ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULER PADA KASUS CONGESTIVE
HEART FAILURE (CHF) DI RUMAH SAKIT UMUM
PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
Oleh
SUHARDI MARDIYANTO
NIM : 044 SYE 10
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi
kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrient dan oksigen secara adekuat (Udjianti Wajan Juni, 2011:153 ).
Beberapa definisi gagal jantung ditujukan pada kelainan primer dari sindrom tersebut, yaitu keadaan ketika jantung tidak mampu
mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian vena dalam keadaan normal. Namun beberapa definisi
lain menyatakan bahwa gagal jantung bukanlah suatu penyakit yang terbatas pada satu sistem organ melainkan suatu sindrom klinis akibat kelainan
jantung. Keadaan ini ditandai dengan suatu bentuk respon hemodinamika, renal, neural dan hormonal yang nyata. Di samping itu, gagal jantung
merupakan suatu keadaan patologis dimana kelainan fungsi jantung menyebabkan kegagalan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
jaringan, atau hanya dapat memenuhi kebutuhan jaringan dengan meningkatkan tekanan pengisian (Muttaqin Arif, 2012).
Gagal jantung merupakan salah satu penyebab morbiditas & mortalitas. Akhir- akhir ini insiden gagal jantung mengalami peningkatan.
Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan merupakan masalah kesehatan dunia. Di Asia, terjadi perkembangan
ekonomi secara cepat, kemajuan industri, urbanisasi dan perubahan gaya hidup, peningkatan konsumsi kalori, lemak dan garam, peningkatan
konsumsi rokok, dan penurunan aktivitas. Akibatnya terjadi peningkatan insiden obesitas, hipertensi, diabetes mellitus, dan penyakit vaskular yang
berujung pada peningkatan insiden gagal jantung. Dari beberapa faktor eksternal tersebut, secara kesehatan dapat dijelaskan bahwa ada beberapa
faktor yang mengganggu pengisian ventrikel seperti stenosis katup atrioventrikularis yang dapat menyebabkan gagal jantung. Keadaan-keadaan
seperti perikarditis konstriktif dan temponade jantung mengakibatkan gagal jantung melalui gabungan beberapa efek seperti gangguan pada
pengisian ventrikel dan ejeksi ventrikel. Dengan demikian jelas sekali bahwa tidak ada satupun mekanisme fisiologis atau gabungan beberapa
mekanisme yang bertanggungjawab atas terjadinya gagal jantung. Efektivitas jantung sebagai pompa dapat dipengaruhi oleh berbagai gangguan
patofisiologis. Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui penurunan sirkulasi yang mendadak dapat berupa (1)
aritmia, (2) infeksi sistemis dan infeksi paru-paru, dan (3) emboli paru (Muttaqin Arif, 2012).
Gagal jantung adalah penyakit klinis yang sering terjadi. Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga kontribusi penyakit jantung terhadap
kematian 19,8% pada tahun 1993 menjadi 24,4% pada tahun 1998. Sementara hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1986 dan 2001 terlihat
adanya kecenderungan peningkatan proporsi angka kesakitan pada penyakit kardiovaskuler (Rilantono, 2003).
Berdasarkan perkiraan tahun 1989, di Amerika terdapat 3 juta penderita gagal jantung dan setiap tahunnya bertambah dengan 400.000
orang. Walaupun angka-angka pasti belum ada untuk seluruh Indonesia, tetapi dengan bertambah majunya fasilitas kesehatan dan pengobatan
dapat di perkirakan jumlah penderita gagal jantung akan bertambah tiap tahunnya (Sitompul & Sugeng, 2003).
Tabel 1.1 : Data Penderita CHF Tahun 2010 s/d 2012 di RSU Provinsi NTB.
Jenis Kelamin
No Tahun Laki-Laki Perempuan Jumlah Kasus Meninggal
(%) (%)
1. 2010 41 59 168 orang 7 orang
2. 2011 46 54 149 orang 13 orang
3. 2013 56 44 224 orang 23 orang
Berdasarkan data rekam medis RSU Provinsi NTB, pada tahun 2010 jumlah penderita gagal jantung sebanyak 168 orang, yaitu jumlah
penderita laki-laki sebanyak 69 orang dan perempuan 99 orang sedangkan yang meninggal sebanyak 7 orang. Pada tahun 2011 angka mortalitas
gagal jantung mencapai 149 orang, laki-laki sebanyak 68 orang dan perempuan sebanyak 81 orang sedangkan yang meninggal sebanyak 13 orang.
Dan pada tahun 2012 jumlah penderita gagal jantung naik drastis yaitu sebanyak 224 orang, dimana pada laki-laki sebanyak 126 orang dan
perempuan 98 orang dan angka morbiditasnya mencapai 23 orang (RSU Provinsi NTB, 2013).
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa jumlah penderita mengalami peningkatan, oleh karena itu semua usaha yang dapat dilakukan
dengan membantu upaya promotif tentang cara/pola hidup sehat, serta menerapkan ilmu pengetahuan yang meningkat tentang kardiovaskuler dan
faktor-faktor resiko sehingga mampu menunjang para pemberi pelayanan kesehatan dalam meraih dan melestarikan kesehatan yang optimal.
Tujuan perawatan gagal jantung kongestif adalah mengurangi beban kerja jantung (istirahat : jasmani dan emosional, obesitas di turunkan).
Pengendalian retensi garam dan cairan (diet rendah garam, diuretik, pengeluaran cairan secara mekanik) (Syaifullah, 1996).
Berdasarkan uraian di atas maka penulis merasa tertarik mengangkat kasus CHF dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Kardiovaskuler Pada Kasus Congestive Heart Failure (CHF) Di Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat”.
Keperawatan Yang Baik Dan Benar Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler Pada Kasus CHF (Congestive Heart Failure) Di Rumah
Penulis mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem kardiovaskuler pada kasus congestive heart failure (CHF)
1. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan gangguan sistem kardiovaskuler pada kasus congestive heart failure (CHF) secara
2. Mampu menyusun diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan sistem kardiovaskuler pada kasus congestive heart failure (CHF) secara
3. Mampu menyusun rencana keperawatan pada klien dengan gangguan sistem kardiovaskuler pada kasus congestive heart failure (CHF) secara baik
dan benar.
4. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem kardiovaskuler pada kasus congestive heart failure (CHF) secara
5. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan gangguan sistem kardiovaskuler pada kasus congestive heart failure (CHF) secara
6. Mampu mendokumentasikan asuhan keperarawatan yang dilakukan pada klien dengan gangguan sistem kardiovaskuler pada kasus congestive
Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam upaya pengembangan pengetahuan khususnya tentang pemberian asuhan keperawatan
1. Memberikan manfaat melalui pengalaman bagi penulis untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh dari pendidikan khususnya pada kasus
CHF.
2. Merupakan pengalaman yang sangat berguna untuk dapat melakukan Asuhan Keperawatan pada kasus berikutnya.
kasus CHF dengan penanganan atau pemberian asuhan keperawatan yang baik dan benar.
1.5.1. Wawancara
Mengumpulkan data dengan cara melakukan anamnesa langsung kepada klien (secara langsung) dan wawancara dengan keluarga atau
1.5.2 Observasi
Observasi ini dilakukan dengan pemeriksaan fisik dan pengamatan langsung pada keadaan umum klien, pemeriksaan fisik dilakukan
melalui semua panca indera yaitu : inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Dilakukan dengan cara mempelajari status klien, dokumen perawat medik atau dokumen lain yang sah.
Dalam studi kepustakaan ini penulis menggunakan literatur atau sumber buku yang ada kaitannya dengan permasalahan yang dibahas.
1.5.5 Editing
Untuk melihat apakah data yang diperoleh sudah lengkap atau kurang.
1.6 Sistematika Penulisan
BAB 1 PENDAHULUAN
Menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan dan manfaat penulisan, metode pengumpulan data dan sistematika
penulisan.
Membahas tentang konsep dasar CHF yang terdiri dari : pengertian, anatomi dan fisiologi, etiologi, klasifikasi, tanda dan gejala,
Pengkajian Keperawatan, Diagnosa Keperawatan, Rencana Keperawatan, Tindakan Keperawatan dan Evaluasi Keperawatan.
Daftar Pustaka
Lampiran
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Pengertian
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi
kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrient dan oksigen secara adekuat (Udjianti Wajan Juni, 2011:153 ).
Beberapa definisi gagal jantung ditujukan pada kelainan primer dari sindrom tersebut, yaitu keadaan ketika jantung tidak mampu
mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian vena dalam keadaan normal. Namun beberapa definisi
lain menyatakan bahwa gagal jantung bukanlah suatu penyakit yang terbatas pada satu sistem organ melainkan suatu sindrom klinis akibat kelainan
jantung. Keadaan ini ditandai dengan suatu bentuk respon hemodinamika, renal, neural dan hormonal yang nyata. Di samping itu, gagal jantung
merupakan suatu keadaan patologis dimana kelainan fungsi jantung menyebabkan kegagalan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
jaringan, atau hanya dapat memenuhi kebutuhan jaringan dengan meningkatkan tekanan pengisian (Muttaqin Arif, 2012).
