A. Nilai
a. Pengertian
Ada beberapa pengertian nilai yaitu :
1. Nilai adalah suatu yang berharga, keyakinan yang dipegang sedemikian rupa oleh
sesorang sesuai dengan tuntunan hati nuraninya ( pengertian secara umum)
2. Nilai adalah seperangkat keyakinan dan sikap-sikap pribadi seseorang tentang
kebenaran, keindahan, dan penghargaan dari suatu pemikiran, obyek, perilaku yang
berorientasi pada tindakan dan pemberian arah serta makna pada kehidupan
seseorang (simon,1973)
3. Nilai adalah keyakinan seseorang tentang sesuatu yang berharga, kebenaran,atau
keinginan mengenai ide-ide obyek atau perilaku khusus (znowski,1974)
b. Ciri-ciri nilai
Ada beberapa ciri-ciri nilai yaitu :
1. Nilai-nilai membentuk dasar perilaku seseorang.
2. Nilai-nilai nyata dari seseorang diperlihatkan melalui pola perilaku yang konsisten
3. Nilai-nilai menjadi kontrol internal bagi perilaku seseorang
4. Nilai-nilai merupakan komponen intelektual dan emosional dari seseorang yang
secara intelektual diyakini tentang suatu nilai serta memegang teguh dan
mempertahankannya
Untuk praktek sebagai perawat profesional, diperlukan nilai-nilai yang sesuai dengan
kode etik profesi, antara lain dengan :
Falsafah seseorang untuk mengintegrasikan nilai-nilai adalah spiritual, sosial, dan etika
yang dapat menghasilkan suatu kode atau peraturan. Menghargai privasi adalah dasar
nilai etis untuk keperawatan. Mahasiswa keperawatan belajar dengan cara
membiasakan diri “menjadi sensitif terhadap perasaan-perasaan pasien dan memahami
kebutuhannya”.
B. Norma
Norma adalah aturan atau kaidah yang dipakai sebagai tolak ukur menilai sesuatu,
berdasarkan kekuatannya norma yang berada dalam masyarakat mempunyai kekuatan
mengikat yang berbeda.
C. Budaya
Menurut adreas eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai, norma, ilmu
pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain
Sedangkan edward B. Taylor mengumumkan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan
kompleks yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, keseniaan, moral,
hukum, adat-istiadat dan kemampuan lain yang didapat sebagai anggota masyarakat.
D. Agama
Ada beberapa pengertian keyakinan/agama yaitu :
1. Keyakinan adalah sesuatu yang diterima sebagai kebenaran melalui pertimbangan dan
kemungkinan, tindakan berdasarkan kenyataan
2. Keyakinan merupakan pengorganisasian konsep kognitif, misalnya individu memegang
keyakinan yang dapat di butuhkan melalui kejadian yang dapat dipercaya
3. Tradisi rakyat atau keluarga merupakan keyakinan yang berjalan dari suatu generasi ke
generasi lain.
Menurut kamus besar bahasa indonesia agama adalah sistim atau prinsip kepercayaan
kepada tuhan, keyakinan ini membawa manusia untuk mencari kedekatan diri kepada tuhan
dengan cara menghapuskan diri yaitu :
Menerima segala kepastian yang menimpa dirinya dan sekitarnya serta yakin berasal
dari tuhan
Menanti segenap ketetapan, aturan, hukum, dan lain-lain yang diyakini berasal dari
tuhan
E. Etika
Etika adalah peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagai acuan bagi perilaku
sesorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang dilakukan oleh
seseorang dan merupakan suatu kewajiban dan tanggungjawab moral.
a. Pengertian
Etik atau ethics berasal dari bahasa yunani, yaitu etos yang artinya adat, perilaku, atau
karakter. Sedangkan menurut kamaus Webster, etik adalah suatu ilmu yang mempelajari
tenteang apa yang baik dab buruk secara moral. Dari pengertian diatas etika adalah ilmu
tentang kesusilaan yang menentukan bagaimana sepatutnya manusia hidup di dalam
masyarakat yang menyangkut aturan- aturan atau prinsip – prinsip yang menentukan
tingah lauku yang benar, yaitu : a) baik dan buruk ; dan b) kewajiban dan tanggung
jawab
Moral, istialh ini berasal dari bahas laitin yang berarti dadat dan kebiasaan.
