Definisi
Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah (glukosa) secara abnormal rendah.
Dalam keadaan normal, tubuh mempertahankan kadar gula darah antara 70-110 mg/dL.
Pada diabetes, kadar gula darah terlalu tinggi; pada hipoglikemia, kadar gula darah terlalu
rendah.
Kadar gula darah yang rendah menyebabkan berbagai sistem organ tubuh mengalami kelainan
fungsi.
Otak merupakan organ yang sangat peka terhdap kadar gula darah yang rendah karena glukosa
merupakan sumber energi otak yang utama.
Otak memberikan respon terhadap kadar gula darah yang rendah dan melalui sistem saraf,
merangsang kelenjar adrenal untuk melepaskan epinefrin (adrenalin).
Hal in akan merangsang hari untuk melepaskan gula agar kadarnya dalam darah tetap terjaga.
Jika kadarnya menurun, maka akan terjadi gangguan fungsi otak.
Etiologi
Sebagian besar kasus hipoglikemia terjadi pada penderita diabetes dan berhubungan dengan obat.
Hipoglikemia yang tidak berhubungan dengan obat lebih jauh dapat dibagi lagi menjadi:
Etiologi
Diabetes melitus tipe 2 disebabkan kegagalan relatif sel β dan resistensi insulin. Resistensi
insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh
jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel β tidak mampu
mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin.
Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa,
maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekrasi insulin lain. Berarti sel β
pankreas mengalami desensitisasi terhadap glikosa.
Bennett,P.EpidemiologyofType2DiabetesMi llitus.InLeRoithet.al,
DiabetesMillitusaFundamentalandClinical Text.Philadelphia:LippincottWilliam&Wilkin s.2008;43(1): 544-
7.
Metformin
Farmakodinamik
Golongan Biguanida ini mempunyai efek menurunkan kadar gula darah yang meningkat pada penderita
diabetes, tetapi tidak meningkatkan sekresi insulin. Penurunan kadar gula darah ini disebabkan oleh
peningkatan asupan glukosa ke dalam otot, penurunan glukoneogenesis yang meningkat dan
penghambatan absorpsi glukosa intestinal.
Metformin meningkatkan sensitivitas insulin di hati dan jaringan periferal (otot). Mekanisme pasti
bagaimana metformin dapat meningkatkan sensitivitas insulin masih diteliti. Tetapi mungkin berhubungan
dengan adanya adenosine-5-monofosfat yang mengaktifkan aktivitas protein kinase, tirosin kinase dan
glukosa transporter.
Efeknya ialah turunnya kadar insulin yang terlalu kuat dan penurunan berat badan, karena bersifat
menekan nafsu makan. Pada orang normal, mekanisme antiregulasi akan menutupi efek obat sehingga
kadar gula tidak berubah. Metformin tampaknya memperkuat efek insulin dengan meningkatkan ikatan
insulin pada reseptornya.
Menurunkan kadar gula darah lebih rendah yang nyata pada pasien DM tipe 2. Prinsip kerja
dari metformin adalah menurunkan glukosa darah tidak tergantung pada adanya fungsi
pankreatik sel-sel B
Kerja metformin berbeda dengan obat oral anti diabetik lainnya, yaitu:
Hal ini berkenaan dengan menurunnya kadar insulin puasa, dan respon insulin plasma
harian
Sebaliknya, berat badan dapat menurun pada terapi dengan metformin ini
Hal yang kontras untuk pengobatan diabetes tipe 2, di mana tidak demikian halnya
dengan menggunakan obat antidiabetik yang lain, termasuk golongan
sulfonilurea[1,3,4,8]
Farmakokinetik
Metformin diserap dari saluran pencernaan. Cmax plasma adalah sekitar 2 jam setelah konsumsi.
Melalui 6 h penyerapan dari saluran pencernaan dan berakhir dengan konsentrasi metformin dalam
plasma secara bertahap dikurangi. Hampir tidak mengikat protein plasma. Terakumulasi dalam kelenjar
ludah, hati dan ginjal. T1/2 – 1.5-4.5 tidak
Penyerapan oleh usus baik sekali dan obat ini dapat digunakan bersamaan dengan insulin atau
sulfonilurea. Metformin mencapai kadar puncak dalam darah setelah 2 jam dan diekskresi melalui urin
dalam keadaan utuh dengan waktu paruh 2-5 jam. Metformin mempunyai bioavailabilitas oral sekitar 50-
60%, kelarutan rendah pada lemak & memiliki volume distribusi pada cairan tubuh. Metformin tidak
dimetabolisme dan tidak berikatan dengan protein plasma. Metformin dieliminasi melalui sekresi tubular
ginjal dan filtrasi glomerular. Waktu paruh metformin yaitu 6 jam, secara farmakodinamik efek
antihiperglikemia metformin > 24 jam.