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi dimana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme
1. Anatomi Kardiovaskuler
Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot. Otot jantung merupakan jaringan istimewa karena kalau dilihat dari bentuk dan
susunannya sama dengan otot serat lintang, tetapi cara bekerjanya menyerupai otot polos yaitu di luar kemauan kita (dipengaruhi oleh susunan
saraf otonom). Bentuk jantung menyerupai jantung pisang, bagian atasnya tumpul (pangkal jantung) dan disebut juga basis kordis. Di sebelah
bawah agak runcing yang disebut apeks kordis. Letak jantung di dalam rongga dada sebelah depan (kavum mediastinum anterior), sebelah kiri
bawah dari pertengahan rongga dada, di atas diafragma, dan pangkalnya terdapat di belakang kiri antara kosta V dan VI dua jari di bawah papilla
mamae. Pada tempat ini teraba adanya denyutan jantung yang disebut iktus kordis. Ukurannya lebih kurang sebesar genggaman tangan kanan dan
beratnya kira-kira 250-300 gram. Di antara dua lapisan jantung ini terdapat lender sebagai pelicin untuk menjaga agar pergesekan antara
Jantung terdiri dari jaringan yang memiliki fungsi kontraksi. Dan hampir separuh dari seluruh berat jantung, terdiri dari otot bergaris. Jika
ia berkontraksi dan berelaksasi, maka timbul perubahan-perubahan tekanan di dalam jantung dan pembuluh darah, yang menyebabkan pengaliran
darah di seluruh jaringan tubuh. Otot jantung, merupakan jaringan sel-sel yang bersifat “Kontraktif” (pegas) dan terdapat di dalam atrium maupun
ventrikel, serta memiliki kemampuan meneruskan rangsang listrik jantung secara mudah dan cepat di seluruh bagian otot-otot jantung. Tiap sel
otot jantung di pisahkan satu sama lain oleh “intercalated discs” dan cabang-cabangnya membentuk suatu anyaman di dalam jantung. “intercalated
discs” inilah yang dapat mempercepat hantaran rangsang listrik potensial di antara serabut-serabut sel otot-otot jantung. Proses demikian itu terjadi
karena “intercalated discs” memiliki tahanan aliran listrik potensial yang lebih rendah dibandingkan bagian otot jantung lainnya. Dan keadaan
inilah yang mempermudah timbulnya mekanisme “Excitation” di semua bagian jantung. Otot bergaris jantung tersusun sedemikian rupa, sehingga
membentuk ruang-ruang jantung dan menjadikan jantung sebagai “a globular muscular organ”. Jaringan serabut elastisnya membentuk suatu
lingkaran yang mengelilingi katup-katup jantung. Otot-otot atrium umumnya tipis dan terdiri dari dua lapisan yang berasal dari sudut sebelah
kanan jantung, sedangkan otot ventrikelnya lebih tebal dan terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan superficial, lapisan tengah dan laipsan dalam.
Ventrikel kiri memiliki dinding 2-3 kali lebih tebal daripada dinding ventrikel kanan dan mendominasi bangunan dasar otot jnatung dalam
membentuk ruang-ruangnya. Ketiga lapisan otot jantung tersebut berkesinambungan satu dengan lainnya, dengan lapisan superficial berlanjut
menjadi lapisan tengah dan lapisan dalam. Di dalam ventrikel, ketiga lapisan otot jantung tersebut mengandung berkas-berkas serabut otot (Masud
Ibnu, 2012).
2. Fisiologi Kardiovaskuler
Darah yang terdapat di dalam jantung selalu dipompa keluar secara terus-menerus dan setelah melalui sistem vaskuler, darah kembali ke
jantung.
Sistem vaskuler yang dilaluinya dapat berupa sistem sirkulasi paru dan sistem sirkulasi umum. Pembuluh darah pada kedua sistem tersebut
terdiri dari 1) pembuluh darah nadi (arteri) yang mengalirkan darah dari jantung ke jaringan sel-sel tubuh dan 2) pembuluh darah balik (vena) yang
oksigenasi di dalam jaringan sel-sel paru, kemudian darah kembali ke jantung melalui pembuluh darah balik (vena pulmonalis).
Selanjutnya darah dipompa keluar dari jantung melalui bilik kiri ke sistem sirkulasi umum menuju ke seluruh jaringan sel-sel tubuh.
Pada keadaan normal, jumlah darah yang dapat dipompa oleh jantung sesuai dengan jumlah darah yang masuk kembali ke jantung, sebesar
5 liter per menitnya dan dapat meningkat pada olahraga yang berat sampai dengan 25-35 liter per menit.
Sistem kardiovaskuler mengalirkan darah ke seluruh bagian tubuh dan menyalurkan kembali ke jantung. Dengan jantung berkontraksi dan
berelaksasi, maka ia mampu mengalirkan darah di dalam sistem tersebut. Perubahan-perubahan hemodinamik di dalam sistem tersebut
menyebabkan perubahan tekanan dan mengakibatkan terjadinya peristiwa aliran darah di dalamnya.
Perpaduan antara perubahan tekanan dan keadaan sistem kardiovaskuler, memungkinkan terjadinya hemodinamik di sepanjang sistem
kardiovaskuler.
Dan darah dapat kembali ke jantung, karena adanya perbedaan tekanan antara jantung kiri dengan antrium kanan, dengan tekanan atrium
kanan mendekati nol, sedangkan tekanan kapiler di jaringan tetap lebih tinggi, sehingga memungkinkan darah dari jaringan sel tubuh melalui vena
kembali ke jantung.
Darah dipompa dari jantung kanan menuju jaringan paru untuk mengambil oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida, kemudian kembali
ke jnatung melalui atrium kiri. Darah yang telah mengalami oksigenasi tersebut, selanjutnya dipompa jantung ke sistem sirkulasi umum melalui
aorta. Kemudian aorta membagi aliran darah menuju ke cabang-cabang arteri dan subarteri yang terdapat di dalam jaringan sel dan organ, yang
arteriolanya kemudian bercabang membentuk anyaman kapiler. Di bagian inilah terjadi pertukaran gas O 2 dan CO2, serta berdifusinya makanan,
vitamin dan mineral serta di lain pihak darah akan mengangkut kembali produk akhir metabolik dari jaringan-jaringan sel ke tempat pembuangan.
Dari kapiler, darah menuju ke venula dan selanjutnya darah mengalir didalam sistem vena menuju ke jantung. Aliran darah balik ini akan dipercepat
kembali ke jantung oleh adanya aktivitas pengisap jnatung dan pompa otot (Masud Ibnu, 2012).
2.1.3 Etiologi
Mekanisme fisiologi yang menyebabkan gagal jantung menurut (Ruhyanudin Faqih, 2007) mencakup keadaan-keadaan yang :
4. Gangguan pengisian ventrikel : stenosis katup atrioventrikuler, perikarditif konstriktif, tamponade jantung.
5. Gangguan sirkulasi : aritmia melalui perubahan rangsangan listrik yang memulai respon mekanis.
6. Infeksi sistemik/ infeksi paru : respon tubuh terhadap infeksi akan memaksa jantung untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan metabolisme yang
meningkat.
7. Emboli paru, yang secara mendadak akan meningkatkan resistensi terhadap ejeksi ventrikel kanan.
2.1.4 Klasifikasi
Ada empat kategori utama yang diklasifikasikan menurut (Udjianti Wajan Juni, 2011), yaitu sebagai berikut :
a. Backward failure dikatakan sebagai akibat ventrikel tidak mampu memompa volume darah keluar, menyebabkan darah terakumulasi dan
meningkatkan tekanan dalam ventrikel, atrium dan sistem vena balik untuk jantung sisi kanan maupun jantung sisi kiri.
b. Forward failure adalah akibat ketidakmampuan jantung mempertahankan curah jantung, yang kemudian menurunkan perfusi jaringan. Karena
jantung merupakan sistem tertutup, maka backward failure dan forward failure selalu berhubungan satu sama lain.
Low output syndrome terjadi bilamana jantung gagal sebagai pompa, yang mengakibatkan gangguan sirkulasi perifer dan vasokontriksi
perifer. Bila curah jantung tetap normal atau di atas normal namun kebutuhan metabolic tubuh tidak mencukupi, maka high-output syndrome
terjadi. Hal ini mungkin disebabkan oleh peningkatan kebutuhan metabolik, seperti tampak pada hipertiroidisme, demam dan kehamilan atau
mungkin dipicu oleh kondisi hiperkinetik seperti fistula arteriovenous, beri-beri atau penyakit paget’s.