Pengertian moral adalah perilaku yang diharapkan oleh masyarakat yang merupakan
“setandar perilaku” dan “nilai –nilai” yang harus diperhatikan bila seseorang menjadi
anggota masyarakat di mana ia tinggal
Etika atau adat merupakan suatu yang dikenal, diketahui,diulang,serta menjadi
suatu kebiasaan didalam masyarakat, baik beraupa kata – kata atau bentuk perbuatan
nyata.
Ketiga istilah di atas etiak, moral, dan etika sulit untuk dibedakan, hanya daat dilihat
bahwa etika lebih menetikan – beratkan pada aturan – aturan, prinsip – prensip yang
melandasi perilaku yang mendasar dan mendekati aturan – aturan, hukum, dan undang
– undang yang membedakan benar atau salah secara moralitas.
BAB II
Prinsip etika keperawatan
Prinsip bahwa dasar kode etik adalah menghargai hak dan martabat manusia, tidak akan
pernah berubah. Prinsip ini juga diterapkan baik dalam bidang pendidikan maupun
pekerjaan.
Prinsip moral mempunyai peran yang penting dalam menentukan perilaku yang etis dan
dalam pemecahan masalah etik. Prinsip moral merupakan standar umum dalam
melakukan sesuatu sehingga membentuk suatu sistem etik. Prinsip moral berfungsi
untuk membuat secara spesifik apakah suatu tindakan dilarang, diperlukan atau di
izinkan dalam suatu keadaan. Terdapat 3 prinsip moral yang sering digunakan dalam
diskusi moral yaitu : autonomy, non-maleficience,dan justice (johnstone,1989).
1. Otonomi
Otonomi berasal dari bahasa latin, yaitu autos yang berarti sendiri dan nomos, yang
artinya aturan. Otonomi berarti kemampuan unutuk menentukan sendiri atau
mengatur diri sendiri. Prinsip otonomi sangat penting dalam keperawatan. Perawat
harus menghargai harkat dan martabat manusia sebagai individu yang dapat
memutuskan hal yang terbaik bagi dirinya. Perawat harus melibatkan klien untuk
berpartisipasi dalam membuat keputusan yang berhubungan dengan asuhan
keperawatan tersebut.
Beberapa tindakan yang tidak memperhatikan otonomi adalah :
a. Melakukan sesuatu bagi klien tanpa mereka diberitahu sebelumnya
b. Melakukan sesuatu tanpa memberi informasi relevan yang penting di ketahui
klien dalam membuat suatu pilihan
c. Memberitahukan klien bahwa keadaanya baik, padahal terdapat gangguan atau
penyimpangan
d. Tidak memberikan informasi yang lengkap walaupun klien menghendaki
informasi tersebut.
e. Memaksa klien memberi informasi tentang hal-hal yang mereka sudah tidak
bersedia menjelaskannya
2. Non-maleficience
Non-maleficience berarti tidak melakukan atau tidak menimbulkan bahaya atau
cidera bagi orang lain. Johnson (1989) menyatakan bahwa prinsip untuk tidak
melakukan orang lain berbeda dan lebih keras dari pada prinsip untuk melakukan
yang terbaik.
Beneficience merupakan prinsip untuk melakukan yang baik dan tidak merugikan
orang lain
3. Keadilan
Keadilan (justice) merupakan prinsip moral berlaku adil untuk semua individu.
Tindakan yang dilakukan untuk semua orang sama. Dalam hubungan saling percaya
terdapat kewajiban untuk mengatakan kebenaran dan kewajiban untuk tidak
menipu. Perawat diharapkan berinteraksi dengan klien dengan cara selalu
mengatakan yang sebenarnya. Kepercayan ini dibutuhkan klien dalam menghadapi
keadaan sakitnya dan hal ini sangat penting dalam menjamin kolaborasi perawat –
klien yang optimal. Hubungan perwat-klien ini menjadi dasar dalam peran perawat
sebagai pembela klien.
BAB III
CREDENTIALING
BAB IV
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
3.Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan
upaya kesehatan.
4.
18.
Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau wal
ikota
dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah.
19.
Menteri adalah menteri yang lingkup tugas dan tangg
ung
jawabnya di bidang kesehatan.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berasa
skan
perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, pelindungan
,
penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan,
gender
dan nondiskriminatif dan norma-norma agama.
Pasal 3
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap
orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat ya
ng
setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangu
nan
sumber daya manusia yang produktif secara sosial da
n
ekonomis.
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Hak
Pasal 4
Setiap orang berhak atas kesehatan.
Pasal 5
(1)
Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehat
an.
(2) Setiap . . .
