Anda di halaman 1dari 6

ANEMIA

A. Pengertian
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan atau hitung eritrosit lebih rendah dari
normal. Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah Hb dalam 1mm3 darah
atau berkurangnya volume sel yang didapatkan (packed red cells volume) dalam 100 ml
darah. (Ngastiyah.1997).

Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen darah,
elemen tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah
merah, yang mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah
(Doenges,1999).Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel darah
merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal (Smeltzer, 2002 : 935).

Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah merah, kualitas
hemoglobin dan volume packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml darah (Price,
2006 : 256).

B. Etiologi
Anemia merupakan suatu keadaan kronis yang dikarakterisasi dengan penurunan
hemoglobin atau sel darah merah yang berakibat pada penurunan kapasitas pengangkutan
oksigen oleh darah. Selain ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, anemia juga
dikarakterisasi dengan penurunan hematokrit atau hitung eritrosit (red cell count).
Anemia bisa terjadi karena:
1. Defisiensi Fe: diakibatkan oleh kegagalan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan zat
besi fisiologis.
2. Defisiensi vitamin B12: akibat asupan makanan yang tidak mencukupi, gejala
malabsorpsi atau absorpsi yang menurun dan pemanfaatan yang tidak mencukupi juga
dapat menimbulkan anemia.
3. Defisiensi asam folat: ketika produksi asam folat terbatas (Hyperutilization ).
4. Anemia cronic disease (ACD): merupakan respon terhadap rangsangan dari
sistem kekebalan tubuhselular oleh berbagai proses penyakit yang mendasarinya. Hal
ini busa terjadi akibat gangguan fungsi sumsum tulang.
5. Anemia pada geriatri: faktor resiko penyebab anemia adalah ras dan etnik
6. Anemia akibat gangguan periferal (hemolitik): akibat berkurangnya masa hidup dari
RBC (Dipiro et al., 2008).
C. Patofisiologi
Anemia dapat ditandai ketika pasien kehilangan darah berlebih akibat pendarahan,
trauma, tukak lambung, infeksi lambung maupun hemorroid. Pasien yang mengalami
pendarahan kronis seperti pendarahan vagina, peptic ulcer, parasit intestinal, maupun
penggunaan aspirin dan AINS lainnya akan merasakan anemia. Adanya destruksi sel
darah merah berlebihan pada anemia bisa terjadi karena faktor ekstrakorpuskular (diluar
sel) yiatu antibodi sel darah merah, obat-obatan, trauma fisik terhadap sel darah merah
serta sequestrasi berlebih pada limpa. Sedangkan faktor intrakorpuskular terjadi karena
Hereditas. Pada anemia, produksi sel darah merah dewasa tidak cukup akibat defisiensi
nutrient (B12, asam folat, besi, protein), defisiensi eritroblast (anemia aplastik,
eritoblastopenia terisolasi, antagonis asam folat, antibodi), kondisi infiltrasi sumsum
tulang (limfoma, leukemia, mielofibrosis, karsinoma), abnormalitas endokrin (hipotiroid,
insufisiensi adrenal, insufisiensi pituitari), penyakit ginjal kronis, penyakit inflasi kronis
(Granulomatous disease).

Berikut patofisiologi dari berbagai penyebab anemia:


1. Anemia Makrositik (Anemia Megaloblastik)
a. Defisiensi Vitamin B12
Vitamin B12 bekerja sama dengan asam folat dalam sintesis penghambat terjadinya
DNA dan RNA, sangat penting dalam menjaga integritas sistem neurologis, dan
memainkan peran dalam biosintesis asam lemak serta produksi energi. Setelah
makanan yang mengandung cobalamin memasuki lambung, pepsin dan asam
klorida melepaskan cobalamin dari protein hewani. Cobalamin bebas kemudian
mengikat R-protein, yang dilepaskan dari sel parietal dan saliva. Pada duodenum
(usus 12 jari), cobalamin berikatan dengan R-protein membentuk kompleks
cobalamin-R-protein yang telah disekresi dalam empedu. Enzim pankreas
mendegradasi empedu dan kompleks cobalamin-R-protein, melepaskan cobalamin
bebas. Cobalamin kemudian berikatan dengan faktor intrinsik yang fungsinya
mirip dengan protein pembawa sel untuk ditransfer ke zat besi. Kompleks ini
kemudian menempel pada reseptor sel mukosa (cubilin) di ileum distal, faktor
intrinsik dibuang dan cobalamin terikat dengan protein transportasi
(transcobalamin I, II, dan III). Cobalamin yang terikat pada transcobalamin II
disekresikan ke dalam sirkulasi dan diambil oleh hati, sumsum tulang, dan sel lain
melalui endositosis. Cobalamin kemudian diubah menjadi dua bentuk koenzim
(metil cobalamin dan adenosil cobalamin). Akibatnya, sebagian besar sirkulasi
cobalamin terikat pada transcobalamin I dan transcobalamin III. Namun, jalur
alternatif untuk penyerapan vitamin B12 itu sendiri dari faktor intrinsik atau
terminal ileum untuk sejumlah kecil penyerapan vitamin B12. Jalur alternatif ini
melibatkan difusi pasif dan menyumbang sekitar 1% dari penyerapan vitamin B12.

b. Defisiensi asam folat


Asam folat merupakan vitamin yang larut air yang mudah hancur karena proses
pemanasan (dimasak). Asam folat diperlukan untuk produksi asam nukleat,
protein, asam amino, purin, timin, DNA dan RNA. Asam folat berfungsi
membentuk methylcobalamin sebagai donor metil. Manusia tidak mampu
mensintesis asam folat yang cukup untuk kebutuhan total harian tubuh, dan asam
folat ini lebih banyak didapat dari makanan, seperti misalnya sayur hijau, buah
jeruk, ragi, jamur, produk susu, dan hati. Kebanyakan asam folat dalam makanan
berada dalam bentuk polyglutamat, yang harus dipecah menjadi monoglutamat
sebelum diserap di usus kecil. Setelah diserap, asam folat harus dikonversi
kedalam bentuk aktif tertahidrofolat melalui reaksi cobalamin terikat. Tubuh
menyimpan sekitar 5-10 mg asam folat, terutama dihati. Kekurangan asam folat
dapat menyebabkan megaloblastik dalam aktu 4-5 bulan. Asam folat
didistribusikan ke jaringan melalui sirkulasi enterohepatik. Asam folat memasuki
jaringan termasuk eritrosit, dan dapat bertahan selama sel dapat hidup (Dipiro et
al., 2008).

2. Anemia mikrositik, hipokromik


a. Defisiensi zat besi:
Prelatent mengacu pada pengurangan persediaan besi tanpa berkurangnya tingkat
besi pada serum dan dapat dinilai dengan pengukuran feritin serum. Pada tahap
pertama ini, persediaan besi dapat habis tanpa menyebabkan anemia, persediaan
besi mungkin dimanfaatkan ketika ada peningkatan kebutuhan pada sintesis
Hb. Ketika penyedia besi habis, masih ada zat besi yang memadai dari omset
harian RBC untuk sintesis Hb. Kekurangan zat besi lebih lanjut akan membuat
pasien rentan terhadap perkembangan anemia.Defisiensi besi laten terjadi ketika
persediaan besi habis, namun Hb berada di atas batas bawah normal untuk
populasi tapi dapat dikurangi untuk pasien tertentu. Hal ini dapat ditentukan oleh
pengukuran CBC serial. Temuan meliputi pengurangan saturasi transferin dan
TIBC meningkat. IDA terjadi ketika jumlah Hb kurang dari nilai
normal. Defisiensi berkembang ke hipokromia klasik dan mikrositosis besi-
kekurangan eritropoiesis.

b. Anomali genetik:
 Sickle cell anemia: anemia yang terjadi karena sel sabit diakibatkan terjadinya
gangguan sirkulasi, destruksi sel darah merah, dan hambatan aliran darah.
(Dipiro et al., 2008).
 Thalasemia: penyakit keturunan yang diakibatkan oleh penurunan produksi
rantai globin (alfa atau beta) yang dibutuhkan dalam hemoglobin (Richardson,
2007). Thalasemia ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau
umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari) (Yunanda, 2008).

3. Anemia normositik :
a. Produksi sel darah merah berkurang:
Terjadi pada penyakit anemia aplastik, leukemia. Penyakit kronik menyebabkan
tubuh tidak dapat menghasilkan sel darah merah yang cukup. Gagal ginjal kronik
menyebabkan pengurangan kadar eritropoietin yang merupakan hormon penting
yang berhubungan dengan sel darah merah. Anemia aplasia, atau kegagalan sum-
sum tulang merupakan anemia yang disebabkan oleh kegagalan sum-sum tulang
untuk menghasilkan sel darah.
b. Perdarahan:
Terjadi pada peristiwa kecelakaan. Perdarahan yang berlangsung terlalu lama
dapat menyebabkan anemia defisiensi besi.

c. Gangguan pemecahan sel darah merah (hemolitik):


Anemia hemolitik timbul akibat berkurangnya masa hidup dari RBC. Penyebab
anemia hemolitik pada pasien geriatri berbeda dengan pasien remaja. Kebanyakan
pasien remaja mengalami anemia akibat adanya kelainan genetik sedangkan pasien
geriatrik mengalami anemia umumnya disebabkan gangguan dari fungsi autoimun
hemolitik.

d. Gangguan hormonal:
Masalah ketidakseimbangan hormon (hormonal imbalance) juga dapat
menyebabkan anemia normositik, seperti pada penyakit kekurangan hormone
testosteron atau hipogonadisme. Pada anemia sideroblastik (sideroblastic anemia)
yang merupakan salah satu simptom untuk sindrom myelodisplastik
(myelodysplastic syndrome), juga terjadi sintesis sel darah merah yang tidak
normal. Sindrom ini dapat menyebabkan leukemia.

4. ACD (Anemia Cronic Disease)


ACD adalah anemia hipoproliferatif yang berhubungan dengan proses infeksi
atau inflamasi,kerusakan jaringan, dan kondisi yang terkait dengan pelepasan
sitokinin pro inflamasi. Patogenesis dariACD adalah multifaktorial dan ditandai oleh
respon EPO terhadap anemia, gangguan proliferasi sel progenitor erythroid, dan
gangguan homeostasis besi (Dipiro et al., 2008).

D. Gejala Klinis dan Data Klinik


Gejala Klinis tergantung onset, penyebab anemia, dan individu :
a. Anemia akut
Gejala kardiorespiratori seperti takikardi, kepala terasa ringan, dan sesak napas.
b. Anemia kronis
Rasa lelah, letih, vertigo, pusing, sensitif terhadap dingin, pucat.
c. Anemia hipokromik
Rasa tak enak di lidah, penurunan aliran saliva, pagophagia (compulsive eating of
ice).
d. Anemia megaloblastik
Kulit pucat, ikterus, atropi mukosa gastrik. (Dipiro, et al., 2008).

E. Terapi (Non Farmakologi dan Farmakologi)


1. Terapi non farmakologi
Pasien Anemia hendaknya melakukan terapi non farmakologi untuk membantu
penyembuhan, yaitu dengan cara sebagai berikut:
a. Mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi seperti sayuran, daging, ikan
dan unggas.
b. Dapat digunakan suplemen multi-vitamin yang mengandung vitamin B12 dan asam
folat sebagai terapi profilaksis maupun memperbaiki defisiensi vitamin B12 ataupun
asam folat.
c. Pada pasien dengan anemia kritis dapat dilakukan transfusi sel darah merah.
(Wells et al., 2006).

2. Terapi farmakologi
Terapi untuk anemia bisa dilakukan dengan transfusi darah, transfusi RBC untuk
geriatri, pemberian oral atau parenteral vitamin B12, induksi asam folat (menginduksi
remisi eksogen hematologi). Pemberian parenteral asam folat jarang diperlukan ,
karena asam folat oral diserap dengan baik bahkan pada pasien dengan sindrom
malabsorpsi . Dosis 1 mg asam folat oral setiap hari sudah cukup untuk memulihkan
anemia megaloblastik , memulihkan kadar folat serum normal (Katzung, 2009).
Dibawah ini adalah jenis obat yang digunakan untuk anemia:

a. Darbepoetin alfa ( Aranesp ) Parenteral (Sodium glukonat besi kompleks) ( Ferrlecit ) :


Parenteral : 25 , 40 , 60 , 100 , 200 , 300 , 500 mcg / mL IV 12,5 mg besi elemental / mL
atau SC injeksi Parenteral ( sukrosa Besi ) ( Venofer ) : 20 mg besi
b. Deferasirox ( Exjade ) elemental / mL
Oral : 125 , 250 , 500 mg tablet i. Oprelvekin ( interleukin - 11 ) ( Neumega )
c. Deferoxamine ( generik , Desferal ) Parenteral : 5 mg vial untuk injeksi SC
Parenteral : 500 , 2000 mg vial untuk IM , SC , atau injeksi IV j. Pegfilgrastim ( Neulasta )
d. Epoetin alfa ( erythropoietin,EPO ) ( Epogen , Procrit ) Parenteral : 10 mg / mL larutan dalam jarum suntik dosis
Parenteral : 2000 , 3000 , 4000 , 10000 , 20000 , 40000 IU / tunggal
mL vial untuk IV atau SC injeksi k. Romiplostim (Nplate)
e. Epoetin beta (Methoxy polyethylene glycol-epoetin Parenteral: 250, 500 mcg in single-dose vials for SC
beta) (Mircera). Parenteral: 50, 100, 200, 300, 400, 600, 1000 injection
mcg/mL in single-dose vials and prefilled syringes for IV or l. Sargramostim ( GM - CSF ) ( Leukine )
SC injection Parenteral : 250 , 500 mcg vial untuk infus IV
f. Filgrastim ( G - CSF ) ( Neupogen ) m. Vitamin B12 ( cyanocobalamin generik atau
Parenteral : 300 mcg vial untuk IV atau SC injeksi hydroxocobalamin )
g. Asam folat ( folacin , asam pteroylglutamic ) Oral ( cyanocobalamin ) : 100 , 500 , 1000, 5000 mcg tablet
( generik ) , 100 , 250 , 500 mcg lozenges
Oral : 0.4 , 0.8 , 1 mg tablet Nasal ( Nascobal ) : 5000 mcg / mL ( 500 mcg / spray)
Parenteral : 5 mg / mL untuk injeksi Parenteral ( cyanocobalamin ) : 100 , 1000 mcg / mL injeksi
h. Besi ( generik ) IM atau SC
Oral : Metylcobalamin Parenteral ( hydroxocobalamin ) : 1000 mcg / mL hanya
Parenteral ( Iron dekstran ) ( InFeD , DexFerrum ) : 50 mg besi untuk injeksi IM
elemental / mL
(Katzung, 2009)
ANEMIA

D
I
S
U
S
U
N

OLEH:
MARHANDAYANI HARITA
1415180163
KELAS: 1c

MATA KULIAH: FARMAKOLOGI

Anda mungkin juga menyukai