Manifestasi klinis dari kegagalan jantung akut dan kronis tergantung pada seberapa cepat sindrom berkembang. Gagal jantung akut
merupakan hasil dari kegagalan ventrikel kiri mungkin karena infark miokard, disfungsi katup, atau krisis hipertensi. Kejadiannya berlangsung
demikian cepat di mana mekanisme kompensasi menjadi tidak efektif, kemudian berkembang menjadi edema paru dan kolaps sirkulasi (syok
kardiogenik).
Gagal jantung kronis berkembang dalam waktu yang relative cukup lama dan biasanya merupakan hasil akhir dari suatu peningkatan
ketidakmampuan mekanisme kompensasi yang efektif. Biasanya gagal jantung kronis dapat disebabkan oleh hipertensi, penyakit katup, atau
Kegagalan ventrikel kiri adalah merupakan frekuensi tersering dari dua contoh kegagalan jantung dimana hanya satu sisi jantung yang
dipengaruhi. Secara tipikal disebabkan oleh penyakit hipertensi. Coronary Artery Disease (CAD), dan penyakit katup jantung sisi kiri (mitral dan
aorta). Kongesti pulmoner dan edema paru biasanya merupakan gejala segera (onset) dari gagal jantung kiri.
Gagal jantung kanan sering disebabkan oleh gagal jantung kiri, gangguan katup trikuspidalis atau pulmonal. Hipertensi pulmoner juga
mendukung berkembangnya kegagalan jantung kanan, peningkatan kongesti atau bendungan vena sistemik dan edema perifer.
Gagal jantung biasanya digolongkan menurut derajat atau beratnya seperti klasifikasi gagal jantung kongestif menurut New York Heart
Association (NYHA).
Tabel 2.4 Klasifikasi Gagal Jantung Menurut NYHA
KELAS DEFINISI ISTILAH
I Klien dengan kelainan jantung Disfungsi ventrikel kiri
tetapi tanpa pembatasan aktivitas yang asimtomatik.
fisik.
II Klien dengan kelainan jantung Gagal jantung ringan.
yang menyebabkan sedikit
pembatasan aktivitas fisik.
III Klien dengan kelainan jantung Gagal jantung sedang.
yang menyebabkan banyak
pembatasan ativita fisik.
IV Klien dengan gagal jantung yang Gagal jantung berat.
segala bentuk aktivitas fisiknya
akan menyebabkan keluhan.
1. Gagal jantung kiri : dispnoe, fatigue, ortopnea, dispnoe noktural paroksismal, batuk, pembesaran jantung, gallop ritme, bunyi jantung tambahan
2. Gagal jantung kanan : Fatigue, edema, liver angorgement, anoreksia, kembung, pembesaran jantung kanan, gallop ritme pada atrium kanan,
murmur, peningkatan tekanan vena jugularis, asites, hydrothorax, peningkatan tekanan vena, hepatomegali dan pitting oedema (Ruhyanudin Faqih,
2007).
2.1.6 Patofisiologi
Bila reservesi jantung normal untuk berespons terhadap stress tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolic tubuh, maka jantung
gagal untuk melakukan tugasnya sebagai pompa, dan akibatnya terjadi gagal jantung. Demikian juga, pada tingkat awal, disfungsi komponen
pompa secara nyata dapat mnegakibatkan gagal jantung. Jika reservasi jantung normal mengalami kepayahan dan kegagalan, respons fisiologis
tertentu pada penurunan cucrah jantung adalah penting. Semua respons ini menunjukkan upaya tubuh untuk mempertahankan perfusi organ vital
tetap normal. Terdapat empat mekanisme respons primer terhadap gagal jantung meliputi :
Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respons simpatis kompensatoris. Meningkatnya aktivitas adrenergic
simpatis merangsang pengeluaran katekolamin dan saraf-saraf adrenergic jantung dan medulla adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi
akan meningkat untuk meningkatkan curah jantung. Arteri perifer juga melakukan vasokontriksi untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi
volume darah dengan mengurangi aliran darah ke orgab-organ yang rendah metabolismenya seperti kulit dan ginjal. Hal ini bertujuan agar perfusi
ke jantung dan otak dapat dipertahankan. Venokontriksi akan meningkatkan aliran darah balik vena ke sisi kanan jantung, untuk selanjutnya
Pada keadaan gagal jantung, baroresptor diaktivasi sehingga menyebabkan peningkatan aktivitas simpatis pada jantung, ginjal dan pembuluh
Aktivitas sistem saraf simpatis yang berlebihan menyebabkan peningkatan kadar noradrenalin plasma, yang selanjutnya akan menyebabkan
vasokontriksi, takikardia, serta retensi garam dan air. Aktivitas simpatis yang berlebihan juga dapat menyebabkan nekrosis sel otot jantung.
Perubahan ini dapat dihubungkan dengan observasi yang menunjukkan bahwa penyimpanan norepinefrin pada miokardium mnejadi berkurang
Aktivasi sistem rennin - angiotensin - aldosteron (RAA) menyebabkan retensi natrium dan air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel
dan regangan serabut. Peningkatan beban awal ini akan menambah kontraktilitas miokardium sesuai dengan hokum starling. Mekanisme pasti
yang mengakibatkna aktivasi sistem RAA pada gagal jantung masih belum jelas. Sistem RAA bertujuan menjaga keseimbangan cairan dan
Renin adalah enzim yang disekresikan oleh sel-sel juxtaglomerulus, yang terletak berbatasan dengan arteriol renal eferen dan bersebalahan
dengan macula densa pada tubulus distal. Renin merupakan enzim yang mengubah angiotensinogen (sebagian besar berasal dari hati) angiotensin
I.
Angiotensin converting enzyme (ACE) yang terikat pada membrane plasma sel endotel akan memecah dua asam amino dan angiotensin I
untuk membentuk angiotensin II. Angiotensin II memiliki beberapa fungsi penting untuk memelihara homeostasis sirkulasi, yaitu merangsang
konstriksi arteriol pada ginjal dan sirkulasi sistemis, serta mereabsorbsi natrium pada bagian proksimal nefron.
Angiotensin II juga menstimulasi korteks adrenal untuk menskresi akdosteron, yang akan merangsang reabsorbsi natrium (dalam pertukaran
dengan kalium) pada bagina distal dari nefron, serta di usus besar, kelenjar saliva dan kelenjar keringat. Renin diskresikan pada keadaan
menurunnya tekanan darah, kekurangan natrium dan peningkatan aktivitas simpatis ginjal.
Angiotensin I sebagina besar kemudian diubah di paru-paru menjadi angiotensin II, suatu zat presor yang poten, oleh angiotensin converting
enzyme (ACE). ACE juga dapat memecah bradikinin dan bekerja pada sejumlah peptide lain. Angiotensin II dipecah secara cepat oleh enzim non-
spesifik yang disebut angiotensinase. Angiotenisn II memegang peran utama dalam sistem RAA karena meningkatkan tekanan darah dengan
beberapa cara seperti vasokontriksi, retensi garam dan cairan dan takikardia.
Peptida natriretik atrial (PNA) disekresi oleh jantung kemudian masuk ke dalam sirkulasi. Sekresinya terutama dipengaruhi oleh peningkatan
tekanan pada dinding atrium atau ventrikel, biasanya akibat peningkatan tekanan pengisian atrium atau ventrikel. PNA menyebabkan dilatasi dari
arteri yang mengalami konstriksi akibat neurohormon lain serta meningkatkan ekskresi garam dan air.
3. Hipertrofi ventrikel
Respon terhadap kagagaln jantung lainnya adalah hipertrofi ventrikel atau bertembahnya ketebalan dinding ventrikel. Hipertrofi
meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium, bergantung pada jenis bebasn hemodinamika yang mengakibatkna gagal jantung.
Sarkomer dapat bertambah secara parallel atau serial. Sebagai contoh, suatu beban tekanan yang ditimbulkan oleh adanya stenosis aorta, akan
disertai penambahan ketebalan dinding tanpa penambahan ukuran runag di dalamnya. Respons miokardium terhadap beban volume seperti pada
regurgitasi aorta, ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya ketebalan dinding. Kombinasi ini diduga merupakan akibat dari bartambahnya jumlah
sarkomer yang tersusun secara serial. Kedua pola hipertrofi ini dikenal sebagai hipertrofi konsentris dan hipertrofi eksentris.
Remodelling jantung terjadi agar dapat menghasilkan volume sekuncup yang besar. Karena setiap sarkomer mempunyai jarak pemendekan
puncak yang terbatas, maka peningkatan volume sekuncup dicapai dengan peningkatan kumlah sarkomer seri, yang akan menyebabkan
peningkatan volume ventrikel. Pelebaran ini membutuhkan ketegangan dinding yang lebih besar agar dapat menimbulkan tekanan intraventrikel
yang sama sehingga membutuhkan peningkatan jumlah myofibril parallel. Sebagai akibatnya, terjadi peningkatan ketebalan dinding ventrikel kiri.