Absorpsi
Bioavailabilitas absolut dari metformin hidroklorida tablet 500 mg, diberikan pada
kondisi pasien berpuasa, adalah sekitar 50% ‒ 60%
Distribusi
Ikatan metformin dengan protein plasma adalah minimal, dan dapat diabaikan
Konsentrasi plasma secara stabil dapat dicapai dalam waktu 24‒48 jam, umumnya <1
µg/mL
Pada uji klinis, pemberian metformin hidroklorida tablet, bahkan pada dosis maksimum
sekalipun, kadar plasma maksimum tidak melebihi 5 mcg/mL
Pada dosis reguler, efek maksimum metformin dapat terjadi dalam dua minggu
Metabolisme
Metformin tidak dimetabolisir
Hal ini berkenaan dengan massa eritrosit yang dapat menjadi kompartemen dalam
pendistribusian obat ini
Eliminasi
Renal clearance berkisar 3,5 kali lebih besar daripada creatinine clearance
Pada penggunaan tablet metformin kerja reguler, renal clearance sekitar 450‒540
mL/menit
Ekskresi metformin 90% terjadi di urin, dalam bentuk tidak berubah
Sekitar 90% dari dosis obat yang diabsorpsi, diekskresikan ke urin dalam waktu 24 jam
pertama, setelah konsumsi metformin per oral
RESISTENSI [13]
Telah dilaporkan bahwa terdapat beberapa ratus kasus wanita yang menderita sindrom
ovarium polikistik, dimana tidak respon terhadap terapi metformin
Hal ini berkenaan dengan terdapatnya varian alel penyakit tersebut terhadap media
transport obat metformin
1. Drugs.com. Metformin. Nov 2017; Available from:
https://www.drugs.com/pro/metformin.html
3. Maruthur, N.M., et al., Diabetes Medications as Monotherapy or Metformin-
Based Combination Therapy for Type 2 Diabetes: A Systematic Review and
Meta-analysis. Ann Intern Med, 2016. 164(11): p. 740-51
4. U.S. National Library of Medicine. PubChem Database: Metformin. 04
November 2017]; Available from:
https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/4091#section=Top
8. FDA. Metformin Hydrochloride Tablets. May 2002 07 November 2017];
Available from:
https://www.fda.gov/ohrms/dockets/dailys/02/May02/053102/800471e6.pdf
13. Schweighofer, N., et al., Metformin resistance alleles in polycystic ovary
syndrome: pattern and association with glucose metabolism.
Pharmacogenomics, 2014. 15(3): p. 305-17
Pemeriksaan Fisik
HR
Pada kondisi normal tanpa ada pengaruh dari luar, besarnya heart rate intrinsik dalam keadaan
istirahat adalah sekitar 90 bpm. Nilai heart rate ini dapat mengalami perubahan, baik perubahan yang
bersifat fisiologis maupun patofisiologis. Perubahan nilai heart rate yang bersifat fisiologis misalnya
adalah karena adanya pengaruh sistem syaraf otonomik, volume darah yang kembali ke jantung
(venous return), respirasi, dan lain sebagainya. Perubahan nilai heart rateyang bersifat patofisiologis
misalnya adalah yang disebabkan oleh adanya penyakit aritmia.
PENGARUH SISTEM SYARAF OTONOMIK PADAHEART
RATE
Heart rate dan ritme berada di bawah pengaruh sistem syaraf otonomik. Ada banyak serat-serat
syaraf motorik simpatetik dan vagal yang berujung di dekat simpul sinoatrial. Sistem syaraf
otonomik mempengaruhi heart rate melalui stimulasi simpatetik dan vagal, seperti terihat dalam
Gambar 1. Stimulasi simpatetik meningkatkan heart rate, kecepatan konduksi, kontraktilitas, dan
iritabilitas. Stimulasi vagal memberikan efek yang sebaliknya yaitu menurunkanheart rate, kecepatan
konduksi, kontraktilitas, dan iritabilitas.