-6-
(2)
Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan
terjangkau.
(3)
Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung
jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang
diperlukan bagi dirinya.
Pasal 6
Setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang seh
at bagi
pencapaian derajat kesehatan.
Pasal 7
Setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan
edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan bertang
gung
jawab.
Pasal 8
Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang da
ta
kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan
yang
telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga kese
hatan.
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 9
(1)
Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan,
mempertahankan, dan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya.
(2)
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pelaksanaannya meliputi upaya kesehatan perseoranga
n,
upaya kesehatan masyarakat, dan pembangunan
berwawasan kesehatan.
Pasal 10 . . .
-7-
Pasal 10
Setiap orang berkewajiban menghormati hak orang lai
n dalam
upaya memperoleh lingkungan yang sehat, baik fisik,
biologi,
maupun sosial.
Pasal 11
Setiap orang berkewajiban berperilaku hidup sehat u
ntuk
mewujudkan, mempertahankan, dan memajukan kesehatan
yang setinggi-tingginya.
Pasal 12
Setiap orang berkewajiban menjaga dan meningkatkan
derajat
kesehatan bagi orang lain yang menjadi tanggung jaw
abnya.
Pasal 13
(1)
Setiap orang berkewajiban turut serta dalam program
jaminan kesehatan sosial.
(2)
Program jaminan kesehatan sosial sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentu
an
peraturan perundang-undangan.
BAB IV
TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH
Pasal 14
(1)
Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur
,
menyelenggarakan, membina, dan mengawasi
penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan
terjangkau oleh masyarakat.
(2)
Tanggung jawab Pemerintah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikhususkan pada pelayanan publik.
- 71 -
Pasal 185
Setiap orang yang bertanggung jawab atas tempat
dilakukannya pemeriksaan oleh tenaga pengawas mempu
nyai
hak untuk menolak pemeriksaan apabila tenaga pengaw
as
yang bersangkutan tidak dilengkapi dengan tanda pen
genal
dan surat perintah pemeriksaan.
Pasal 186
Apabila hasil pemeriksaan menunjukkan adanya dugaan
atau
patut diduga adanya pelanggaran hukum di bidang kes
ehatan,
tenaga pengawas wajib melaporkan kepada penyidik se
suai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 187
Ketentuan lebih lanjut tentang pengawasan diatur de
ngan
Peraturan Menteri.
Pasal 188
(1)
Menteri dapat mengambil tindakan administratif
terhadap tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan
kesehatan yang melanggar ketentuan sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang ini.
(2)
Menteri dapat mendelegasikan kewenangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) kepada lembaga pemerintah
nonkementerian, kepala dinas provinsi, atau
kabupaten/kota yang tugas pokok dan fungsinya di
bidang kesehatan.
(3)
Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat berupa:
a.
peringatan secara tertulis;
b.
pencabutan izin sementara atau izin tetap.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengambil
an
tindakan administratif sebagaimana dimaksud pasal i
ni
diatur oleh Menteri.
BAB XIX . . .
- 72 -
BAB XIX
PENYIDIKAN
Pasal 189
(1)
Selain penyidik polisi negara Republik Indonesia, k
epada
pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan
pemerintahan yang menyelenggarakan urusan di bidang
kesehatan juga diberi wewenang khusus sebagai
penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang
kesehatan.
(2)
Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berwenang:
a.
melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan
serta keterangan tentang tindak pidana di bidang
kesehatan;
b.
melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga
melakukan tindak pidana di bidang kesehatan;
c.
meminta keterangan dan bahan bukti dari orang
atau badan hukum sehubungan dengan tindak
pidana di bidang kesehatan;
d.
melakukan pemeriksaan atas surat dan/atau
dokumen lain tentang tindak pidana di bidang
kesehatan;
e.
melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau
barang bukti dalam perkara tindak pidana di bidang
kesehatan;
f.
meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan
tugas penyidikan tindak pidana di bidang kesehatan;
g.
menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat
cukup bukti yang membuktikan adanya tindak
pidana di bidang kesehatan.
(3)
Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan oleh penyidik sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
BAB XX . . .
- 73 -
BAB XX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 190
(1)
Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau ten
aga
kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pad
a
fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja t
idak
memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang
dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipi
dana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan
denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus jut
a
rupiah).
(2)
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mengakibatkan terjadinya kecacatan atau
kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan
dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
Pasal 191
Setiap orang yang tanpa izin melakukan praktik pela
yanan
kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan te
knologi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) sehing
ga
mengakibatkan kerugian harta benda, luka berat atau
kematian dipidana dengan pidana penjara paling lama
1 (satu)
tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (ser
atus
juta rupiah).