Keempat respons ini adalah upaya untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme-mekanisme ini mungkin memadai untuk
mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini dan pada keadaan istirahat. Tetapi, kelainan pada
kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak pada saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, maka kompensasi akan
2.1.8 Penatalaksanaan
Pada tahap simtomatik dimana sindrom gagal jantung sudah terlihat jelas seperti cepat capek atau fatigue, sesak nafas (dyspnea in effort,
orthopnea), kardiomegali, peningkatan tekanan vena jugularis, asites, hepatomegali dan oedema sudah jelas, maka dengan diagnosis gagal jantung
mudah di buat. Tetapi bila syndrome tersebut belum terlihat jelas seperti pada tahap disfungsi ventrikel kiri/LV disfunction (tahap asimtomatik),
maka keluhan fatik dan keluhan di atas yang hilang timbul tidak khas, sehingga harus di topang oleh pemeriksaan foto rontgen, echocardigrafi dan
Diuretik oral maupun parenteral tetap merupakan ujung tombal pengobatan gagal jantung sampai edema atau asites hilang (tercapai
euvolemik). ACE-inhibitor atau Angiotensin Receptor Blocker (ARB) dosis kecil dapat dimulai setelah euvolemik sampai dosis optimal. Penyekat
beta dosis kecil sampai optimal dapat dimulai setelah diuretic dan ACE-inhibitor tersebut diberikan.
Digitalis diberikan bila ada aritmia supra-ventrikuler (fibrilasi atrium atau SVT lainnya) atau ketiga obat di atas belum memberikan hasil
yang memuaskan. Intoksikasi sangat mudah terjadi bila fungsi ginjal menurun (ureum/kreatinin meningkat) atau kadar kalium rendah (kurang dari
3,5 meq/L).
Aldosteron antagonis di pakai untuk memperkuat efek diuretic atau pada pasien hipokalemia, dan ada beberapa studi yang menunjukkan
Pemakaian obat dengan efek diuretic-vasodilatasi seperti Brain N Atriuretic Peptide (Nesiritide) masih dalam penellitian. Pemakaian alat
bantu seperti Cardiac Resychronization Therapy (CRT) maupun pembedahan, pemasangan ICD (Intra Cardiac Defibrillator) sebagai alat mencegah
mati mendadak pada gagal jantung akibat iskemia maupun non-iskemia. Dapat memperbaiki status fungsional dan kualitas hidup, namun mahal.
Transplantasi sel dan stimulasi degenerasi miokard, masih terkendala dengan masih minimalnya jumlah miokard yang dapat ditumbuhkan untuk
mengganti miokard yang rusak dan masih memerlukan penelitian lanjut (Sudoyo Ary W., 2007).
2.1.9 Komplikasi
Menurut patric davay (2005), komplikasi gagal jantung kongestif adalah sebagai berikut :
1. Efusi pleura
Di hasilkan dari peningkatan tekanan kapiler. Transudasi cairan terjadi dari kapiler masuk ke dalam ruang pleura. Efusi pleura biasanya
2. Aritmia
Pasien dengan gagal jntung kongestif mempunyai risiko untuk mengalami aritmia, biasanya disebabkan karena tachiaritmias ventrikuler
Pada gagal jntung kongestif akut dan kronik, pembesaran ventrikel kiri dan penurunan kardiac output beradaptasi terhadap adanya
pembentukan thrombus pada ventrikel kiri. Ketika thrombus terbentuk, maka mengurangi kontraktilitas dari ventrikel kiri, penurunan suplai
oksigen dan lebih jauh gangguan perfusi. Pembentukan emboli dari thrombus dapat terjadi dan dapat disebabkan dari Cerebrivaskular accident
(CVA).
4. Hepatomegali
Karena lobus hati mengalami kongestif dengan darah vena sehingga menyebabkan perubahan fungsi hati. Kematian sel hati, terjadi fibrosis
1. Electrocardiography (ECG) : didapatkan gambaran perpanjangan interval QRS karena perubahan massa otot ventrikel yang akan meningkatkan
lama aktivitas ventrikel. Meningginya gelombang R karena peningkatan massa otot jantung yang dilalui potensial listrik. Adanya massa otot yang
semakin menebal maka kesempatan repolarisasi akan diberikan pada endocardium terlebih dahulu. Keadaan ini akan mengakibatkan gambaran
RS – T mengalami depresi dan gelombang T terbalik pada sadapan 5 dan 6. Pada sadapan 1 dan 2 tampak adanya gambaran gelombang S yang
2. Sonogram (echocardiogram) dapat menunjukkan dimensi pembesaran ventrikel, perubahan dalam fungsi/ struktur katup atau area penurunan
kontraktilitan ventrikuler.
3. Kateterisasi jantung : tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung kanan maupun kiri dan stenosis katup
maupun insufisiensi. Juga mengkaji patensi arteri koroner. Zat kontras yang disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran abnormal dan
4. X-ray Thoraks : ditemukan adanya pembesaran jantung yang disertai adanya pembendungan cairan di paru karena hipertensi pulmonal. Tempat
5. Laboratorium secara umum dapat ditemukan penurunan Hb dan hematokrit karena adanya hemodilusi. Jumlah leukosit meningkat, bila sangat
meninggi mungkin disebabkan oleh adanya infeksi endokarditis yang akan memperberat jantung. Keadaan asam basa tergantung pada keadaan
metabolism, masukan kalori, keadaan paru dan fungsi ginjal. Kadar natrium darah sedikit menurun walaupun kadar natrium total bertambah. Berat
jenis urine meningkat. Enzim hepar mungkin meningkat dalam kongesti hepar. Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik ringan
atau hipoksia dengan peningkatan pCO2. BUN dan kreatinin menunjukkan penurunan perfusi ginjal. Albumin/ transferin serum mungkin menurun
sebagai akibat penurunan masukan protein atau penurunan sintesis protein dalam hepar yang mengalami kongesti. Kecepatan sedimentasi
dan lien kadang sulit diperiksa secara manual saat disertai asites (Doenges Marilyn E., dkk., 2000).
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. Diperlukan pengkajian cermat untuk mengenal masalah pasien, agar
dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada kecermatan dan ketelitian dalam
1. Identitas
a. Identitas klien terdiri dari : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/ bangsa, pendidikan, pekerjaan dan alamat.
b. Identitas Penanggungjawab terdiri dari : nama, hubungan dengan klien, pendidikan, pekerjaan dan alamat.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama
Klien utama klien dengan gagal jantung adalah sesak nafas, nyeri dan kelemahan saat beraktivitas.
Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan fisik klien secara
PQRST, yaitu :
1) P : Provoking incident, kelemahan fisik terjadi setelah melakukan aktivitas ringan sampai berat, sesuai dengan gangguan pada jantung.
2) Q : Quality of pain, seperti apa keluhan kelemahan dalam melakukan aktivitas yang dirasakan atau digambarkan klien. Biasanya setiap beraktivitas
3) R : Region, apakah kelemahan fisik bersifat lokal atau memengaruhi keseluruhan sistem otot rangka dan apakah disetai ketidakmampuan dalam
melakukan pergerakan.
4) S : Severity (scale) of pain, Kaji rentang kemampuan klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Biasanya kemampuan klien dalam beraktivitas
Pengkajian RPD yang mendukung dikaji dengan menanyakan apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, hipertensi, iskemia
Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa yang lalu dan masih relevan dengan kondisi saat ini. Obat-
obatan ini meliputi obat diuretic, nitrat, penghambat beta, serta antihipertensi. Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu. Alergi obat
dan reaksi alergi yang timbul. Sering kali klien menafsirkan suatu alergi sebagai efek samping obat.
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga, anggota keluarga yang meninggal terutama pada usia produktif,
dan penyebab kematiannya. Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan faktor resiko utama terjadinya
a. Aktivitas/ istirahat
Klien biasanya mengeluh mengalami keletihan/kelelahan terus-menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri dada pada saat beraktivitas dan dispnea
Biasanya klien memiliki riwayat hipertensi, infark miokard baru/ akut, episode GJK sebelumnya, penyakit jantung, bedah jantung, endokarditis,
c. Integritas ego
Klien menyatakan ansietas, khawatir dan takut. Stress yang berhubungan dengan penyakit/keprihatinan financial (pekerjaan/biaya perawatan
medis)
d. Eliminasi
Klien menyatakan penurunan dalam berkemih, urine klien berwarna gelap, suka berkemih pada malam hari (nokturia), diare/kontipasi.
e. Makanan/cairan
Klien manyatakan tidak mempunyai nafsu makan, selalu mual/muntah, bertambahnya berat badan secara signifikan.
f. Hygiene
Klien menyatakan merasa letih/lemah, kelelahan yang dirasakan klien yaitu selama aktivitas perawatan diri.
g. Neurosensori
Klien menyatakan tubuhnya lemah, suka merasakan pusing, dan terkadang mengalami pingsan.
h. Nyeri/kenyamanan
Klien mengeluh nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan sakit pada otot.
i. Pernapasan
Klien menyatakan dispnea saat beraktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat
j. Keamanan
Klien menyatakan mengalami perubahan dalam fungsi mental, kehilangan kekuatan, tonus otot, kulit lecet.
k. Interaksi sosial
Klien menyatakan sudah jarang mengikuti kegiatan sosial yang biasa dilakukan.
l. Pembelajaran/pengajaran
Klein menyatakan menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misal : penyekat saluran kalsium
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum :
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien gagal jantung biasanya baik atau composmentis dan akan berubah sesuai tingkat
b. Tanda-Tanda Vital : TD :
Nadi :
Respirasi :
Suhu :
c. P
1) B1 (breathing)
Gejala-gejala kongesti vascular pulmonal adalah dipsnea, ortopnea, dispnea nocturnal pasroksismal, batuk dan edema pulmonal akut, takipnea.
2) B2 (Blood)
a) Inspeksi : Inspeksi tentang adanya parut pada dada, keluhan kelemahan fisik dan adanya edema ektremitas. Ujung jari kebiruan, bibir pucat abu-
abu.
c) Auskultasi : Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya
ditemukan apabila gagal jantung adalah kelainan katup. Irama jantung disritmia. Bunyi jantung S3 (Gallop) adalah diagnostik, S4 dapat terjadi.
d) Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan adanya hipertrofi jantung (kardiomegali).
3) B3 (Brain)
Kesadaran klien biasanya composmentis. Sering ditemukan sianosis perifer apabila terjadi gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian
objektif klien meliputi wajah meringis, menangis, merintihm meregang dan menggeliat.
4) B4 ( Bladder)
Pengukuran volume output urine selalu dihubungkan dengan intake cairan. Perawat perlu memonitor adanya oliguruia karena merupakan
tanda awal dari syok kardiogenik. Adanya edema ekstremitas menunjukkan adanya retensi cairan yang parah. Penurunan berkemih, urine berwarna
5) B5 ( Bowel)
a) Hepatomegali
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar. Bila proses ini berkembang, maka
tekanan dalam pembuluh portal meningkat sehingga cairan terdorong masuk ke rongga abdomen, suatu kondisi yang dinamakan asites.
Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen ini dapat menyebabkan tekanan pada diafragma sehingga klien dapat mengalami distress pernapasan.
b) Anoreksia
Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan stasis vena didalam rongga abdomen.
6) B6 ( Bone)
a) Ektremitas
Pada ujung jari terjadi kebiruan dan pucat. Warna kulit pucat dan sianosis.
b) Edema
Edema sering dipertimbangkan sebagai tanda gagal jantung yang dapat dipercaya dan tentu saja, ini sering ditemukan bila gagal ventrikel
kanan telah terjadi. Ini sedikitnya merupakan tanda yang dapat dipercaya bahwa telah terjadi disfungsi ventrikel.
c) Mudah lelah
Klien dengan gagal jantung akan cepat merasa lelah, hal ini terjadi akibat curah jantung yang berkurang yang dapat menghambat sirkulasi
normal dan suplai oksigen ke jaringan dan menghambat pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi akibat meningkatnya energy yang
digunakan untuk bernapas dan insomnia yang terjadi akibat distress pernapasan dan batuk.
Perfusi yang kurang pada otot-otot rangka menyebabkan kelemahan dan keletihan. Gejala-gejala ini dapat dipicu oleh ketidakseimbangan
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Ekokardiografi,
c. Elektrokardiografi
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisis data subjektif dan objektif yang telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk
1. Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dan menghubungkan data tersebut dengan konsep teori dan prinsip yang relevan untuk membuat
kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan klien (Deswani, 2009).
Transudasi cairan
Edema
DS:
4 Klien mengeluh “tangan dan Curah jantung menurun Resiko tinggi
kaki lemas, sulit untuk menelan, gangguan perfusi
nyeri perut” jaringan
DO: Hipertrofi ventrikel
Klien tampak berbaring di Pemendekan miokard
tempat tidur, oliguri, tampak
edema, perubahan suhu kulit,
Aliran darah ke jantung
dan otak menurun
Nekrosis Sel
Nyeri
2. Rumusan Diagnosa
a. Resiko tinggi penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunan kontraktilitas ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, konduksi
elektrikal yang ditandai dengan klien mengeluh “mudah lelah, nyeri dada kiri dan uluhati, sesak nafas, sering terbangun pada malam hari saat
tidur”, tekanan darah bisa meningkat (hipertensi/ hipotensi), nadi lemah, terdengar suara gallop ventrikel dan gallop atrium (S3 clan S4), keringat
dingin, ronchi +/+, sianosis nyeri dada, edema tungkai +/+, EKG: ST depresi V2 dan V4, rasio R/S V1, V6 urine sedikit ±300 – 500 cc perhari,
nafas cepat.
b. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan perembesan cairan, kongesti paru akibat sekunderdari perubahan membran
kapiler alveoli dan retensi cairan interstitial yang ditandai dengan klien mengeluh “nafasnya sesak dan sering terbangun pada malam hari karena
sesak nafas dan batuk-batuk serta dispnea saat beraktivitas”, ujung jari dan kuku tampak kebiruan, ronchi(+/+), nafas cepat tampak tarikan dinding
c. Resiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan kelebihan cairan sistemis, perembesan cairan interstial di sistemis
akibat sekunder dari penurunan curah jantung, gagal jantung kanan yang ditandai dengan klien menyatakan “bila berjalan terasa berat, sesak nafas,
lebih enak tidur dengan posisi setengah duduk, kencing sedikit”, tungkai tampak bengkak/ edema, jumlah kencing sedikit 300-500 cc/ hari, tempak
bendungan vena jugularis, ronchi (+) respirasi nafas cepat, terdengar bunyi jantung S3 dan nadi lemah, Ht: 34,6, Albumin: 2,6.
d. Resiko tinggi gangguan perfusi jaringan yang berhubungan dengan menurunnya curah jantung yang ditandai dengan klien mengeluh “tangan dan
kaki lemas, sulit untuk menelan, nyeri perut”, klien tampak berbaring di tempat tidur, oliguri, tampak edema, perubahan suhu kulit.
e. Nyeri yang berhubungan dengan nekrosis sel yang ditandai dengan klien mnegeluh “nyeri dada kiri pada saat beraktivitas”, klien tampak meringis
f. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen ke jaringan dengan kebutuhan dengan akibat sekunder
dari penurunan curah jantung yang ditandai dengan klien mengeluh “tenaganya lemah, cepat lelah, sesak nafas, nafsu makan menurun”, klien
tampak berbaring di tempat tidur, tampak kebiruan/ sianosis pada ujung jari dan kuku, tungkai tampak edema, keringat dingin, lemah.
g. Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian, penurunan status kesehatan, situasi kritis, ancaman, atau perubahan kesehatan yang
ditandai dengan klien menyatakan “klien takut dengan keadaannya, klien bertanya tentang kondisi dan pengobatan”, klien tampak cemas.
h. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, program pengobatan yang berhubungan dengan kurangnya pemahaman, kesalahan persepsi tentang
hubungan fungsi jantung, penyakit, kegagalan yang ditandai dengan adanya pertanyaan, pernyataan masalah, kesalahan persepsi, terulangnya
episode GJK yang dapat dicegah yang ditandai dengan klien mengatakan “klien bingung dengan keadaan penyakitnya, klien bertanya tentang
Paduan untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari klien, dan/atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Intervensi dilakukan untuk
d. Manajemen lingkungan,
lingkungan tenang dan batasi
Implementasi merupakan tahap pelaksanaan dari intervensi yang sudah di tentukan sebelumnya. Setelah melakukan intervensi
keperawatan, tahap selanjutnya adalah mencatat intervensi yang telah dilakukan dan evaluasi respon klien (Deswani, 2009).
Adapun pelaksanaan tindakan keperawatan secara umum pada klien dengan gagal jantung kongestif :
1. Pemberian oksigen.
6. Pencegahan komplikasi.
7. Pemberian informasi.
Evaluasi keperawatan merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang disengaja dan terus-menerus
dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya (Lismidar, dkk., 2005).
Hasil yang diharapkan pada proses perawatan klien dengan gagal jantung.
Lihat komentar
1.
Balas
Memuat
Tema Tampilan Dinamis. Diberdayakan oleh Blogger.
Awaludin,Amd.Kep
Friday, 23 November 2012
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Saat ini Congestive Hearth Faikure (CHF) atau yang biasa disebut dengan gagal jantung kongestif merupakan satu-satunya penyakit
kardiovaskuler yang meningkat insiden dan prevalensinya. Resiko kemarian akibat gagal jantung berkisar antara 5-10% pertahun pada gagal
jantung ringan yang akan meningkat menjadi 30-40% pada gagal jantung berat. Selain itu, gagal jantung merupakan penyakit yang paling sering
memerukan perawatan ulang di rumah sakit meskipun pengobatan rawat jalan telah diberikan secara optimal ( R. Miftah Suryadipraja).
CHF adalah ketidak mampuan jantung untuk memompa darah keseluruh tubuh (Ebbersole, Hees, 1998). Resiko CHF akan meningkat
pada orang lanjut usia karena penurunan fungsi ventrikel akibat penuaan. CHF ini dapat menjadi kronik apabila disertai dengan penyakit- penyakit
seperti : Hipertensi, penyakit katub jantung, kardiomiopati, dan lain-lain. CHF juga dapat menjadi kondisi akut dan berkenbang secara tiba-tiba
pada miocard infark.
CHF merupakan penyebab tersering lansia dirumah dirawat di rumah sakit ( Miller, 1997). Sekitar 3000 penduduk Amerika menderita
CHF. Pada umumnya CHF diderita pada lansia yang berusia 50 tahun, insiden ini akan terus bertambah setiap tahun pada lansia berusia diatas
50 tahun (Aronow et al, 1998). Menurut penelitian, sebagian besar lansia yang didiagnosis CHF tidak dapat hidup lebih dari 5 tahun (Ebbersole,
Hess, 1998).
B. TUJUAN
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang penyakit CHF
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian CHF
b. Mahasiswa mampu menjelaskan penyebab CHF
c. Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala CHF
d. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi CHF
e. Mahasiswa mampu menjelaskan manifestasi klinis CHF
f. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang pada CHF
g. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan pasien dengan CHF
h. Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatangawat darurat pada pasien dengan CHF
C. METODE PENULISAN
Makalah ini menggunakan metode literatur, internet, diskusi kelompok, serta bimbingan dengan dosen pembimbing dan pembimbing
lapangan.
D. SISTEMATIKA
Makalah ini terdiri dari bab I pendahuluan meliputi latar belakang, tujuan, metode penulisan, dan sistematika penulisan, bab II tinjauan
teoritis meliputi konsep penyakit CHF, bab III tentang asuhan keperawatan pada pasien penyakit CHF, bab IV penutup.
BAB II
KONSEP DASAR
TINJAUAN TEORITIS
A. DEFENISI
Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung adalah : Ketidak mampuan jantung untuk memompa darah secara adekuat keseluruh tubuh
( Ebbersole, Hess, 1998)
B. ETIOLOGI
Penyebab gagaal jantung kongestif adalah :
1. Kelainan otot jantung
2. Aterosklerosis koroner
3. Hipertensi sistemikatau pulmonal
4. Peradangan dan penyakit miokardium
5. Penyakit jantung lain seperti stenosis katuf semilunaris, tamponade pericardium, perikarditis konstruktif, Stenosis katup AV
6. Faktor sistemik seperti demam, tirotoksikosis,hipoksia, anemia.
(Mansjoer. 1999 jilid I ; 583)
C. MANIFESTASI KLINIK
1. CHF kronik. Meliputi:
- Anoreksia, Nokturia
- Edema perifer
- Hiperpigmentasi ekstremitas bawah
- Kelemahan
- Hepatomegali, Asites
- Dyspnoe
- Intoleransi aktifitas
- Kulit kehitaman
2. CHF Akut. Melip[uti :
- Ansietas
- Peningkatan berat badan
- Restletness
- Nafas pendek, Bunyi krekels, Fatigue, Takikardia
- Penurunan resistensi vaskuler
- Distensi vena jugularis
- Dyspnoe, Ortopnoe
- Batuk
- Wheezing bronchial, Sianosis
- Denyut nadi lemah dan tidak teraba
- Penurunan urine
- Delirium
- Sakit kepala
(Long. 1996 ; 580)
D. PATOFISIOLOGI
Kelainan fungsi Jantung disebabkan karena arteriosklerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratof atau inflamasi.
Arterisklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis
(akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Hipertensi sistemik atau
pulmonal(peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertropy serabut otot jantung. Efek
tersebut dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan tidak jelas,
hipertropy tadi tidak dapat berfungsi secara normal, dan akhirnya akan terjadi gagal jantung
Peradangan dan penyakit miokardium degenerative berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut
jantung, menyebabkan kontrasilitas menurun
Ventrikel kanan ada kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal ventrikel kanan. Gagal
ventrikel kiri murni sinonim dangan edema paru akut. Karena curah jantung ventrikel berpasangan atau sinkron, maka kegagalan salah satu
ventrikel dapat mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.
Gagal jantung kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang databg dari paru. Peningkatan tekanan
dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. Dispnoe dapat terjadi akibat peninbunan cairan dalam alveoli yang
mengganggu pertukaran gas. Mudah lelah dapat terjadi akibat curah jantung yang kurang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen
serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolsme, juga terjadi akibat meningkatnya energy yang digunakan untuk bernafas dan insomnia
yang terjadi akibat distrees pernafasan dan batuk.
Gagal jantung kanan
Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti viscara dan jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu
mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasisemua darah secara optimal kembali kesirkulasi vena.
Manifestasi klinis yang tampak dapat meliputi edema ekstremitas bawah, peningkatan berat badan, hepatomegali, distensi vena jugularis, asites,
anoreksia, mual, nokturia.
( Long, 1996 ;582 )
F. KLASIFIKASI CHF
1. Gagal jantung kronik-akut
a. Gagal jantung akut terjadi secara tiba-tiba, ditandai dengan penurunan kardiak output dan tidak adekuatnya perfusi jaringan. Ini dapat
mengakibatkan edema paru dan kolaps pembuluh darah.
b. Gagal jantung kronik terjadi secara perlahan di tandai dengan penyakit jantung iskemiak, penyakit pari kronos. Pada gagal jantung kronis terjadi
retensi air dan sodium pada ventrikel sehingga menyebabkan hipervolemia, akibatnya ventrikel dilatasi dan hipertropy.
2. Gagal jantung kiri dan kanan
a. Gagal jantung kiri terjadi karena ventrikel gagal memompa darah secara adekuat sehingga menyebabkan kongesti pulmonal, hipertensi dan
kelainan pada katub aorta/mitral
b. Gagal jantung kanan, disebabkan peningkatan tekanan pulmo akibat gagal jantung kiri yang berlangsung cukup lama sehingga cairan yang
terbendungakan berakumulasi secara sistemik di kaki, asites, hepatomegali, efusi pleura, dll.
3. jantung sistolik-Diastolik
a. Sistolik terjadi karena penurunan kontraktilitas ventrikel kiri sehingga ventrikel kiri tidak mampu memompa darah akibatnya kardiak output
menurun dan ventrikel hipertropy.
b. Diastolic karena ketidak mampuan ventrikel dalam pengisian darah akibat nya stroke volume cardaiac output menurun.
(Wilson Lorraine M, 1995 ; 753)
I. KOMPLIKASI
1. Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena etasis darah
2. Syock kardiogenik, akibat disfungsi nyata
3. Toksisitas digitalisakibat pemakaian obat-obat digitalis
( Mansyoer Arif, 1999 : 442 )
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN CHF
A. PENGKAJIAN
a. PENGKAJIAN PRIMER
1. Airway
- Batuk dengan atau tanpa sputum
- Penggunaan bantuan otot pernafasan
- Oksigen
2. Breating
- Dispnoe saat aktifitas
- Tidur sambil duduk atau beberapa bantal
3. Circulation
- Riwayat HT, MCI akut, GJK sebelumnya, penyakit katub jantung, anemia, syok dll.
- Tekanan darah, nadi, frekwensi jantung, irama jantung, nadi afical, bunyi jantung S3, gallop, nadi ferifer berkurang, perubahan dalam denyut
nadi jugularis, warna kulit, kebiruan punggung, kuku pucat dan syanosis, hepar ada pembesaran, bunyi nafas krekels atau ronchi, odema.
b. PENGKAJIAN SKUNDER
1. Aktivitas/istirahat
Keletihan, insomnia, nyeri dada dengan aktifitas, gelisah, dispnoe saat istirahat atau aktifitas, perubahan status mental,tanda vital berubah saat
beraktifitas.
2. Integritas ego
Ansietas, strees, marah, takut dan mudah tersinggung
3. Eliminasi
Gejala penurunan jumlah urine. Urine berwarna pekat, berkemih pada malam hari, diare/konstifasi
4. Makanan/cairan
Kehilangan nafsu makan, mual, muntah, penambahan BB signifikan, pembengkan ekstremitas bawah, diit tinggi garaam penggunaan diyretic
distensi abdomen, odema umum.
5. Hygine
Keletihan selama aktifitas perawatan diri, penampilan kurang
6. Neurosensori
Klemahan, pusing, letargi,perubahan prilaku dan mudah tersinggung
7. Nyeri/kenyamanan
Nyeri dada akut /kronik, nyeri abdomen, sakit pada otot, gelisah
8. Interaksi sosisl
Penurunan aktifitas yang biasa dilakukan
Klien dapat menunjukkan tanda vital yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung, melaporkan penurunan
episode dispnoe, angina, ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
INTERVENSI RASIONALISASI
- Kaji kulit terhadap pucat atau skunder terhadap tidak adekuatnya curah
jantung;vasokontriksi dan anemia. Sianosis
sianosis
dapat terjadi sebagai refraksrori GJK. Area
yang sakit sering berwarna biru atau belang
karena peningkatan kongesti vena
2. Intoleransi aktivitas b/d Ketidakseimbangan antara suplai oksigen/kebutuhan, Kelemahan umum, Tirah baring lama/imobilisasi
Ditandai dengan :
Keelemahan, kelelahan, perubahan tanda vital, adanya disritmia, dispnea, pucat, berkeringat
Tujuan :
Klien akan berpartisifasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri sendiri, mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat
diukur, dibuktikan oleh menurunya kelemahan dan kelelahan.
INTERVENSI RASIONALISASI
- Periksa tanda vital dan segera - Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan
setelah aktivitas, khususnya Bila aktivitas karena efek obat (vasodilasi),
klien menggunakan vasodilator, perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh
diuretic dan penyakit beta fungsi jantung.
3. Kelebihan volume cairan b/d Menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung)meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air
Ditandai dengan :
Ortopnea, bunyi jantung S3, Oliguria, edema, Peningkatan berat badan, hipertensi, Distres pernapasan, bunyi jantung abnormal
Tujuan :
Klien akan mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan kesimbangan masukan den pengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam
rentang yang dapat diterima, berat badan stabil dan tidak ada edema, menyakatan pemahaman tentang pembatasab cairan individual
INTERVENSI RASIONALISASI
4. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas b/d perubahan membrane kapiler alveolus
Ditandai dengan :
Tidak dapat diterapkan :adanya tanda-tanda dan gejala-gejala membuat diagnose aktual
Tujuan :
Klien akan Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi dekuat pada jaringan ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas
gejala distress pernapasan., Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam btas kemampuan/situasi.
INTERVENSI RASIONALISASI
- Pantau bunyi nafas, catat krekles - menyatakan adnya kongesti
paru/pengumpulan secret menunjukkan
kebutuhan untuk intervensi lanjut.
5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit b/d tirah baring lama, edema dan penurunan perfusi jaringan
Ditandai dengan :
Tujuan :
Klien akan Mempertahankan integritas kulit, Mendemonstrasikan
perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit.
INTERVENSI RASIONALISASI
6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar mengenaai kondisi dan program pengobatan b/d kurang pemahaman atau kesalahan persepsi tentang
hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal
Ditandai dengan :
Pertanyaan masalah/kesalahan persepsi, terulangnya episode GJK yang dapat dicegah.
Tujuan :
Klien akan
a. Mengidentifikasi hubungan terapi untuk menurunkan episode berulang dan mencegah komplikasi.
INTERVENSI RASIONALISASI
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung adalah : Ketidak mampuan jantung untuk memompa darah secara adekuat keseluruh
tubuh ( Ebbersole, Hess, 1998)
Penyakit CHF dalam kehidupan sehari-hari apabila tidak di tangani dengan tepat dan selalu dikontrol akan berakibat fatal bagi penderita.
Komplikasi yang di timbulkan dari CHF itu sendiri sangat membahayakan nyawa si penderita
SARAN
Setelah membaca dan memahami konsep dasar pada asuhan keperawatan CHF, diharapkan kepada mahasiswa/i khususnya progsus
D-III Keperawatan tembilahan dapat melakukan dan melaksanakan perencanaan dengan profesional pada pasien CHF dan juga bagi setiap
orang dapat menghindari penyakit CHF dengan selalu menjaga dan membiasakan pola hidup sehat.
ASUHANKEPERAWATAN
Jangan Pernah Lelah Kalian Mengerjakan ASKEP, Akan Sangat Terasa Manfaatnya, karena dalam bekerja pun nanti kalian bakal bekecimpung dengan ASKEP.
Lanjut ke konten
TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi CHF
Menurut Li Nuh Gede C19967 CHF Penurunan Curah Jantung adalah suatu kondisi demam cardiac out put tidak mencukupi kebutuhan
metabolik tubuh.
Sedangkan. menurut “Marllynn. C.D M2 SYF M Joseph TB. (1998) ” penurunan curah jantung adalah suatu keadaan dimana darah yang
dipompakan oleh jantung berkurang sehingga tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan jaringan.
B. Penyebab / Etiologi
Jantung merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sangat penting dalam hidup, dimana fungsi jantung adalah memompa darah ke seluruh
tubuh. Sistem vaskuler mempunyai peranan yang penting pada Sistem kardiovaskuler karena fungsi utamanya berhubungan dengan
pemeliharaan lingkungan terintenal dengan sirkulasi darah berfungsi sebagai transffor oksigen karbondioksida, makanan serta hormon dan obat-
batan ke seluruh tubuh dan jaringan sel di dalam organ tubuh. Dilain pihak sistem kardiovaskuler juga dipengaruhi oleh faktor perubahan
volume cairan tubuh dan hormon tertentu yang langsung atau tidak yang dapat berpengaruh pada Sistem kardiovaskuler.
Semua keadaan yang meinperlihatkan pengurangan fungsi untuk memompa darah serta memadai ke seluruh tubuh bagian-bagian Sistem
pembuluh darah arteri didalam tubuh dikenal sebagai gagal jantung atau cardifailure. Pada dasarnya gagal jantung merupakan kegagalan fungsi
kerja jantung sebagai pompa dalam mengalirkan darah dan oksigen dan gizi ke seluruh tubuh. Penyebab, gagal jantung demikian komplek dan
bervariasi seperti hipertensi, gangguan jantung, kelamari bawaan, kardiomiopati, “Inpark miokardium dan masih banyak lagi yang lain, maka
untuk penatalaksanaannya diperlukan perencanaan yang lebih cermat. Pada dasarnya penatalaksanaarmya suatu kegagalan jantung mungkin
diurungkan kepada pengembalian fungsi jantung sebagai pompa yang menyalurkan darah ke seluruh tubuh yang ditunjukan faktor penyebab dan
komplikasinya,
C. Patofisiologi
Gagal jantung kongestif merupakan kongersi sirkulasi akibat disfungsi rniokardium, salah jantung kiri merupakan komplikasi mekanik yang
paling sering tedadi sebagai akibat infark miokardium terjadi sekitar 50 % kasus.
Inpark miokardium menggangu fungsi miokardium tersebut akibat kontraksinya berkurang sehingga menimbulkan gerakan dinding yang
abnormal dan mengubah complience ruang jantung tersebut dengan berkurangnya kemampuan ventrikel kiri untuk mengosongkan din, maka
besar volume sekuncup berkurang sehingga volume sisi ventrikel meningkat, kenaikan tekanan ini disalurkan ke belakang vena pulmondi
sebagai tekanan hidrostatik dalam kapiler partiz melebihi lek inkotik vaskuler maka terjadi proses tansudasi ke dalam intersisi masih meningkat
lagi terjadi oedeme paiv akibat peronberan cairan ke dalam alveoli.
Penurunan volume sekuncup dan menimbulkan respon kompensasi simpatis ke denyut jantung dan kontraksi meningkat untuk mempertahankan
curah jantung terjadi vaso kontriksi perifer untuk menstabilkan tek arteri dan restibusi aliran darah menuju organ-organ yang tidak vital seperti
ginjal dan kulit untuk mempertahankan perfungsi organ-organ vital. Gagal jantung kiri dapat menimbulkan gagal jantung kanan karena tek
vaskuler paru-paru meningkat sehingga menekan vertikel kanan gagal jantung kanan, akan mengakibatkan kongesti vena sistemik yang
dinyatakan dengan penemuan sendiri pelebaran vena kanan menjadi oedim perifer.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
2. Biodata
1. Biodata Klien
Nama : Tn. A
Umur : 55 tahun
Agama : Islam
Suku Bangsa : Sunda
Pendidikan : SMU
Pekerjaan : Swasta
No. CM : 828573
Nama : Ny. M
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Swasta
2. Keluhan utama
Kilen mengeluh batuk, dan klien merasakan sesak napas, dada terasa nyeri dan bagian perutnya membesar disertai dengan mual-mual.
3. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
± 10 hari sebelumnya, klien mengeluh sesak nafas, yang disertai dengan batuk dan mual, oleh karena itu klien dibawa keluarganya ke dokter
Agustin untuk rawat jalan, namun penyakitnya tidak membaik dan akhirnya klien dirujuk oleh Dr. Agustin untuk rawat inap. Maka keluarganya
membawa klien ke RSU Dr. Slamet Garut. Pada saat pengkajian klien masih tetap dengan keluhannya yaitu sesak nafas, batuk dada nyeri dan
bagian perutnya membesar disertai dengan mual-mual.
Klien menuturkan bahwa klien pernah mengalami penyakit seperti ini dan pernah juga dirawat di RSU Dr. Slamet garut.
Menurut keluarganya belum pernah ada anggota keluarganya yang mengalami penyakit seperti ini dan penyakit ini Alhamdulillah tidak menular
ke keluarganya.
4. Pemeriksaan Fisik
5. Keadan Umum : Lemah
6. Kesadaran : Compos mentis
7. Tanda-tanda Vital : T : 110/80 mmHg R : 32 x/menit
P : 88 x/menit S : 37 °c
4. Integumen
1. Kulit
Kelembaban : lembab
1. Rambut
Warna : Hitam
Penyebaran : Merata
1. Kuku
Bentuk : Cembung
Warna : Transparan
5. Mata
Kesimetrisan : Simetris
jarak ± 30 cm
6. Hidung
Kesimetrisan : Simetris
7. Telinga
Kesimetrisan : Simetris
8. Mulut
1. Bibir
Cyanosis : Ada
1. Gigi
Jumlah : 30 buah
Kebersihasn : Bersih
9. Leher
Kesimetrisan : Simetris
Kebersihan : Bersih
1. Dada
Kesimetrisan : Simetris
Kebersihan : Bersih
1. Abdomen
Kembung : Ada
2. Ekstremitas
Atas
Bawah
Kebersihan : Bersih
Pola Nutrisi
1. Makan
tidak ada
Pola Eliminasi
1. BAK
1. BAB
3 Pola Istirahat
1. Tidur Siang
1. Tidur Malam
Personal Hygiene
2 x/hari
1 x/hari
4 1. Mandi
2 x/hari
2. Gosok gigi
1 x/hari
3. Keluhan
2 x/hari
aktifitas dibantu
membaik
Pola interaksi : klien adalah seorang yang mudah berinteraksi
menjenguknya
1. Data sosial
Pola hubungan Peran: Klien adalah seorang bapak dari 10 orang anak
nonton TV
kepada semuanya.
1. Data Spiritual
Selama sakit klien jarang melaksanakan ibadah shalat sehubungan dengan penyakitnya tetapi saat sebelum sakit klien adalah seorang yang taat
dalam melaksanakan sahalat 5 waktu.
7. Data Penunjang
1. Laboratorium
1 Hb 15,1
: 12-16 gram/dl
2 Leukosit 4900
5000-10000 ul
3 LED 214
9 SGPT 201
: 10-39 u/lt
10 Ureum 61
20-40 mg/dl
6,5-1,1 mg/dl
pembengkakan
Menurunhnya suplai O2 ke
DS: – Klien mengeluh jaringan akan menghambat
badannya terasa lemas dan metabolisme sehingga ATP
3. sebagai bahan bakar juga Intoleransi aktifitas
cepat lelah terutama
setelah beraktifitas menurun. Hal ini
mengakibatkan kelelahan dan
peningkatan kerja pernafasan
No Symptom Etiologi Problem
1. Penurunan curah jantung berhubung dengan perubahan kontraktilitas mikardia akibat gagal jantung kongestive yang ditandai dengan :
DO : – R : 35 x/menit, P : 88 x/menit
2. Volume cairan lebih dari kebutuhan tubuh berhubung dengan penurunan aliran darah keginjal sekunder terhadap gagal jantung kongestive, yang
ditandai dengan :
kurang lancar
3. Intoleransi aktifitas berhubung dengan ifusiensi O2 untuk kehidupan sehari-hari, yang ditandai dengan :
setelah beraktifitas
4. Gangguan rasa aman cemas berhubung dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya yang ditandai dengan
Nama : Tn.
A Tanggal
Masuk : 24 September 2004
Umur : 55
tahun DM
: CHF
1 2 3 4 5 6 7
1 2 3 4 5 6 7
Berikan therapy
sesuai advice dokter Dengan pemberian Pemberian O2
dalam pemberian obat diuretika dapat (RR x ut x 20%)
obat diuretikus mempengaruhi maka 3,2 liter O2
farsix 2 x 1 amp, reabsorpsi air dan Na, yang harus
digoxin 2 x 1 mg, digoxin dan ascardia diberikan
ascardia 2 x 1 mg dapat meningkatkan
kontarksi miokardia
dan memperlambat
frekuensi jantung
sehingga dapat
No. DK P E R E N C A N AA N IMPLEMENTASI EVALUASI
TUJUAN INTERVENSI RASIONALISASI
1 2 3 4 5 6 7
meningkatkan efisiensi
curah jantung
Dengan pemberian O2
Berikan O2 maka akan membantu
dalam pernafasan
klien
1 2 3 4 5 6 7
A : Kebutuhan cairan
belum
Denganpemberian
obat divretika mak teratasi
akan mudah Pkl 1020 Pemberian
memperbanyak farsix 2×1 amp
Lanjutkan therapy pengeluaran cairan
dalam pemberian melalui urine dan
farsix 2 x 1 amp keringat
1 2 3 4 5 6 7
Untuk meudahkan
klien bila ada
keperluan yang
memrlukan bantuan
orang lain misalnya :
BAB, BAK
1 2 3 4 5 6 7
CATATAN PERKEMBANGAN
Nama : Tn. A No. CM : 828573
O : – R : 24 x/menit
– P : 82 x/menit
– T : 120/70 mmHg
1 14 Okt 2004 1
A : Penurunan curah jantung
P : – Observasi TTV
– Berikan O2
I : – Mengobservasi TTV
– Memberikan O2
lancar
No Tanggal DP Catatan Perkembangan
P : – Observasi TTV
I : – Mengobservasi TTV
Disusun Oleh :
Tingkat :2B
AKADEMI KEPERAWATAN PEMDA GARUT
2004-2005
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji dan Syukur kita panjatkan kehadiran Allah SWT, Shalawat dan serta salam Semoga dilimpah curahkan kepada junjunan kita Nabi
Muhammad SAW, karena dengan Rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan Tugas Mata Kuliah KMB yang beijudul “ASUHAN
KEPERAWATAN PADA Tn. A DENGAN CONGESTIVE HEART FAILURE DI RUANG SAFIR Dr. SLAMET GARUT
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan asuhan keperawatan ini masih banyak kelcurangan dan masih jauh dari sempurna, karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran. Akhir kata semoga Asuhan Keperawatan ini bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
TINJAUAN TEORITIS
1. Pengetian
2. Patofisiologi
3. Manifestasi
TINJAUAN KASUS
1. Pengkajian
2. Analisa Data
3. Diagnosa Keperawatan
4. Proses Keperawatan
Advertisement
Iklan
Report this ad
Report this ad
Bagikan ini:
Twitter
Facebook
Google
Terkait
1. bayusinta berkata:
Suka
Balas
o muhammadzakymaulani berkata:
Suka
Balas
Tinggalkan Balasan
o Istilah Istilah Kesehatan
o Laporan Pendahuluan
o Patway
o Askep Anak
o Askep Gerontik
o Askep Komunitas
o Askep Maternitas
Iklan
Report this ad
MUHAZAMA
KANTOR
081517615391
KALENDER
September 2014
S S R K J S M
1 2 3 4 5 6 7
8 9 10 11 12 13 14
15 16 17 18 19 20 21
22 23 24 25 26 27 28
29 30
MUHAZAMA
Terjadi error saat mengambil gambar dari Instagram. Upaya akan diulangi beberapa menit lagi.
MUHAZAMA
Pemutar Video
00:00
03:03
Pemutar Video
00:00
06:54
ASUHANKEPERAWATAN
Privasi & Cookie: Situs ini menggunakan cookie. Dengan melanjutkan menggunakan situs web ini, Anda setuju dengan penggunaan mereka.
Untuk mengetahui lebih lanjut, termasuk cara mengontrol cookie, lihat di sini: Kebijakan Cookie
DAFTAR PUSTAKA
Barbara C Long, Perawatan Medikal Bedah (Terjemahan), Yayasan IAPK Padjajaran Bandung, September 1996, Hal. 443 – 450
Doenges Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3, Penerbit Buku
Kedikteran EGC, Tahun 2002, Hal ; 52 – 64 & 240 – 249.
Mansjoer Arif,Kapita Selecta Kedokteran , Jakarta , Media Aes Culapius ; Fkul, Tahun 1999 Hal : 442,432,452, 583
Wilson Lorraine M, Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Buku 2, Edisi 4, Tahun 1995, Hal ; 704 – 705 & 753 - 763.
No comments:
Post a Comment
My Arsip
► 2018 (2)
► 2015 (1)
► 2013 (2)
▼ 2012 (5)
o ▼ November (2)
Asuhan Keperawatan Appendic
Asuhan Keperawatan CHF
o ► October (3)
About me
Awal udin