Parasimpatetik mempengaruhi heart rate melalui media pelepasan acetylcholine oleh syaraf vagus .
Acetylcholine ini mencegah ‘pacemaker’ diaktivasi-hiperpolarisasi. Muscarinic acetylcholine
receptors merespon pelepasan ini dengan menaikkan konduktansi K+ dalam membran sel.
Simpatetik mempengaruhi heart rate melalui media pelepasan epinephrine dan norepinephrine.
Aktivasi b-adrenergic receptor dihasilkan dalam fosforilasi protein membran dengan mediasi cyclic
AMP, dan peningkatan IcaL dan If. Hasil akhirnya adalah percepatan depolarisasi diastolik yang
semula lambat.
Pada resting condition, vagal tone yang berlaku, dan variasi perioda jantung sangat bergantung pada
modulasi vagal. Aktivitas vagal dan simpatetik berinteraksi secara konstan. Bila sinus
node mengandung banyak acetylcholin esterase, maka pengaruh vagal impulse hanya singkat karena
acetylcholin ter-hidrolisa dengan cepat. Pengaruh parasimpatetik melampaui pengaruh simpatetik
melalui dua mekanisme bebas yaitu:
Reduksi pelepasan norepinephrine dalam menanggapi aktivitas simpatetik melalui induksi
cholinergik
Atenuasi cholinergik sebagai tanggapan terhadap stimuli adrenergik
Ketika aktivitas simpatetik meningkat, maka terdapat perioda laten sampai 5 s sebelum terjadi
kenaikan heart rate. Keadaan steady state dicapai sesudah sekitar 30 s. Frekuensi aktivitas simpatetik
berhubungan secara linier dengan perioda jantung. Syaraf simpatetik sebelah kanan mempunyai efek
pada simpul sinus lebih besar dibanding syaraf simpatetik sebelah kiri.
Perioda laten pada simpul sinus dalam menanggapi stimulasi vagal sangat pendek dibandingkan
stimulasi simpatetik, dan efek dari sebuah impuls vagal tunggal bergantung pada fase siklus
jantung pada saat dikenai stimulan tersebut. Stimulasi vagal menghasilkan tanggapan puncak
dalam denyutan pertama atau kedua sesudah onset-nya. Perlambatan herat rate meningkat
terhadap frekuensi stimulasi vagal, dan mempunyai hubungan yang linier.
Pengaruh sistem syaraf otonomik pada rate sinoatrial diperlihatkan dalam Gambar 2 (a) dan (c).
Stimulasi simpatetik dan transmiter adrenergik menaikkan rate sinoatrial melalui peningkatan slope
fase 4. Stimulasi vagal dan acetylcholine menurunkan rate melalui pengurangan slope fase 4 dengan
meningkatkan aliran masuk ion potasium. Faktor lain yang mempengaruhi rate sinoatrial adalah nilai
potensial ambang (threshold). Kenaikan potensial mengakibatkan penurunan rate sinoatrial dan
sebaliknya, penurunan nilai ambang mengakibatkan kenaikan rate.
Gambar 2. Pengaruh sistem syaraf otonomik stimulasi simpatetik dan vagal terhadap rate sinoatrial. Sumbu tegak
Biasanya terjadi kesetimbangan diantara kedua bagian sistem syaraf otonomik yang saling
berlawanan tersebut. Kesetimbangan ini menghasilkan nilai heart rate normal. Kadang-kadang heart
rate tidak berubah dari siklus ke siklus. Dalam keadaan seperti ini dikatakan jantung
bekerja embriocardia atau ritme seperti-pendulum. Kasus seperti ini jarang terjadi. Dalam banyak
kasus, periode jantung (heart rate sesaat) berubah pada setiap siklusnya, seperti yang diperlihatkan
dalam Gambar 16. Dalam gambar tersebut terlihat bahwa dari denyut ke denyut, nilai heart
rate sesaat selalu berubah di sekitar nilai heart rate rata-rata yaitu 70 bpm. Perubahan secara terus
menerus pada nilai heart rate tersebut menunjukkan adanya heart rate variability (HRV). HRV ini
mencerminkan dinamika dalam pengaturan heart rate.
http://instrumentasi.lecture.ub.ac.id/heart-rate-variability-hrv/
RR