Pasal 192
Setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan
organ
atau jaringan tubuh dengan dalih apa pun sebagaiman
a
dimaksud dalam Pasal 64 ayat (3) dipidana dengan pi
dana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda pa
ling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 193 . . .
- 74 -
Pasal 193
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan bedah pl
astik
dan rekonstruksi untuk tujuan mengubah identitas se
seorang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 diancam dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan d
enda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupia
h)
Pasal 194
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi t
idak
sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal
75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling l
ama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000
.000,00
(satu miliar rupiah).
Pasal 195
Setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan
darah
dengan dalih apapun sebagaimana dimaksud dalam Pasa
l 90
Ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama
5 (lima)
tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lim
a ratus
juta rupiah).
Pasal 196
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau
mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan
yang
tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamana
n,
khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dima
ksud
dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana denga
n pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda pa
ling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 197
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau
mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan
yang
tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal
106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 15
(lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rup
iah).
Pasal 198 . . .
- 75 -
Pasal 198
Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewen
angan
untuk melakukan praktik kefarmasian sebagaimana dim
aksud
dalam Pasal 108 dipidana dengan pidana denda paling
banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 199
(1)
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau
memasukkan rokok ke dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia dengan tidak mencantumkan
peringatan kesehatan berbentuk gambar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 114 dipidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan dendan paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
(2)
Setiap orang yang dengan sengaja melanggar kawasan
tanpa rokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115
dipidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah).
Pasal 200
Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi progra
m
pemberian air susu ibu eksklusif sebagaimana dimaks
ud
dalam Pasal 128 ayat (2) dipidana penjara paling la
ma 1 (satu)
tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (ser
atus
juta rupiah)
Pasal 201
(1)
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 190 ayat (1), Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196
,
Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 200
dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara dan
denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat
dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda
dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat (1),
Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196 , Pasal 197, Pasal
198,
Pasal 199, dan Pasal 200.
(2) Selain . . .
- 76 -
(2)
Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan
berupa:
a. pencabutan izin usaha; dan/atau
b. pencabutan status badan hukum.
BAB XXI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 202
Peraturan Perundang-undangan sebagai pelaksanaan Un
dang-
Undang ini ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun
sejak
tanggal pengundangan Undang-Undang ini.
Pasal 203
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua peratura
n
pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tenta
ng
Kesehatan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang
tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang i
ni.
BAB XXII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 204
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Neg
ara
Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3495) dica
but dan
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 205
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diunda
ngkan.
Agar . . .
- 77 -
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 13 Oktober 2
BAB V
ditempuh
setelah
menyelesaikan
pendidikan
Keperawatan.
Dalam
hal
meningkatkan
keprofesionalan
Perawal
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(2)
dan
dalam
memenuhi
kebutuhan
pelayanan,
pemilik
atau
pengelola
Fasilitas
Pelayanan
Kesehatan
harus
memfasilitasi
Perawat
untuk
mengikuti
pendidikan
berkelanjutan.
(4)
(5)
Pendiclikan
m
PRESIDEN
R
E
P
UBLIK
IND
ON
ES
IA
-JZ-
(5)
Pendidikan
nonformal
atau
pend
idikan
berkelanjutan
dapat
diselenggarakan
oleh
Pemerintah,
Pemerintah
Daerah,
Organisasi
Profesi
Perawat,
atau
lembaga
lain
yang
terakreditasi
sesuai
dengan
ketentuan
Peraturan
Perundang-undangan
yang
berlaku.
(6)
Pendidikan
nonformal
atau
pe
ndidikan
berkelanjutan
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
dilaksanakan
sesuai
dengan
kebutuhan
Praktik
Keperawatan
yang
didasarkan
pada
standar
pelayanan,
standar
profesi,
dan
standar
prosedur
operasional.
Pasal
54
Pendidikan
Keperawatan
dibina
oleh
kementerian
yang
menyelenggarakan
urusan
pemerintahan
di
bidang
pendidikan
dan
berkoordinasi
dengan
kementerian
yang
menyelenggarakan
urusan
pemerinlahan
di
bidang
kesehatan.
Pasal
55
Pemerintah,
Pemerintah
Daerah,
Konsil
Keperaq'atan,
dan
Organisasi
Profesi
membina
dan
mengau,asi
Praktik
Keperawatan
sesuai
dengan
fungsi
dan
tugas
masing-
masing.
