langsung dari
rendahnya mutu program ini pasti implementasinya menjadi tidak optimal
mendukung tercapainya tujuan. Maka dari itu perlu sekali adanya pendampingan
sekolah dalam rangka mengembangkan program peningkatan mutu sekolah.

1.2 Rumusan Masalah


Masalah dalam penelitian ini dirumuskan seperti berikut ini.
1. Bagaimanakah tahapan pengembangan program peningkatan mutu sekolah
dengan menggunakan analisis tulang ikan?
2. Apakah program peningkatan mutu sekolah dengan menggunakan analisis
tulang ikanefektif dan efisien menjawab kebutuhan SD dalam meningkat-
kan mutu sekolahnya?

1.3 TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menyusun program peningkatan mutu sekolah dengan menggunakan
analisis tulang ikan sesuai/untuk memenuhistandar,
2. Menghasilkan program peningkatan mutu sekolah dengan menggunakan
analisis tulang ikan yang terbukti efektif dan efisien yang siap di-
implementasikan dalam meningkatkan mutu sekolah.

1.4. MANFAAT
Hasil penelitian ini akan sangat bermanfaat bagi SD/SMP/SMA dalam membuat
program pengembangan sekolah dalam meningkatkan mutunya:

3
1. Memberikan suatu model pengembangan program peningkatan mutu
sekolah dengan menggunakan analisis tulang ikan yang akan terbukti
efektif dan efisien yang siap diimplementasikan dalam meningkatkan
mutu sekolah.
2. Meningkatkan implementasi program yang akan mampu meningkatkan
mutu sekolah.

1.5. SPESIFIKASI PRODUK YANG DIHARAPKAN

Produk yang dihasilkan dari penelitian ini adalah model ―Pengembangan Program
Peningkatan Mutu Sekolah dengan Menggunakan Analisis Tulang Ikan‖. Model
yang dikembangkan ini termasuk Descriptive Model yaitu model yang
mendeskripsikan suatu proses atau sistem baik secara kuantitatif maupun
kualitatif; model ini melukiskan dan menerangkan 6 langkah dalam mencapai
tujuan peningkatan mutu sekolah dan pengaruh setiap langkah pada langkah yang
lainnya secara lebih aktual. Model atau produk ini berguna untuk memecahkan
masalah-masalah pengelolaan sekolah melalui perencanaan yang masak, yang jika
diimplementasikan dapat menghasilkan program peningkatan mutu sekolah;
Dimana dalam pengembangan program peningkatan mutu sekolah perlu dikaji
secara masak-masak berdasarkan visi, misi dan standar mutu serta analisa
lingkungan strategis, sumber daya sekolah, kebutuhan, hambatan, kelemahan dan
masalah-masalah serta akar penyebabnya sehingga dapat ditemukan alternatif
yang paling tepat dalam kerangka kepemimpinan kepala sekolah. Model yang
dikembangkan dilengkapi dengan panduan pengembangan program beserta
instrumen yang diperlukan, sehingga siap diimplementasikan sekolah karena
dinilai efektif dan efisien. Lebih lanjut, jika tradisi pengembangan mutu sekolah
telah terlaksana sesuai model ini, akan terjadi perubahan paradigma pengembang-
an program peningkatan mutu sekolah menggeser dari suatu paradigma
pengelolaan sekolah konvensional menuju pada sistem pengelolaan sekolah
modern.

4
1.6. PENTINGNYA PENGEMBANGAN

Penjaminan mutu pendidikan adalah serentetan proses dalam sistem yang saling
berkaitan untuk mengumpulkan, menganalisis dan melaporkan data tentang
program atau kegiatan pendidikan dalam mencapai mutu pendidikan. Proses
penjaminan mutu diawali dari mengidentifikasi aspek pencapaian dan prioritas
peningkatan, penyediaan data sebagai dasar perencanaan dan pengambilan
keputusan serta membantu membangun budaya peningkatan mutu berkelanjutan.
Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, pemerintah telah
menetapkan Standar Pengelolaan Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah, yaitu Permendiknas No. 19 Tahun 2007. Permendiknas tersebut
membahas tentang: a). Perencanaan Program, b). Pelaksanaan Rencana Kerja, c).
Pengawasan dan Evaluasi, d). Kepemimpinan Sekolah/ Madrasah, e).Sistem
Informasi Manajemen, dan f). Penilaian Khusus.
Perencanaan Program Sekolah penting dilakukan untuk memberi arah dan
bimbingan para pelaku pendidikan dalam rangka menuju perubahan atau tujuan
yang lebih baik (peningkatan, pengembangan) dengan resiko yang kecil dan untuk
mengurangi ketidak-pastian masa depan. Perencanaan Sekolah adalah proses
penyusunan gambaran kegiatan pendidikan dimasa depan dalam rangka mencapai
perubahan/tujuan pendidikan yang ditetapkan. Sasaran minimal pengembangan
sekolah yang dituangkan dalam setiap rencana pengembangan sekolah haruslah
menggunakan standar penyelenggaraan pendidikan yang berlaku secara nasional.
Berdasarkan langkah-langkah pemecahan masalah/persoalan, sekolah bersama-
sama dengan semua unsur warga sekolah (termasuk komite sekolah) membuat
rencana dan program-program untuk mencapai sasaran mutu yang telah ditetap-
kan.
Diagram sebab-akibat (cause and effect diagram atau fishbone diagram)
adalah sebuah teknik grafis yang berguna untuk menganalisia dan menemukan
faktor-faktor yang berpengaruh atau efek secara signifikan di dalam menentukan
karakteristik kualitas output kerja. Diagram ini juga berguna untuk meng-
identifikasi akar penyebab potensi dari suatu masalah. Diagram sebab akibat
memfokuskan pada penekanan masalah atau gejala yang merupakan akar
penyebab masalah. Dengan menemukan permasalahan yang sebenarnya dan

5
memukan akar masalahnya ini, maka dapat dirumuskan atau diidentifikasi
alternatif tindakan pemecahan masalah yang merupakan suatu usaha untuk
peningkatan mutu pendidikan; Selanjutnya menganalisis altematif-alternatif, yang
merupakan penganalisisan setiap altematif menurut kriteria tertentu yang sifatnya
kualitatif atau kuantitatif. Pada akhirnya memilih alternatif terbaik yang dilakukan
atas kriteria dan skala prioritas tertentu, dan keputusan dapat dilaksanakan. Model
pengembangan program peningkatan mutu sekolah ini memfasilitasi pengelolaan
sekolah (perencanaan) sebagaimana tuntutan mutu di atas.

1.7. ASUMSI PENGEMBANGAN


Rencana Pengembangan Sekolah merupakan salah satu wujud dari salah satu
fungsi manajemen sekolah yang amat penting yang harus dimiliki sekolah karena
berfungsi untuk memberi arah dan bimbingan bagi para pelaku sekolah dalam
rangka menuju tujuan sekolah yang lebih baik dengan resiko yang kecil dan untuk
mengurangi ketidakpastian masa depan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), setiap
sekolah harus memenuhi SNP tersebut. Salah satu upaya untuk mencapai SNP,
setiap sekolah wajib membuat Rencana Pengembangan Sekolah.
Telah terjadi perubahan paradigma pengembangan program peningkatan
mutu sekolah menggeser dari pengelolaan sekolah konvensional menuju pada
sistem pengelolaan sekolah modern, dimana dalam pengembangan program
peningkatan mutu sekolah perlu dikaji secara masak-masak berdasarkan analisa
lingkungan strategis, sumber daya sekolah, kelemahan dan kekuatan sekolah,
hambatan dan peluang, serta kepemimpinan kepala sekolah.
Perencanaan pengembangan sekolah yang memanfaatkan model ini akan
memberi arah dan bimbingan para pelaku sekolah dalam rangka menuju
perubahan atau tujuan sekolah yang lebih baik atau lebih bermutu di masa depan.
Rencana pengembangan mutu sekolah yang diharapkan menjadi salah satu cara
untuk mengatasi permasalahan tersebut dikatakan baik apabila memenuhi kriteria
sebagai berikut:
a. Kualitas dan kuantitas situasi pendidikan sekolah yang di harapkan.

6
b. Keluasan, cakupan, dan ketajaman analisis situasi pendidikan sekolah dan
lingkungan strategisnya
c. kemanfaatan serta kesesuaian dengan permasalahan pendidikan
d. Kelayakan strategi implementasi Kelayakan rencana monitoring dan
evaluasi
e. Sistem, proses/prosedur, dan mekanisme penyusun dan
f. Tingkat partisipasi dan keinklusifan unsur-unsur yang terkait dengan
perencanaan
Penggunaan analisis tulang ikan, menjamin terpenuhinya 6 kriteria yang
diharapkan itu; Model pengembangan program peningkatan mutu sekolah dengan
menggunakan analisis tulang ikan ini terbukti efektif dan efisien yang siap
diimplementasikan dalam meningkatkan mutu sekolah.

1.8. KETERBATASAN

Model ―Pengembangan Program Peningkatan Mutu Sekolah dengan Mengguna-


kan Analisis Tulang Ikan‖ yang dihasilkan ini membatasi diri sampai pada tahap
Perencanaan Program Sekolah. Sekalipun perencanaan itu sangat penting
dilakukan untuk memberi arah dan bimbingan para pelaku pendidikan dalam
rangka menuju perubahan atau tujuan mutu yang lebih baik dengan resiko yang
kecil dan untuk mengurangi ketidak-pastian masa depan, perencanaan belum
memberi jaminan implentasinya secara efisien dan efektif, mengingat banyak
faktor yang berpengaruh seperti kualitas: (1) kepemimpinan kepala sekolah, (2)
siswa, (3) guru, (4) kurikulum, dan (5) jaringan kerja sama.
Perencanaan yang dikembangkan dalam model ini mendasarkan analisis
fishbone, sekalipun merupakan suatu alat yang sangat efektif untuk mengetahui
akar penyebab masalah dan benar-benar membantu untuk mengetahui alasan
masalah sehingga ditemukan solusi paling tepat untuk mengatasi masalah
tersebut. Namun, dalam beberapa literatur ditemukan beberapa kekurangan dari
metode ini. Analisis fishbone menguraikan penyebab masalah tetapi tidak
menjelaskan urutan penyebab; Dalam dunia kehidupan nyata masalah dapat
terjadi karena beberapa alasan, tetapi besarnya atau ekstremitas setiap alasan tidak
bisa sama. Diagram tulang ikan belum memenuhi tuntutan masalah ini. Juga

7
jarang mendefinisikan kategori secara jelas dan verifikasi antara hubungan kausal
(kurang memadai). Selain itu dari diagram ini tidak mengisolasi masalah utama
dari masalah dan menyajikan masing-masing dalam cara yang sama.

1.9. LUARAN PENELITIAN


Penelitian pengembangan ini akan menghasilkan model pengembangan program
peningkatan mutu sekolah dengan menggunakan analisis tulang ikan yang terbukti
efektif dan efisien yang siap diimplementasikan dalam meningkatkan mutu
sekolah. Penelitian ini akan menghasilkan output dan outcome sebagai berikut:

1. Output
a. Panduan pengembangan program peningkatan mutu sekolah dengan
menggunakan analisis tulang ikan
b. Program peningkatan mutu sekolah yang dinilai efektif dan efisien yang
siap diimplementasikan sekolah.
2. Outcome
a. Perubahan praktek manajerial pengelola sekolah
b. Perubahan paradigma pengembangan program peningkatan mutu
sekolah menggeser dari suatu paradigma pengelolaan sekolah
konvensional menuju pada sistem pengelolaan sekolah modern.
Dimana dalam pengembangan program peningkatan mutu sekolah
perlu dikaji secara masak-masak berdasarkan analisa lingkungan
strategis, sumber daya sekolah, kelemahan dan kekuatan sekolah,
hambatan dan peluang, serta kepemimpinan kepala sekolah.
Adapun rincian tahapan, luaran dan indikator disajikan pada tabel berikut
ini.

8
Tahapan, Luaran dan Indikator

TAHAPAN LUARAN INDIKATOR

a. Instrumen Studi 1. Tercetak lembar


Pendahuluan observasi, dan
Tahap I: b. LaporanStudi kuisioner.
Pendahuluan yang berisi 2. Tercetak laporan
Studi Pendahuluan deskripsi dan analisis Studi Pendahuluan
tulang ikan (Model 3. Tercetak Model
Faktual) Faktual

a. Model Hipotetik 1. Tercetaknya Model


Hipotetik
Tahap II: b. Model pengembangan 2. Tercetaknya desain
Pengembangan (desain Produk) produk
Model 3. Terevisinya desain
produk
4. Tercetaknya
laporan hasil uji
coba

Tahap III: Model Final. 1. Tercetaknya revisi


Evaluasi/Pengujian produk
Model 2. Tercetaknya model
final
3. Tercetaknya draf
dan laporan final.

9
BAB II

STUDI PUSTAKA

2.1 STUDI LITERATUR


2.1.1 Mutu Pendidikan
Ada tiga konsep dasar yang perlu dibedakan dalam peningkatan mutu yaitu
kontrol mutu (quality control), jaminan mutu (quality assurance) dan mutu
terpadu (total quality). Kontrol mutu secara historis merupakan konsep mutu yang
paling tua. Kegiatannya melibatkan deteksi dan eliminasi terhadap produk-produk
gagal yang tidak sesuai dengan standar. Tujuannya hanya untuk menerima produk
yang berhasil dan menolak produk yang gagal. Dalam dunia pendidikan, kontrol
mutu diimplementasikan dengan melaksanaan ujian sumatif dan ujian akhir. Hasil
ujian dapat dijadikan sebagai bahan untuk kontrol mutu.
Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2007) penjaminan mutu
pendidikan adalah serentetan proses dalam sistem yang saling berkaitan untuk
mengumpulkan, menganalisis dan melaporkan data tentang program atau kegiatan
pendidikan dalam mencapai mutu pendidikan. Proses penjaminan mutu diawali
dari mengidentifikasi aspek pencapaian dan prioritas peningkatan, penyediaan
data sebagai dasar perencanaan dan pengambilan keputusan serta membantu
membangun budaya peningkatan mutu berkelanjutan. Pencapaian mutu
pendidikan untuk pendidikan dasar dan menengah dikaji berdasarkan delapan
standar nasional pendidikan dari Badan Standar nasional Pendidikan (BSNP).
Penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan pada pendidikan dasar dan
menengah di Indonesia berkaitan dengan tiga aspek utama yaitu: (1) pengkajian
mutu pendidikan, (2) analisis dan pelaporan mutu pendidikan, dan (3) peningkatan
mutu dan penumbuhan budaya peningkatan mutu yang berkelanjutan. Khususnya
pada aspek pertama, secara sederhana diartikan bahwa dalam aspek pengkajian
mutu pendidikan di dalamnya perlu ada pemetaan dan penetapan langkah yang
perlu dilakukan untuk pencapaian mutu. Kegiatan pemetaan salah satunya melalui
Evaluasi Diri Sekolah (EDS) dan instrumen lain yang dapat menambah informasi

10
tentang profil sekolah. Adapun kegiatan penetapan langkah pencapaian mutu
adalah rencana sistematis, rasional, dan terukur serta dirumuskan oleh satuan
pendidikan untuk memenuhi pencapaian mutu pendidikan.
Jaminan mutu merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mencegah
terjadinya kesalahan sejak awal proses produksi. Jaminan mutu dirancang
sedemikian rupa sehingga dapat menjamin proses produksi agar dapat
menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi tertentu. Jaminan mutu adalah
sebuah cara menghasilkan produk yang bebas dari cacat dan kesalahan. Lanjutan
dari konsep jaminan mutu adalah Total Quality Management (TQM) yang
berusaha menciptakan sebuah budaya mutu dengan cara mendorong semua
anggota stafnya untuk dapat memuaskan para pelanggan. Dalam konsep TQM
pelanggan adalah raja. Inilah yang merupakan pendekatan yang sangat populer
termasuk dalam dunia pendidikan. Sifat TQM adalah perbaikan yang terus
menerus untuk memenuhi harapan pelanggan.
Dalam TQM, mutu adalah kesesuaian fungsi dengan tujuan, kesesuaian
dengan spesifikasi dan standar yang ditentukan, sesuai dengan kegunaannya,
produk yang memuaskan pelanggan, sifat dan karakteristik produk atau jasa yang
memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Sistem manajemen mutu
pendidikan adalah suatu sistem manajemen untuk mengarahkan dan mengendali-
kan satuan pendidikan dalam penetapan kebijakan, sasaran, rencana dan proses/
prosedur mutu serta pencapaiannya secara berkelanjutan (continous
improvement).
Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP) yang berlaku saat ini
bertumpu kepada tanggung jawab tiap pemangku kepentingan pendidikan untuk
menjamin dan meningkatkan mutu pendidikan. Implementasi SPMP terdiri atas
rangkaian proses/tahapan yang secara siklik dimulai dari (1) pengumpulan data,
(2) analisis data, (3) pelaporan/pemetaan, (4) penyusunan rekomendasi, dan (5)
upaya pelaksanaan rekomendasi dalam bentuk program peningkatan mutu
pendidikan. Pelaksanaan tahapan-tahapan di atas dilaksanakan secara kolaboratif
antara satuan pendidikan dengan pihak-pihak lain yang terkait sesuai dengan
ketentuan yang berlaku (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 Tahun
2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan) yaitu penyelenggara satuan

11
atau program pendidikan, pemerintah kabupaten atau kota, pemerintah provinsi,
dan pemerintah.
SPMP berbasis pada data dan pemetaan yang valid, akurat, dan empirik.
Data yang dikumpulkan oleh sekolah dapat diperoleh dari hasil akreditasi sekolah,
sertifikasi guru, ujian nasional, dan profil sekolah. Selain itu Evaluasi Diri
Sekolah (EDS) merupakan instrumen implementasi SPMP yang dilaksanakan oleh
setiap satuan pendidikan sebagai salah satu program akseleratif dalam
peningkatan kualitas pengelolaan dan layanan pendidikan (Instruksi Presiden
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2010; Prioritas Nomor 2. Pendidikan).

2.1.2 Standar Nasional Pendidikan sebagai Acuan Mutu Pendidikan


Acuan mutu yang digunakan untuk pencapaian atau pemenuhan mutu pendidikan
pada satuan pendidikan adalah Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan standar-
standar lain yang disepakati oleh kelompok masyarakat. Standar nasional
pendidikan adalah standar yang dibuat oleh pemerintah, sedangkan standar lain
adalah standar yang dibuat oleh satuan pendidikan dan/atau lembaga lain yang
dijadikan acuan oleh satuan pendidikan. Standar-standar lain yang disepakati oleh
kelompok masyarakat digunakan setelah SNP dipenuhi oleh satuan pendidikan
sesuai dengan kekhasan jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
SNP sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan peraturan perundangan lain
yang relevan yaitu kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah
hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. SNP dipenuhi oleh satuan atau
program pendidikan dan penyelenggara satuan atau program pendidikan secara
sistematis dan bertahap dalam kerangka jangka menengah yang ditetapkan dalam
rencana strategis satuan atau program pendidikan.
Sasaran minimal pengembangan sekolah yang dituangkan dalam setiap
rencana pengembangan sekolah haruslah menggunakan standar penyelenggaraan
pendidikan yang berlaku secara nasional. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan merupakan ketentuan rinci mengenai
standar-standar nasional pendidikan sebagaimana diamanatkan dalam UU
Sisdiknas nomor 20 tahun 2003. Peraturan Pemerintah ini menetapakan arah

12
reformasi pendidikan nasional dalam rangka mencapai visi, misi, dan tujuan
pendidikan nasional. Terdapat delapan SNP yaitu:
1. Standar Isi
2. Standar Proses
3. Standar Kompetensi Lulusan
4. Standar Kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan
5. Standar Sarana dan Prasarana
6. Standar Pengelolaan
7. Standar Pembiayaan
8. Standar Penilaian
Delapan SNP di atas memiliki keterkaitan satu sama lain dan sebagian
standar menjadi prasyarat bagi pemenuhan standar yang lainnya. Dalam kerangka
sistem, komponen input sistem pemenuhan SNP adalah Standar Kompetensi
Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK), Standar Pengelolaan, Standar Sarana
dan Prasarana (Sarpras), dan Standar Pembiayaan. Bagian yang termasuk pada
komponen proses adalah Standar Isi, Standar Proses, dan Standar Evaluasi,
sedangkan bagian yang termasuk pada komponen output adalah Standar
Kompetensi Lulusan (SKL). Berikut ini disajikan kaitan antara SNP.

Gambar: Kaitan antar Standar Nasional Pendidikan (SNP)

13
Setiap standar memiliki indikator ketercapaiannya dan setiap indikator
merupakan acuan mutu pendidikan di Indonesia. Daftar indikator pemenuhan
standar sebagai acuan mutu yang harus diupayakan dipenuhi oleh setiap sekolah
di berbagai jenjang dan jenis pendidikan terdapat pada lampiran.
Di antara standar-standar tersebut, standar pengelolaan pada tingkat satuan
pendidikan merupakan standar terpenting yang harus djadikan acuan dalam
perencanaan pengembangan sekolah. Standar pengelolaan pendidikan untuk
satuan pendidikan dasar dan menengah adalah standar pengelolaan pendidikan
untuk sekolah/madrasah yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan kegiatan pendidikan agar tercapai efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan pendidikan (Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005);
Standar Pengelolaan terdiri atas:
a. Standar pengelolaan oleh satuan pendidikan.
b. Standar pengelolaan oleh Pemerintah Daerah.
c. Standar pengelolaan oleh Pemerintah.
Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, pemerintah telah menetapkan
Standar Pengelolaan Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah,
yaitu Permendiknas No. 19 Tahun 2007. Permendiknas tersebut membahas
tentang:
a). Perencanaan Program,
b). Pelaksanaan Rencana Kerja,
c). Pengawasan dan Evaluasi,
d). Kepemimpinan Sekolah/Madrasah,
e).Sistem Informasi Manajemen, dan
f). Penilaian Khusus.
Pasal 49 ayat (1) pada Peraturan Pemerintah ini menyatakan: ―Pengelolaan
satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan
manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan,
partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas.‖ Berkaitan dengan penerapan
manajemen berbasis sekolah itu di tingkat satuan pendidikan, PP nomor 19/2005
tersebut menetapkan sejumlah standar pengelolaan yang mencakup pengambilan

14
keputusan, pedoman pendidikan, rencana kerja, prinsip-prinsip dasar pengelolaan
satuan pendidikan, pengawasan, pemantauan, supervisi, dan pelaporan.
Pengelolaan satuan pendidikan harus berpegang pada prinsip-prinsip
kemandirian, efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas. Pelaksanaan pengelolaan
pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dipertanggungjawabkan
oleh kepala satuan pendidikan kepada rapat dewan pendidik dan komite
sekolah/madrasah.
Terkait dengan Pengambilan Keputusan, beberapa hal penting yang diatur
dalam Peraturan Pemerintah tersebut meliputi bidang-bidang pengambilan
keputusan, prosedur pengambilan keputusan dan pihak-pihak yang terlibat dalam
pengambilan keputusan itu. Pengambilan keputusan bidang akademik dilakukan
melalui rapat Dewan Pendidik yang dipimpin oleh kepala sekolah. Sedangkan
bidang non-akademik pengambilan keputusan dilakukan oleh komite
sekolah/madrasah yang dihadiri oleh kepala sekolah. Rapat dewan pendidik dan
komite sekolah/madrasah dilaksanakan atas dasar prinsip musyawarah mufakat
yang berorientasi pada peningkatan mutu satuan pendidikan.
Rencana kerja yang harus dibuat oleh satuan pendidikan meliputi Rencana
Kerja Jangka Menengah (4 tahun) dan Rencana Kerja Tahunan. Rencana Kerja
Satuan Pendidikan dasar dan Menengah harus disetujui rapat dewan pendidik
setelah memperhatikan pertimbangan dari Komite Sekolah/Madrasah.
Pengawasan penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan
mencakup pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut hasil
pengawasan. Pemantauan dilakukan oleh pimpinan satuan pendidikan dan komite
sekolah/madrasah atau bentuk lain dari lembaga perwakilan pihak-pihak yang
berkepentingan secara teratur dan berkesinambungan untuk menilai efisiensi,
efektivitas, dan akuntabilitas satuan pendidikan. Supervisi yang meliputi supervisi
manajerial dan akademik dilakukan secara teratur dan berkesinambungan oleh
pengawas atau penilik satuan pendidikan dan kepala satuan pendidikan.
Standar pengelolaan tersebut mengisyaratkan bahwa sejak saat ini sekolah
sebagai satuan pendidikan memiliki peran, wewenang dan tanggung jawab yang
sangat strategis dan jauh lebih luas di bandingkan masa sebelumnya. Sekolah
dituntut untuk lebih mandiri, lebih mampu membangun hubungan kemitraan

15
dengan dan memperkuat partisipasi semua pemangku kepentingan (stakeholders),
bersikap lebih terbuka dan akuntabel.
Kewenangan yang begitu luas yang diberikan kepada sekolah pada
gilirannya menuntut setiap sekolah mereformasi dirinya. Setiap sekolah harus
beralih dari budaya dan manajemen yang bersifat ―menunggu dan bertindak sesuai
kebijakan atas‖ yang bersifat konvensional kepada sebuah budaya dan manajemen
baru yang menempatkan hasil telaah diri sebagai titik awal usaha pengembangan,
kemandirian dan akuntabilitas sebagai instrumen utama dalam proses
pengembangan dirinya, dan peningkatan mutu sebagai muara dan tujuan utama
dari setiap usaha pengembangan itu.
Perencanaan Sekolah penting dilakukan untuk memberi arah dan bimbingan
para pelaku pendidikan dalam rangka menuju perubahan atau tujuan yang lebih
baik (peningkatan, pengembangan) dengan resiko yang kecil dan untuk
mengurangi ketidak-pastian masa depan. Perencanaan Sekolah adalah proses
penyusunan gambaran kegiatan pendidikan dimasa depan dalam rangka mencapai
perubahan/tujuan pendidikan yang ditetapkan.
Berdasarkan langkah-langkah pemecahan persoalan, sekolah bersama-
sama dengan semua unsur warga sekolah (termasuk komite sekolah) membuat
rencana dan program-program untuk merealisasi rencana dan mencapai sasaran
yang telah ditetapkan. Rencana yang dibuat harus menjelaskan secara detail dan
lugas tentang aspek-aspek mutu yang ingin dicapai. Kegiatan yang harus
dilakukan, siapa yang harus melakukan, kapan dan dimana dilaksanakan, dan
berapa biaya yang diperlukan. Hal ini juga diperlukan untuk memudahkan sekolah
dalam menjelaskan dan memperoleh dukungan dari pemerintah maupun orang tua
siswa, baik secara moral maupun finansial untuk melaksanakan rencana
peningkatan mutu pendidikan.
Rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah (RAPBS) berisi tentang
Rencana anggaran dan belanja pelaksanaan program kerja sekolah dalam waktu
satu tahun berjalan yang dimiliki sekolah. Rencana program yang dibuat dalam
RAPBS harus menjelaskan secara detail dan lugas tentang aspek-aspek mutu yang
lain ingin dicapai, kegiatan yang harus dilakukan, sasaran yang ingin dicapai, dan
berapa biaya yang diperlukan. Hal ini diperlukan untuk memudahkan sekolah

16
dalam menjelaskan dan memperoleh dukungan dari pemerintah maupun orang tua
siswa, baik secara moral maupun finansial untuk melaksanakan rencana
peningkatan mutu pendidikan.
Penyusunan anggaran berangkat dari rencana kegaitan atau program yang
telah disusun dan kemudian diperhitungkan berapa biaya yang diperlukan untuk
melaksanakan kegiatan tersebut. Dengan demikian aggaran berfungsi sebagai alat
pengendali kegiatan. Langkah-langkah penyusunan anggaran adalah sebagai
berikut:
a. Menginventarisasi rencana program yang akan dilaksanakan.
b. Menyusun rencana berdasarkan pada skala prioritas pelaksanaannya.
c. Menentukan program kerja dan rincian program kerja.
d. Menetapkan kebutuhan untuk pelaksanaan rincian program.
e. Menghitung dana yang dibutuhkan.
f. Menentukan sumber dana untuk membiayai rencana.

2.1.2 Langkah-Langkah Perencanaan Pengembangan Sekolah


Terdapat berbagai model yang dapat digunakan untuk diadopsi untuk menyusun
rencana Pengembangan Sekolah. Dalam paparan ini hanya diberikan satu contoh
struktur rencana pengembangan sekolah. Namun demikian, bukan berarti langkah-
langkah yang diberikan di sini merupakan yang paling efektif bagi semua SD,
masing-masing SD memiliki kebebasan untuk mengembangkan sendiri struktur
rencana pengembangan yang dipandang paling sesuai dengan kondisi masing-
masing sekolah. Proses perencanaan pengembangan sekolah yang dimaksud
setidak-tidaknya harus mencakup lanngkah-langkah sebagaimana ditunjukkan
dalam Gambar 2.1.

17
Merumuskan:
Visi, Misi dan Tujuan

Telaah Diri

(Self Review)

Memilih
Prioritas dan Strategi Pengembangan

Menyusun
Program Pengembangan

Menyusun
Rencana Operasional Tahunan

Menyusun
Rencana Pendapatan dan Belanja
Sekolah

Gambar 2.1 Proses Perencanaan Pengembangan Sekolah

Satuan atau program pendidikan yang telah memenuhi SNP, dapat


mengembangkan standar yang lebih tinggi lagi yaitu berupa:
1. Standar mutu di atas SNP yang dapat diadopsi dan/atau diadaptasi dari
standar internasional.
2. Standar mutu di atas SNP yang berbasis pada keunggulan dan spesifikasi
tertentu.

2.1.3 Aspek-aspek yang Dikembangkan dalam Perencanaan Sekolah


Sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan (SNP), setiap sekolah harus memenuhi SNP. Oleh karena
itu, aspek-aspek yang harus disusun dalam perencanaan pengembangan sekolah
juga harus sesuai dengan tuntutan SNP tersebut yaitu 8 standar nasional

18
pendidikan: kompetensi lulusan, isi (kurikulum), proses, pendidik dan tenaga
kependidikan, pengelolaan, prasarana dan sarana, pembiayaan, dan penilaian.
Namun demikian, ditinjau dari sisi pemerataan, kualitas, relevansi, efisiensi, dan
pengembangan kapasitas, dari delapan SNP tersebut dapat dijabarkan menjadi
lebih rinci dalam RPS.
Sesuai judul penelitian ini, yaitu untuk peningkatan mutu sekolah, maka
aspek yang dikembangkan adalah aspek kedua yaitu peningkatan kualitas. Mutu
sekolah dipengaruhi oleh banyak tahapan kegiatan yang saling berhubungan
(proses) seperti misalnya perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Mutu atau
kualitas pendidikan sekolah meliputi input, proses, dan output, dengan catatan
bahwa output sangat ditentukan oleh proses, dan proses sangat dipengaruhi oleh
tingkat kesiapan input (Hafis Muaddab, 2011).
Input adalah semua potensi yang ‗dimasukkan‘ ke sekolah sebagai modal
awal kegiatan pendidikan sekolah tersebut. Input pendidikan adalah segala sesuatu
yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Sesuatu
yang dimaksud berupa sumberdaya dan perangkat lunak serta harapan-harapan
sebagai pemandu bagi berlangsunnya proses. Input sumber daya meliputi
sumberdaya manusia (kepala sekolah, guru termasuk guru BP, karyawan, siswa)
dan sumberdaya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang, bahan, dan
sebagainya). Input perangkat lunak meliputi struktur organisasi sekolah, peraturan
perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana, program, dsb. Input harapan-
harapan berupa visi, misi, tujuan, dan sasaran-sasaran yang ingin dicapai oleh
sekolah. Kesiapan input sangat diperlukan agar proses dapat berlangsung dengan
baik. Oleh karena itu, tinggi rendahnya mutu input dapat diukur dari tingkat
kesiapan input. Makin tinggi tingkat kesiapan input, makin tinggi pula mutu input
tersebut.Contoh pengembangan input misalnya: pengembangan tenaga
pendidik/kependidikan (guru, kepala sekolah, konselor, pengawas, staf Dinas
Pendidikan), pengembangan komite sekolah, rasio (siswa/guru,siswa/kelas,
siswa/ruangkelas), pengembangan bahan ajar, pengembangan tes, biaya pen-
didikan persiswa, pengembangan model pembelajaran (pembelajaran tuntas,
pembelajaran dengan melakukan, pembelajaran kontekstual, pembelajaran
kooperatif, dan sebagainya), peningkatan kualitas siswa (UAN, UAS,

19
keterampilan kejuruan, kesenian, olah-raga, karya ilmiah, keagamaan, kedisiplin-
an, karakter/kepribadian, dan sebagainya).
Proses adalah serangkaian kegiatan pendidikan yang dirancang secara
sadar dalam usaha meningkatkan kompetensi input demi menghasilkan output dan
outcome bermutu.Proses Pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi
sesuatu yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses
disebut input sedangkan sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam
pendidikan bersekala mikro (ditingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah
proses pengembilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses
pengelolaan program, proses belajar mengajar, dan proses monitoring dan
evaluasi, dengan catatan bahwa proses belajar memiliki tingkat kepentingan
tertinggi dibanding dengan proses- proses lainnya.
Proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan
penyerasian serta pemaduan input sekolah (guru, siswa, kurikulum, uang,
peralatan dan sebagainya) dilakukan secara harmonis, sehingga mampu
menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning),
mampu mendorong motivasi dan minat belajar, dan benar-benar mampu
memberdayakan peserta didik. Kata memberdaykan mengandung arti bahwa
peserta didik tidak sekadar menguasai pengetahuan yang diajarkan oleh gurunya,
akan tetapi pengetahuan tersebut juga telah menjadi muatan nurani peserta didik,
dihayati, diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dan lebih penting lagi peserta
didik tersebut mampu belajar secara terus menerus (mampu mengembangkan
dirinya).
Output adalah hasil langsung dan segera dari pendidikan ataujumlah atau
units pelayanan yang diberikan atau jumlah orang-orang yang telah dilayani;
atauhasil dari aktifitas, kegiatan atau pelayanan dari sebuah program, yang diukur
dengan menggunakan takaran volume/banyaknya.Output pendidikan adalah
merupakan kinerja sekolah. Kinerja sekolah adalah prestasi sekolah yang
dihasilkan dari proses/perilaku sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur dari
kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya, efesiendinya, inovasinya, kualitas
kehidupan kerjanya dan moral kerjanya. Khusus yang berkaitan dengan
mutu output sekolah, dapat dijelaskan bahwa output sekolah dikatakan ber-

20
kualitas/bermutu tinggi jika prestasi sekolah, khusunya prestasi belajar siswa,
menunjukkan pencapaian yang tinggi dalam: (1) prestasi akademik, berupa nilai
ulangan umum, UN, karya ilmiah, lomba akademik, dan (2) prestasi non-
akademik, seperti misalnya imtaq, kejujuran, kesopanan, olah raga, kesnian,
keterampilan kejujuran, dan kegiatan-kegiatan ektsrakurikuler lainnya.
Outcome adalah efek jangka panjang dari proses pendidikan misalnya
penerimaan di pendidikan lebih lanjut, prestasi dan pelatihan berikutnya,
kesempatan kerja, penghasilan serta prestise lebih lanjut ataurespon partisipan
terhadap pelayanan yang diberikan dalam suatu program; outcome juga
berupa dampak, manfaat, harapan perubahan dari sebuah kegiatan atau pelayanan
suatu program. Dalam definisi lain dikatakan bahwa Output adalah hasil yang
dicapai dalam jangka pendek, sedangkan outcome adalah hasil yang terjadi setelah
pelaksanaan kegiatan jangka pendek.
Standar pengelolaan pendidikan yang bersumber dari Badan Standar
Nsaional pendidikan, beserta indikatornya dalam bentuk rangkum terlampir.

2.1.4 Model Perencanaan Pengembangan Sekolah


Perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), menggerakkan atau
memimpin (actuating atau leading), dan pengendalian (controlling) merupakan
fungsi-fungsi yang harus dijalankan dalam proses manajemen. Jika digambarkan
dalam sebuah siklus, perencanaan merupakan langkah pertama dari keseluruhan
proses manajemen tersebut. Perencanaan dapat dikatakan sebagai fungsi
terpenting diantara fungsi-fungsi manajemen lainnya. Apapun yang dilakukan
berikutnya dalam proses manajemen bermula dari perencanaan. Daft (1988:100)
menyatakan: ―When planning is done well, the other management functions can
be done well.‖
Perencanaan pada intinya merupakan upaya penentuan kemana sebuah
organisasi akan menuju di masa depan dan bagaimana sampai pada tujuan itu.
Dengan kata lain, perencanaan berarti pendefinisian tujuan yang akan dicapai oleh
organisasi dan pembuatan keputuan mengenai tugas-tugas dan penggunaan
sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan itu. Sedangkan rencana
(plan) adalah hasil dari proses perencenaan yang berupa sebuah cetak biru

21
(blueprint) mengenai alokasi sumber daya yang dibutuhkan, jadwal, dan tindakan-
tindakan lain yang diperlukan dalam rangka pencapaian tujuan.
Dalam pengertian tersebut, tujuan dan alokasi sumber daya merupakan dua
kata kunci dalam sebuah rencana. Tujuan (goal) dapat diartikan sebagai kondisi
masa depan yang ingin diwujudkan oleh organisasi. Dalam organisasi, tujuan ini
terdiri dari beberapa jenis dan tingkatan. Tujuan pada tingkat yang tertinggi
disebut dengan tujuan strategis (strategic goal), kemudian berturut-turut di
bawahnya dijabarkan menjadi tujuan taktis (tactical objective) kemudian tujuan
operasional (operational objective). Tujuan strategis merupakan tujuan yang akan
dicapai dalam jangka panjang, sedangkan tujuan taktis dan tujuan operasional
adalah tujuan jangka pendek yang berupa sasaran-sasaran yang terukur.
Dalam SD/MI, tujuan strategis merupakan tujuan tertinggi yang akan
dicapai pada tingkat sekolah. Tujuan ini bersifat umum dan biasanya tidak dapat
diukur secara langsung. Tujuan-tujuan taktis merupakan tujuan-tujuan yang harus
dicapai oleh bagian-bagian utama organisasi sekolah, misalnya bidang kurikulum,
kesiswaan, atau kerja sama dengan masyarakat. Sedangkan tujuan operasional
merupakan tujuan yang harus dicapai pada bagian-bagian yang secara struktur
yang lebih rendah dari bagian-bagian utama sekolah tersebut. Tujuan mata
pelajaran atau kelompok mata pelajaran, misalnya, dapat dikategorikan sebagai
tujuan operasional.
Masing-masing tingkatan tujuan tersebut terkait dengan proses perencanaan.
Tujuan strategis merupakan tujuan yang harus dicapai pada tingkat rencana
strategis (strategic plan). Tujuan taktis dan tujuan operasional masing-masing
merupakan tujuan-tujuan yang harus dicapai pada rencana taktis (tactical plan)
dan rencana operasional (operational plan).
Perlu dicatat bahwa semua sekolah, apapun bentuknya, berdiri atau
didirikan atas dasar asumsi, keyakinan, sistem nilai dan mandat tertentu. Dalam
kaitannya dengan perencanaan pengembangan, dasar-dasar keberadaan ini disebut
dengan premis lembaga atau premis sekolah. Permis-premis sekolah itu biasanya
disajikan dalam bentuk rumusan visi, misi, dan nilai-nilai fundamental organisasi.
Visi dapat dipandang sebagai alasan atas keberadaan lembaga dan merupakan
keadaan ―ideal‖ yang hendak dicapai oleh lembaga; sedangkan misi adalah tujuan

22
utama dan sasaran kinerja dari lembaga. Keduanya harus dirumuskan dalam
kerangka filosofis, keyakinan dan nilai-nilai dasar yang dianut oleh sekolah yang
bersangkutan dan digunakan sebagai konteks pengembangan dan evaluasi atas
strategi yang diinginkan.
Premis-premis tersebut harus menjadi titik-tolak dalam perencanaan. Tujuan
dan cara untuk mencapai tujuan yang tertuang dalam rencana harus berada dalam
kerangka premis-premis itu. Untuk memudahkan pemahaman, Gambar 2.1
mengilustrasikan hubungan antara premis organisasi, hierarki tujuan, dan bentuk
rencana sebagaimana diuraikan di atas.

Visi, Misi, dan Nilai-


Nilai Dasar
(Premis Sekolah)

Tujuan Rencana
(hasil) (alat)

Manajemen Puncak Tujuan Rencana


Strategis Strategis
(Tingkat Sekolah)

Manajemen Menengah
Tujuan Rencana
(Bidang Kurikulum, Taktis Taktis
Kesiswaan, dsb.)

Manajemen Bawah Tujuan Rencana


Operasional Operasional
(Mapel, Individu Guru)

Gambar 4.1 Hubungan antara Premis, Tujuan, dan Rencana

Perencanaan pengembangan sekolah (school development planning)


merupakan proses pengembangan sebuah rencana untuk meningkatkan kinerja
sebuah sekolah secara berkesinambungan. Perbedaan pokok rencana
pengembangan dengan rencana lainnya terletak pada tujuan. Sedangkan hierarki
tujuan dan rencana sebagaimana telah diuraikan di atas juga berlaku dalam
rencana pengembangan. Tujuan yang akan dicapai dalam rencana pengembangan

23
merupakan hasil-hasil yang lebih baik dari apa yang selama ini telah di oleh
sekolah. Rencana pengembangan sekolah disusun agar sekolah terus-menerus
meningkatkan kinerjanya. Oleh karena itu, selain didasarkan pada visi dan misi
sekolah, perencanaan pengembangan harus didasarkan atas pemahaman yang
mendalam tentang keberadaan dan kondisi sekolah pada saat rencana
pengembangan itu disusun. Pemahaman semacam ini dapat dilakukan melalui
kajian dan telaah mendalam terhadap kondisi internal maupun lingkungan
eksternal dimana sekolah itu berada.
Standar nasional pendidikan sebagaimana telah diuraikan pada bab
sebelumnya menunjukkan bahwa proses perencanaan menjadi perangkat yang
esensial dalam pengelolaan sekolah. Dalam kaitannya dengan standar pengelolaan
satuan pendidikan, sistem perencanaan pengembangan lembaga yang diterapkan
pada setiap sekolah harus mampu memfasilitasi dan mengakomodasi lima pilar
utama yang digariskan dalam standar pengelolaan,yaitukemandirian, kemitraan,
partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas.
Model perencanaan strategis (strategis planning) hingga saat ini dipandang
sebagai proses perencanaan yang demikian itu. Dengan menerapkan pendekatan
perencanaan strategis, diharapkan sekolah akan terdorong untuk melakukan
perencanaan secara sistematis. Sekolah diharapkan akan menyediakan waktu
untuk mentelaah dan menganalisis dirinya sendiri dan lingkungannya, meng-
identifikasi kebutuhannya untuk mendapatkan keunggulan terhadap yang lain, dan
melakukan komunikasi dan konsultasi secara terus-menerus dengan berbagai
pihak baik dari dalam maupun luar lingkungan lembaga selama berlangsungnya
proses perencanaan. Di samping itu perencanaan strategis juga diharapkan akan
mendorong sekolah untuk menyusun langkah-langkah untuk mencapai tujuan
strategis, secara terus-menerus memantau pelaksanaan rencana itu, dan secara
teratur melakukan pengkajian dan perbaikan untuk menjaga agar perencanaan
yang dibuat tetap relevan terhadap berbagai kondisi yang terus berkembang
{Nickols dan Thirunamachandran, (Departemen Pendidikan Nasional. 2007)}.
Perencanaan strategis (strategic planning) merupakan bagian dari proses
managemen strategis yang terkait dengan proses identifikasi tujuan jangka
panjang dari sebuah lembaga atau organisasi, penggalian gagasan dan pilihan-

24
pilihan, pengambilan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan
yang telah ditentukan, dan pemantauan (monitoring) kemajuan atau kegagalan
dalam rangka menentukan strategi di masa depan {Nickols dan Thirunama
chandran, (Departemen Pendidikan Nasional, 2007)}.

2.1.5 Diagram Tulang Ikan/ Sebab – Akibat (Fishbone Diagram)


Fishbone diagram (diagram tulang ikan — karena bentuknya seperti tulang ikan)
sering juga disebut Cause-and-Effect Diagram atau Ishikawa Diagram
diperkenalkan oleh Dr. Kaoru Ishikawa, seorang ahli pengendalian kualitas dari
Jepang, sebagai satu dari tujuh alat kualitas dasar (7 basic quality tools). Dr.
Kaoru Ishikawa seorang ilmuwan Jepang, merupakan tokoh kualitas yang telah
memperkenalkan Fishbone cause and effect diagram kepada dunia. Diagram
Fishbone dari Ishikawa menjadi satu tool yang sangat populer dan dipakai di
seluruh penjuru dunia dalam mengidentifikasi faktor penyebab masalah. Alasan-
nya sederhana, Fishbone diagram tergolong praktis, dan memandu setiap tim
untuk terus berpikir menemukan penyebab utama suatu permasalahan.
Diagram ―tulang ikan‖ ini dikenal dengan cause and effect diagram. Kenapa
Diagram Ishikawa juga disebut dengan ―tulang ikan‖?…..ya memang kalau
diperhatikan rangka analisis diagram Fishbone bentuknya ada kemiripan dengan
ikan, dimana ada bagian kepala (sebagai effect) dan bagian tubuh ikan berupa
rangka serta duri-durinya digambarkan sebagai penyebab (cause) suatu per-
masalahan yang timbul.
Dari gambar di bawah terlihat bahwa faktor penyebab masalah antara lain
(kemungkinan) terdiri dari: material/bahan baku, mesin, manusia dan metode/cara.
Semua yang berhubungan dengan material, mesin, manusia, dan metode yang
―saat ini‖ dituliskan dan dianalisa faktor mana yang terindikasi ―menyimpang‖
dan berpotensi terjadi masalah. Ingat,...ketika sudah ditemukan satu atau beberapa
―penyebab‖ jangan puas sampai di situ, karena ada kemungkinan masih ada akar
penyebab di dalamnya yang ―tersembunyi‖. Bahasa gaulnya, jangan hanya
melihat yang gampang dan nampak di luar.

25
Ishikawa mengajarkan kita untuk melihat ―ke dalam‖ dengan bertanya
mengapa? …… mengapa?… dan mengapa?‖. Hanya dengan bertanya ―mengapa‖
beberapa kali kita mampu menemukan akar permasalahan yang sesungguhnya.
Penyebab sesungguhnya, bukan gejala. Dengan menerapkan diagram Fishbone ini
dapat menolong kita untuk dapat menemukan akar ―penyebab‖ terjadinya masalah
khususnya di industri manufaktur dimana prosesnya terkenal dengan banyaknya
ragam variabel yang berpotensi menyebabkan munculnya permasalahan. Apabila
―masalah‖ dan ―penyebab‖ sudah diketahui secara pasti, maka tindakan dan
langkah perbaikan akan lebih mudah dilakukan. Dengan diagram ini, semuanya
menjadi lebih jelas dan memungkinkan kita untuk dapat melihat semua
kemungkinan ―penyebab‖ dan mencari ―akar‖ permasalahan sebenarnya.
Fishbone diagram digunakan ketika kita ingin mengidentifikasi kemungkin-
an penyebab masalah dan terutama ketika sebuah team cenderung jatuh berpikir
pada rutinitas (Tague, 2005: 247). Suatu tindakan dan langkah improvement akan
lebih mudah dilakukan jika masalah dan akar penyebab masalah sudah

26
ditemukan. Manfaat fishbone diagram ini dapat menolong kita untuk menemukan
akar penyebab masalah secara user friendly, tools yang user friendly disukai
orang-orang di industri manufaktur di mana proses di sana terkenal memiliki
banyak ragam variabel yang berpotensi menyebabkan munculnya permasalahan
(Purba, 2008: 1–6).
Fishbone diagram akan mengidentifikasi berbagai sebab potensial dari satu
efek atau masalah, dan menganalisis masalah tersebut melalui sesibrainstorming.
Masalah akan dipecah menjadi sejumlah kategori yang berkaitan, mencakup
manusia, material, mesin, prosedur, kebijakan, dan sebagainya. Setiap kategori
mempunyai sebab-sebab yang perlu diuraikan melalui sesi brainstorming.
Diagram sebab-akibat dikembangkan oleh Dr. Kaoru Ishikawa pada tahun
1943, sehingga sering disebut dengan diagram Ishikawa. Diagram sebab-akibat
(cause and effect diagram atau fishbone diagram) adalah sebuah teknik grafis
yang digunakan untuk mengurutkan dan menghubungkan interaksi antara faktor-
faktor yang berpengaruh dalam suatu proses. Diagram ini berguna untuk
menganalisia dan menemukan faktor-faktor yang berpengaruh atau efek secara
signifikan di dalam menentukan karakteristik kualitas output kerja. Efek ini bisa
bernilai "baik" dan bisa bernilai "buruk".
Diagram fishbone merupakan suatu alat visual untuk mengidentifikasi,
mengeksplorasi, dan secara grafik menggambarkan secara detail semua penyebab
yang berhubungan dengan suatu permasalahan. Menurut Scarvada (2004), konsep
dasar dari diagram fishbone adalah permasalahan mendasar diletakkan pada
bagian kanan dari diagram atau pada bagian kepala dari kerangka tulang ikannya.
Penyebab permasalahan digambarkan pada sirip dan durinya. Kategori penyebab
permasalahan yang sering digunakan sebagai start awal meliputi materials (bahan
baku), machines and equipment (mesin dan peralatan), manpower (sumber daya
manusia), methods (metode), Mother Nature/environment (lingkungan), dan
measurement (pengukuran). Keenam penyebab munculnya masalah ini sering
disingkat dengan 6M. Penyebab lain dari masalah selain 6M tersebut dapat dipilih
jika diperlukan. Untuk mencari penyebab dari permasalahan, baik yang berasal
dari 6M seperti dijelaskan di atas maupun penyebab yang mungkin lainnya dapat

27
digunakan teknik brainstorming (Pande &Holpp, 2001 dalam Scarvada, 2004).
Diagram fishbone ini umumnya digunakan pada tahap mengidentifikasi
permasalahan dan menentukan penyebab dari munculnya permasalahan tersebut.
Selain digunakan untuk mengidentifikasi masalah dan menentukan penyebabnya,
diagram fishbone ini juga dapat digunakan pada proses perubahan.
Scarvada (2004) menyatakan Diagram fishbone ini dapat diperluas
menjadi diagram sebab dan akibat (cause and effect diagram). Perluasan
(extension) terhadap Diagram Fishbone dapat dilakukan dengan teknik
menanyakan ―Mengapa sampai lima kali (five whys)‖ (Pande & Holpp, 2001
dalam Scarvada, 2004). Jadi dengan diketahui sebab dari efek yang terjadi,
diharapkan hasil dari proses produksi bisa diperbaiki dengan mengubah faktor
terkontrol dari suatu proses. Diagram ini juga berguna untuk mengidentifikasi
akar penyebab potensi darisuatu masalah. Diagram sebab akibat memfokuskan
pada penekanan masalah atau gejala yang merupakan akar penyebab masalah.
Diagram sebab akibat juga menampilkan penyebab-penyebab masalah dengan
cara menghubungkan penyebab-penyebab menjadi satu.
Diagram Fishbone dapat digunakan untuk menganalisis permasalahan baik
pada level individu, tim, maupun organisasi. Terdapat banyak kegunaan atau
manfaat dari pemakaian Diagram Fishbone ini dalam analisis masalah. Manfaat
penggunaan diagram fishbone tersebut antara lain:
1. Memfokuskan individu, tim, atau organisasi pada permasalahan utama.
Penggunaan Diagram Fishbone dalam tim/organisasi untuk menganalisis
permasalahan akan membantu anggota tim dalam menfokuskan
permasalahan pada masalah prioritas.
2. Memudahkan dalam mengilustrasikan gambaran singkat permasalahan
tim/ organisasi. Diagram Fishbone dapat mengilustrasikan permasalahan
utama secara ringkas sehingga tim akan mudah menangkap permasalahan
utama.
3. Menentukan kesepakatan mengenai penyebab suatu masalah. Dengan
menggunakan teknik brainstorming para anggota tim akan memberikan
sumbang saran mengenai penyebab munculnya masalah. Berbagai
sumbang saran ini akan didiskusikan untuk menentukan mana dari

28
penyebab tersebut yang berhubungan dengan masalah utama termasuk
menentukan penyebab yang dominan.
4. Membangun dukungan anggota tim untuk menghasilkan solusi. Setelah
ditentukan penyebab dari masalah, langkah untuk menghasilkan solusi
akan lebih mudah mendapat dukungan dari anggota tim.
5. Memfokuskan tim pada penyebab masalah. Diagram Fishbone akan
memudahkan anggota tim pada penyebab masalah. Juga dapat
dikembangkan lebih lanjut dari setiap penyebab yang telah ditentukan.
6. Memudahkan visualisasi hubungan antara penyebab dengan masalah.
Hubungan ini akan terlihat dengan mudah pada Diagram Fishbone yang
telah dibuat.
7. Memudahkan tim beserta anggota tim untuk melakukan diskusi dan
menjadikan diskusi lebih terarah pada masalah dan penyebabnya.
Dalam melakukan Analisis Fishbone, ada beberapa tahapan yang harus
dilakukan, yakni
1. Menyiapkan sesi analisa tulang ikan.
2. Mengidentifikasi akibat atau masalah.
3. Mengidentifikasi berbagai kategori sebab utama.
4. Menemukan sebab-sebab potensial dengan cara sumbang saran.
5. Mengkaji kembali setiap kategori sebab utama
6. Mencapai kesepakatan atas sebab-sebab yang paling mungkin
Kelebihan Fishbone diagram adalah dapat menjabarkan setiap masalah yang
terjadi dan setiap orang yang terlibat di dalamnya dapat menyumbangkan saran
yang mungkin menjadi penyebab masalah tersebut. Sedang Kekurangan Fishbone
diagram adalah opinion based on tool dan didesign membatasi kemampuan
tim/pengguna secara visual dalam menjabarkan masalah yang mengunakan
metode “level why” yang dalam, kecuali bila kertas yang digunakan benar – benar
besar untuk menyesuaikan dengan kebutuhan tersebut. Serta biasanya voting
digunakan untuk memilih penyebab yang paling mungkin yang terdaftar pada
diagram tersebut.
Analisa tulang ikan dipakai untuk mengkategorikan berbagai sebab
potensial dari satu masalah atau pokok persoalan dengan cara yang mudah

29
dimengerti dan rapi. Juga alat ini membantu kita dalam menganalisis apa yang
sesungguhnya terjadi dalam proses. Yaitu dengan cara memecah proses menjadi
sejumlah kategori yang berkaitan dengan proses, mencakup manusia, material,
mesin, prosedur, kebijakan dan sebagainya (Imamoto et al., 2008).
Diagram tulang ikan merupakan alat dan/teknik untuk mengenali
penyelesaian masalah secara kreatif dalam perbaikan mutu pendidikan. Menurut
hasil penelitian Aroem (2013), diagram tulang ikan (fishbone diagram atau root
causes analysis) memegang peranan penting dalam inovasi pendidikan dalam
menentukan kebijakan selanjutnya (korektif/ pembaharuan/inovasi); Gejolak,
penomena, gap, ketidak-sesuian yang terjadi dalam proses pendidikan atau
berbagai permasalahan yang aktual baik teoritis maupun paraktis, baik dalam
tatanan makro maupun mikro, bisa dilakukan analisis dengan diagram ini.

2.1.6 Keterkaitan Evaluasi Diri Sekolah dengan Perencanaan Pengembangan


Sekolah
Evaluasi Diri Sekolah (EDS) dikembangkan sejalan dengan sistem
penjaminan mutu pendidikan, khususnya yang terkait dengan perencanaan
pengembangan sekolah dan manajemen berbasis sekolah. Pelaksanaan EDS
terkait dengan praktek dan peran kelembagaan yang memang sudah berjalan,
seperti manajemen berbasis sekolah, perencanaan pengembangan sekolah,
akreditasi sekolah, implementasi SPM danSNP, peran LPMP/BDK, peran
pengawas, serta manajemen pendidikan yang dilakukan oleh pemerintahan
provinsi dan kabupaten/kota, dan Rencana Pembangunan Nasional Bidang
Pendidikan, Renstra Kemendiknas, dan Renstra Kemenag.Diagram di bawah ini
menggambarkan EDS sebagai salah satu komponen sumber data dalam Sistem
Penjaminan Mutu Pendidikan yang mengacu pada Permendiknas No. 63 tahun
2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan.

30
EDS dalam Kaitannya dengan Penjaminan Mutu

Selama berjalannya proses EDS, diharapkan dapat dibangun adanya visi yang
jelas mengenai apa yang diinginkan oleh para pemangku kepentingan terhadap
sekolah mereka. Untuk dapat membangun visi bersama mengenai mutu ini yang
harus dilakukan adalah semua pemangku kepentingan harus terlibat dalam proses

31
untuk menyepakati nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang akanditetapkan. Visi
bersama ini yang akan membawa arah pengembangan sekolah ke depan dengan
lebih jelas. Sekolah mengukur dampak dari berbagai kegiatan pentingnya terkait
dengan peserta didik dan kegiatan pembelajaran (belajar mengajar); setiap tahun
sekolah juga memeriksa hasil dan dampak dari kegiatan belajar mengajar serta
bagaimana sekolah dapat memenuhi kebutuhan peserta didiknya. Hal yang sangat
penting dalam proses ini adalah sekolah harus mempergunakan evaluasi ini untuk
memprioritaskan bidang yang memerlukan peningkatan dan mempersiapkan
rencana pengembangan/peningkatan sekolah. Proses ini kemudian menjadi bagian
dari siklus pengembangan dan peningkatan yang berkelanjutan.

Dengan melibatkan semua pemangku kepentingan di sekolah (kepala sekolah,


guru, peserta didik, orang tua, komite sekolah, anggota masyarakat, dan pengawas
sekolah) diharapkan bahwa tujuan dan nilai yang diinginkan dalam proses EDS
menjadi bagian dari etos kerja sekolah. Penting diingat adalah bahwa informasi
yang didapatkan harus dianggap penting dan tidak lagi dianggap sebagai beban
atau hanya sekedar sebagai daftar data yang perlu dikumpulkan karena diminta
oleh pihak luar. Proses EDS harus menjadi suatu refleksi untuk mengubah dan
memperbaiki tata kerja, serta akan dianggap berhasil jika dapat membawa sekolah
pada peningkatan pelayanan pendidikan dan hasilnya bagi para peserta didik.

32
Kemudian sekolah akan menjadi pelaku utama dalam peningkatan mutu dan
memberikan penjaminan terhadap pelayanan pendidikan yang bermutu.

2.2 PENELITIAN RELEVAN


Tri Sadono, Bambang Ismanto dan Arief Sadjiarto (2014) melakukan
penelitian ―Strategi Untuk Peningkatan Mutu Sekolah Berdasarkan Analisis
Fishbone di SD Negeri Margolelo, Kandangan, Temanggung‖. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang menyebabkan menurunnya
mutu sekolah di SD Negeri Margolelo dan strategi yang tepat untuk mengatasi
masalah tersebut. Penelitian deskriptif kualitatif ini menggunakan analisis
Fishbone, dan diperoleh hasil adalah: 1) faktor yang menyebabkan menurunnya
mutu sekolah yaitu Faktor internal dan eksternal yang meliputi: sumber daya
manusia, sarana prasarana, metode pembelajaran dan material/sumber belajar. 2)
terdapat beberapa strategi yang harus dilakukan untuk meningkatkan mutu
sekolah di SD Negeri Margolelo. 3) dengan harapan sekolah dapat melaksanakan
strategi yang sudah dibuat dengan baik.
Untuk menerapkan manajemen mutu pendidikan dengan baik dalam
pembelajaran di kelas, diterapkannya prinsip-prinsip untuk manajemen mutu yang
dirumuskan oleh Edward Deming yang diungkapkan oleh Juran dimana perlu
menggunakan alat dan teknik untuk perbaikan mutu, salah satunya menggunakan
teknik diagram tulang ikan (fishbone diagram); Inilah penelitian Imam Gozali
(2012) dengan judul ―Implementasi Konsep TQM dalam Pendidikan Melalui
Madrasah Model: Studi Pada MTsN Model di Brebes Jawa Tengah‖. Hasilnya
ditemukan dampak positif terhadap peningkatan kualitas pendidikan di MTsN
Model Brebes, yakni berhasil menciptakan mutu pendidikannya sesuai standar
mutu, baik mutu akademik maupun non akademik, diperoleh prestasi-prestasi
belajar siswa (lulusan) dengan nilai tertinggi hingga melebihi Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM), serta keunggulan-keunggulan lain di bidang akademik maupun
non akademik, sehingga benar-benar menjadi magnet school di kalangan
masyarakat.
Penelitian Tri Sadono, Bambang Ismanto dan Arief Sadjiarto (2014) dan
penelitian Imam Gozali (2012) keduanya tentang mutu pendidikan ditinjau dengan

33
analisis diagram tulang ikan, dan keduanya menunjukkan hasil yang positif;
Penelitian Tri Sadono, Bambang Ismanto dan Arief Sadjiarto (2014) mengajukan
strategi untuk mengatasi masalah, sedangkan penelitian Imam Gozali (2012)
hanya mendeskripsikan secara ekspost fakto, dimana peneliti tidak mengadakan
treatmen. Berbeda dengan penelitian yang kami lakukan, kami menghasilkan
produk yang berupa ―model pengembangan program peningkatan mutu sekolah
dengan menggunakan analisis tulang ikan‖

2.3 KERANGKA PEMIKIRAN


Seperti disebutkan di atas, penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan
bahwa model yang dihasilkan ini sangat dibutuhkan oleh sekolah dalam
meningkatkan mutunya; Bukankah telah terjadi pergeseran paradigma
pengembangan program pengelolaan dan/ peningkatan mutu sekolah yang
konvensional menuju pada sistem pengelolaan sekolah modern. Penelitian dan
pengembangan ini menghasilkan produk yang berupa ―model pengembangan
program peningkatan mutu sekolah dengan menggunakan analisis tulang ikan‖;
Model pengembangan yang dipilih adalah model deskriptif yaitu model yang
mendeskripsikan suatu proses atau sistem baik secara kuantitatif maupun
kualitatif, melukiskan dan menerangkan langkah-langkah dalam mencapai tujuan
secara lebih aktual; Langkah-langkah yang dimaksud terdiri dari 3 tahapan, yaitu:
tahap I: Studi Pendahuluan, Tahap II: Tahap Pengembangan Model, dan tahap III:
Tahap Evaluasi/Pengujian Model. Dengan diperolehnya model pengembangan
program peningkatan mutu sekolah dengan menggunakan analisis tulang ikan ini
sangat bermanfaat bagi sekolah dalam membuat program pengembangan sekolah
dalam meningkatkan mutunya: 1) Memberikan suatu model pengembangan yang
akan terbukti efektif dan efisien yang siap diimplementasikan dalam meningkat-
kan mutu sekolah; 2) Meningkatkan implementasi program yang akan mampu
meningkatkan mutu sekolah. Dalam bentuk skema, kerangka pikir penelitian ini
adalah sebagai berikut.

34
2.4 MODEL HIPOTETTIK
Model hipotetik adalah draft Model pengembangan yang akan dilakukan
yang berupa model prosedural. Proses perencanaan pengembangan mutu sekolah
yang dimaksud setidak-tidaknya harus mencakup lanngkah-langkah sebagaimana
ditunjukkan dalam Gambar berikut ini.

35
Visi, Misi dan Tujuan

Telaah Diri (Self Review), Identifikasi


kebutuhan/Masalah/Gap

Menganalisis Akar Masalah


Penyebab Gap (Tulang ikan)

Pengembangan Rencana
tindakan inovative

Desain Implementasi

serta monev

Validasi

Model Hipotetik Pengembangan Mutu Sekolah dengan Diagram Tulang Ikan


(adaptasi dari Depdiknas 2006)

36
BAB III
METODE PENELITIAN/PENGEMBANGAN

Penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan; Secara garis besar,


―pengembangan program peningkatan mutu sekolah dengan menggunakan
analisis tulang ikan‖ ini dibagi ke dalam 3 tahapan, yaitu: tahap I: Studi
Pendahuluan, Tahap II: Tahap Pengembangan Model, dan tahap III: Tahap
Evaluasi/Pengujian Model.

3.1. PROSEDUR PENELITIAN/ PENGEMBANGAN


Prosedur Pengembangan dalam Penelitian ini adalah seperti berikut ini.
1. Tahap studi pendahuluan dilakukan dengan menerapkan pendekatan deskriptif
kualitatif. Studi kualitatif diawali dengan studi literatur, kemudian studi
lapangan tentang standar pendidikan yang akan dijadikan referensi
peningkatan mutu sekolah dengan menggunakan analisis tulang ikan yang
akan dikembangkan. Pada studi pendahuluan ini diakhiri dengan deskripsi dan
analisis tulang ikan sebagai temuan (Model Faktual).
2. Tahap II: Tahap Pengembangan Model, dalam pengembangan model ini akan
dilakukan penyusunan Model Hipotetik sebagai dasar Model pengembangan
(desain Produk) yang siap divalidasi dan direvisi atas dasar masukan validator,
selanjutnya dilakukan uji coba terbatas atas produk yang dikembangkan.
3. Tahap III: Tahap Evaluasi/Pengujian Model, pada tahap ini Model hipotetik
divalidasi, direvisi dan diujicobakan terbatas; Subyek uji coba adalah kepala
SD Kecamatan Sidorejo, uji coba dilakukan dengan FGD dan direvisi atas
hasil uji coba menjadi Model Final.

3.2. JENIS DATA


Jenis data yang diperoleh dalam penelitian dan pengembangan ini berupa
data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif berasal dari masukan dari pakar
manajemen dan hasil wawancara/FGD dengan stake holder. Data kuantitatif

37
diperoleh dari penilaian pakar manajemen terhadap draft produk, lembar observasi
studi lapangan tentang standar pendidikan, dan uji coba.

3.3 INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA


Instrumen pengumpulan data pada penelitian ini digunakan untuk
mengumpulkan data pada uji validitas dari pakar dan uji coba terbatas. Uji
validitas pakar menggunakan instrumen lembar validasi pakar manajemen. Uji
coba terbatas menggunakan instrumen lembar observasi, pedoman
wawancara/FGD, angket dan dokumentasi. Fungsi dari instrumen tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Lembar validasi pakar pembelajaran
Lembar validasi dari pakar manajemen digunakan untuk memvalidasi draft
produk awal yang telah dibuat sehingga layak untuk diuji coba.
b. Lembar observasi
Lembar observasi digunakan untuk mencatat pengamatan terhadap kondisi
awal pengembangan program sekolahdan pada uji coba terbatas. Lembar
observasi ini terdiri dari: lembar observasi pada Kepala Sekolah dan pada
guru terpilih, serta Komite Sekolah.
c. Pedoman wawancara dan FGD
Pedoman wawancara dan FGD digunakan sebagai panduan wawancara
dengan stake holder.
d. Angket
Angket digunakan untuk mengumpulkan data tentang persepsi stake
holderterhadap program peningkatan mutu sekolah.

3.4 TEKNIK ANALISIS DATA


Analisis terhadap data validasi dari pakar adalah dengan menggunakan
teknik analisis deskriptif. Frekuensi tiap-tiap skor dihitung untuk mengetahui
persentase dari kategori sangat baik (4), baik (3), cukup (2), kurang (1).
Data dari hasil angket dianalisis teknik statistik deskriptif dengan
mengelompokkan data tersebut ke dalam empat kategori. Kategori hasil
pengukuran ini ditunjukkan pada Tabel 2 berikut (Djemari Mardapi, 2008:123).

38
Tabel 2
Kategori untuk Skor Angket
No. Skor Siswa Kategori
1 x  x + 1 SBx Sangat tinggi
2 x + 1 SBx > x  x Tinggi
3 x > x  x - 1 SBx Sedang
4 x < x - 1 SBx Rendah

Keterangan
x adalah rerata skor keseluruhan siswa
SBx adalah simpangan baku skor keseluruhan siswa dalam satu kelas
x adalah skor yang dicapai siswa

Selanjutnya tahap-tahap penelitian seperti di atas dapatlah disajikan dalam


bentuk gambar seperti gambar 3 berikut ini.

Tahapan Penelitian dan Pengembangan

Tahapan Analisa Luaran Indikator


Tahap I:
Studi Pendahuluan 1. Deskripsi LaporanStudi 1. Diperolehnya kajian
1. Studi literatur, 2. Analisis Pendahuluan yang berisi literatur dan studi
2. Studi lapangan tentang standar sistem Model Faktual lapang
pendidikan 2. Dipetakannya Model
3. Deskripsi (model faktual) Faktual
Tahap II:
Pengembangan Model 1. Deskripsi 1. Model Hipotetik 1. Dipetakannya Model
1. Model pengembangan (desain 2. Analisis 2. Model pengembangan Hipotetik
Produk) tulang ikan (desain Produk) 2. Dipetakannya desain
2. Validasi desain produk
3. Revisi Desain 3. Terevisinya desain
4. Uji coba produk produk
5. Revisi Produk 4. Laporan hasil uji coba
6. Evaluasi dan Penyempurnaan,
7. Model Hipotetik.
Tahap III:
Evaluasi/Pengujian Model 1. Deskripsi Model Final. 1. Dipetakannya revisi
1. Eksperimen 2. Pre-pos tes produk
2. Revisi produk 2. Dihasilkannya model
3. Model final. final
3. Tercetaknya draf dan
laporan final

39
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL STUDI PENDAHULUAN


Tahap studi pendahuluan dilakukan dengan menerapkan pendekatan
deskriptif kualitatif. Studi kualitatif diawali dengan studi literatur, kemudian studi
lapangan tentang standar pendidikan yang akan dijadikan referensi peningkatan
mutu sekolah dengan menggunakan analisis tulang ikan yang akan dikembangkan.
Pada studi literatur ini dihasilkan standar pengelolaan pendidikan yang bersumber
dari Badan Standar Nsaional pendidikan, naskah standar pengelolaan pendidikan
dalam bentuk rangkum terlampir. Pada studi pendahuluan ini diakhiri dengan
deskripsi dan analisis data sebagai temuan (Model Faktual) seperti berikut ini.

Model Faktual

Pertama, ada beberapa renstra yang ternyata hanya dibuat dengan cara “copy
paste” tanpa modifikasi.

Kedua, visi dirumuskan secara ambivalen.

Ketiga, kurang dilengkapi dengan data.

Keempat, renstra yang berhasil dibuat tampak lebih karena perintah bukan karena
memang merasa perlu menyusun renstra.

Kelima, bukan sekedar format atau wadah, tetapi isinya.

Keenam, renstra sesungguhnya merupakan rencana jangka menengah (lima


tahun), sebagai penjabaran dari rencana jangka panjang (dua puluh lima
tahun).

Ketujuh, renstra bukan hanya disusun oleh seorang petugas, tetapi disusun secara
bersama-sama oleh semua pemangku kepentingan (stakeholder).

40
Penjelasan lebih lanjut seperti berikut ini.
Pertama, ada beberapa renstra yang ternyata hanya dibuat dengan
cara “copy paste” tanpa modifikasi. Renstra yang demikian akan sangat mudah
diketahui. Salah satunya dengan membandingkan data yang tertuang dalam
renstra tersebut. Bahkan beberapa di antaranya ada yang lupa menghapus nama
sekolah yang RPS-nya dikopi. Jadi, antara nama sekolah yang terdapat dalam
cover renstra berbeda dengan nama yang tertulis di dalamnya. Hal yang satu ini
sudah barang tentu harus dihindari, karena hal itu merupakan plagiat yang
memang harus dihindari, bukan hanya karena melanggar kode etik, tetapi juga
tidak menggambarkan data dan kondisi obyektif sekolahnya.Sebagai proses
belajar, proses penyusun rencana strategis memang diperbolehkan
melakukan “copy-paste”. Namun demikian, untuk selanjutnya semua substansi
dalam rencana strategis itu harus disesuaikan dengan data dan kondisi masing-
masing sekolah. Tetapi kenyataanya apa yang terjadi? Proses adaptasi rencana
strategis hasil “copy-paste” itu tidak terjadi. Data dan kondisi yang tertuang
dalam renstra yang dibuat telah kehilangan rohnya, karena rumusan kata dan
kalimat dalam renstra itu sesungguhnya tidak keluar dari hati sanubari penyusun
yang sebenarnya. Oleh karena itu, penyusunan renstra dengan cara “copy-
paste” sama sekali bukan cara yang benar. Cara yang benar adalah dengan
memahami teori penyusunan renstra yang sebenarnya, baru diterapkan dalam
proses bersama semua pemangku kepentingan untuk menyusun renstra tersebut.
Kedua, visi dirumuskan secara ambivalen. Ada yang dijabarkan dalam
indikator berdasarkan frase kalimat dari statemen visi, dan ada yang langsung
dijabarkan dalam indikator berdasarkan standar nasional pendidikan (SNP).
Sebaiknya, SNP digunakan ketika menjabarkan visi dan misi untuk penysunan
kebijakan, program dan kegiatan. Selain itu, pada umumnya belum menjelaskan
nilai-nilai (values) yang dijadikan pegangan bagi para pelaksana kebijakan,
program, dan kegiatan. Misalnya, nilai kejujuran harus diutamakan dalam
pelaksanaan renstra.
Ketiga, kurang dilengkapi dengan data. Penyusunan renstra seharusnya
berbasis data. Dari data inilah penyusun renstra akan dapat menganalisis
kebutuhan yang sebenarnya, apanya yang kurang, apanya yang harus diusahakan,
dan sebagainya.
Keempat, renstra yang berhasil dibuat tampak lebih karena perintah bukan
karena memang merasa perlu menyusun renstra. Dengan kata lain, penyusunan
renstra pada dasarnya bukan sebagai kebutuhan melainkan hanya karena
melaksanakan perintah atau tugas, misalnya karena orientasi untuk mendapatkan
bantuan (grant). Memang, membuat renstra harus diusahakan menjadi budaya
atau kebiasaan yang memang dibutuhkan oleh setiap institusi. Renstra bukan
hanya sebagai kewajiban, tetapi sebagai kebutuhan.
Kelima, bukan sekedar format atau wadah, tetapi isinya. Pada tahap-tahap
awal penyusunan renstra, kita memang dihadapkan kepada format tertentu, dan

41
oleh karena itu kita cenderung terpaku kepada format itu. Padahal sesungguhnya
yang terpenting adalah isi atau substansinya. Sebagai contoh, pada umumnya kita
menggunakan kata ‖unggul‖ dalam rumusan visi yang kita buat. Istilah ‖unggul‖
itu merupakan padanan kata ‖exellence‖. Apa atau siapa yang unggul? Sekolah
atau siswanya? Daerah atau rakyatnya. Atau kedua-duanya. Itu harus jelas. Kalau
sekolah, maka yang unggul adalah pelayanannya. Sementara kalau yang unggul
adalah siswanya, maka yang unggul adalah kemapuannya, hasil belajar atau
kesejahteraannya. Rumusan visi memang cita-cita masa depan, yang terkadang
bersifat filosofis, namun tidak mengurangi kejelasan visi itu sendiri. Visi lebih
menjelaskan tentang apa yang akan dicapai, sementara misi lebih kepada rumusan
tentang bagaimana cara untuk mencapainya. Sebagai contoh, adil makmur adalah
rumusan visi, sementara pembangunan ekonomi kerakyatan merupakan misinya.
Keenam, renstra sesungguhnya merupakan rencana jangka menengah
(lima tahun), sebagai penjabaran dari rencana jangka panjang (dua puluh lima
tahun). Dalam proses penyusunannya belum memanfaatkan hasil evaluasi diri
sekolah apa lagi diagram tulang ikan. Renstra harus dijabarkan ke dalam rencana
operasional jangka pendek (satu tahun). Dengan demikian, dalam rencana dalam
renstra biasanya telah dilakukan pembabakan selama lima tahun secara garis
besar. Namun rencana operasional belum disusun yang lebih rinci dalam satu
dokumen tersendiri.
Ketujuh, renstra bukan hanya disusun oleh seorang petugas, tetapi
disusun secara bersama-sama oleh semua pemangku kepentingan (stakeholder).
Sebagai dokumen resmi, maka sudah seharusnya renstra itu ditandatangani oleh
semua pemangku kepentingan.

Demikianlah beberapa aspek penting yang perlu memperoleh perhatian


dalam proses menyusun perencanaan. Mudah-mudahan temuan ini dapat menjadi
rambu-rambu untuk dapat menjadi salah satu acuan dalam proses penyusunan
perencanaan yang akan datang (bandingkan dengan Suparlan, 2010).

4.2 PENGEMBANGAN MODEL


4.2.1 Model pengembangan (desain Produk)
Penyusunan model pengembangan mutu sekolah umumnya terkait dengan
hal-hal berikut: 1) Visi sekolah, yaitu gambaran pengembangan sekolah yang
diinginkan di masa mendatang (jangka panjang), 2) Misi sekolah, yang berisi
tindakan/upaya untuk mewujudkan visi sekolah yang telah ditetapkan
sebelumnya, 3) Tujuan pengembangan sekolah, yang menjelaskan apa yang ingin
dicapai dalam upaya pengembangan mutu sekolah pada kurun waktu, misalnya

42
untuk 3-5 tahun, 4) Tantangan nyata yang harus diatasi sekolah, yaitu gambaran
kesenjangan (gap) dari tujuan yang diinginkan dan kondisi sekolah saat ini, 5)
Sasaran pengembangan mutu sekolah, yaitu apa yang diinginkan sekolah untuk
jangka pendek, misalnya untuk satu tahun, 6) Identifikasi fungsi-fungsi yang
berperan penting dalam pencapai sasaran tersebut, 7) Analisis dari setiap fungsi
yang telah diidentifikasi sebelumnya, 8) Identifikasi alternatif langkah untuk
meningkatkan mutu sekolah dalam rangka mengatasi kelemahan yang dimiliki
sekolah, 9) Rencana dan program sekolah yang dikembangkan dari alternatif yang
terpilih, guna mencapai sasaran mutu yang ditetapkan.
Hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun rencana pengembangan mutu
sekolah ialah adanya keterlibatan berbagai pihak yang berkepentingan
(stakeholder), misalnya guru, siswa, tata usaha/ karyawan, orangtua siswa, tokoh
masyarakat yang memiliki perhatian kepada sekolah. Mengapa? Karena dengan
cara tersebut diharapkan keputusan rencana pengembangan sekolah menjadi
―milik‖ semua warga sekolah dan pihak lain yang terkait. Pelibatan warga sekolah
tersebut tentu saja sesuai dengan kemampuan masing-masing. Maksudnya, setiap
orang dilibatkan sesuai dengan kemampuan dan kepentingannya. Rencana
pengembangan sekolah sebenarnya secara komprehensif mencakup harapan
jangka panjang yang ditunjukkan oleh visi sekolah, harapan jangka menengah
yang ditunjukkan oleh tujuan sekolah, dan sasaran jangka pendek sekaligus
bagaimana mencapai sasaran tersebut. Jika tahapan tersebut dilakukan secara
konsisten, maka ketercapaian sasaran demi sasaran pada akhirnya akan ber-
akumulasi menjadi ketercapaian tujuan dan akhirnya mencapai visi sekolah.
Pengambilan keputusan merupakan aktivitas yang disadari dilakukan
manusia; merupakan suatu bentuk pemilihan dari berbagai alternatif tindakan
yang mungkin dipilih yang prosesnya melalui mekanisme tertentu, dengan
harapan akan menghasilkan sebuah keputusan terbaik. Hasan (2004) mengemuka-
kan bahwa pengam-bilan keputusan merupakan suatu proses pemilihan alternatif
terbaik dari beberapa alternatif secara sistematik untuk ditindak-lanjuti
(digunakan) sebagai suatu cara menyelesaikan masalah.
Matlin (Sudrajat, 2011) menyatakan bahwa situasi pengambilan keputusan
yang dihadapi seseorang akan mempengaruhi keberhasilan suatu pengambilan

43
keputusan. Setelah seseorang berada pada situasi pengambilan keputusan maka
selanjut-nya dia akan melakukan tindakan untuk memper-timbangkan, meng-
analisis, melakukan prediksi, dan menjatuhkan pilihan terhadap pilihan-pilihan
yang ada. Reaksi dalam tahap ini, individu yang satu dengan yang lain berbeda-
beda sesuai dengan kondisi masing-masing individu.
Arroba (Sudrajat, 2011) menyebutkan lima faktor yang mempengaruhi
pengambilan keputusan, yaitu: (1) informasi yang diketahui perihal permasalahan
yang dihadapi, (2) tingkat pendidikan, (3) personality, (4) coping, dalam hal ini
dapat berupa pengalaman hidup yang terkait dengan perma-salahan (proses
adaptasi), dan (5) culture.
Menurut Mowen (2002) pengambilan keputusan adalah proses yang dilalui
individu dalam mengenali masalah, mencari solusi, mengevaluasi alternatif dan
memilih diantara pilihan-pilihan. Rakhmat (2001) menyebutkan tanda-tanda
pengambilan keputusan sebagai berikut: (1) keputusan merupakan hasil berpikir,
hasil usaha intelektual, 2) keputusan selalu melibatkan pilihan dari berbagai
alternatif, 3) keputusan selalu melibatkan tindakan nyata, walaupun pelaksana-
anya boleh ditangguhkan atau dilupakan.
Dalam pengambilan keputusan faktor personal sangat menentukan apa
yang akan diputuskan, antara lain kognitif, motif dan sikap. Ketiga hal tersebut
pada kenyataannya berlangsung sekaligus. Hasan (2004) mengatakan bahwa
proses pengambilan keputusan terdiri dari 6 tahap, yaitu:
1) Merumuskan atau mengidentifikasi masalah yang merupakan suatu usaha untuk
menemukan permasalahan yang sebenarnya,
2) Mengumpulkan informasi yang relevan, merupakan pencarian faktor-faktor
yang mungkin terjadi sehingga dapat diketahui penyebab timbulnya masalah,
3) Mencari alternatif tindakan, merupakan pencarian kemungkinan yang dapat
ditempuh berdasarkan data dan permasalahan yang ada,
4) Analisis altematif, merupakan penganalisisan setiap altematif menurut kriteria
tertentu yang sifatnya kualitatif atau kuan-titatif,
5) Memilih altematif terbaik, memilih alter-natif terbaik yang dilakukan atas
kriteria dan skala prioritas tertentu, dan

44
6) Melaksanakan keputusan dan evaluasi hasil, Merupakan tahap melaksanakan
atau mengambil tindakan. Umumnya tindakan ini dituangkan pada rencana
tindakan. Evaluasi hasil memberikan masukan atau umpan balik yang berguna
untuk memperbaiki suatu keputusan atau merubah tujuan semula karena telah
terjadi perubahan-perubahan
Di balik suatu keputusan terdapat unsur pro-sedur, yaitu pertama-tama
pembuat keputusan meng-identifikasi masalah, mengklarifikasi tujuan-tujuan
khusus yang diinginkan, memeriksa berbagai kemung-kinan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan, dan mengakhiri proses itu dengan menetapkan
pilihan bertindak.
Kotler (2001) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
pengambilan keputusan adalah faktor budaya yang merupakan penentu keinginan
dan perilaku dasar manusia. Setiap manusia mendapat seperangkat nilai, persepsi,
preferensi, dan perilaku dari keluarga dan lembaga-lembaga penting lainnya. Semua
kehidupan bermasyarakat selalu memiliki kelas sosial. Orang-orang dalam kelas
sosial yang sama cenderung berperilaku lebih seragam daripada orang-orang dari
dua kelas sosial yang berbeda. Faktor sosial seperti: kelompok acuan, keluarga,
serta peran dan status sosial. Kelompok acuan dapat berupa teman, tetangga,
keluarga dan rekan kerja. Faktor pribadi yang dapat mempengaruhi pengambilan
keputusan adalah usia, pekerjaan, ekonomi, kepribadian, konsep diri, gaya hidup
dan nilai. Faktor psikologis yang mempengaruhi pengambilan keputusan di
antaranya motivasi, persepsi, kepercayaan dan sikap dari peng-ambil keputusan
itu sendiri.

4.2.2 Model Hipotetik Pengembangan Mutu Sekolah Menggunakan Analisis


Fishbone
Proses perencanaan pengembangan mutu sekolah yang dimaksud setidak-
tidaknya harus mencakup lanngkah-langkah sebagaimana ditunjukkan dalam
Gambar berikut ini.

45
Visi, Misi dan Tujuan

Telaah Diri (Self Review), Identifikasi


kebutuhan/Masalah/Gap

Menganalisis Akar Masalah


Penyebab Gap (Tulang ikan)

Pengembangan Rencana
tindakan inovative

Desain Implementasi

serta monev

Validasi

Model Hipotetik Pengembangan Mutu Sekolah dengan Diagram Tulang Ikan

Visi sekolah
Visi sekolah adalah imajinasi moral yang dijadikan dasar atau rujukan dalam
menentukan tujuan atau keadaan masa depan yang secara khusus diharapkan oleh
sekolah. Sekalipun harus berada dalam koridor pembangunan pendidikan yang
telah ditetapkan secara nasional oleh pemerintah, tetapi visi sekolah seharusnya
tetap sesuai dengan potensi yang dimiliki sekolah dan keinginan masyarakat di
sekitar sekolah. Visi sekolah merupakan turunan dari visi pendidikan nasional.
Visi sekolah dijadikan dasar atau rujukan dalam merumuskan misi, tujuan, sasaran
program sekolah serta merupakan arah pengembangan sekolah dimasa depan.
Secara sederhana visi adalah profil atau gambaran masa depan sekolah yang
diimpikan dimasa mendatang agar sekolah dapat terus terjaga kelangsungan hidup
dan perkembangannya.

46
Misi
Misi adalah penjabaran visi dalam bentuk rumusan tugas, kewajiban, dan
rancangan tindakan yang dijadikan arahan untuk mewujudkan visi. Dengan
demikian, misi sekolah merupakan sekumpulan tugas-tugas yang harus
dilaksanakan sekolah. Perlu dicatat bahwa sebagai tindakan untuk mewujudkan
visi, misi dapat mencakup berbagai aspek, misalnya: Pembelajaran, pengembang-
an moral keagamaan, iklim sekolah, manajemen sekolah, dan sebagainya.
Bertolak dari visi dan misi, selanjutnya sekolah merumuskan tujuan.

Tujuan sekolah
Tujuan sekolah adalah jabaran dari visi dan misi sekolah atau merupakan tahapan/
langkah untuk mewujudkan visi sekolah yang telah dicanangkan. Jika visi dan
misi seakan untuk waktu yang sangat panjang, maka tujuan sekolah untuk jangka
menengah (3 – 5 tahun). Tidak ada patokan berapa tahun, namun sebaiknya terkait
dengan satu siklus pendidikan agar mudah penjabaran berikutnya. Jika visi
merupakan gambaran sekolah di masa depan secara ideal, tujuan yang ingin
dicapai dalam waktu 4 tahun mungkin belum selengkap visi. Dengan kata lain,
tujuan dapat berwujud sebagian dari visi.

Telaah Diri (Self Review)


Telaah Diri (Self Review) merupakan suatu kegiatan menelaah atau mengoreksi
tentang keadaan yang ada pada diri seseorang atau suatu organisasi. Telaah diri
merupakan alat untuk memperjelas jalan menuju masa depan yang lebih baik.
Keefektifan telaah diri diukur dari apa yang terjadi berikutnya. Dengan demikian,
ruang lingkup Telaah diri harus memadai dalam memampukan warga sekolah
untuk membentuk asesmen yang realistis terhadap kondisi, kebutuhan
dan/masalah sekolah sebagai dasar perencanaan yang akan dilakukan. Dengan
demikian Telaah Diri (Self Review) merupakan suatu kegiatan stake holder
melakukan evaluasi diri sekolah.

47
Identifikasi kebutuhan dan/ masalah
Identifikasi kebutuhan dan/ masalah yang dihadapi sekolah memuat tentang
gambaran umum hasil evaluasi diri sekolah dalam rangka mewujudkan visi, misi
dan tujuan yang ingin diraih sekolah; Selain itu juga memuat identifiaksi fungsi-
fungsi manajemen untuk mencapai sasaran tersebut. Pada tahap ini, selanjutnya
sekolah melakukan analisis kesenjangan/gap antara hasil identifikasi kebutuhan
dan/ masalah yang dihadapi sekolah (evaluasi diri) dibandingkan dengan standar
pelayanan minimal pendidikan serta visi, misi dan tujuan serta sasaran sekolah
yang diharapkan dimasa mendatang (ideal). Besar kecilnya kesenjangan/gap
tersebut memberitahukan tentang keseriusan permasalahan yang dihadapi sekolah.
Diperlukan kecermatan dan kehati-hatian dalam menentukan fungsi-fungsi yang
diperlukan untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. Langkah ini dilakukan
sebagai tahap persiapan dalam melakukan analisa akar masalah yang menjadi
penyebab gap dengan analisis tulang ikan.

Menganalisis akar masalah penyebab gap (tulang ikan)


Cara yang yang dapat dilakukan untuk melakukan analisis akar masalah
menggunakan diagram Tulang Ikan dalam rangka mengidentifikasi penyebab
suatu permasalahan yang tidak diharap adalah sebagai berikut:
Langkah 1: Menyiapkan sesi Analisa Tulang Ikan
Langkah 2: Mengidentifikasi akibat atau masalah
Langkah 3: Mengidentifikasi berbagai kategori sebab utama
Langkah 4: Menemukan sebab-sebab potensial dengan cara sumbang saran
Langkah 5: Mengkaji kembali setiap kategori sebab utama
Langkah 6: Mencapai kesepakatan atas sebab-sebab yang paling mungkin
Langkah 7: Terapkan hasil analisis.

Pengembangan Rencana tindakan inovative


Dari alternative-alternative terbaik yang terpilih serta diyakini efektif untuk
pemecahan persoalan yang ada, Kepala Sekolah bersama-sama dengan unsur
Komite Sekolah mengembangkan tindakan yang siap untuk merealisasikan
rencana dan/ program-programnya untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan.

48
Rencana tindakan yang dibuat harus menjelaskan secara detail dan lugas
tentang aspek-aspek mutu yang ingin dicapai, kegiatan yang harus dilakukan,
siapa yang harus melaksanakan, kapan dan dimana dilaksanakan dan berapa biaya
yang diperlukan. Hal itu juga diperlukan untuk memudahkan sekolah dalam
menjelaskan dan memperoleh dukungan dari pemerintah maupun orangtua peserta
didik, baik secara formal maupun finansial untuk melaksanakan rencana
peningkatan mutu pendidikan.

Desain Implementasi serta monitoring dan evaluasi


Dalam mendesain sebuah program peningkatan mutu sekolah, setiap faktor atau
kategori utama hasil analisis tulang ikan hal yang terpenting yang harus
diperhatikan adalah kebutuhan dilakukannya program tersebut dan akar
permasalahan berkaitan dengan mutu pendidikan; untuk itu dikembangkanlah
Desain Implementasi serta Monitoring dan Evaluasi yang dimodifikasi dari model
partisipatif terdiri dari 8 langkah seperti berikut ini.
1. Penentuan latar belakang atau alasan dilakukannya pengembangan mutu
secara inovatif sesuai hasil identifikasi dan analisis kebutuhan masing-
masing program
2. Merumuskan dan mengembangkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai dan
manfaat dari setiap program
3. Merancang kurikulum/memilih materi sesuai karakteristik sasaran dan
waktu pelaksanaan
4. Memilih dan mengembangkan metode dan teknik serta media pembinaan
yang sesuai setiap program
5. Menentukan pendekatan evaluasi baik proses maupun hasil
6. Melaksanakan program seperti yang dirancang
7. Melakukan monitoring dan evaluasi
8. Tindak lanjut.

Validasi
Validasi model berarti memastikan bahwa program dari model yang
dikembangkan beserta implementasinya adalah valid (sah dan diterima). Validasi

49
bertujuan untuk membuat sesuatu yang resmi diterima atau disetujui, terutama
setelah memeriksanya.
Model hipotetik ini dilengkapi dengan panduan langkah-langkah
pengembangannya serta instrumen yang dipergunakan dalam penyusunan
program peningkatan mutu sekolah (selengkapnya ada pada lampiran).

4.2 VALIDASI DESAIN

Model hipotetik pengembangan mutu sekolah dengan diagram tulang ikan yang
dihasilkan seperti pada lampiran, selanjutnya divalidasi oleh 3 orang ahli (1 orang
ahli Teknologi Pendidikan, 1 orang ahli manajemen Pendidikan dan 1 orang ahli
pedagogiek) dengan menggunakan instrumen lembar validasi ahli seperti pada
lampiran. Dari 3 validator tersebut diperoleh hasil sesuai modus jawaban seperti
berikut ini.
Tabel hasil validasi ahli

Penilaian
No Pernyataan/Pertanyaan Sangat
Rendah Sedang Tinggi
tinggi
1 Seberapa tinggi model ini menunjukkan adanya
V
identifikasi kerangka kunci?
2 Seberapa rinci setiap bagian atau tahapan dalam
V
kerangka/desain?
3 Seberapa tinggi model ini menunjukkan adanya
seleksi atau memodifikasi bagian proses yang V
memang memerlukan perbaikan?
4 Apakah proses/langkah-langkah yang disusun dalam
V
model ini berkualitas?
5 Seberapa tinggi kadar revisi yang dilakukan dalam
V
model ini?
6 Seberapa tinggi kadar model yg dikembangkan ini
ditinjau dari:
a. Simple? V
b. Applicable? V
c. Important? V
d. Controllable? V
e. Adaptable? V
f. Communicable? V

Selain data seperti di atas, diperoleh masukan seperti terlampir yang bisa
dirangkum seperti berikut ini.

50
Validator 1
Model yang baik itu harus memenuhi 3 syarat, yaitu:
1. Kokoh bangunan teorinya
2. Jelas sintaks/prosedurnya
3. Terbukti bermanfaat.
Draf model ini belum sepenuhnya menunjukkan ketiga hal tersebut, misal belum ada
kajian tentang model dan jenis model apa yang dikembangkan, juga belum ada kajian
yang mencukupi tentang fishbone analisis.
Panduan di lampiran beberapa masih teoritis, kurang aplikabel.

Validaor 2
1. Pada langkah analisis akar masalah, langkah 2 perlu diperjelas lagi dan diberi
rincian langkah-langkahnya
2. Langkah 3 penjelasan yang panjang bisa dibantu dengan gambar
3. Langkah 6 bisa dibantu dengan dibuatkan kolom

Validator 3
1. Tabel Komponen, Sub-komponen dan Indikator Pemenuhan Standar Nasional
Pendidikan (SNP) Pada Jenjang SD/MI (halaman 6 – 15) lebih tepat masuk kedalam
lampiran.
2. Lampiran Analisis Masalah menggunakan Diagram Tulang Ikan: Langkah 1
(halaman 39), Langkah 3 – 7 (halaman 41 - 45), dan halaman 46 – 48 perlu
dilengkapi dengan ilustrasi dan/atau contoh.

4.3 REVISI DESAIN


Berdasarkan hasil validasi serta masukan seperti di atas, dilakukanlah
perbaikan sebagai berikut:
1. Melengkapi dengan uraian tentang model dan jenis model yang
dikembangkan yaitu model prosedural
2. Meperdalam uraian tentang kajian fishbone analisis

51
3. Merevisi panduan dengan memperhatikan masukan validator dan
penggunaan bahasa yang lebih operasional
4. Mengedit dan menyeting draf menjadi yang lebih baik tampilannya.
Hasil revisi model hipotetik menjadi model ini siap untuk dilakukan uji coba pada
tahap berikutnya.

4.4 UJI COBA PRODUK


Uji coba produk yang berupa model pengembangan mutu sekolah dengan
diagram tulang ikan ini dilakukan melalui FGD dengan 17 Kepala SD Kecamatan
Sidorejo Kota Salatiga. Setelah satu sesi FGD dilakukan untuk menyusun
program pengembangan SD, disepakati akar masalah rendahnya mutu pendidikan
di Kecamatan Sidorejo salah satunya adalah rendahnya kinerja Kepala Sekolah
dalam PKG dan PKB, sehingga banyak diantara mereka yang cemas menghadapi
pemberlakukan Permenagpan RB nomor 16 tahun 2009 yang mulai diberlakukan
secara efektif tahun 2016. Solusi yang disepakati bersama adalah perlunya
pendampingan kepala sekolah dan guru senior (golongan IV/A keatas) untuk
melaksanaakan PTK/S dan menyusun artikel hasil PTK untuk terbitan berkala
atau jurnal ilmiah ber-ISBN. Sesudah usai FGD dan memetakan hasil dalam
diagram tulang ikan, dilakukan evaluasi dari peserta; hasilnya seperti berikut ini.

Tabel hasil penilaian pasca uji coba sesuai modus jawaban responden
Penilaian
No Pernyataan/Pertanyaan Sangat
Rendah Sedang Tinggi
tinggi
1 Seberapa tinggi proses pendampingan ini
menunjukkan adanya pemenuhan kebutuhan guru V
untuk PKG indikator 14?
2 Seberapa jelas kegiatan atau tahapan yang perlu
dikerjakan peserta untuk menghasilkan target sesuai V
harapan peserta?
3 Seberapa tinggi pendampingan ini memotivasi
peserta untuk melaksanakan PTK sesuai tuntutan V
PKG dan PKB?
4 Apakah proses yang disusun dalam pendampingan
ini berkualitas untuk meningkatkan kemampuan V
pedagogik peserta ?
5 Seberapa tinggi optimisme peserta menindak-lanjuti
pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh dari
pendampingan ini kedalam peningkatan mutu V
pembelajaran di SD masing-masing?

52
Penilaian
No Pernyataan/Pertanyaan Sangat
Rendah Sedang Tinggi
tinggi
6 Seberapa tinggi kadar model pendampingan PTK
yang dikembangkan ini ditinjau dari:
1) Simple (sederhana)? V
2) Applicable (dapat diterapkan)? V V
3) Important (penting)? V
4) Controllable (terkendali/terjangkau)? V
5) Adaptable (dapat disesuaikan dg kondisi SD
V
setempat)?
6) Communicable (dapat dikomunikasikan)? V
7 Lainnya:
a. Menyadarkan saya akan pentingnya renstra
b. Mengasyikkan saat FGD
c. Menjadi saling memahami
d. Mengetahui potensi sesama guru
e. Menggalang partisipasi

Disamping data tersaji di atas, juga diperoleh masukan yang dirangkum seperti
berikut ini.

Rangkuman masukan responden berdasarkan uji coba model


1. Perlunya disediakan waktu khusus untuk meninjau kembali renstra sekolah
2. Contoh yg dipakai untuk master agar diperbesar, bisa dipakai kertas koran,
sehingga lebih leluasa dan jelas
3. Perlunya pendampingan dalam analisis tulang ikan terutama membedakan
gejala, masalah dan akar masalah
4. Perlu dukungan kebijakan Disdik, sehingga kegiatan ini merupakan kegiatan
formal/remi
5. Direpotkan dengan perpindahan guru dan kepala sekolah

4.5 REVISI PRODUK


Berdasarkan hasil uji coba serta masukan seperti di atas, dilakukanlah
perbaikan sebagai berikut:
1. Meperdalam uraian tentang kajian fishbone analisis
2. Merevisi panduan dengan memperhatikan masukan peserta dan
penggunaan bahasa yang lebih operasional/jelas
3. Mengedit dan menyeting draf menjadi lebih baik tampilannya.
Hasil revisi model pengembangan mutu sekolah dengan diagram tulang ikan
menjadi model final siap untuk dilakukan penyempurnaan pada tahap berikutnya
(dapat diperiksa pada lampiran.

53
4.6. PENYEMPURNAAN

Editing dan seting ―Model Final Pengembangan Mutu Sekolah Dengan


Diagram Tulang Ikan‖ hasil revisi atas uji coba terbatas kedalam format standar
menurut UNESCO yaitu dalam bentuk buku dengan ukuran panjang 23 cm dan
lebar 15,5 cm. Model final Pengembangan Mutu Sekolah Dengan Diagram
Tulang Ikan ini terdiri dari 3 bagian, yaitu: bagian awal, bagian inti, dan bagian
penunjang. Bagian awal terdiri dari cover (luar dan dalam), dan halaman perancis;
Bagian inti terdiri dari 5 bab, mulai dari 1. Pendahuluan, 2. Acuan Teori, 3.
Model, 4. Faktor yang Mempengaruhi, dan 5. Penutup, daftar pustaka; Bagian
pendukung terdiri dari lampiran penduan operasional model. ―Model Final
Pengembangan Mutu Sekolah Dengan Diagram Tulang Ikan‖ ini siap untuk
dilakukan uji coba secara luas.

4.7 PEMBAHASAN PRODUK


Pengembangan ―Model Pengembangan Mutu Sekolah Dengan Diagram Tulang
Ikan‖ ini dilaksanakan melalui 3 tahapan, yaitu: Studi Pendahuluan,
Pengembangan Model dalam bentuk Model Hipotetik, dan Evaluasi/Pengujian
Model.
Tahap I: Studi Pendahuluan telah dikembangkan Instrumen Studi Pendahuluan
dan telah disusunnya Laporan Studi Pendahuluan yang berisi deskripsi dan
analisis tulang ikan (Model Faktual)
Tahap II: Pengembangan Model dalam bentuk Model Hipotetik dan Model
pengembangan (desain Produk)
Tahap III: Evaluasi/Pengujian Model diperoleh Model Final.
Berdasarkan penilaian validator maupun peserta uji coba terbatas, ternyata
model Pengembangan Mutu Sekolah Dengan Diagram Tulang Ikan ini
memperoleh skor penilaian yang tinggi dan cenderung sangat tinggi dalam hal:
1. Menunjukkan adanya identifikasi kerangka kunci,
2. Rincian setiap bagian atau tahapan dalam kerangka/desain
3. Menunjukkan adanya seleksi atau memodifikasi bagian proses yang
memang memerlukan perbaikan?
4. Kualitas proses/langkah-langkah yang disusun dalam model

54
5. Kadar revisi yang dilakukan dalam model
6. Kadar model yg dikembangkan ini ditinjau dari: simple, applicable,
important, controllable, adaptable, communicable.
Dengan demikian secara faktual model ini memenuhi harapan pengembangnya.
Selanjutnya, suatu model, sebagaimana diutarakan validator 1, Model yang
baik itu harus memenuhi 3 syarat, yaitu: kokoh bangunan teorinya, jelas sintaks/
prosedurnya, dan terbukti bermanfaat; setelah dilakukan revisi menjadi model
final melaui uji coba terbatas, ―Model Pengembangan Mutu Sekolah Dengan
Diagram Tulang Ikan‖ ini memiliki skor lebih tinggi menuju sangat tinggi;
dengan kata lain, tuntutan teoritis model ini relatif terpenuhi.
Diagram tulang ikan ini terbukti berguna untuk menganalisia dan
menemukan faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan di dalam
menentukan karakteristik kualitas output kerja sekolah. Diagram ini juga berguna
untuk mengidentifikasi akar penyebab potensi dari suatu masalah, bahkan akar
penyebab masalah. Dengan menemukan permasalahan yang sebenarnya dan
memukan akar masalahnya ini, maka dapat dirumuskan atau diidentifikasi
alternatif tindakan pemecahan masalah yang merupakan suatu usaha untuk
peningkatan mutu pendidikan; Pada akhirnya memilih alternatif terbaik yang
dilakukan atas kriteria dan skala prioritas tertentu, dan selanjutnya keputusan
dapat dilaksanakan. Model pengembangan program peningkatan mutu sekolah ini
memfasilitasi pengelolaan sekolah (perencanaan) sebagaimana tuntutan mutu di
atas.
Scara mendasar, telah terjadi perubahan paradigma pengembangan
program peningkatan mutu sekolah menggeser dari pengelolaan sekolah
konvensional menuju pada sistem pengelolaan sekolah modern, dimana dalam
pengembangan program peningkatan mutu sekolah perlu dikaji secara masak-
masak berdasarkan analisa lingkungan strategis, sumber daya sekolah, kelemahan
dan kekuatan sekolah, hambatan dan peluang, serta kepemimpinan kepala
sekolah.
Penggunaan analisis tulang ikan ini, menjamin terpenuhinya 6 kriteria
yang diharapkan untuk pengembangan mutu sekolah yang dikatakan baik sebagai
berikut:

55
1. Kualitas dan kuantitas situasi pendidikan sekolah yang di harapkan.
2. Keluasan, cakupan, dan ketajaman analisis situasi pendidikan sekolah dan
lingkungan strategisnya
3. kemanfaatan serta kesesuaian dengan permasalahan pendidikan
4. Kelayakan strategi implementasi Kelayakan rencana monitoring dan
evaluasi
5. Sistem, proses/prosedur, dan mekanisme penyusun dan
6. Tingkat partisipasi dan keinklusifan unsur-unsur yang terkait dengan
perencanaan
Model pengembangan program peningkatan mutu sekolah dengan menggunakan
analisis tulang ikan ini terbukti efektif dan efisien sehingga siap diimplementasi-
kan dalam meningkatkan mutu sekolah.

56
BAB V
PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan paparan hasil yang ada di bab 4 dapatlah ditarik kesimpulan seperti
berikut ini.
1. Penelitian pengembangan ini telah berhasil menyusun program
peningkatan mutu sekolah dengan menggunakan analisis tulang ikan
sesuai/untuk memenuhi standar; Tahap studi pendahuluan telah dilakukan
dengan menghasilkan deskripsi dan analisis tulang ikan (Model Faktual),
dari tahap ini dilakukan Pengembangan Model dalam bentuk Model
Hipotetik dan Model pengembangan (desain Produk)
2. Menghasilkan program peningkatan mutu sekolah dengan menggunakan
analisis tulang ikan yang terbukti efektif dan efisien yang siap
diimplementasikan dalam meningkatkan mutu sekolah.

5.2 REKOMENDASI
Berdasarkan hasil penelitian ini dapatlah diajukan kegiatan seperti berikut
ini.
1. Sekalipun memiliki keterbatasan, model ini agar diterapkan di sekolah-
sekolah dilingkungan Disdik Kota Salatiga dan sekitarnya;
2. Perlunya Studi lanjutan yang berupa uji coba secara luas agar validitas
model ini terpenuhi,

57
DAFTAR PUSTAKA

American Society for Quality. 2005, Fishbone diagram. http://www.asq.org/

Barbara Means, Christine Padilla, Larry Gallagher. 2010. Use of Education Data
at the Local Level From Accountability to Instructional Improvement. U.S.
Department of Education Office of Planning, Evaluation and Policy
Development

City Process Management, 2008, Cause and Effect Analysis using the Ishikawa
Fishbone & 5 Whys.cityprocessmanagement.com/Downloads/CPM_5Ys.pdf

Clark County School District. 2012. School Improvement Planning Basics: Root
Cause Analysis. http://ccsd.net/resources/aarsi-school-improvement/pdf/

Daft, Richard L. 1988. Management. Chicago: The Dryden Press.

Darno Harun. 2014. Manual Mutu. http://korwastjt.blogspot.co.id/2014/02/

Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Pendidikan dan Pelatihan: Penyusunan


Rencana Strategis Dalam Pengembangan Sekolah Dasar. Jakarta:
Direktorat Tenaga Kependidikan, Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu
Pendidik dan Tenaga Kependidikan.

Eris Kusnadi. 2011. Fishbone Diagram dan Langkah-langkah Pembuatannya.


https://eriskusnadi.wordpress.com/2011/12/24/

Hafis Muaddab, 2011. Paradigma, input dan output pendidikan.http://edukasi.


kompasiana.com/2011/04/26/paradigma-input-dan-output-pendidikan-
358759.html)

Herry Naap. 2007. Perencanaan Pengembangan Sekolah. http://www.cityprocess


management.com

Imam Gozali: 2012. Implementasi Konsep TQM Dalam Pendidikan Melalui


Madrasah Model:Studi Pada MTsN Model di Brebes Jawa Tengah. Tesis.
Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Syekh Nurjati, Cirebon.

58
Intan Noor Cahyanti, 2008. Pengaruh Capaian Program Subsidi Sekolah dan
Realisasi Rencana Pengembangan Sekolah Terhadap Peningkatan Mutu
Pendidikan SMP se-Kabupaten Kendal. Tesis. Program Studi Manajemen
Pendidikan Universitas Negeri Semarang.

K.G. Durga Prasad, K.Venkata Subbaiah, G.Padmavathi.2012. Application of Six


Sigma Methodology in an Engineering Educational Institution.
International Journal of Emerging Sciences, 2 (2), 210-221, June 2012).

Kusun Dahari. 2013. Konsep Penyelesaian Masalah. http://dahare.blogspot.co.id/


2013/02/

Marsh, J. A., J. F. Pane, and L. S. Hamilton, 2006. Making sense of data-driven


decision making in education. Santa Monica, Calif.: RAND.

Martiman Sarumaha. 2013. Implementasi Rencana Strategi (Renstra)


Pengembangan dan Pembangunan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (STKIP) Nias Selatan. http://www.academia.edu/5800318/
Strategic_planning

Masrifah. 2014. Evaluating yang dilakukan pada Lembaga PAUD Al-Falah


Darussalam Tropodo. http://azzahramasrifah.blogspot.co.id/2014/12/karya-
ilmiah-evaluating-manajemen-pnf.html

Mayang Puji Lestari. 2011. Sistem Informasi Manajemen 1: Keamanan Dan


Kontrol Sistem Informasi . http://blogtugass.blogspot.com

Metta Adnyana. 2014. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah.


http://mettaadnyana. blogspot.co.id/2014/01/

Mustaji, 2012. Teori, Model, dan Penelitian Pengembangan Dalam Perspektif


Teknologi Pembelajaran. http://pasca.tp.ac.id/site/teori-model-dan-
penelitian-pengembangan-dalam-perspektif-teknologi-pembelajaran

Preus, 2003, Root Cause Analysis: Using Data to Dissolve Problems.


http://www.isbe.net/ spec-ed/conf/2010/pdf/session3_root.pdf.

Priyanti Rahayu. 2015. Kilas Balik Pendidikan di Indonesia. http://priyantia007.


blogspot.co.id/2015_06_01_archive.html

59
Puji Winarko. 2012. Materi Manajemen Pendidikan. http://duniaweb-
site.blogspot.co.id/ 2012/04/

Rahardi, D. 2008. Fishbone Analysis. http://dickyrahardi.blockspot.com. Diakses

Risma Hastuti. 2013. Model Asesmen Kebutuhan Sarana dan Prasarana Sekolah
Negeri oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota Sehubungan dengan
Standar Sarana dan Prasarana Dalam PP 19/2005 Tentang Standar
Nasional Pendidikan. https:// zukhrufarisma.wordpress.com/2013/ 04/09/

Roca, 2005. Collective Leadership Works, www.theinnovationcenter.org

Rukiah. 2011. Evaluasi Diri Sekolah dan Madrasah (EDS/M). https://didikduro.


wordpress.com/2011/04/06/

Scarvada, A.J., Tatiana Bouzdine-Chameeva, Susan Meyer Goldstein, Julie


M.Hays, Arthur V. Hill. 2004. A Review of the Causal Mapping Practice
and Research Literature. Second World Conference on POM and 15th
Annual POM Conference, Cancun, Mexico, April 30 – May 3, 2004.

Scarvada, A.J., Tatiana Bouzdine-Chameeva, Susan Meyer Goldstein, Julie


M.Hays, Arthur V. Hill. 2004. A Review of the Causal Mapping Practice
and Research Literature. Second World Conference on POM and 15th
Annual POM Conference, Cancun, Mexico, April 30 – May 3, 2004.

Shu San Gan, dkk. tth. Desain Eksperimen untuk Mengoptimalkan Proses
Pengecoran Saluran Keluar Teko. http://www.academia.edu/1071634/

Suparlan. 2010. Susahnya Membuat Renstra. http://suparlan.com/40/2010/02/25/


susahnya-membuat-renstra/

Susilawati, 2014. Pengaruh kualitas layanan guru dankepemimpinan


transformasional kepala sekolah terhadap mutu sekolah dasar di kota
Cilegon. repository.upi.edu

Syamsul Bahri, 2014. Pengembangan Perencanaan Sekolah. http://atibilombok.


blogspot.co.id/2014/06/makalah-pengelolaan-pendidikan_25.html

tanggal 29 November 2008

60
Tarun Kanti Bose. 2012. Application of Fishbone Analysis for Evaluating Supply
Chain and Business Process-A Case Study on the St James Hospital.
International Journal of Managing Value and Supply Chains (IJMVSC)
Vol. 3, No. 2, June 2012.

Tri Sadono1, Bambang Ismanto dan Arief Sadjiarto. 2014. Strategi Untuk
Peningkatan Mutu Sekolah Berdasarkan Analisis Fishbone di SD Negeri
Margolelo, Kandangan, Temanggung. Prosiding Seminar Nasional
Pendidikan. ―Pengembangan Profesi Guru dan Dosen Melalui Penulisan
Jurnal Ilmiah Pendidikan‖ Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) Jawa
Tengah. Surakarta, 15 November 2014.

61
Lampiran 1
Lembar Observasi/Studi Dokumen
Ada/
ASPEK INDIKATOR Penjelasan
tidak
Rencana Kerja Sekolah
1) Visi sekolah (1) Memiliki perumusan dan penetapan visi sekolah yang
mudah dipahami.
(2) Sosialisasi kepada seluruh warga sekolah dan segenap
pihak yang berkepentingan.
2) Misi sekolah Memiliki perumusan dan penetapan misi sekolah yang mudah
dipahami serta sering disosialisasikan kepada seluruh warga
sekolah dan segenap pihak yang berkepentingan.
3) Tujuan sekolah (1) Memiliki perumusan dan penetapan tujuan sekolah 4 tahun
dan 1 tahun yang mudah dipahami serta sering
disosialisasikan kepada seluruh warga sekolah dan segenap
pihak yang berkepentingan.
(2) Berisi sesuai dengan aspek-aspek: 1) SKL, 2) isi, 3) proses,
4) pendidik dan kependidikan, 5) sarpras, 6) pengelolaan,
7) pembiayaan, dan 8) penilaian..
4) Rencana kerja (1) Memiliki rencana kerja jangka menengah (empat
sekolah tahunan).
(2) Memiliki rencana kerja satu tahun dengan sistematika
sesuai pedoman.
(3) Sosialisasi oleh pemimpin sekolah kepada: 1) warga
sekolah, 2) komite sekolah, 3) masyarakat, 4) dewan
pendidikan, 5) LSM, 6) dunia usaha, 7) dll.
(4) Isi keseluruhan RKAS atau rencana kerja jangka
pendek/rencana kerja satu tahun berdasarkan aspek-
aspek SNP
(5) Perencanaan kegiatan bidang kesiswaan
(6) Perencanaan kegiatan bidang pengembangan kurikulum
dan pembelajaran
(7) Perencanaan kegiatan bidang pengelolaan
pendayagunaan pendidik dan tenaga kependidikan
(8) Pengelolaan kegiatan bidang sarana dan prasarana
pembelajaran

(9) Pengelolaan kegiatan bidang keuangan dan pembiayaan


pendidikan
(10) Perencanaan penciptaan suasana, iklim, dan lingkungan
pembelajaran yang kondusif
(11) Perencanaan melibatkan masyarakat pendukung dan
membangun kemitraan dengan lembaga lain yang
relevan
(12) Perencanaan pengawasan
(13) Perencanaan kegiatan evaluasi diri
(14) Perencanaan evaluasi kinerja pendidik dan tenaga
kependidikan
(15) Perencanaan kegiatan persiapan bahan yang diperlukan
untuk akreditasi sekolah oleh BAN
Kepemimpinan Sekolah
Kepemimpinan Memiliki struktur kepemimpinan sesuai standar pendidik dan
kepala dan wakil tenaga kependidikan
kepala sekolah
Sistem Informasi manajemen sekolah
Pengelolaan infor- Memiliki sistem informasi manajemen untuk mendukung
masi manajemen administrasi pendidikan
sekolah
SD: __________________________________ Sumber Data: __________________________
Hari/tgl: ______________________________ Peneliti: ______________________________

62
Kuisioner Lampiran 2

Ya/
Pernyataan Keterangan
Tidak
1. Menyusun renstra dengan cara cara “copy paste” tanpa modifikasi.
2. Renstra yang dicopy lupa menghapus atau mengedit apa yang tertulis
di dalamnya.
3. Sebelum menyusun renstra berusaha memahami teori penyusunan
renstra yang sebenarnya dan pedoman/panduan yang ada
4. Proses penyusunan renstra dilakukan bersama semua pemangku
kepentingan seperti pengawas, guru, dan komite sekolah.
5. Visi sekolah dirumuskan / dijabarkan dalam indikator berdasarkan
frase kalimat dari statemen visi,
6. Visi dijabarkan dalam indikator berdasarkan standar nasional
pendidikan (SNP).
7. SNP digunakan ketika menjabarkan visi dan misi untuk penysunan
kebijakan, program dan kegiatan.
8. Visi SD ini telah berusaha menjelaskan nilai-nilai (values) yang
dijadikan pegangan bagi para pelaksana kebijakan, program, dan
kegiatan.
9. Renstra yang dikembangkan di SD ini dilengkapi dengan data/
berbasis data.
10. Renstra dikembangkan mendasarkan hasil evaluasi diri sekolah
sehingga tim dapat menganalisis kebutuhan yang sebenarnya, apanya
yang kurang, apanya yang harus diusahakan, dan sebagainya.
11. Kami mengembangkan renstra karena perintah, karena memang akan
ada akreditasi sekolah, atau tawaran akan adanya bantuan
12. Pada saat penyusunan renstra, kita kebingungan dengan bermacam-
macam format tertentu
13. Format lebih penting dari pada isi atau substansi renstra yang perlu
kami buat.
14. Renstra SD ini merupakan rencana jangka menengah (empat tahun),
sebagai penjabaran dari rencana jangka panjang
15. Dalam proses penyusunan renstra kami memanfaatkan analisis
diagram tulang ikan.
16. Renstra SD ini sudah dijabarkan ke dalam rencana operasional
jangka pendek (satu tahun).
17. Rencana operasional sudah kami susun lebih rinci dalam satu
dokumen tersendiri.
18. Sebagai dokumen resmi, renstra SD ini sudah ditandatangani oleh
semua pemangku kepentingan.
Selain 18 item di atas, hal-hal apa sajakah yang terkait dengan pengembangan renstra SD ini?
1. ________________________________________________________________
1. _______________________________________________________________
2. _______________________________________________________________
Nama: ______________________________________, SD: ______________________________
Tanggal: ______________________, tanda tangan:

63
Lampiran 3
Standar Pengelolaan SD

Standar Pengelolaan pendidikan adalah standar nasional pendidikan yangberkaitan


dengan perencanaan, pelaksanan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan
pendidikan, kabupaten/kota, atau nasional agar tercapai efesiensi dan efektivitas penyelenggaraan
pendidikan. Pengelolaan satuan pendidikan menjadi tanggung jawab kepala satuan pendidikan.
Pengelolaan SDmenerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukan dengan kemandirian,
kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas dalam perencanaan program, penyusunan
kurikulum tingkat satuan pendidikan, kegiatan pembelajaran, pendayagunaan tenaga kependidikan,
pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan, penilaiyan kemajuan hasil belajar, dan pengawasan.
Setiap SD dipimpin oleh seorang kepala sekolah yang sebagai penanggungjawab
pengelolaan pendidikan. Keputusan akademis pada satuan pendidikan ditetapkan oleh rapat dewan
pendidik/guru dilaksanakan atas dasar prinsipmusyawarah mufakat yang berorientasi pada mutu,
dan apabila keputusan dengan prinsip muyawarah mufakat tidak tercapai, pengambilan keputusan
ditetapkan atas dasar suara terbanyak. SD melibatkan komite sekolah. Komite sekolah kurang-
kurangnya beranggotakan masyarakat yang mewakili orang tua/wali peserta didik, tokoh
masyarakat, praktisi pendidikan, dan pendidik, yangmemiliki wawasan, kepedulian komitmen
terdarat peningkatan mutu pendidikan.
Setiap SD harus memiliki pedoman atau aturan yang sekurang-kurangnyamengatur
tentang: Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dan silabus;kalender pendidikan selama
satu tahun dan dirinci secara semesteran, bulanan, dan mingguan; Struktur organisasi satuan
pendidikan; peraturan akademik; pembagian tugas diantara tenaga pendidik dan kependidikan dan
peserta didik, serta penggunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana; kode etik hubungan antara
sesama warga di antara lingkungan satuan pendidikan dan hubungan antara warga satuan
pendidikan dengan masyarakat.
SD dikelola atas dasar rencana pengembangan sekolah (RPS) dan rencanakerja tahunan.
Rencana kerja tahunan merupakan penjabaran rinci dari RPS yangmerupakan rencana kerja jangka
menengah satuan pendidikan yang meliputi masa 4 (empat) tahun. Rencana kerja meliputi
sekurang-kurangnya: kalender pendidikan atau akademik yang meliputi sekurang-kurangnya
jadwal pembelajaran, ulangan, ujian, kegiatan eksrakurikuler dan hari libur; mata pelajaran yang
ditawarkan pada semester gasal, semester genap, penugasan pendidik pada mata pelajaran dan
kegiatan lainnya; buku teks pelajaran yang dipakai pada masing-masing mata pelajaran; jadwal
penggunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pelajaran; pengadaan, penggunaan, dan
persediaan minimal bahan habis pakai; program peningkatan mutu pendidik dan tenaga
kependidikan yang meliputi sekurang-kurangnya jenis, durasi, peserta dan penyelenggara program;
jadwal rapat Dewan penddidik, rapat konsultasi satuan pendidikan dengan orang tua/wali peserta
didik, dan rapat satuan pendidikan dengan komite sekolah; rencana anggaran pendapatan dan
belanja satuan pendidikan untuk masa kerja satu tahun; jadwal penyusunan laporan akuntabilitas
dan kinerja satuan pendidikan untuk satu tahun terahir. Rencana kerja harus disetujui rapat dewan
pendidik setelah memperhatikan pertimbangan dari Komite Sekolah.
Pelaksanaan pengelolaan satuan pendidikan berpedoman kepada rencana kerjatahunan
dan rencana jangka jangka panjang dan menengah. Pelaksanaan pengelolaan satuan pendidikan
dilaksanakan secara mandiri, efisien, mendapat persetujuan dari rapat dewan pendidik dan komite
sekolah. Pelaksanaan kegiatan yang perlu atau mendesak tapi tidak diprogramkan di dalam

64
rencana kerja tahunan dilaksanakan secara ad-hoc dan pelaksanaan kegiatan tersebut harus terlebih
dahulu mendapatkan persetujuan dari rapat dewan pendidik dan komite sekolah.
Pengawasan SD meliputi pemantauan supervisi, evaluasi, pelaporan, pemeriksaan dan
tindak lanjut hasil pengawasan. Pemantauan dilakukan secara teratur dan berkesinambungan oleh
kepala sekolah dan komite sekolah atau pihak lain dari lembaga perwakilan pihak-pihak yang
berkepentingan. Pemantauan dilakukan untuk menilai efisiensi, efektifitas, dan akuntabilitas
satuan pendidikan.
Supervisi dilakukan secara teratur dan berkesinambungan oleh pengawas ataupenilik
satuan pendidikan dan kepala sekolah. Supervisi meliputi supervise manejerial dan akademik.
Supervisi mengacu pada standar yang dikeluarkan olehDepartemen Pendidikan Nasional.
Pelaporan dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, kepala sekolah, dan pengawas atau
penilik satuan pendidikan. Laporan oleh pendidik SD ditunjukan kepada sekolah dan orang tua/
wali peserta didik, berisi hasil evaluasi dan penilaian dan dilakukan sekurangkurangnya setiap
akhir semester. Laporan oleh tenaga kependidikan ditujukan kepada kepala sekolah, berisi
pelaksanaan teknis dari tugas masing-masing dan dilakukan sekurang-kurangnya setiap akhir
semester. Laporan kepala sekolah SD ditujukan kepada komite sekolah atau bentuk lain dari
lembaga perwakilan pihak-pihak yang berkepentingan, dan Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota,
berisi hasil evaluasi dan dilakukan sekurang-kurangnya setiap akhir semester. Setiap pihak yang
menerima laporan wajib menindaklanjuti laporan tersebut untuk meningkatkan mutu dan layanan
pendidikan, termasuk memberikan sanksi atas pelanggaran yang ditemukannya.

65
Lampiran 4

Model Faktual Pengembangan SD

Model Faktual

Pertama, ada beberapa renstra yang ternyata hanya dibuat dengan cara “copy
paste” tanpa modifikasi.

Kedua, visi dirumuskan secara ambivalen.

Ketiga, kurang dilengkapi dengan data.

Keempat, renstra yang berhasil dibuat tampak lebih karena perintah bukan
karena memang merasa perlu menyusun renstra.

Kelima, bukan sekedar format atau wadah, tetapi isinya.

Keenam, renstra sesungguhnya merupakan rencana jangka menengah (lima


tahun), sebagai penjabaran dari rencana jangka panjang (dua puluh lima
tahun).

Ketujuh, renstra bukan hanya disusun oleh seorang petugas, tetapi disusun
secara bersama-sama oleh semua pemangku kepentingan (stakeholder).

Penjelasan lebih lanjut seperti berikut ini.


Pertama, ada beberapa renstra yang ternyata hanya dibuat dengan cara “copy
paste” tanpa modifikasi. Renstra yang demikian akan sangat mudah diketahui. Salah satunya
dengan membandingkan data yang tertuang dalam renstra tersebut. Bahkan beberapa di antaranya
ada yang lupa menghapus nama sekolah yang RPS-nya dikopi. Jadi, antara nama sekolah yang
terdapat dalam cover renstra berbeda dengan nama yang tertulis di dalamnya. Hal yang satu ini
sudah barang tentu harus dihindari, karena hal itu merupakan plagiat yang memang harus
dihindari, bukan hanya karena melanggar kode etik, tetapi juga tidak menggambarkan data dan
kondisi obyektif sekolahnya.Sebagai proses belajar, proses penyusun rencana strategis memang

66
diperbolehkan melakukan “copy-paste”. Namun demikian, untuk selanjutnya semua substansi
dalam rencana strategis itu harus disesuaikan dengan data dan kondisi masing-masing sekolah.
Tetapi kenyataanya apa yang terjadi? Proses adaptasi rencana strategis hasil “copy-paste” itu tidak
terjadi. Data dan kondisi yang tertuang dalam renstra yang dibuat telah kehilangan rohnya, karena
rumusan kata dan kalimat dalam renstra itu sesungguhnya tidak keluar dari hati sanubari penyusun
yang sebenarnya. Oleh karena itu, penyusunan renstra dengan cara “copy-paste” sama sekali
bukan cara yang benar. Cara yang benar adalah dengan memahami teori penyusunan renstra yang
sebenarnya, baru diterapkan dalam proses bersama semua pemangku kepentingan untuk menyusun
renstra tersebut.
Kedua, visi dirumuskan secara ambivalen. Ada yang dijabarkan dalam indikator
berdasarkan frase kalimat dari statemen visi, dan ada yang langsung dijabarkan dalam indikator
berdasarkan standar nasional pendidikan (SNP). Sebaiknya, SNP digunakan ketika menjabarkan
visi dan misi untuk penysunan kebijakan, program dan kegiatan. Selain itu, pada umumnya belum
menjelaskan nilai-nilai (values) yang dijadikan pegangan bagi para pelaksana kebijakan, program,
dan kegiatan. Misalnya, nilai kejujuran harus diutamakan dalam pelaksanaan renstra.
Ketiga, kurang dilengkapi dengan data. Penyusunan renstra seharusnya berbasis data.
Dari data inilah penyusun renstra akan dapat menganalisis kebutuhan yang sebenarnya, apanya
yang kurang, apanya yang harus diusahakan, dan sebagainya.
Keempat, renstra yang berhasil dibuat tampak lebih karena perintah bukan karena
memang merasa perlu menyusun renstra. Dengan kata lain, penyusunan renstra pada dasarnya
bukan sebagai kebutuhan melainkan hanya karena melaksanakan perintah atau tugas, misalnya
karena orientasi untuk mendapatkan bantuan (grant). Memang, membuat renstra harus diusahakan
menjadi budaya atau kebiasaan yang memang dibutuhkan oleh setiap institusi. Renstra bukan
hanya sebagai kewajiban, tetapi sebagai kebutuhan.
Kelima, bukan sekedar format atau wadah, tetapi isinya. Pada tahap-tahap awal
penyusunan renstra, kita memang dihadapkan kepada format tertentu, dan oleh karena itu kita
cenderung terpaku kepada format itu. Padahal sesungguhnya yang terpenting adalah isi atau
substansinya. Sebagai contoh, pada umumnya kita menggunakan kata ‖unggul‖ dalam rumusan
visi yang kita buat. Istilah ‖unggul‖ itu merupakan padanan kata ‖exellence‖. Apa atau siapa
yang unggul? Sekolah atau siswanya? Daerah atau rakyatnya. Atau kedua-duanya. Itu harus jelas.
Kalau sekolah, maka yang unggul adalah pelayanannya. Sementara kalau yang unggul adalah
siswanya, maka yang unggul adalah kemapuannya, hasil belajar atau kesejahteraannya. Rumusan
visi memang cita-cita masa depan, yang terkadang bersifat filosofis, namun tidak mengurangi
kejelasan visi itu sendiri. Visi lebih menjelaskan tentang apa yang akan dicapai, sementara misi
lebih kepada rumusan tentang bagaimana cara untuk mencapainya. Sebagai contoh, adil makmur
adalah rumusan visi, sementara pembangunan ekonomi kerakyatan merupakan misinya.
Keenam, renstra sesungguhnya merupakan rencana jangka menengah (lima tahun),
sebagai penjabaran dari rencana jangka panjang (dua puluh lima tahun). Dalam proses
penyusunannya belum memanfaatkan hasil evaluasi diri sekolah apa lagi diagram tulang ikan.
Renstra harus dijabarkan ke dalam rencana operasional jangka pendek (satu tahun). Dengan
demikian, dalam rencana dalam renstra biasanya telah dilakukan pembabakan selama lima tahun
secara garis besar. Namun rencana operasional belum disusun yang lebih rinci dalam satu
dokumen tersendiri.
Ketujuh, renstra bukan hanya disusun oleh seorang petugas, tetapi disusun secara
bersama-sama oleh semua pemangku kepentingan (stakeholder). Sebagai dokumen resmi, maka
sudah seharusnya renstra itu ditandatangani oleh semua pemangku kepentingan.

67
Lampiran 5

Model Hipotetik Pengembangan Mutu Sekolah dengan Diagram Tulang Ikan

Visi, Misi dan Tujuan

Telaah Diri (Self Review), Identifikasi


kebutuhan/Masalah/Gap

Menganalisis Akar Masalah


Penyebab Gap (Tulang ikan)

Pengembangan Rencana
tindakan inovative

Desain Implementasi

serta monev

Validasi

Visi sekolah
Visi sekolah adalah imajinasi moral yang dijadikan dasar atau rujukan dalam menentukan tujuan
atau keadaan masa depan yang secara khusus diharapkan oleh sekolah. Sekalipun harus berada
dalam koridor pembangunan pendidikan yang telah ditetapkan secara nasional oleh pemerintah,
tetapi visi sekolah seharusnya tetap sesuai dengan potensi yang dimiliki sekolah dan keinginan
masyarakat di sekitar sekolah. Visi sekolah merupakan turunan dari visi pendidikan nasional. Visi
sekolah dijadikan dasar atau rujukan dalam merumuskan misi, tujuan, sasaran program sekolah
serta merupakan arah pengembangan sekolah dimasa depan. Secara sederhana visi adalah profil
atau gambaran masa depan sekolah yang diimpikan dimasa mendatang agar sekolah dapat terus
terjaga kelangsungan hidup dan perkembangannya.

Misi
Misi adalah penjabaran visi dalam bentuk rumusan tugas, kewajiban, dan rancangan tindakan yang
dijadikan arahan untuk mewujudkan visi. Dengan demikian, misi sekolah merupakan sekumpulan
tugas-tugas yang harus dilaksanakan sekolah. Perlu dicatat bahwa sebagai tindakan untuk
mewujudkan visi, misi dapat mencakup berbagai aspek, misalnya: Pembelajaran, pengembangan

68
moral keagamaan, iklim sekolah, manajemen sekolah, dan sebagainya. Bertolak dari visi dan misi,
selanjutnya sekolah merumuskan tujuan.
Tujuan sekolah
Tujuan sekolah adalah jabaran dari visi dan misi sekolah atau merupakan tahapan/ langkah untuk
mewujudkan visi sekolah yang telah dicanangkan. Jika visi dan misi seakan untuk waktu yang
sangat panjang, maka tujuan sekolah untuk jangka menengah (3 – 5 tahun). Tidak ada patokan
berapa tahun, namun sebaiknya terkait dengan satu siklus pendidikan agar mudah penjabaran
berikutnya. Jika visi merupakan gambaran sekolah di masa depan secara ideal, tujuan yang ingin
dicapai dalam waktu 4 tahun mungkin belum selengkap visi. Dengan kata lain, tujuan dapat
berwujud sebagian dari visi.

Telaah Diri (Self Review)


Telaah Diri (Self Review) merupakan suatu kegiatan menelaah atau mengoreksi tentang keadaan
yang ada pada diri seseorang atau suatu organisasi. Telaah diri merupakan alat untuk memperjelas
jalan menuju masa depan yang lebih baik. Keefektifan telaah diri diukur dari apa yang terjadi
berikutnya. Dengan demikian, ruang lingkup Telaah diri harus memadai dalam memampukan
warga sekolah untuk membentuk asesmen yang realistis terhadap kondisi, kebutuhan dan/masalah
sekolah sebagai dasar perencanaan yang akan dilakukan. Dengan demikian Telaah Diri (Self
Review) merupakan suatu kegiatan stake holder melakukan evaluasi diri sekolah.

Identifikasi kebutuhan dan/ masalah


Identifikasi kebutuhan dan/ masalah yang dihadapi sekolah memuat tentang gambaran umum hasil
evaluasi diri sekolah dalam rangka mewujudkan visi, misi dan tujuan yang ingin diraih sekolah;
Selain itu juga memuat identifiaksi fungsi-fungsi manajemen untuk mencapai sasaran tersebut.
Pada tahap ini, selanjutnya sekolah melakukan analisis kesenjangan/gap antara hasil identifikasi
kebutuhan dan/ masalah yang dihadapi sekolah (evaluasi diri) dibandingkan dengan standar
pelayanan minimal pendidikan serta visi, misi dan tujuan serta sasaran sekolah yang diharapkan
dimasa mendatang (ideal). Besar kecilnya kesenjangan/gap tersebut memberitahukan tentang
keseriusan permasalahan yang dihadapi sekolah. Diperlukan kecermatan dan kehati-hatian dalam
menentukan fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan.
Langkah ini dilakukan sebagai tahap persiapan dalam melakukan analisa akar masalah yang
menjadi penyebab gap dengan analisis tulang ikan.

Menganalisis akar masalah penyebab gap (tulang ikan)


Cara yang yang dapat dilakukan untuk melakukan analisis akar masalah menggunakan diagram
Tulang Ikan dalam rangka mengidentifikasi penyebab suatu permasalahan yang tidak diharap
adalah sebagai berikut:
Langkah 1: Menyiapkan sesi Analisa Tulang Ikan
Langkah 2: Mengidentifikasi akibat atau masalah
Langkah 3: Mengidentifikasi berbagai kategori sebab utama
Langkah 4: Menemukan sebab-sebab potensial dengan cara sumbang saran
Langkah 5: Mengkaji kembali setiap kategori sebab utama
Langkah 6: Mencapai kesepakatan atas sebab-sebab yang paling mungkin
Langkah 7: Terapkan hasil analisis.

Pengembangan Rencana tindakan inovative


Dari alternative-alternative terbaik yang terpilih serta diyakini efektif untuk pemecahan persoalan
yang ada, Kepala Sekolah bersama-sama dengan unsur Komite Sekolah mengembangkan tindakan
yang siap untuk merealisasikan rencana dan/ program-programnya untuk mencapai sasaran yang
telah ditetapkan.

69
Lampiran 6

Validasi desain

Model hipotetik pengembangan mutu sekolah dengan diagram tulang ikan yang dihasilkan seperti
pada lampiran, selanjutnya divalidasi oleh 3 orang ahli (1 orang ahli Teknologi Pendidikan, 1
orang ahli manajemen Pendidikan dan 1 orang ahli pedagogiek) dengan menggunakan instrumen
lembar validasi ahli seperti pada lampiran. Dari 3 validator tersebut diperoleh hasil sesuai modus
jawaban seperti berikut ini.
Tabel hasil validasi ahli

Penilaian
No Pernyataan/Pertanyaan Sangat
Rendah Sedang Tinggi
tinggi
1 Seberapa tinggi model ini menunjukkan adanya
V
identifikasi kerangka kunci?
2 Seberapa rinci setiap bagian atau tahapan dalam
V
kerangka/desain?
3 Seberapa tinggi model ini menunjukkan adanya
seleksi atau memodifikasi bagian proses yang V
memang memerlukan perbaikan?
4 Apakah proses/langkah-langkah yang disusun dalam
V
model ini berkualitas?
5 Seberapa tinggi kadar revisi yang dilakukan dalam
V
model ini?
6 Seberapa tinggi kadar model yg dikembangkan ini
ditinjau dari:
g. Simple? V
h. Applicable? V
i. Important? V
j. Controllable? V
k. Adaptable? V
l. Communicable? V

Selain data seperti di atas, diperoleh masukan seperti terlampir yang bisa dirangkum
seperti berikut ini.
Validator 1
Model yang baik itu harus memenuhi 3 syarat, yaitu:
4. Kokoh bangunan teorinya
5. Jelas sintaks/prosedurnya
6. Terbukti bermanfaat.
Draf model ini belum sepenuhnya menunjukkan ketiga hal tersebut, misal belum ada kajian tentang model
dan jenis model apa yang dikembangkan, juga belum ada kajian yang mencukupi tentang fishbone analisis.
Panduan di lampiran beberapa masih teoritis, kurang aplikabel.

Validaor 2
1. Pada langkah analisis akar masalah, langkah 2 perlu diperjelas lagi dan diberi rincian langkah-
langkahnya

70
2. Langkah 3 penjelasan yang panjang bisa dibantu dengan gambar
3. Langkah 6 bisa dibantu dengan dibuatkan kolom
Validator 3
1. Tabel Komponen, Sub-komponen dan Indikator Pemenuhan Standar Nasional Pendidikan (SNP)
Pada Jenjang SD/MI (halaman 6 – 15) lebih tepat masuk kedalam lampiran.
2. Lampiran Analisis Masalah menggunakan Diagram Tulang Ikan: Langkah 1 (halaman 39),
Langkah 3 – 7 (halaman 41 - 45), dan halaman 46 – 48 perlu dilengkapi dengan ilustrasi
dan/atau contoh.

Revisi Desain

Berdasarkan hasil validasi serta masukan seperti di atas, dilakukanlah perbaikan sebagai
berikut:
1. Melengkapi dengan uraian tentang model dan jenis model yang dikembangkan yaitu
model prosedural
2. Meperdalam uraian tentang kajian fishbone analisis
3. Merevisi panduan dengan memperhatikan masukan validator dan penggunaan bahasa
yang lebih operasional
4. Mengedit dan menyeting draf menjadi yang lebih baik tampilannya.
Hasil revisi model hipotetik menjadi model ini siap untuk dilakukan uji coba pada tahap
berikutnya.

71
Lampiran 7

Laporan hasil Uji coba produk

Uji coba produk yang berupa model pengembangan mutu sekolah dengan diagram tulang
ikan ini dilakukan melalui FGD dengan 17 Kepala SD Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga. Setelah
satu sesi FGD dilakukan untuk menyusun program pengembangan SD, disepakati akar masalah
rendahnya mutu pendidikan di Kecamatan Sidorejo salah satunya adalah rendahnya kinerja Kepala
Sekolah dalam PKG dan PKB, sehingga banyak diantara mereka yang cemas menghadapi
pemberlakukan Permenagpan RB nomor 16 tahun 2009 yang mulai diberlakukan secara efektif
tahun 2016. Solusi yang disepakati bersama adalah perlunya pendampingan kepala sekolah dan
guru senior (golongan IV/A keatas) untuk melaksanaakan PTK/S dan menyusun artikel hasil PTK
untuk terbitan berkala atau jurnal ilmiah ber-ISBN. Sesudah usai FGD dan memetakan hasil dalam
diagram tulang ikan, dilakukan evaluasi dari peserta; hasilnya seperti berikut ini.
Tabel hasil penilaian pasca uji coba sesuai modus jawaban responden
Penilaian
No Pernyataan/Pertanyaan Sangat
Rendah Sedang Tinggi
tinggi
1 Seberapa tinggi proses pendampingan ini
menunjukkan adanya pemenuhan kebutuhan guru V
untuk PKG indikator 14?
2 Seberapa jelas kegiatan atau tahapan yang perlu
dikerjakan peserta untuk menghasilkan target sesuai V
harapan peserta?
3 Seberapa tinggi pendampingan ini memotivasi
peserta untuk melaksanakan PTK sesuai tuntutan V
PKG dan PKB?
4 Apakah proses yang disusun dalam pendampingan
ini berkualitas untuk meningkatkan kemampuan V
pedagogik peserta ?
5 Seberapa tinggi optimisme peserta menindak-lanjuti
pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh dari
V
pendampingan ini kedalam peningkatan mutu
pembelajaran di SD masing-masing?
6 Seberapa tinggi kadar model pendampingan PTK
yang dikembangkan ini ditinjau dari:
7) Simple (sederhana)? V
8) Applicable (dapat diterapkan)? V V
9) Important (penting)? V
10) Controllable (terkendali/terjangkau)? V
11) Adaptable (dapat disesuaikan dg kondisi SD
V
setempat)?
12) Communicable (dapat dikomunikasikan)? V
7 Lainnya:
a. Menyadarkan saya akan pentingnya renstra
b. Mengasyikkan saat FGD
c. Menjadi saling memahami
d. Mengetahui potensi sesama guru
e. Menggalang partisipasi

Disamping data tersaji di atas, juga diperoleh masukan yang dirangkum seperti berikut ini.

72
Rangkuman masukan responden berdasarkan uji coba model
1. Perlunya disediakan waktu khusus untuk meninjau kembali renstra sekolah
2. Contoh yg dipakai untuk master agar diperbesar, bisa dipakai kertas koran, sehingga lebih
leluasa dan jelas
3. Perlunya pendampingan dalam analisis tulang ikan terutama membedakan gejala, masalah dan
akar masalah
4. Perlu dukungan kebijakan Disdik, sehingga kegiatan ini merupakan kegiatan formal/remi
5. Direpotkan dengan perpindahan guru dan kepala sekolah

73
Lampiran 8

Model Final

BAB I
PENDAHULUAN

Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini telah menjadi perhatian dari berbagai kalangan,
tidak hanya pada kalangan pendidik, tetapi juga masyarakat. Mereka menginginkan adanya
perubahan dalam hal usaha meningkatkan kualitas pendidikan. Tuntutan terhadap kualitas
pendidikan semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena adanya (1) kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi (2) persaingan global yang semakin ketat, (3) kesadaran masyarakat (orang tua
siswa) akan pendidikan yang berkualitas semakin tinggi. Kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang terjadi pada akhir-akhir ini telah membawa dampak perubahan dalam berbagai
aspek kehidupan manusia, sehingga permasalahan dapat di pecahkan dengan mengupayakan
penguasaan serta meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Budaya sekolah merupakan faktor yang paling penting dalam membentuk siswa menjadi
manusia yang penuh optimis, berani tampil, kooperatif, dan kecakapan personal serta akademik.
Sekolah – sekolah yang memiliki keunggulan atau keberhasilan pendidikan tertentu biasanya bisa
dilihat dari beberapa variabel yang mempengaruhinya seperti perolehan nilai dan kondisi pisik,
akan tetapi kurang memperhatikan hal lain yang tidak tampak yang justru lebih berpengaruh
terhadap kinerja individu dan organisasi itu sendiri yang mencakup nilai-nilai, keyakinan, budaya,
dan norma perilaku yang disebut sebagai “the human side of organization” (sisi aspek manusia
dan organisasi).
Para kepala sekolah, guru, warga sekolah/stakeholder termasuk pengawas dan pengelola/
pembina pendidikan perlu memiliki pemahaman konsep yang benar tentang budaya organisasi,
budaya mutu sekolah dan, pengembangannya, serta konsep sekolah yang baik atau unggul. Dengan
memiliki pemahaman seperti itu kepala sekolah akan dapat mengembangkan budaya mutu sekolah
dalam rangka pengembangan sekolah yang unggul, pengawas dan pengelola/ Pembina pendidikan
akan dapat membinanya dengan efektif dan efesien. Pengembangan mutu sekolah dimulai dengan
membuat perencanaan yang baik; dengan adanya perencanaan yang baik ini kepala sekolah
memiliki pegangan yang kuat dalam mengelola sekolahnya menuju visi dan misi mutu sekolahnya.
Salah satu alat yang bisa dipakai untuk menyusun perencanaan/program sekolah yang dipandang
tepat adalah digram Fishbone (Tulang Ikan)/Cause and Effect (Sebab dan Akibat) dari Ishikawa.
Oleh karena itu, dipandang perlu adanya model pendampingan bagi kepala sekolah agar dapat
menyusun program pengembangan mutu sekolah dalam rangka mengembangkan penyelenggaraan
sekolah yang lebih baik. Sekalipun sudah ada buku panduan penyusunan program pengembangan
sekolah, namun dikeluhkan sifatnya abstrak, kurang fleksibel dalam pelaksanaannya dan kurang
efektif setelah diimplementasikan hasilnya. Dalam prakteknya menyusun renstra itu seharusnya
memang bukan asal-asalan, bukan hanya dapat dilakukan dengan cara “copy-paste” renstra
sekolah lain, ternyata masih banyak yang kurang memuaskan. Dalam naskah renstra dit emukan
ada ditemukan 7 kelemahan yang secara umum (Suparlan, 2010). Maka dari itu diperlukan
adanya alternatif model yang lebih sederhana dan terbukti efektif, sehingga bisa digunakan Kepala
Sekolah dalam menyusun program peningkatan mutu sekolahnya masing-masing baik dalam
bentuk renstra ataupun program jangka menengah bahkan juga program jangka pendek/tahunan.

74
Tujuan dan manfaat
Model ini dikembangkan untuk pendampingan agar Kepala SD memiliki pedoman perencanaan
mutu sekolah sehingga mampu: menyusun program peningkatan mutu sekolah dengan
menggunakan analisis tulang ikan sesuai/untuk memenuhi standar. Pendampingan dengan model
ini diharapkan menghasilkan program peningkatan mutu sekolah dengan menggunakan analisis
tulang ikan yang terbukti efektif dan efisien yang siap diimplementasikan dalam meningkatkan
mutu sekolah.
Hasil pengembangan model ini akan sangat bermanfaat bagi Kepala SD dan pengawas
sekolah dalam menyusun program pengembangan sekolah terkait dengan kurikulum, guru, siswa,
dan atau orang tua/masyarakat dalam meningkatkan mutu SD-nya. Luaran pendampingan dengan
model ini adalah program peningkatan mutu sekolah yang efektif dan efisien serta siap
diimplementasikan sekolah.

75
BAB II
ACUAN MUTU PENDIDIKAN

Definisi Mutu Pendidikan


Ada tiga konsep dasar yang perlu dibedakan dalam peningkatan mutu yaitu kontrol mutu (quality
control), jaminan mutu (quality assurance) dan mutu terpadu (total quality). Kontrol mutu secara
historis merupakan konsep mutu yang paling tua. Kegiatannya melibatkan deteksi dan eliminasi
terhadap produk-produk gagal yang tidak sesuai dengan standar. Tujuannya hanya untuk
menerima produk yang berhasil dan menolak produk yang gagal. Dalam dunia pendidikan, kontrol
mutu diimplementasikan dengan melaksanaan ujian sumatif dan ujian akhir. Hasil ujian dapat
dijadikan sebagai bahan untuk kontrol mutu.
Jaminan mutu merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kesalahan
sejak awal proses produksi. Jaminan mutu dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menjamin
proses produksi agar dapat menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi tertentu. Jaminan
mutu adalah sebuah cara menghasilkan produk yang bebas dari cacat dan kesalahan. Lanjutan dari
konsep jaminan mutu adalah Total Quality Management (TQM) yang berusaha menciptakan
sebuah budaya mutu dengan cara mendorong semua anggota stafnya untuk dapat memuaskan para
pelanggan. Dalam konsep TQM pelanggan adalah raja. Inilah yang merupakan pendekatan yang
sangat populer termasuk dalam dunia pendidikan. Sifat TQM adalah perbaikan yang terus menerus
untuk memenuhi harapan pelanggan.
Dalam TQM, mutu adalah kesesuaian fungsi dengan tujuan, kesesuaian dengan
spesifikasi dan standar yang ditentukan, sesuai dengan kegunaannya, produk yang memuaskan
pelanggan, sifat dan karakteristik produk atau jasa yang memenuhi kebutuhan dan harapan
pelanggan. Sistem manajemen mutu pendidikan adalah suatu sistem manajemen untuk
mengarahkan dan mengendalikan satuan pendidikan dalam penetapan kebijakan, sasaran, rencana
dan proses/prosedur mutu serta pencapaiannya secara berkelanjutan (continous improvement).
Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP) yang berlaku saat ini bertumpu kepada
tanggung jawab tiap pemangku kepentingan pendidikan untuk menjamin dan meningkatkan mutu
pendidikan. Implementasi SPMP terdiri atas rangkaian proses/tahapan yang secara siklik dimulai
dari (1) pengumpulan data, (2) analisis data, (3) pelaporan/pemetaan, (4) penyusunan rekomendasi,
dan (5) upaya pelaksanaan rekomendasi dalam bentuk program peningkatan mutu pendidikan.
Pelaksanaan tahapan-tahapan di atas dilaksanakan secara kolaboratif antara satuan pendidikan
dengan pihak-pihak lain yang terkait sesuai dengan ketentuan yang berlaku (Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 63 Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan) yaitu
penyelenggara satuan atau program pendidikan, pemerintah kabupaten atau kota, pemerintah
provinsi, dan pemerintah.
SPMP berbasis pada data dan pemetaan yang valid, akurat, dan empirik. Data yang
dikumpulkan oleh sekolah dapat diperoleh dari hasil akreditasi sekolah, sertifikasi guru, ujian
nasional, dan profil sekolah. Selain itu Evaluasi Diri Sekolah (EDS) merupakan instrumen
implementasi SPMP yang dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan sebagai salah satu program
akseleratif dalam peningkatan kualitas pengelolaan dan layanan pendidikan (Instruksi Presiden
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2010; Prioritas Nomor 2. Pendidikan).

Standar Nasional Pendidikan sebagai Acuan Mutu Pendidikan


Acuan mutu yang digunakan untuk pencapaian atau pemenuhan mutu pendidikan pada satuan
pendidikan adalah Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan standar-standar lain yang disepakati
oleh kelompok masyarakat. Standar nasional pendidikan adalah standar yang dibuat oleh
pemerintah, sedangkan standar lain adalah standar yang dibuat oleh satuan pendidikan dan/atau
lembaga lain yang dijadikan acuan oleh satuan pendidikan. Standar-standar lain yang disepakati

76
oleh kelompok masyarakat digunakan setelah SNP dipenuhi oleh satuan pendidikan sesuai dengan
kekhasan jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
SNP sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan dan peraturan perundangan lain yang relevan yaitu kriteria
minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia. SNP dipenuhi oleh satuan atau program pendidikan dan penyelenggara satuan atau
program pendidikan secara sistematis dan bertahap dalam kerangka jangka menengah yang
ditetapkan dalam rencana strategis satuan atau program pendidikan.
Terdapat delapan SNP yaitu:
1. Standar Isi
2. Standar Proses
3. Standar Kompetensi Lulusan
4. Standar Kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan
5. Standar Sarana dan Prasarana
6. Standar Pengelolaan
7. Standar Pembiayaan
8. Standar Penilaian
Delapan SNP di atas memiliki keterkaitan satu sama lain dan sebagian standar menjadi
prasyarat bagi pemenuhan standar yang lainnya. Dalam kerangka sistem, komponen input sistem
pemenuhan SNP adalah Standar Kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK), Standar
Pengelolaan, Standar Sarana dan Prasarana (Sarpras), dan Standar Pembiayaan. Bagian yang
termasuk pada komponen proses adalah Standar Isi, Standar Proses, dan Standar Evaluasi,
sedangkan bagian yang termasuk pada komponen output adalah Standar Kompetensi Lulusan
(SKL). Berikut ini disajikan kaitan antara SNP.

Kaitan antar Standar Nasional Pendidikan (SNP)

77
Setiap standar memiliki indikator ketercapaiannya dan setiap indikator merupakan acuan
mutu pendidikan di Indonesia. Berikut ini adalah daftar indikator pemenuhan standar sebagai
acuan mutu yang harus diupayakan dipenuhi oleh setiap sekolah di berbagai jenjang dan jenis
pendidikan.
Satuan atau program pendidikan yang telah memenuhi SNP, dapat mengembangkan
standar yang lebih tinggi lagi yaitu berupa:
1. Standar mutu di atas SNP yang dapat diadopsi dan/atau diadaptasi dari standar
internasional.
2. Standar mutu di atas SNP yang berbasis pada keunggulan dan spesifikasi tertentu.

Diagram Tulang Ikan/ Sebab – Akibat (Fishbone Diagram)


Diagram sebab-akibat dikembangkan oleh Dr. Kaoru Ishikawa pada tahun 1943, sehingga sering
disebut dengan diagram Ishikawa. Diagram sebab-akibat (cause and effect diagram atau fishbone
diagram) adalah sebuah teknik grafis yang digunakan untuk mengurutkan dan menghubungkan
interaksi antara faktor-faktor yang berpengaruh dalam suatu proses. Diagram ini berguna untuk
menganalisia dan menemukan faktor-faktor yang berpengaruh atau efek secara signifikan di dalam
menentukan karakteristik kualitas output kerja. Efek ini bisa bernilai "baik" dan bisa bernilai
"buruk".
Diagram fishbone merupakan suatu alat visual untuk mengidentifikasi, mengeksplorasi,
dan secara grafik menggambarkan secara detail semua penyebab
yang berhubungan dengan suatu permasalahan. Menurut Scarvada (2004), konsep
dasar dari diagram fishbone adalah permasalahan mendasar diletakkan pada bagian kanan dari
diagram atau pada bagian kepala dari kerangka tulang ikannya.
Penyebab permasalahan digambarkan pada sirip dan durinya. Kategori penyebab permasalahan
yang sering digunakan sebagai start awal meliputi materials (bahan
baku), machines and equipment (mesin dan peralatan), manpower (sumber daya manusia),
methods (metode), Mother Nature/environment (lingkungan), dan measurement (pengukuran).
Keenam penyebab munculnya masalah ini sering disingkat dengan 6M. Penyebab lain dari
masalah selain 6M tersebut dapat dipilih
jika diperlukan. Untuk mencari penyebab dari permasalahan, baik yang berasal dari 6M
seperti dijelaskan di atas maupun penyebab yang mungkin lainnya dapat
digunakan teknik brainstorming (Pande &Holpp, 2001 dalam Scarvada, 2004). Diagram fishbone
ini umumnya digunakan pada tahap mengidentifikasi permasalahan dan menentukan penyebab
dari munculnya permasalahan tersebut. Selain digunakan untuk mengidentifikasi masalah dan
menentukan penyebabnya,
diagram fishbone ini juga dapat digunakan pada proses perubahan.
Scarvada (2004) menyatakan Diagram fishbone ini dapat diperluas menjadi diagram
sebab dan akibat (cause and effect diagram). Perluasan (extension) terhadap Diagram Fishbone
dapat dilakukan dengan teknik menanyakan ―Mengapa sampai lima kali (five whys)‖ (Pande &
Holpp, 2001 dalam Scarvada, 2004). Jadi dengan diketahui sebab dari efek yang terjadi,
diharapkan hasil dari proses produksi bisa diperbaiki dengan mengubah faktor terkontrol dari suatu
proses. Diagram ini juga berguna untuk mengidentifikasi akar penyebab potensi darisuatu masalah.
Diagram sebab akibat memfokuskan pada penekanan masalah atau gejala yang merupakan akar
penyebab masalah. Diagram sebab akibat juga menampilkan penyebab-penyebab masalah dengan
cara menghubungkan penyebab-penyebab menjadi satu.
Diagram Fishbone dapat digunakan untuk menganalisis permasalahan baik pada level
individu, tim, maupun organisasi. Terdapat banyak kegunaan atau manfaat dari pemakaian
Diagram Fishbone ini dalam analisis masalah. Manfaat penggunaan diagram fishbone tersebut
antara lain:

78
1. Memfokuskan individu, tim, atau organisasi pada permasalahan utama. Penggunaan
Diagram Fishbone dalam tim/organisasi untuk menganalisis permasalahan akan
membantu anggota tim dalam menfokuskan permasalahan pada masalah prioritas.
2. Memudahkan dalam mengilustrasikan gambaran singkat permasalahan tim/ organisasi.
Diagram Fishbone dapat mengilustrasikan permasalahan utama secara ringkas sehingga
tim akan mudah menangkap permasalahan utama.
3. Menentukan kesepakatan mengenai penyebab suatu masalah. Dengan menggunakan
teknik brainstorming para anggota tim akan memberikan sumbang saran mengenai
penyebab munculnya masalah. Berbagai sumbang saran ini akan didiskusikan untuk
menentukan mana dari penyebab tersebut yang berhubungan dengan masalah utama
termasuk menentukan penyebab yang dominan.
4. Membangun dukungan anggota tim untuk menghasilkan solusi. Setelah ditentukan
penyebab dari masalah, langkah untuk menghasilkan solusi akan lebih mudah mendapat
dukungan dari anggota tim.
5. Memfokuskan tim pada penyebab masalah. Diagram Fishbone akan memudahkan
anggota tim pada penyebab masalah. Juga dapat dikembangkan lebih lanjut dari setiap
penyebab yang telah ditentukan.
6. Memudahkan visualisasi hubungan antara penyebab dengan masalah.
7. Hubungan ini akan terlihat dengan mudah pada Diagram Fishbone yang telah dibuat.
8. Memudahkan tim beserta anggota tim untuk melakukan diskusi dan menjadikan diskusi
lebih terarah pada masalah dan penyebabnya.
Kelebihan Fishbone diagram adalah dapat menjabarkan setiap masalah yang terjadi dan
setiap orang yang terlibat di dalamnya dapat menyumbangkan saran yang mungkin menjadi
penyebab masalah tersebut. Sedang Kekurangan Fishbone diagram adalah opinion based on tool
dan di design membatasi kemampuan tim / pengguna secara visual dalam menjabarkan masalah
yang mengunakan metode ―level why‖ yang dalam, kecuali bila kertas yang digunakan benar –
benar besar untuk menyesuaikan dengan kebutuhan tersebut. Serta biasanya voting digunakan
untuk memilih penyebab yang paling mungkin yang terdaftar pada diagram tersebut.
Analisa tulang ikan dipakai untuk mengkategorikan berbagai sebab potensial dari satu
masalah atau pokok persoalan dengan cara yang mudah dimengerti dan rapi. Juga alat ini
membantu kita dalam menganalisis apa yang sesungguhnya terjadi dalam proses. Yaitu dengan
cara memecah proses menjadi sejumlah kategori yang berkaitan dengan proses, mencakup
manusia, material, mesin, prosedur, kebijakan dan sebagainya (Imamoto et al., 2008).

Keterbatasan Analisis Fishbone dan Perlunya Pengembangan Lebih Lanjut


Analisis fishbone jelas merupakan suatu alat yang sangat efektif untuk mengetahui penyebab
masalah; analisis fishbone benar-benar membantu untuk mengetahui alasan untuk masalah dan
juga datang dengan solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Namun, dalam beberapa Literatur
beberapa kekurangan dari metode ini telah menunjukkan.
Analisis fishbone menguraikan penyebab masalah tetapi tidak menjelaskan urutan
penyebab; Dalam dunia kehidupan nyata masalah dapat terjadi karena beberapa alasan, tetapi
besarnya atau ekstremitas setiap alasan tidak bisa sama. Diagram tulang ikan juga gagal untuk
memenuhi masalah ini (Ruhm, 2004). Juga
jarang mendefinisikan kategori secara jelas dan verifikasi antara hubungan kausal juga kurang
memadai. Bahwa diagram tulang ikan dan analisis mengidentifikasi penyebab di bawah kategori
yang telah ditentukan saja dan tidak cukup berhubungan penyebab satu dengan yang lain demikian
juga untuk masing-masing kategori. Selain itu dari diagram ini tidak mengisolasi masalah utama
dari masalah dan menyajikan masing-masing dalam cara yang sama.
Mengingat analisis fishbone memiliki beberapa keterbatasan maka membutuhkan
beberapa macam perangkat tambahan yang hanya dapat dilakukan melalui penelitian akademik

79
dan ilmiah. Penelitian di masa depan terhadap metode ini dapat menemukan sequencing
penyebabnya dan juga bagaimana untuk menempatkan (lebih menekankan pada) penyebab besaran
lebih tinggi. Penelitian juga dapat dilakukan dalam bidang desain diagram dan gambar hubungan
antara penyebab dari berbagai kategori dan sub-kategori.

80
BAB III
MODEL PENGEMBANGAN MUTU SEKOLAH

Pengembangan Mutu Sekolah


Penyusunan model pengembangan mutu sekolah umumnya terkait dengan hal-hal berikut: 1) Visi
sekolah, yaitu gambaran pengembangan sekolah yang diinginkan di masa mendatang (jangka
panjang), 2) Misi sekolah, yang berisi tindakan/upaya untuk mewujudkan visi sekolah yang telah
ditetapkan sebelumnya, 3) Tujuan pengembangan sekolah, yang menjelaskan apa yang ingin
dicapai dalam upaya pengembangan mutu sekolah pada kurun waktu, misalnya untuk 3-5 tahun, 4)
Tantangan nyata yang harus diatasi sekolah, yaitu gambaran kesenjangan (gap) dari tujuan yang
diinginkan dan kondisi sekolah saat ini, 5) Sasaran pengembangan mutu sekolah, yaitu apa yang
diinginkan sekolah untuk jangka pendek, misalnya untuk satu tahun, 6) Identifikasi fungsi-fungsi
yang berperan penting dalam pencapai sasaran tersebut, 7) Analisis dari setiap fungsi yang telah
diidentifikasi sebelumnya, 8) Identifikasi alternatif langkah untuk meningkatkan mutu sekolah
dalam rangka mengatasi kelemahan yang dimiliki sekolah, 9) Rencana dan program sekolah yang
dikembangkan dari alternatif yang terpilih, guna mencapai sasaran mutu yang ditetapkan.
Hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun rencana pengembangan mutu sekolah ialah
adanya keterlibatan berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholder), misalnya guru, siswa, tata
usaha/ karyawan, orangtua siswa, tokoh masyarakat yang memiliki perhatian kepada sekolah.
Mengapa? Karena dengan cara tersebut diharapkan keputusan rencana pengembangan sekolah
menjadi ―milik‖ semua warga sekolah dan pihak lain yang terkait. Pelibatan warga sekolah
tersebut tentu saja sesuai dengan kemampuan masing-masing. Maksudnya, setiap orang dilibatkan
sesuai dengan kemampuan dan kepentingannya. Rencana pengembangan sekolah sebenarnya
secara komprehensif mencakup harapan jangka panjang yang ditunjukkan oleh visi sekolah,
harapan jangka menengah yang ditunjukkan oleh tujuan sekolah, dan sasaran jangka pendek
sekaligus bagaimana mencapai sasaran tersebut. Jika tahapan tersebut dilakukan secara konsisten,
maka ketercapaian sasaran demi sasaran pada akhirnya akan berakumulasi menjadi ketercapaian
tujuan dan akhirnya mencapai visi sekolah.
Pengambilan keputusan merupakan aktivitas yang disadari dilakukan manusia;
merupakan suatu bentuk pemilihan dari berbagai alternatif tindakan yang mungkin dipilih yang
prosesnya melalui mekanisme tertentu, dengan harapan akan menghasilkan sebuah keputusan
terbaik. Hasan (2004) mengemukakan bahwa pengam-bilan keputusan merupakan suatu proses
pemilihan alternatif terbaik dari beberapa alternatif secara sistematik untuk ditindak-lanjuti
(digunakan) sebagai suatu cara menyelesaikan masalah.
Matlin (Sudrajat, 2011) menyatakan bahwa situasi pengambilan keputusan yang dihadapi
seseorang akan mempengaruhi keberhasilan suatu pengambilan keputusan. Setelah seseorang
berada pada situasi pengambilan keputusan maka selanjut-nya dia akan melakukan tindakan untuk
memper-timbangkan, menganalisis, melakukan prediksi, dan menjatuhkan pilihan terhadap
pilihan-pilihan yang ada. Reaksi dalam tahap ini, individu yang satu dengan yang lain berbeda-
beda sesuai dengan kondisi masing-masing individu.
Arroba (Sudrajat, 2011) menyebut-kan lima faktor yang mempengaruhi pengambilan
keputusan, yaitu: (1) informasi yang diketahui perihal permasalahan yang dihadapi, (2) tingkat
pendidikan, (3) per-sonality, (4) coping, dalam hal ini dapat berupa pengalaman hidup yang terkait
dengan perma-salahan (proses adaptasi), dan (5) culture.
Menurut Mowen (2002) pengambilan keputusan adalah proses yang dilalui individu
dalam mengenali masalah, mencari solusi, mengevaluasi alternatif dan memilih diantara pilihan-
pilihan. Rakhmat (2001) menyebutkan tanda-tanda pengambilan keputusan sebagai berikut: (1)

81
keputusan merupakan hasil berpikir, hasil usaha intelektual, 2) keputusan selalu melibatkan pilihan
dari berbagai alternatif, 3) keputusan selalu melibatkan tindakan nyata, walaupun pelaksana-anya
boleh ditangguhkan atau dilupakan.
Dalam pengambilan keputusan faktor personal sangat menentukan apa yang akan
diputuskan, antara lain kognitif, motif dan sikap. Ketiga hal tersebut pada kenyataannya
berlangsung sekaligus. Hasan (2004) mengatakan bahwa proses pengambilan keputusan terdiri
dari 6 tahap, yaitu:
1) Merumuskan atau mengidentifikasi masalah yang merupakan suatu usaha untuk menemukan
permasalahan yang sebenarnya,
2) Mengumpulkan informasi yang relevan, merupakan pencarian faktor-faktor yang mungkin
terjadi sehingga dapat diketahui penyebab timbulnya masalah,
3) Mencari alternatif tindakan, merupakan pencarian kemungkinan yang dapat ditempuh
berdasarkan data dan permasalahan yang ada,
4) Analisis altematif, merupakan penganalisisan setiap altematif menurut kriteria tertentu yang
sifatnya kualitatif atau kuan-titatif,
5) Memilih altematif terbaik, memilih alter-natif terbaik yang dilakukan atas kriteria dan skala
prioritas tertentu, dan
6) Melaksanakan keputusan dan evaluasi hasil, Merupakan tahap melaksanakan atau mengambil
tindakan. Umumnya tindakan ini dituangkan pada rencana tindakan. Evaluasi hasil memberikan
masukan atau umpan balik yang berguna untuk memperbaiki suatu keputusan atau merubah
tujuan semula karena telah terjadi perubahan-perubahan
Di balik suatu keputusan terdapat unsur pro-sedur, yaitu pertama-tama pembuat
keputusan meng-identifikasi masalah, mengklarifikasi tujuan-tujuan khusus yang diinginkan,
memeriksa berbagai kemung-kinan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dan mengakhiri
proses itu dengan menetapkan pilihan bertindak.
Kotler (2001) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan
keputusan adalah faktor budaya yang merupakan penentu keinginan dan perilaku dasar manusia.
Setiap manusia mendapat seperangkat nilai, persepsi, preferensi, dan perilaku dari keluarga dan
lembaga-lembaga penting lainnya. Semua kehidupan bermasyarakat selalu memiliki kelas sosial.
Orang-orang dalam kelas sosial yang sama cenderung berperilaku lebih seragam daripada orang-
orang dari dua kelas sosial yang berbeda. Faktor sosial seperti: kelompok acuan, keluarga, serta
peran dan status sosial. Kelompok acuan dapat berupa teman, tetangga, keluarga dan rekan kerja.
Faktor pribadi yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan adalah usia, pekerjaan, ekonomi,
kepribadian, konsep diri, gaya hidup dan nilai. Faktor psikologis yang mempengaruhi pengambilan
keputusan di antaranya motivasi, persepsi, kepercayaan dan sikap dari peng-ambil keputusan itu
sendiri.

Model Pengembangan Mutu Sekolah Menggunakan Analisis Fishbone


Model ialah suatu abstraksi yang dapat digunakan untuk membantu memahami sesuatu yang tidak
bisa dilihat atau dialami secara langsung. Model adalah representasi realitas yang disajikan dengan
suatu derajat struktur dan urutan (Seels & Richey, 1994). Model ada yang bersifat prosedural,
yakni mendeskripsikan bagaimana melakukan tugas-tugas, atau bersifat konseptual, yakni
deskripsi verbal realitas dengan menyajikan komponen relevan dan definisi, dengan dukungan
data. Model prosedural mendeskripsikan langkah-langkah untuk melakukan suatu pekerjaan.
Model ini secara jelas adalah preskriptif. Idealnya model prosedural didasarkan pada teori daripada
pengetahuan berdasarkan pengalaman saja.
Proses perencanaan pengembangan mutu sekolah yang dimaksud setidak-tidaknya harus
mencakup lanngkah-langkah sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar berikut ini.

82
Visi, Misi dan Tujuan

Telaah Diri (Self Review), Identifikasi


kebutuhan/Masalah/Gap

Menganalisis Akar Masalah


Penyebab Gap (Tulang ikan)

Pengembangan Rencana
tindakan inovative

Desain Implementasi

serta monev

Validasi

Model Pengembangan Mutu Sekolah dengan Diagram Tulang Ikan

Visi sekolah
Visi sekolah adalah imajinasi moral yang dijadikan dasar atau rujukan dalam menentukan tujuan
atau keadaan masa depan yang secara khusus diharapkan oleh sekolah. Sekalipun harus berada
dalam koridor pembangunan pendidikan yang telah ditetapkan secara nasional oleh pemerintah,
tetapi visi sekolah seharusnya tetap sesuai dengan potensi yang dimiliki sekolah dan keinginan
masyarakat di sekitar sekolah. Visi sekolah merupakan turunan dari visi pendidikan nasional. Visi
sekolah dijadikan dasar atau rujukan dalam merumuskan misi, tujuan, sasaran program sekolah
serta merupakan arah pengembangan sekolah dimasa depan. Secara sederhana visi adalah profil
atau gambaran masa depan sekolah yang diimpikan dimasa mendatang agar sekolah dapat terus
terjaga kelangsungan hidup dan perkembangannya.

Misi
Misi adalah penjabaran visi dalam bentuk rumusan tugas, kewajiban, dan rancangan tindakan yang
dijadikan arahan untuk mewujudkan visi. Dengan demikian, misi sekolah merupakan sekumpulan
tugas-tugas yang harus dilaksanakan sekolah. Perlu dicatat bahwa sebagai tindakan untuk
mewujudkan visi, misi dapat mencakup berbagai aspek, misalnya: Pembelajaran, pengembangan
moral keagamaan, iklim sekolah, manajemen sekolah, dan sebagainya. Bertolak dari visi dan misi,
selanjutnya sekolah merumuskan tujuan.

83
Tujuan sekolah
Tujuan sekolah adalah jabaran dari visi dan misi sekolah atau merupakan tahapan/
langkah untuk mewujudkan visi sekolah yang telah dicanangkan. Jika visi dan misi seakan untuk
waktu yang sangat panjang, maka tujuan sekolah untuk jangka menengah (3 – 5 tahun). Tidak ada
patokan berapa tahun, namun sebaiknya terkait dengan satu siklus pendidikan agar mudah
penjabaran berikutnya. Jika visi merupakan gambaran sekolah di masa depan secara ideal, tujuan
yang ingin dicapai dalam waktu 4 tahun mungkin belum selengkap visi. Dengan kata lain, tujuan
dapat berwujud sebagian dari visi.

Telaah Diri (Self Review)


Telaah Diri (Self Review) merupakan suatu kegiatan menelaah atau mengoreksi tentang
keadaan yang ada pada diri seseorang atau suatu organisasi. Telaah diri merupakan alat untuk
memperjelas jalan menuju masa depan yang lebih baik. Keefektifan telaah diri diukur dari apa
yang terjadi berikutnya. Dengan demikian, ruang lingkup Telaah diri harus memadai dalam
memampukan warga sekolah untuk membentuk asesmen yang realistis terhadap kondisi,
kebutuhan dan/masalah sekolah sebagai dasar perencanaan yang akan dilakukan. Dengan demikian
Telaah Diri (Self Review) merupakan suatu kegiatan stake holder melakukan evaluasi diri sekolah.

Identifikasi kebutuhan dan/ masalah


Identifikasi kebutuhan dan/ masalah yang dihadapi sekolah memuat tentang gambaran umum hasil
evaluasi diri sekolah dalam rangka mewujudkan visi, misi dan tujuan yang ingin diraih sekolah;
Selain itu juga memuat identifiaksi fungsi-fungsi manajemen untuk mencapai sasaran tersebut.
Pada tahap ini, selanjutnya sekolah melakukan analisis kesenjangan/gap antara hasil identifikasi
kebutuhan dan/ masalah yang dihadapi sekolah (evaluasi diri) dibandingkan dengan standar
pelayanan minimal pendidikan serta visi, misi dan tujuan serta sasaran sekolah yang diharapkan
dimasa mendatang (ideal). Besar kecilnya kesenjangan/gap tersebut memberitahukan tentang
keseriusan permasalahan yang dihadapi sekolah. Diperlukan kecermatan dan kehati-hatian dalam
menentukan fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan.
Langkah ini dilakukan sebagai tahap persiapan dalam melakukan analisa akar masalah yang
menjadi penyebab gap dengan analisis tulang ikan.

Menganalisis akar masalah penyebab gap (tulang ikan)


Cara yang yang dapat dilakukan untuk melakukan analisis akar masalah menggunakan diagram
Tulang Ikan dalam rangka mengidentifikasi penyebab suatu permasalahan yang tidak diharap
adalah sebagai berikut:

Langkah 1: Menyiapkan sesi Analisa Tulang Ikan


Langkah 2: Mengidentifikasi akibat atau masalah
Langkah 3: Mengidentifikasi berbagai kategori sebab utama
Langkah 4: Menemukan sebab-sebab potensial dengan cara sumbang saran
Langkah 5: Mengkaji kembali setiap kategori sebab utama
Langkah 6: Mencapai kesepakatan atas sebab-sebab yang paling mungkin
Langkah 7: Terapkan hasil analisis.

Pengembangan Rencana tindakan inovative


Dari alternative-alternative terbaik yang terpilih serta diyakini efektif untuk pemecahan persoalan
yang ada, Kepala Sekolah bersama-sama dengan unsur Komite Sekolah mengembangkan tindakan
yang siap untuk merealisasikan rencana dan/ program-programnya untuk mencapai sasaran yang
telah ditetapkan.

84
Rencana tindakan yang dibuat harus menjelaskan secara detail dan lugas tentang aspek-
aspek mutu yang ingin dicapai, kegiatan yang harus dilakukan, siapa yang harus melaksanakan,
kapan dan dimana dilaksanakan dan berapa biaya yang diperlukan. Hal itu juga diperlukan untuk
memudahkan sekolah dalam menjelaskan dan memperoleh dukungan dari pemerintah maupun
orangtua peserta didik, baik secara formal maupun finansial untuk melaksanakan rencana
peningkatan mutu pendidikan.

Desain Implementasi serta monitoring dan evaluasi


Dalam mendesain sebuah program peningkatan mutu sekolah, setiap faktor atau kategori utama
hasil analisis tulang ikan hal yang terpenting yang harus diperhatikan adalah kebutuhan
dilakukannya program tersebut dan akar permasalahan berkaitan dengan mutu pendidikan; untuk
itu dikembangkanlah Desain Implementasi serta Monitoring dan Evaluasi yang dimodifikasi dari
model partisipatif terdiri dari 8 langkah seperti berikut ini.
1. Penentuan latar belakang atau alasan dilakukannya pengembangan mutu secara inovatif
sesuai hasil identifikasi dan analisis kebutuhan masing-masing program
2. Merumuskan dan mengembangkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai dan manfaat dari
setiap program
3. Merancang kurikulum/memilih materi sesuai karakteristik sasaran dan waktu
pelaksanaan
4. Memilih dan mengembangkan metode dan teknik serta media pembinaan yang sesuai
setiap program
5. Menentukan pendekatan evaluasi baik proses maupun hasil
6. Melaksanakan program seperti yang dirancang
7. Melakukan monitoring dan evaluasi
8. Tindak lanjut.

Validasi
Validasi model berarti memastikan bahwa program dari model yang dikembangkan beserta
implementasinya adalah valid (sah dan diterima). Validasi bertujuan untuk membuat sesuatu yang
resmi diterima atau disetujui, terutama setelah memeriksanya.

85
BAB IV

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUTU SEKOLAH

Secara umum mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau
jasa yang menunjukkan kemampuanya dalam memuaskan kebutuhan yang ditentukan atau yang
tersirat. Dalam kontek pendidikan pengertian mutu mencakup mutu pada aspek input, proses, dan
output pendidikan (Depdiknas 2002).
Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk
berlangsungnya proses. Sesuatu yang dimaksud dalam input pendidikan berupa sumberdaya dan
perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi berlangsungnya proses. Input
sumber daya pendidikan meliputi sumber daya manusia (kepala sekolah, gulu, konselor,
karyawan, peserta didik) dan sumber daya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang bahan, dsb.).
Input perangkat pendidikan meliputi struktur organisasi sekolah, peraturan perundang-undangan
deskripsi tugas, rencana, program dsb. Input harapan-harapan dalam pendidikan berupa visi, misi,
tujuan, dan sasaran-sasaran yang ingin dicapai oleh sekolah. Kesiapan input sangat diperlukan agar
proses dapat berlangsung dengan baik (Depdikmen tth.). Dengan kata lain, input merupakan
prasyarat bagi berlangsungnya proses. Oleh karena itu, tinggi rendahnya mutu input dapat diukur
dari tingkat kesiapan input. Makin tinggi tingkat kesiapan input, makin tinggi mutu input tersebut.
Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu
yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses pendidikan disebut input pendidikan, sedang
sesuatu dari hasil proses pendidikan disebut output pendidikan. Dalam pendidikan berskala mikro
yaitu tingkat sekolah, proses pendidikan yang dimaksud meliputi: proses pengambilan keputusan,
proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar mengajar (dengan
intensitas paling dominan dalam proses pendidikan), dan proses monitoring dan evaluasi.
Proses pendidikan dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan penyerasian
serta pemaduan input sekolah (guru, siswa, kurikulum, uang, peralatan, dsb.) dilakukan secara
harmonis, sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable
learning), mampu mendorong motivasi dan minat belajar, dan benar-benar mampu
memberdayakan peserta didik. Konsep memberdayakan peserta didik mengandung arti bahwa
peserta didik tidak sekedar menguasai pengetahuan yang diajarkan oleh gurunya, akan tetapi
pengetahuan tersebut juga telah menjadi muatan nurani peserta didik, dihayati, diamalkan dalam
kehidupan sehari-hari, dan yang lebih penting lagi peserta didik tersebut mampu belajar secara
terus-menerus dan mampu mengembangkan dirinya.
Output pendidikan adalah merupakan hasil kinerja sekolah. Hasil kinerja sekolah adalah
prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses dan perilaku sekolah. Hasil kinerja sekolah dapat
diukur dari kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya, efisiensinya, inovasinya, kualitas
kehidupan kerjanya, dan moral kerjanya.
Khusus yang berkaitan dengan mutu output sekolah, hasil kinerja sekolah dapat
dijelaskan bahwa output sekolah dikatakan berkualitas atau bermutu tinggi jika prestasi sekolah,
khususnya prestasi belajar siswa menunjukkan pencapaian yang tinggi dalam: (1) prestasi
akademik berupa: nilai ulangan umum, UN, UNS, karya ilmiah, lomba akademik; dan (2) prestasi
non-akademik seperti: IMTAQ, kejujuran, kesopanan, olahraga, kesenian, keterampilan kejuruan,
dan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler lainnya. Mutu sekolah dipengaruhi oleh banyak tahapan
kegiatan yang saling berhubungan (proses) seperti misalnya perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan.

86
Berangkat dari pemahaman peningkatan mutu sekolah di atas, baik melalui peningkatan
mutu input, mutu proses dan mutu output, pada intinya diperlukan peningkatan kegiatan atau
aktifitas yang didukung oleh upaya peningkatan kualitas guru, siswa, dan sarana prasarana (Ali
1987).
Peningkatan mutu guru dapat dilakukan dengan cara guru diberi kesempatan untuk
melanjutkan sekolah, mengikuti seminar, mengikuti MGMP dan diperhatikan peningkatan
kesejahteraannya. Dengan mengikuti kegiatan-kegiatan itu diharapkan mutu guru makin
meningkat. Peningkatan mutu siswa bisa dilakukan melalui tambahan jam pelajaran untuk aspek
kognitif, meningkatkan ketrampilan-ketrampilan keimanan ketaqwaan, kedisiplinan untuk aspek
afektifnya. Sedangkan peningkatan sarana prasaranapun sangat penting dalam hal kegiatan
peningkatan mutu itu. Tanpa adanya sarana dan prasarana yang mendukung maka kegiatan yang
diprogramkan sekolahpun tidak akan berjalan dengan baik.
Untuk mencapai peningkatan mutu sekolah, pihak sekolah dapat melakukan beberapa
kegiatan yang mempengaruhi dan dapat digolongkan dalam 9 kegiatan yaitu kegiatan:
(1) peningkatan mutu belajar-mengajar,
(2) peningkatan kebudayaan/kesenian,
(3) peningkatan keimanan/keagamaan,
(4) peningkatan olah raga/pendidikan jasmani,
(5) peningkatan keterampilan komputer,
(6) peningkatan kedisiplinan stake-holder,
(7) peningkatan karya ilmiah guru dan siswa,
(8) kemampuan bahasa inggris, dan
(9) ketrampilan ekstra kurikuler.
Di sini ditegaskan bahwa dari sembilan macam kegiatan peningkatan mutu sekolah
(semua kegiatan) itu tidak harus diagihkan dengan jumlah pendanaan yang sama besar tetapi harus
sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan prioritas yang ditentukan atas hasil analisis data dan
dananya dianggarkan oleh masing-masing sekolah. Jadi prioritas penggunaan dana untuk
membiayai kegiatan apa saja dan berapa proporsi besarannya itu tergantung dengan kondisi
sekolah dan skala prioritas yang ditentukan oleh pihak sekolah.
Danim (2009) yang menyatakan bahwa untuk meningkatkan mutu sekolah ada lima
faktor dominan yang terlibat, yaitu: (1) Kepemimpinan kepala sekolah, (2) Siswa, (3) Guru, (4)
Kurikulum, (5) Jaringan kerja sama. Faktor dominan menentukan mutu sekolah seperti yang
dikemukakan di atas saling terkait satu dan lainnya. Masing-masing memiliki peran untuk
mencapai tujuan sekolah dengan maksimal. Kepemimpinan kepala sekolah berperan utama dalam
menentukan arah dan tujuan sekolah.
Faktor lainnya adalah siswa yang ada di sekolah dengan segala bakat dan keunikannya.
Guru harus mengerti akan kekhasan setiap siswa, sehingga mampu memberikan layanan sesuai
dengan kebutuhan siswa. Untuk dapat memberikan layanan yang sesuai, setiap guru harus
memiliki komitmen terhadap tugas. Danim (2009,hlmn56) mengatakan bahwa: ―keterlibatan dan
pelayanan optimal dari guru sangat diperlukan dalam proses pembelajaran sehingga tidak ada
siswa yang tidak terlayani, yang nantinya akan mempengaruhi pada pencapaian tujuan dan visi
yang ditetapkan.‖
Tujuan dan visi yang akan dicapai dikembangkan dengan berpedoman pada kurikulum.
Sejalan dengan itu, Danim (2009) mengatakan bahwa: ―adanya kurikulum yang ajeg tetapi dinamis
dapat memungkinkan dan memudahkan standar mutu yang diharapkan sehingga tujuan dapat
dicapai secara maksimal.‖
Faktor lainnya yang berpengaruh terhadap mutu sekolah adalah adanya kerja sama yang
baik antara berbagai pihak yang berkepentingan. Sebagaimana dikemukakan oleh Danim (2009
bahwa: ―jaringan kerjasama tidak hanya terbatas pada lingkungan sekolah dan masyarakat semata,

87
tetapi juga dengan organisasi lain seperti perusahaan/instansi sehingga out put dari sekolah dapat
terserap dalam dunia kerja.‖
Dari kelima faktor yang mempengaruhi mutu sekolah sebagaimana yang telah diuraikan
di atas, kepala sekolah menempati posisi puncak yang mempengaruhi mutu suatu sekolah. Hal ini
sependapat dengan Nurkolis (2003) yang menyatakan bahwa: Pada tingkat sekolah, kepala sekolah
sebagai figur kunci dalam mendorong perkembangan dan kemajuan sekolah. Kepala sekolah tidak
hanya meningkatkan tanggung jawab dan otoritasnya dalam programprogram sekolah, kurikulum
dan keputusan personil, tetapi juga memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan akuntabilitas
keberhasilan siswa dan programnya. Kepala sekolah harus pandai dalam memimpin kelompok dan
pendelegasian tugas dan wewenang. Memang kepala sekolah sebagai seorang top leader di
sekolah tidak dapat memungkiri bahwa dibawah kepemimpinannyalah mutu sekolah dipertaruh-
kan. Sekolah sebagai unit pelaksana pendidikan formal dengan keragaman potensi pendidik dan
peserta didik memerlukan pelayanan yang optimal dan beragam. Hal ini harus disadari sepenuhnya
oleh kepala sekolah.
Senada dengan itu Bahar M. (2011) mengatakan bahwa prilaku kepemimpinan kepala sekolah
yang tidak dapat menciptakan suasana dan iklim kerja yang harmonis, tidak adil dalam mengambil
keputusan, dan kurang bijaksana dalam menyelesaikan konflik serta menghadapi setiap paradigma,
akan berpengaruh terhadap mutu kinerja guru SMK.
Secara formal kepala sekolah memiliki wewenang dan bisa menjadi kharismatik sebagai
pemimpin sekolah. Keberhasilan kepala sekolah dalam menjalankan tugasnya tidak akan terlepas
dari kemampuan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi sebagai kepala sekolah. Merujuk
pada berbagai pendekatan teoritik dan empirik, salah satu tipe kepemimpinan kepala sekolah yang
dapat digunakan adalah tipe kepemimpinan transformasional. Hal tersebut didukung dengan
pendapat Bass dan Avolio (2007) yang mengemukakan bahwa: Pemimpin transformasional adalah
pemimpin yang memberikan pertimbangan-pertimbangan dan rangsangan intelektual yang
diindividualkan dan memiliki kharisma. Pemimpin seperti ini mencurahkan perhatian kepada
kebutuhan pengikutnya, mereka mengubah kesadaran pengikut akan persoalan-persoalan dengan
membantu mereka memandang masalah lama dengan cara-cara baru dan mereka mampu
membangkitkan serta mengilhami para pengikut untuk mengeluarkan upaya ekstra dalam
mencapai tujuan kelompok.

88
BAB V
PENUTUP

Mutu pendidikan di Indonesia sebagaimana dimaklumi masih cukup memprihatinkan,


kita masih menghadapi masalah persebaran mutu pendidikan yang disebabkan oleh standar
nasional Pendidikan yang belum dapat dipenuhi oleh pihak sekolah. Untuk itu, peningkatan mutu
pendidikan masih merupakan salah satu program utama yang menjadi fokus perhatian kita.
Model Analisis Diagram Tulang Ikan Untuk Pengembangan Mutu Sekolah ini diharapkan
dapat dijadikan acuan sekolah untuk mencapai standar nasional pendidikan. Walaupun masih
diakui bahwa taraf kemampuan sekolah/madrasah sangat beragam dan barangkali tidak semua
sekolah/madrasah mampu mengukuti ketentuan yang dipersyaratkan model ini. Namun besar
harapan, secara bertahap sekolah memiliki program yang lebih nyata untuk pencapai SNP sesuai
dengan harapan sekolah/madrasah, orang tua, dan pemerintah.

89
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Pendidikan dan Pelatihan: Penyusunan Rencana


Strategis Dalam Pengembangan Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat Tenaga
Kependidikan, Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga
Kependidikan.
Hafis Muaddab, 2011. Paradigma, input dan output pendidikan.http://edukasi.
kompasiana.com/2011/04/26/paradigma-input-dan-output-pendidikan-358759.html)
Imam Gozali: 2012. Implementasi Konsep TQM Dalam Pendidikan Melalui Madrasah
Model:Studi Pada MTsN Model di Brebes Jawa Tengah. Tesis. Program Pascasarjana
Institut Agama Islam Negeri Syekh Nurjati, Cirebon.
Mustaji, 2012. Teori, Model, dan Penelitian Pengembangan Dalam Perspektif Teknologi
Pembelajaran. http://pasca.tp.ac.id/site/teori-model-dan-penelitian-pengembangan-dalam-
perspektif-teknologi-pembelajaran

Scarvada, A.J., Tatiana Bouzdine-Chameeva, Susan Meyer Goldstein, Julie M.Hays, Arthur V.
Hill. 2004. A Review of the Causal Mapping Practice and Research Literature. Second
World Conference on POM and 15th Annual POM Conference, Cancun, Mexico, April
30 – May 3, 2004.
Slameto. 2005. Manajemen Sekolah. Salatiga: Widyasari.
Suparlan. 2010. Susahnya Membuat Renstra. http://suparlan.com/40/2010/02/25/ susahnya-
membuat-renstra/
Susilawati, 2014. Pengaruh kualitas layanan guru dankepemimpinan transformasional kepala
sekolah terhadap mutu sekolah dasar di kota Cilegon. repository.upi.edu
Tri Sadono1, Bambang Ismanto dan Arief Sadjiarto. 2014. Strategi Untuk Peningkatan Mutu
Sekolah Berdasarkan Analisis Fishbone di SD Negeri Margolelo, Kandangan,
Temanggung. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan. ―Pengembangan Profesi Guru
dan Dosen Melalui Penulisan Jurnal Ilmiah Pendidikan‖ Ikatan Sarjana Pendidikan
Indonesia (ISPI) Jawa Tengah. Surakarta, 15 November 2014.

90
Lampiran Draf Artikel Untuk Seminar atau Peblikasi Jurnal
The Application of Fishbone Diagram Analisis to Improve School
Quality

Slameto
Satya Wacana Christian University, Salatiga
slameto_uksw@yahoo.com

ABSTRACT
The research problems are: 1) What steps are to take in a program
development aimed at improving the quality of school using a fishbone analysis?
2) Is the program model using fishbone analysis effective and efficient in meeting
the school‘s needs to improve its quality? This is research and developmental
which comprises 3 phases, namely Preliminary Study, Model Development, and
Evaluation/Model Testing. The qualitative data come from the input of
management experts and the result of interviews/FGD with stakeholders. The
quantitative data are obtained from the assessment of management experts on the
product draft, the observation sheets for the field study on the standards of
education, and the try out. Data analisis on the validation result uses a descriptive
analysis technique. Data from the questionnaire are analyzed by descriptive
statistical technique. The results are: 1) the developmental steps in the school
quality improvement program by way of fish bone analysis have gone through 6
phases, 2) the research product using fish bone diagram has proved to be simple,
applicable, important, controllable, as well as adaptable. Furthermore, it is
communicable, so that it has been effective and efficient in meeting the school‘s
needs for making its educational quality improved.

Key words: Planning Model, School Quality, Cause Root Analisis.

INTRODUCTION
A school vision is a moral imagination which becomes a basis or reference
in determining objectives or expected future state of the school. The school vision
becomes the basis or reference in making statements of mission, objectives, goal
for the school program as well as a future direction for the development of the
school. Simply put, vision is a future profile, a future dream to maintain the
school‘s survival and its development (Herry Naap, 2007).
A mission is vision‘s breakdown in the form of statements for tasks,
obligations, and action plans which become directions to make vision realized. A
school vision, therefore, is a group of duties which must be carried out by the
school. As a note, as an action to realize mission, mission may comprise aspects,
such as teaching-learning, development of religious morality, school climate,
school management, and the like (Herry Naap, 2007).

91
Starting from vision and mission, the school then formulates objectives.
The school objectives are the breakdown of the school vision and mission, or, a
step to realie the school vision which is already stated. If vision and mission are
seemingly a long range achievement, the school objective is for a middle range
achievement (3–5 years). There is no fixed time span, but it is tied to one
educational in prder to make further details more easily. If vision is a future, ideal
profile, then the objectives to be achieved in 4 years‘ time may not have been
completed. In other words, objectives are the further breakdown of vision. (Herry
Naap, 2007).
Identification of real challenges of a school contains a general situation of
challenges faced by the school in its effort to realize its vision, mission, and
objectives to be achieved by the school. At this phase, the school makes an
analisis of the output, which results in an identification of real challenges faced by
the school. Challenges are a difference between the school output and the ideal
expected in the future. The size of the difference tells about the size of challenges
or leaps. Generally speaking, the real challenges faced by the school originate
from the school output, which can be divided into 4 categories, namely, quality,
productivity, effectivity, and efficiency. The school targets or objectives contain
those which will be achieved including the school needs. A target is an objective
which is stated by taking into account real challenges faced by the school.
Although the target is formulated on the basis of real challenges faced by the
school, its statement must constantly refer to the school vision, mission, and the
school objectives. The situational goal of objective of the school is also often
called a short range objective (Herry Naap, 2007).
As soon as the target is determined, the next step is the identification of
function in order to achieve the target. This step is taken as a preliminary phase to
make a SWOT analisis, for example. It needs accuracy and care in deciding
functions needed to achieve the target already determined. Alternative steps in
solving problems include those which will be taken to achieve the school‘s
vision, mission, and objectives in its effort to make use of potencies of the school
together with the steps taken in overcoming weaknesses and threats on the
school (Mayang Puji Lestari, 2011).
With the imposition of the Indonesian Education National Standard
(SNPI), to measure the school quality has been clear; SNPI will function as a
reference for school development to improve its quality. Whatever form the
school‘s quality improvement takes in, it should be programmed quite well. This
good program will make it easy to carry out. The program should also be
prepared in a good proposal.
A school operational program contains vision, mission, and objectives of
the school, identification of real challenges faced by the school, targets/objectives,
identification of target functions, SWOT analisis which contains a short analysis
in the level of function readiness, steps in problem solutions, quality improvement
plans and program, and the school budget (RAPBS) (Herry Naap, 2007).
In a real school condition, even though the school has made its
improvement program, such a program has not been based on a deep scientific
study; many principals experience constraints in developing a program for quality
improvement of their schools. Few of them have undertaken a SWOT analisis, but
they face a problem in deciding to use an appropriate strategy. A direct result of

92
this low quality program should be a poor achievement of objectives in its
implementation. In Roca‘s experience (Roca, 2005 in Collective Leadership
Works, www.theinnovationcenter.org), he used the fishbone process with great
success to help the group formulate thorough plans of action. It is necessary,
therefore, that there should be a useful model for a school to have assistance in its
effort to develop its quality improvement program.

RESEARCH PROBLEMS
1. What steps should be taken to develop a quality improvement program by
using fish bone analysis?
2. Is the quality improvement program using fish bone analysis effective and
efficient in meeting the school‘s needs in its effort to improve its quality?

THEORY
Cause and Effect diagram or Fishbone diagram is a graphic technique and
is a good tool to find and analyze significantly affecting factors in identifying the
characteristics of work output quality (Shu San Gan, et al., undated). This
fishbone diagram is known as a cause and effect diagram. Why is it that this
Ishikawa‘s diagram has been called ―fish bone‖? Well, when we observe the
diagram, the fishbone, its form has a similarity to a fish, which has a head (as
an effect) and a body in the form of bones, illustrated as causes of known
problems (Tiann, 2012). The causing factors may be raw material, machinery,
manpower, and method. All that are related to raw material, machinery,
manpower, and method ―at present‖ are written out and analized to find which
factors supposingly indicate a ―deviation‖ and have potential to become a
problem. Each category has causes which need explaning in a brainstorming
session (Eris Kusnadi, 2011).
Scarvada (2004) says that the fishbone diagram can be enlarged into a
cause-and-effect diagram. This extension of fishbone diagram can be done
through a questioning technique ―How come it‘s up to five whys?‖ (Pande &
Holpp, in Scarvada, 2004). Thus, by identifying the causes of the effect, it is
hoped that the result of the production process can be improved by changing the
controlled factor of a process. This diagram is also useful to identification of
causes of a potential problem. A cause-and-effect diagram focuses on
emphasizing a problem or a symptom of a problem. This diagram can also present
causes of a problem by connecting them into one group.
Fishbone diagrams are used to identify and systematically list the different
root causes that can be attributed to a problem. Thus, these diagrams help to
determine which of several causes has the greatest effect. The main application of
these diagrams is the dispersion analysis. In dispersion analysis, each major cause
is thoroughly analyzed by investigating the sub causes and their impact on quality
characteristics. The Fishbone diagram helps to analyze the reasons for any
variability or dispersion (K.G. Durga Prasad, K.Venkata Subbaiah, G.Padmavathi.
2012). Cause-and-effect fishbone diagrams focus on the problem emphasized or
the symptom which becomes root causes. By identifying a real problem and
finding a root cause, an alternative action plan can be formulated or identified
which in turn becomes a way out in improving the quality of education. Further,

93
alternatives are analized on the basis of particular criteria, qualitatively or
quantitatively. Lastly, the best alternative is chosen on the basis of particular
criteria and priority, and finally a decision can be taken.
Why root cause analysis? RCA 1) eliminates unfounded opinion, prejudice,
and organizational myth, 2) reduces false starts, patching of symptoms, and waste
of scarce resources, 3) converts data to information, knowledge, understanding,
and wisdom, 4) improves data‐based decision making (Preuss, 2003; City Process
Management, 2008). The advantage of Fishbone diagram is that it can break down
each identified problem and everybody involved can contribute suggestions which
may be the cause of the problem (Sri Yani, 2007). The fishbone diagram is both a
tool and a technique to identify a solution to a problem creatively for the
improvement of educational quality. According to a research by Aroem (2013),
the root cause analysis has an important role in educational innovation in deciding
further corrective and innovative policies. A symptom, phenomenon, gap, or
disharmony which exists in the process of education, or any actual problem
arising both theoretically and practically, in macro or micro circumstances, can be
analyzed by this diagram (Kusun Dahari, 2013).
There are three basic concepts which need differentiating in improving
quality control, quality assurance and total quality. Quality control historically is
the oldest quality concept. Its activity involves detection and elimination of failing
or out-of-standard products. Its aim is only to accept successful products and
refuse failing ones. In the area of education, quality control is implemented by
executing summative testing and final examination. The result of the examination
can be used to account for the quality control (Priyanti Rahayu, 2015).
According to the National Education Department (Departemen Pendidikan
Nasional, 2007), educational quality control is a series of inter-related processes to
collect, analyze, and report data on the educational program or activities in
reaching quality of education. The process of quality assurance starts with
identifying achievement aspect and improvement priority as well as data supply as
a basis for planning and decison making and help build a culture of sustainable
quality improvement. The achievement of quality education in elementary and
middle education is studied on the basis of eight national standards for education
from the Body of National Education Standards (BSNP) (Darno Harun, 2014).
Quality assurance and improvement in the elementary and middle education in
Indonesia are related to three main aspects, namely: (1) study of educational
quality, (2) analysis and report of educational quality, and (3) improvement of
quality and growing the culture of continuous quality improvement. Especially for
the first aspect, it is simply meant that in the study of educational aspect there
need to be mapping and determining steps for the achievement of the quality. One
of the activities in mapping is done through the School Self-Evaluation (EDS) and
other instruments which can add on information about the profile of the school.
The activity in determining steps for quality achievement is a systematic, rasional,
and measurable plan, formulated by the school to achieve quality education
(Darno Harun, 2014).
A reference for quality used in the achievement in the school level is the
National Standard of Education (SNP) and other standards which are agreed by
the community group, i.e, the standard which is put by the school and or another
referential institution. Other standards agreed by the community group is used

94
after the National Standards are fulfilled by the school according to its special
stream, level, and type of education (Darno Harun, 2014).
A minimal target of school development which is contained in every plan of
school development must use the standards for educational operation in effect
nationally (Risma Hastuti, 2013). The Government Regulation No. 19, 2005 on
National Standard of Education is a detailed stipulation on national standards of
education as said in the Law of National System of Education No. 20, 2003. The
government regulation determines the direction of national education reform in
order to achieve the vision, mission, and objectives of the national education.
There are eight standards: Standard of Content, Standard of Process, Standard of
Graduate Competence, Standard of Educator and Teacher Competence, Standard
of Means and Infra-structure, Standard of Management, Standard of Finance, and
Standard of Assessment.
Plans of Operation which the school makes comprise Middle-range Plan (4
years) and Annual Plan. Plans of Operation of Elementary and Middle Education
must be agreed upon in the meeting of education committee after attending to
considerations of the School Committee. School planning is important to make in
order to give direction and guide to educators in their effort to make changes or
achieve better objectives (e.g. improvement, development) with the least risks and
minimal future uncertainty. School planning is a process of formulating a picture
of future educational activities to achieve stipulated changes and educational
objectives (Masrifah, 2014).
Daft (1988:100) says, ―When planning is done well, the other management
functions can be done well.‖ Planning is essentially an effort to determine where
an organization is to go in the future and how to arrive at the destination. In other
words, planning means defining a destination to be achieved by an organization,
and making decisions on duties and utility of resources needed to achieve the
destination. A plan, on the other hand, is the result of a planning process in the
form of a blueprint of resource allocation needed, schedule, and other activities in
order to achieve objectives n (Martiman Sarumaha, 2013). Further, Clark County
School District (2012) mentions about steps in the school planning process usng
the root cause analysis, which is illustrated as follows.

95
School Self-Evaluation (EDS) is developed in line with educational quality
assurance system, especially that which is linked with the school development
plan and school-based management. The implementation of SSE in relation with
the ongoing institutional practice and role, such as the school-based management,
the school development plan, the school accreditation, the implementation of the
National Education System (SPN) and the National Education Standard (SNP),
the role of LPMP/BDK, the role of Inspector, and educational management
performed by the provincial and regency/city governments, the National
Development Plan in Education, the Strategic Plan of the National Education
Ministry, and the Strategic Plan of the Religion Ministry.
During the process of School Self-Assessment (EDS), it is expected a clear
vision on what stakeholders want their school to be can be formulated. In order to
formulate a vision, all stakeholders must be involved in the process to agree upon
values and principles to be decided on. It is this collective vision that will lead the
development of the school to the clearer future. The school measures the impact
of its various activities in relation with students and teaching-learning process;
every year the school also examines the result and the impact of teaching-learning
activities and how it can satisfy its students‘ needs. The crucial thing in this
process is that the school must use the evaluation in order to put priority on a
section that needs improvement and prepares development and improvement plans
for the school. This process then becomes part of the continuous development
and improvement cycle (Rukiah, 2011).
The process of School Self-Review (EDS) becomes a reflection session to
make a change and improvement of work patterns, and it is considered successful
if it can bring the school to the improvement of educational services.
Consequently, the school will become the main agent in quality improvement and
will give assurance to quality educational services.

METHOD
This research is an investigation and development research. To put it in an
outline, it is ―a program development to improve the school quality using a

96
fishbone analysis‖, which is divided into three stages, namely: phase I Preliminary
Study, phase II Model Development, and phase III Evaluation/Model Testing. The
preliminary study is conducted by using desriptive qualitative approach. The
qualitative study is strated with literature study, followed by a field study on the
educational standards which will be used as a reference for school quality
improvement by using a fishbone analysis which will be developed. The
preliminary study ends with a description and fishbone analysis as findings
(Factual Model). In phase II a Hypothetic Model is formed as a basis for the
Development Model (product design) which is ready for validation and revision
on the basis of the validator‘s input. Next, a limited try out on the product to be
developed is carried out. In phase III Evaluasi/ Pengujian Model, the Hypothetic
Model is validated, revised and limitedly tried out. The subject for the try out is
the Principal of SD Sidorejo District and is conducted using the FGD. Its result is
then revised to become the Final Model.
The data obtained in this research are both qualitative and quantitative.
The qualitative data come from the input of a management expert and the result of
the interview/FGD with stakeholders. The quantitative data are obtained from the
assessment of the management expert on the product draft, the observation sheet
for the field study on the educational standards, and the try out.
The instrument for data collection for validity test in this research comes
from an expert and the limited try out. The expert‘s validity test uses validation
sheets (experts in educational technology, management, and education policies).
The instruments for the limited try out use observation sheets, interview
guide/FGD, questionnaire, and documentation.
The expert‘s analysis on data validation uses descriptive analysis technique.
Data from the questionaire are analysed by descriptive statistical technique
resulting in four categories of data (low, medium, high, and very high).

RESULTS
Preliminary Study
The preliminary study phase was carried out by applying descriptive
qualitative approach. The qualitative study was started with literature study, then
followed by a field study on educational standards which became a reference for
school quality improvement by applying the fishbone analysis to be developed. In
this literary study, the standard of management originated from the Body of
National Education Standards was produced. The preliminary study ended with a
description and data analysis as a finding (Factual Model) as follows:

97
Factual Model

First, there are a few strategic plans which unfortunately are made only by
copying and pasting with no modification.
Second, vision is formulated in an ambivalent way.
Third, no sufficient data support.
Fourth, the strategic plan available seems superfluous due to being under
instruction rather than a need for making a strategic plan.
Fifth, not just a format or a wrapping, but its content is more important.
Sixth, a real strategic plan is a medium-range plan (five years), as a breakdown of
a long-range plan (twenty five years).
Seventh, a strategic plan is not only made by one person, but by all stakeholders
together.

Model Development (Product design)


The construction of a school quality development model is generally related
to the following: 1) School Vision, i.e., a school development profile to be desired
in the future (long range), 2) School Mission, which contains actions or efforts to
realize the school vision that has been formulated beforehand, 3) Objectives of
school development, which describe what to be achieved in developing the school
quality during a particular period of time, for enstance, 3-5 years, 4) Real
challenges faced by the school, that is, a gap between the desired objectives and
the present condition of the school, 5) Targets of school quality development,
what are desired by the school in the short run, for example, one year, 6)
Identification of functions which have important role in the achievement of the
targets, 7) Analysis of every function which has been identified, 8) Identification
of alternative steps to improve the school quality in an effort to overcome the
school drawbacks, and 9) School plans and programs which are developed from
the chosen alternatives in order to achieve the quality target that has been
formulated (Metta Adnyana, 2014).
One thing that needs attention in formulating a plan of developing school
quality is the involvement of all groups of stakeholders, for example teachers,
students, administrative staff, parents, community leaders who have concerns
about school. Why? Because in that way, it is desirable that the decision for the
school development plan become the ―possession‖ of all parties involved. It is
also true that the involvement of the school members depends on the potential of
each group.
School development plan comprehensively covers the long range
expectation as dictated by the school vision, the middle range expectation as
shown by the school objectives, and short range target as well as how to achieve
the target. When the stages are done consistantly, the consequtive target
achievements will accumulate and finally the school vision is reached. (Puji
Winarko, 2012).

98
Hipothetical Model for the Development of School Quality Using Fishbone
Analysis
The process of school quality development plan afore mentioned must at least
comprise steps as shoen in the following diagram. This hypothetical model is
equipped with a guide for development steps and instruments used in the design
of the school quality development program.

Vision, Mission and Objectives

Self-Review, Identification of
Needs/Problems/Gap

Analysis of Root Problems Causing


Gap (Fishbone/RCA)

Innovative Development of
Action Plan

Design of Implementation

serta monev

Validation

Hypothetical Model for School Quality Development Using Fishbone Diagram

School Vision
School vision is a mental imagination which serves as a basis or reference in determining
future situation specifically expected by the school. The school vision is a basis or reference
in formulating mission, objectives, school program targets, and direction for future school
development.
Mission

Mission is the breakdown of vision in the form of duties, obligation, and action plans for the
realization of vision. School mission consists of a series of tasks which must be implemented
by the school. The tasks take the form of activities to realize vision. Starting from vision and
mission, the school formulates objectives (Herry Naap, 2007).

99
School Objectives

School objectives are further breakdown of school mission and are steps away to realize the
mission already formulated beforehand. If vision and mission are for a long range
achievement, school objectives are for a middle range achievement (3–5 years) (Herry Naap,
2007).

Self-Review

Self-Review is an activity to overview the present situation of an organization. The overview


is a means to make clear the way to a better future. It is the basis for future planning (Tirta
Wahyudi, 2014). The activity of self-review is done by stakeholders to assess the school.

Identification of Needs and Problems

Identifying needs and problems that the school encounters involves general picture of results
of the school self-review in realizing vision, mission, and school objectives. In addition, the
identification of management to meet the target is also necessary (Herry Naap, 2007). This
step is taken as a beginning stage in doing the analysis of root problems causing the gap by
way of fishbone analysis.

Analyzing Root Problems Causing the Gap (Fishbone)

A procedure to use to analyze root problems using Fishbone diagram in the identification of
causes of an undesired problem is as follows: 1) prepare Fishbone Analysis session 2) identify
effects or problems, 3) identify any main causes category, 4) find potential causes by asking
for suggestions, 5) review each main cause category, 6) find consensus for possible causes,
and 7) apply analisys results.

Development of Innovative Action Plan

Out of the best alternatives being chosen and trusted to be effective to solve problems, the
Principal together with the School Committee develop actions to execute plans and programs
to meet the targets (Herry Naap, 2007; Syamsul Bahri, 2014).

Implementation Design and Monitoring and Evaluation

In designing a program for improving school quality, each factor or main category as a result
of fishbone analysis should be matched with the need for implementing the program as well
as with the root problem. For this reason, an Implementation Design and Monitoring and
Evaluation are developed out of the partisipative model that has been modified. The program
comprises 8 steps: 1) Describing a background or a reason for developing quality innovatively
in line with the result of the needs identification of each program, 2) Formulating and
develoiping objectives and the advantages of each program, 3) Constructing
curriculum/selecting materials appropriate with the target characteristics and time of
implementation, 4) Selecting and developing method and technique as well as appropriate
media for each program, 5) Deciding on evaluation approach for both the process and the
results, 6) Implementing the program as planned, 7) Carrying out monitoring and evaluation,
and 8) Follow up.

100
Validation

Validating a model means to ensure that the program from the model being developed along
with its implementation is valid (acceptable). Validation is aimed at making something
officially accepted or agreed on, especially after examination.

Design Validation
The resulting hypothetical development model for the development of
school quality by fishbone diagram was then validated by three experts (1
educational technology expert, 1 educational management expert, and 1 pedagogy
expert) using validation sheet instruments that had been provided. Out of 3
validators, it was found that this model showed a high identification of key
pattern, in which each phase in the design or pattern is detailed, enough. This
model indicates the existence of selection or modification of a part of the process
which needs high level improvementm the process/steps already developed in this
model have high quality, the level of revision which was done in this model is in
the moderate level. The model being developed is quite simple and applicable,
having high level in its being important, controllable, adaptable, as well as
communicable. In addition to the above data, an input was found, such as a need
for strengthening the theory, making more clearly (with examples) the syntax of
fishbone analysis, and a better setting.

Design Revision
Based on the result of validation and input above, the following
improvements were made: 1) Completing with a description about the model and
the type of model being developed, i.e., model procedure, 2) Elaborating the
description about the fishbone analysis theory, 3) Revising the guide bya taking
into account the input from the validators and the more operational use of
language, 4) Editing and setting up the draft into a better appearance. The result
of the revision on the hypothetical model into this model is ready for try out in the
next phase.

Product Try Out


The product tryout---in this case, the school quality development model
using the fishbone diagram, was carried out by FGD to 17 Principals of SD
Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga. After one session of FGD, the school
development program was made. It was agreed that the root problem of the low
quality of education in Kecamatan Sidorejo was among others the poor
performance of the Principal in PKG and PKB, resulting in many of the teachers
were worried about the application of the Ministerial Regulation (Permenagpan
RB) no. 16, 2009 which will be effective in 2016. The agreed solution was the
necessity of the principal‘s assistance and senior teachers (rank IV/A above) to
perform Class/School Action Research (PTK/S) and to write out the result of the
research in the periodicals or an ISBN scientific journal. After the FGD, mapping
the results of fishbone diagram analysis, and developing a program, the program
was implemented. At the end of the implementation, assistance in evaluating the
participants was conducted.

101
The result of the participants‘ evaluation is as follows: the assistance
proces indicates the fulfilment of the principal and senior teacher‘s need in
assessing teachers‘ performances in the high level. Activities or phases that need
be done by the participants to reach the target are clear. The assistance gave
motivation to the participants to conduct Class/School Action Research as
required by teacher‘s Professional Development in a high level. The proces in the
assistance to improve the participants‘ pedagogic ability was a good quality one.
They became optimistic to follow up their knowledge and skills obtained from the
assistance in improving teaching quality in their respective school. The assistance
model that has been developed is high enough in view of its simplicity,
applicability, significance, controlable, adjustable to the local school condition,
and communicable.

Revision and Product Perfection


Based on the result of the tryout, substantial improvement did not happen
because the participants‘ assessment is good enough, resulting that the school
quality improvement program using fishbone diagram becomes a final model
ready to use for perfection. Editing and setting the ―Final Model for the
Development of School Quality by Fishbone Diagram‖ based on revision and
limited tryout were made according to UNESCO‘s standard format, that is, in
the form of a book sizing in length 23 cm and width 15.5 cm. The final model
of School Quality Improvement Model by Fishbone Diagram includes 3
sections, i.e., front, central, and back. The front section includes (outside and
inside) and French page; the central part includes 5 chapters: Chapter 1.
Introduction, Chapter 2. Theories; Chapter 3. Model; Chapter 4. Effecting
Factors; and Chapter 5. Closure. The back section comprise List of references
and Guide to Model Operation ―Final Model for School Quality Improvement
Development by Fishbone Diagram‖. This book is ready for copyright
application.

DISCUSSION
Tri Sadono, Bambang Ismanto, and Arief Sadjiarto (2014) conducted a
research on ―Strategy for School Quality Improvement Based on the Fishbone
Analisis in SD Negeri Margolelo, Kandangan, Temanggung‖. They found
strategies that must be done to improve school quality with the hope that the
school may implement those strategies. In order to apply educational quality
management successfully in teaching-learning in a classroom, principles of
quality management as formulated by Edward Deming and presented by Juran in
which a tool and technique for quality improvement need to be used, make use of
fishbone diagram technique. In Imam Gozali‘s research finding (2012), it was
found that there was a positive effect on the improvement of educational quality
of MTsN Model Brebes. The school succeeded in creating its educational quality
that meets the standards, both academically and non-academically. Students
graduated with the highest scores above the minimal completion criteria (KKM),
as well as other high achievements, so that the school becomes a magnet to the
community. In addition, Intan Noor Cahyanti in her research (2008) found that
the realization of the school development plan gives effect on the quality
improvement of all SMPs in Kabupaten Kendal in as big as 84%.

102
Tri Sadono, Bambang Ismanto, and Arief Sadjiarto (2014) and Imam
Gozali‘s (2012) researches both on educational quality viewed from fishbone
diagram analysis found a positive results. The research done by Tri Sadono,
Bambang Ismanto dan Arief Sadjiarto (2014) presented a strategy to solve a
problem, while both Imam Gozali (2012) and Intan Noor Cahyanti (2008) only
exposed facts and they did not perform treatment. Unlike these researches, the
writer produces ―a model of program development for quality improvement by
fishbone abalysis‖. This product has proven to be simple and applicable,
important, controllable, adaptable, and communicable.
The findings of school quality development program using fishbone
diagram analysis (root cause analysis) becomes interesting, since ―Pioneering
efforts to promote data-driven decision making within districts and schools have
found that the active promotion of the effort on the part of the superintendent or
principal is vital‖ (Marsh, Pane, and Hamilton 2006). District and school leaders
issue the ―call to arms‖ for improving education and using data as a tool to bring
about that improvement. Typically, they play a major role in framing targets for
educational improvement, setting expectations for staff participation in data-
driven decision making (Barbara Means, Christine Padilla, Larry Gallagher,
2010).
The fishbone analysis is certainly a very good way to reveal inside picture
of one particular issue. It is of great usage also to for going inside into the story
and that help to detect relevant issues simultaneously (American Society for
Quality, 2005). The fishbone diagram and analysis was very innovative and
efficient way of resolving key issues of the organizations. It has some draw backs
but that doesn‘t minimize the wonderful way of analysis it provides (Tarun Kanti
Bose. 2012).

CLOSING
Planning, organizing, mobilizing or leading, and controlling are functions
which must be done in the management process. If it is illustrated in a cycle,
planning is the first step of the whole management process. Planning can be said
as the most important function among other management functions. Planning in
its essence is a determining effort to lead the organization to the future and how to
reach the destination. Whatever is done later in the management process starts
from planning. When planning is done well, the other management functions can
be done well (Daft, 1988).
The phases in the school quality development program through planning
by using fishbone analysis starts from: 1) an overview of Vision and Mission to
formulate school objectives; 2) Self Review, identification of Needs and Problems
as a preparation stage; 3) analyzing problem root causing a gap by using fishbone
analysis (7 phases); 4) developing Innovative Action Plan; 5) Implementation
Design and Monitoring, and Evaluation, which comprise 8 phases; and 6)
Validation to make something officially acceptable or agreed on, especially after
examination. This research product in the form of school quality development
program by fishbone diagram is simple, applicable, important, controllable,
adaptable, and communicable so that it becomes effektive and efficient in meeting
the school needs to improve its educational quality.

103
This model is ready for replication in schools where they encounter
difficulty or problem in improving their quslity of education. For future researches
on this method, such a research can take place in areas where there are a sequence
of causes and a problem of how to put more emphasis on particular causes in
higher magnitudes (Tarun Kanti Bose. 2012).

Acknoledgement

REFERENCES
American Society for Quality. 2005, Fishbone diagram. http://www.asq.org/
Barbara Means, Christine Padilla, Larry Gallagher. 2010. Use of Education Data
at the Local Level From Accountability to Instructional Improvement. U.S.
Department of Education Office of Planning, Evaluation and Policy
Development
City Process Management, 2008, Cause and Effect Analysis using the Ishikawa
Fishbone & 5 Whys.cityprocessmanagement.com/Downloads/CPM_5Ys.pdf
Clark County School District. 2012. School Improvement Planning Basics: Root
Cause Analysis. http://ccsd.net/resources/aarsi-school-improvement/pdf/
Daft, Richard L. 1988. Management. Chicago: The Dryden Press.
Darno Harun. 2014. Manual Mutu. http://korwastjt.blogspot.co.id/2014/02/
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Pendidikan dan Pelatihan: Penyusunan
Rencana Strategis Dalam Pengembangan Sekolah Dasar. Jakarta:
Direktorat Tenaga Kependidikan, Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu
Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Eris Kusnadi. 2011. Fishbone Diagram dan Langkah-langkah Pembuatannya.
https://eriskusnadi.wordpress.com/2011/12/24/
Herry Naap. 2007. Perencanaan Pengembangan Sekolah. http://www.cityprocess
management.com
Imam Gozali: 2012. Implementasi Konsep TQM Dalam Pendidikan Melalui
Madrasah Model:Studi Pada MTsN Model di Brebes Jawa Tengah. Tesis.
Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Syekh Nurjati, Cirebon.
Intan Noor Cahyanti, 2008. Pengaruh Capaian Program Subsidi Sekolah dan
Realisasi Rencana Pengembangan Sekolah Terhadap Peningkatan Mutu
Pendidikan SMP se-Kabupaten Kendal. Tesis. Program Studi Manajemen
Pendidikan Universitas Negeri Semarang.
K.G. Durga Prasad, K.Venkata Subbaiah, G.Padmavathi.2012. Application of Six
Sigma Methodology in an Engineering Educational Institution.
International Journal of Emerging Sciences, 2 (2), 210-221, June 2012).

104
Kusun Dahari. 2013. Konsep Penyelesaian Masalah. http://dahare.blogspot.co.id/
2013/02/
Marsh, J. A., J. F. Pane, and L. S. Hamilton, 2006. Making sense of data-driven
decision making in education. Santa Monica, Calif.: RAND.
Martiman Sarumaha. 2013. Implementasi Rencana Strategi (Renstra)
Pengembangan dan Pembangunan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (STKIP) Nias Selatan. http://www.academia.edu/5800318/
Strategic_planning
Masrifah. 2014. Evaluating yang dilakukan pada Lembaga PAUD Al-Falah
Darussalam Tropodo. http://azzahramasrifah.blogspot.co.id/2014/12/karya-
ilmiah-evaluating-manajemen-pnf.html
Mayang Puji Lestari. 2011. Sistem Informasi Manajemen 1: Keamanan Dan
Kontrol Sistem Informasi . http://blogtugass.blogspot.com
Metta Adnyana. 2014. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah.
http://mettaadnyana. blogspot.co.id/2014/01/
Preus, 2003, Root Cause Analysis: Using Data to Dissolve Problems.
http://www.isbe.net/ spec-ed/conf/2010/pdf/session3_root.pdf.
Priyanti Rahayu. 2015. Kilas Balik Pendidikan di Indonesia. http://priyantia007.
blogspot.co.id/2015_06_01_archive.html
Puji Winarko. 2012. Materi Manajemen Pendidikan. http://duniaweb-
site.blogspot.co.id/ 2012/04/
Risma Hastuti. 2013. Model Asesmen Kebutuhan Sarana dan Prasarana Sekolah
Negeri oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota Sehubungan dengan
Standar Sarana dan Prasarana Dalam PP 19/2005 Tentang Standar
Nasional Pendidikan. https:// zukhrufarisma.wordpress.com/2013/ 04/09/
Roca, 2005. Collective Leadership Works, www.theinnovationcenter.org
Rukiah. 2011. Evaluasi Diri Sekolah dan Madrasah (EDS/M). https://didikduro.
wordpress.com/2011/04/06/
Scarvada, A.J., Tatiana Bouzdine-Chameeva, Susan Meyer Goldstein, Julie
M.Hays, Arthur V. Hill. 2004. A Review of the Causal Mapping Practice
and Research Literature. Second World Conference on POM and 15th
Annual POM Conference, Cancun, Mexico, April 30 – May 3, 2004.
Shu San Gan, dkk. tth. Desain Eksperimen untuk Mengoptimalkan Proses
Pengecoran Saluran Keluar Teko. http://www.academia.edu/1071634/
Syamsul Bahri, 2014. Pengembangan Perencanaan Sekolah. http://atibilombok.
blogspot.co.id/2014/06/makalah-pengelolaan-pendidikan_25.html
Tarun Kanti Bose. 2012. Application of Fishbone Analysis for Evaluating Supply
Chain and Business Process-A Case Study on the St James Hospital.
International Journal of Managing Value and Supply Chains (IJMVSC)
Vol. 3, No. 2, June 2012.

105
Tiann. 2012. Diagram Fishbone dari Ishikawa. https://tianno.wordpress.com/
2012/05/
Tri Sadono, Bambang Ismanto dan Arief Sadjiarto. 2014. Strategi Untuk
Peningkatan Mutu Sekolah Berdasarkan Analisis Fishbone di SD Negeri
Margolelo, Kandangan, Temanggung. Prosiding Seminar Nasional
Pendidikan. ―Pengembangan Profesi Guru dan Dosen Melalui Penulisan
Jurnal Ilmiah Pendidikan‖ Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) Jawa
Tengah. Surakarta, 15 November 2014

-0-

106

Anda mungkin juga menyukai