Pasal
56
PRESIDEN
REPUE]LIK
INDONESIA
-JJ-
Pasal
56
Pembinaan
dan
pengawasan
sebagaimana
dimaksud
dalam
untuk:
Praktik
Keperawatan
Pasal
55
diarahkan
a.
b.
C.
meningkatkan
mutu
Pelayanan
Keperawatan;
melindungi
masyarakat
atas
tindakan
Perilwat
yang
tidak
sesuai
dengan
standar;
dan
memberikan
kepastian
hukum
bagi
Perawat
dan
masyarakat.
Pasal
57
Ketentuan
lebih
lanjut
mengenai
pembinaan
dan
pengawasan
Praktik
Keperawatan
yang
dilakr,rkan
oleh
Pemerintah,
Pemerintah
Daerah,
Konsil
Keperawatan,
dan
Organisasi
Profesi
sebagaimana
dimaksud
pada
Pasal
55
diatur
dalam
Peraturan
Menteri.
BAB
XI
SANKSI
ADMINISTRATIF
Pasal
58
Setiap
orang
yang
melanggar
ketentuan
Pasal
18
ayat
(1),
Pasal
21,
Pasal
24
ayat
(1),
dan
Pasal
27
ayat
(
1)
dikenai
sanksi
administratif.
Sanksi
administratif
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(
1)
dapat
berupa:
a.
teguran
lisan;
b.
peringatan
tertulis;
(1)
(2)
c.
dcnda
PRESIDEN
RftrI-]BLlK
INDONESIA
.A
-
J'_t
-
c.
denda
administrati[;
dan/atau
d.
pencabutan
izin.
(3)
Ketentuan
lebih
lanjut
mengenai
tata
cata
pengenaan
sanksi
administratif
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(2)
diatur
dengan
Peraturan
Pemerin
tah.
BAB
XII
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal
59
STR
dan
SIPP
yang
telah
dimiliki
oleh
Perau,at
sebelum
Undang-Undang
ini
diundangkan
dinyatakan
tetap
berlaku
sampai
jangka
waktu
STR
dan
SIPP
bcrakhir.
Pasal
60
Selama
Konsil
Keperawatan
belum
terbentuk,
permohonan
untuk
memperoleh
STR
yang
masih
dalam
proses
diselesaikan
dengan
prosedur
yang
berlaku
sebelum
Undang-Undang
ini
diundangkan.
Pasal
61
Perawat
lulusan
sekolah
perawat
kesehatan
yang
telah
melakukan
Praktik
Keperawatan
sebelum
Undang-
Undang
ini
diundangkan
masih
diberikan
kewenangan
melakukan
Praktik
Keperawatan
untuk
jangka
waktu
6
(enam)
tahun
setelah
Undang-Undang
ini
diundangkan.
BAB
XIII
PRESIDEN
REPUBLIK
IN
O
ONES
IA
_
L<
_
BAB
XIII
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal
62
lnstitusi
Pendidikan
Keperawatan
yang
telah
ada
sebelum
Undang-Undang
ini
diundangkan
harus
menyesuaikan
persyaratan
sebagaimana
dimaksud
dalam
Pasal
9
paling
Iama
3
(tiga)
tahun
setelah
Undang-Undang
ini
diundangkan.
Pasal
63
Konsil
Keperawatan
dibentuk
paling
lama
2
(dua)
tahun
sejak
Undang-Undang
ini
diundangkan.
Pasal
64
Pada
saat
Undang-Undang
ini
mulai
berlaku,
semua
Peraturan
Perundang-undangan
yang
mengatur
mengenai
Keperawatan
dinyatakan
masih
tetap
berlaku
sepanjang
tidak
bertentangan
atau
belum
diganti
berdasarkan
Undan
g-Undang
ini.
Pasal
65
Peraturan
pelaksanaan
dari
Undang-Undang
ini
harus
ditetapkan
paling
lama
2
(dua)
tahun
terhitung
sejak
Undang-Undang
ini
diundangkan.
Pasal
66
U
ndang-undang
diundangkan.
mulai
berlaku
pada
tanggal
Agar
BAB VI
ICN adalah suatu federasi perhimpunan perawat nasional di seluruh dunia yang
didirikan pada tanggal 1 juli 1899 oleh Mrs. Bedfrod Fenwich di Hanover Square,
London dan direvisi pada tahun 1973. Uraian kode etik ini sebagai berikut: