Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.1 Kelainan ini ditandai
oleh meningkatnya tekanan intraokuler yang disertai oleh pencekungan diskus optikus
dan pengecilan lapang pandang. Pada glaukoma akan terdapat melemahnya fungsi mata
dengan terjadinya cacat lapang pandang dan kerusakan anatomi berupa ekstravasasi
(penggaungan/ cupping) serta degenerasi papil saraf optik, yang dapat berakhir dengan
kebutaan.1,2,3

World Health Organization (WHO) tahun 2002 mengungkapkan bahwa glaukoma


merupakan penyebab kebutaan paling banyak kedua dengan prevalensi sekiar 4,4 juta
(sekitar 12,3% dari jumlah kebutaan di dunia). Pada tahun 2020 jumlah kebutaan akibat
glaukoma diperkirakan meningkat menjadi 11,4 juta. Prevalensi glaukoma juga
diperkirakan meningkat, dari 60,5 juta pada tahun 2010 menjadi 79,6 juta pada tahun
2020.4 Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi glaukoma
di Indonesia adalah 4,6%.5

Glaukoma dibagi menjadi glaukoma primer (sudut terbuka dan tertutup), glaukoma
kongenital (glaukoma pada bayi), glaukoma sekunder dan glaukoma absolut (glaukoma
yang tidak terkontrol). Glaukoma dapat bersifat akut dengan gejala yang sangat nyata dan
bersifat kronik yang hampir tidak menunjukkan gejala, seorang dokter harus mampu
mengenali gejala dan tanda glaukoma sehingga dapat memberikan penatalaksanaan yang
tepat. 3,6

Glaukoma sendiri dapat disebabkan karena perjalanan penyakit lainnya seperti


katarak yang terjadi karena beberapa proses. Penelitian-penelitian potong-lintang
mengidentifikasi adanya katarak pada sekitar 10% orang Amerika Serikat, dan prevalensi
ini meningkat sampai sekitar 50% untuk mereka yang berusia antara 65 dan 74 tahun dan
sampai sekitar 70% untuk mereka yang berusia lebih dari 75 tahun. Sebagian kasus
bersifat bilateral, walaupun kecepatan perkembangannya pada masing-masing mata
jarang sama. 1

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi

1. Anatomi Sudut Filtrasi

Gambar 2.1 Anatomi Sudut Filtrasi

Sudut filtrasi merupakan bagian yang penting dalam pengaturan cairan bilik
mata. Sudut ini terdapat di dalam limbus kornea. Limbus adalah bilik mata. Sudut
ini terdapat di dalam limbus kornea. Limbus adalah bagian yang dibatasi oleh garis
yang menghubungkan akhir dari membrane descement dan membrane Bowman.
Akhir dari membrane Descement disebut garis Schwalbe. 1,3,7

Limbus terdiri dari 2 lapisan yaitu epitel dan strima. Epitelnya 2 kali
ketebalan epitel kornea. Di dalam stroma terdapat serat-serat saraf dan cabang akhir
dari arteri siliaris anterior.6,8

Bagian terpenting dari sudut filtrasi adalah trabecular, yang terdiri dari :

1. Trabekula korneoskleral
Serabutnya berasal dari lapisan stroma kornea, menuju ke belakang
mengelilingi Schlemm untuk berinsersi pada sclera
2. Trabekula uveal

2
Serabutnya berasal dari lapisan dalam stroma kornea, menuju ke scleral
spur (insersi dari m. silliaris) dan sebagian ke m. silliaris meridional.
3. Serabut yang berasal dari akhir membrane descement (garis Schwalbe)
Serabut ini menuju ke jaringan pengikat m. silliaris radialis dan
sirkularis.
4. Ligamentum pektinatum rudimenter
Ligamentum ini berasal dari dataran depan iris menuju ke depan
trabekula9

Trabekula terdiri dari jaringan kolagen, homogeny, elastis dan seluruhnya


diliputi oleh endotel. Keseluruhannya merupakan spons yang tembus pandang,
sehingga bila ada darah di dalam kanalis Schlemm, dapat terlihat dari luar.

Kanalis Schlemm merupakan kapiler yang dimodifikasi, yang mengelilingi


kornea. Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel, diameternya 0,5mm. Pada dinding
sebelah dalam, terdapat lubang-lubang sehingga terdapat hubungan langsung
antara trabekula dan kanalis Schlemm. Dari kanalis Schlemm keluar saluran
kolektor, 20-30 buah, yang menuju ke pleksus vena di dalam jaringan sclera dan
episklera dan vena siliaris anterior di badan siliar.8,9

2. Fisiologi Humor Aqueous


Tekanan intraocular ditentukan oleh kecepatan pembentukan humor
aqueous dan tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata. Humor aqueous adalah
suatu cairan jernih yang mengisi kamera okuli anterior dan posterior. Volumenya
adalah sekitar 250µL/menit. Tekanan osmotic sedikit lebih tinggi daripada plasma.
Komposisi humor aqueous serupa dengan plasma kecuali bahwa cairan ini
memiliki konsentrasi askrobat, piruvat dan laktar yang lebih tinggi dan protein,
urea dan glukosa yang lebih rendah.10

3
Gambar 2.2 Fisiologi aliran humor aqueous

Humor aqueous diproduksi oleh korpus siliaris. Ultrafiltrat plasma yang


dihasilkan di stroma prosesus siliaris dimodifikasi oleh fungsi sawar dan prosessus
sekretorius epitel siliaris. Setelah masuk ke kamera okuli posterior, humor aqueous
mengalir melalui pupil ke kamera okuli anterior lalu ke trabecular meshwork di
sudut kamera okuli anterior. Selama periode ini, terjadi pertukaran diferensial
komponen-komponen dengan darah di iris. Peradangan atau trauma intraocular
dapat menyebabkan peningktan konsentrasi protein. Hal ini disebut humor aqueous
plasmoid dan sangat mirip dengan serum darah.10
Trabekula meshwork terdiri dari berkas-berkas jaringan kolagen dan elastic
yang dibungkus oleh sel-sel trabekula yang membentuk suatu saringan dengan
ukuran pori-pori semakin mengecil sewaktu mendekati kanalis Schlemm.
Kontraksi otot siliaris melalui insersinya ke dalam jalinan trabekula memperbesar
ukuran pori-pori di jalinan tersebut sehingga kecepatan drainase humor aqueous
juga meningkat. Aliran humor aqueous ke dalam kanalis Schlemm bergantung
pada pembentukan saluran-saluran transelular siklik di lapisan endotel. Saluran
eferen dari kanalis Schlemm (sekitar 30 saluran pengumpul dan 12 vena aqueous)
menyalurkan airan ke dalam sistem vena. Sejumlah kecil humpr aqueous keluar
dari mata antara berkas otot siliaris dan lewat sela-sela sclera (aliran uveoskleral).1

4
B. Glaukoma
1. Definisi Glaukoma

Gambar 2.3 Glaukoma

Glaukoma adalah suatu neuropati optik (kerusakan saraf mata) disebabkan


oleh TIO yang tinggi (relative) ditandai oleh kelainan lapang pandang dan
berkurangnya serabut saraf optik. Tekanan intraocular ditentukan oleh keceptan
pembentukan humour aqueos dan tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata.
Tekanan intraocular dianggap normal bila <20mmHg pada pemeriksaan dengan
tonometer.6
Kelainan mata glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata,
atrofi papil saraf optik, dan defek lapang pandang.6

2. Epidemiologi
World Health Organization (WHO) tahun 2002 mengungkapkan bahwa
glaukoma merupakan penyebab kebutaan paling banyak kedua dengan prevalensi
sekiar 4,4 juta (sekitar 12,3% dari jumlah kebutaan di dunia). Pada tahun 2020
jumlah kebutaan akibat glaukoma diperkirakan meningkat menjadi 11,4 juta.
Prevalensi glaukoma juga diperkirakan meningkat, dari 60,5 juta pada tahun 2010
menjadi 79,6 juta pada tahun 2020.4 Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007, prevalensi glaukoma di Indonesia adalah 4,6%.5
Glaukoma sudut terbuka adalah bentuk glaukoma yang paling sering
dijumpai, sekitar 0,4-0,7% orang berusia >40 tahun dan 2-3% orang berusia >70
tahun diperkiran menderita glaukoma sudut terbuka.1

5
3. Etiologi11
Glaukoma terjadi karena peningkatan tekanan intraokular yang dapat
disebabkan bertambahnya produksi humor aqueous oleh badan sillier ataupun
berkurangnya pengeluaran humour aqueous di daerah sudut bilik mata atau di celah
pupil.

Tekanan intraocular adalah keseimbangan antara produksi humour


aqueous, hambatan terhadap aliran aqueous, dan tekanan vena episklera.
Ketidakseimbangan antara ketiga hal tersebut dapat menyebabkan peningkatan
tekanan intraocular, akan tetapi hal ini lebih sering disebabkn oleh hambatan
terhadap aliran humour aqueous atau aliran humor aqueous yang lemah.

Peningkatan tekanan intraocular akan mendorong perbatasan antara nervus


optikus dan retina di bagian belakang mata. Akibatnya pasokan darah ke nervus
optikus berkurang sehingga sel-sel sarafnya mati. Karena saraf optikus mengalami
kemunduran, maka akan terbentuk bintik buta pada lapang pandang mata. Yang
pertama terkena adalah lapang pandang tepi, lalu diikuti oleh lapang pandang
sentral. Jika tidak diobati glaukoma pada akhirnya bisa menyebabkan kebutaan.

4. Faktor Risiko12
Beberapa faktor resiko yang dapat mengarah pada glaukoma adalah :
1. Tekanan darah rendah atau tinggi
2. Fenomena autoimun
3. Degenerasi primer sel ganglion
4. Usia diatas 45 tahun
5. Riwayat glaukoma pada keluarga
6. Miopia atau hipermetropia
7. Pasca bedah dengan hifema atau infeksi
Sedangkan beberapa hal yang memperberat resiko glaukoma adalah :
1. Tekanan bola mata, makin tinggi makin berat
2. Makin tua usia, makin berat
3. Hipertensi, resiko 6 kali lebih sering
4. Pekerja las, resiko 4 kali lebih sering
5. Riwayat keluarga dengan glaukoma, resiko 4 kali lebih sering
6. Merokok, resiko 4 kali lebih sering

6
7. Miopia, resiko 2 kali lebih sering
8. DM, resiko 2 kali lebih sering

5. Patofisiologi13
Setiap hari mata memproduksi sekitar 1 sdt humor aquos yang menyuplai
makanan dan oksigen untuk kornea dan lensa dan membawa produk sisa keluar
dari mata melalui anyaman trabekulum ke Canalis Schlemn.
Pada keadaan normal tekanan intraokular ditentukan oleh derajat produksi
cairan mata oleh epitel badan siliar dan hambatan pengeluaran cairan mata dari
bola mata. Pada glaukoma tekanan intraokular berperan penting oleh karena itu
dinamika tekanannya diperlukan sekali. Dinamika ini saling berhubungan antara
tekanan, tegangan dan regangan.
a. Tekanan
Tekanan hidrostatik akan mengenai dinding struktur (pada mata berupa
dinding korneosklera). Hal ini akan menyebabkan rusaknya neuron apabila
penekan pada sklera tidak benar.
b. Tegangan
Tegangan mempunyai hubungan antara tekanan dan kekebalan. Tegangan
yang rendah dan ketebalan yang relatif besar dibandingkan faktor yang sama
pada papil optik ketimbang sklera. Mata yang tekanan intraokularnya
berangsur-angsur naik dapat mengalami robekan dibawah otot rektus
lateral.
c. Regangan
Regangan dapat mengakibatkan kerusakan dan mengakibatkan nyeri.
Tingginya tekanan intraokuler tergantung pada besarnya produksi aquoeus
humor oleh badan siliar dan pengaliran keluarnya. Besarnya aliran keluar aquoeus
humor melalui sudut bilik mata depan juga tergantung pada keadaan sudut bilik mata
depan, keadaan jalinan trabekulum, keadaan kanal Schlemm dan keadaan tekanan
vena episklera.

Tekanan intraokuler dianggap normal bila kurang daripada 20 mmHg pada


pemeriksaan dengan tonometer aplanasi. Pada tekanan lebih tinggi dari 20 mmHg
yang juga disebut hipertensi oculi dapat dicurigai adanya glaukoma. Bila tekanan
lebih dari 25 mmHg pasien menderita glaukoma (tonometer Schiotz). 2,8,9

7
Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atrofi sel
ganglion difus, yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam
retina dan berkurangnya akson di saraf optikus. Iris dan korpus siliar juga menjadi
atrofi, dan prosesus siliaris memperlihatkan degenerasi hialin.2

Diskus optikus menjadi atrofi disertai pembesaran cekungan optikus diduga


disebabkan oleh ; gangguan pendarahan pada papil yang menyebabkan degenerasi
berkas serabut saraf pada papil saraf optik (gangguan terjadi pada cabang-cabang
sirkulus Zinn-Haller), diduga gangguan ini disebabkan oleh peninggian tekanan
intraokuler. Tekanan intraokuler yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf
optik yang merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata. Bagian
tepi papil saraf optik relatif lebih kuat daripada bagian tengah sehingga terjadi
cekungan pada papil saraf optik. Serabut atau sel syaraf ini sangat tipis dengan
diameter kira-kira 1/20.000 inci. Bila tekanan bola mata naik serabut syaraf ini akan
tertekan dan rusak serta mati. Kematian sel tersebut akan mengakibatkan hilangnya
penglihatan yang permanen. 2,8

8
Keterangan gambar : Normal dan abnormal aliran humor aquos :

a. Aliran normal melalui anyaman trabekula (panah besar) dan rute uveasklera (panah
kecil) dan anatomi yang berhubungan. Kebanyakan aliran humor aquos melewati
anyaman trabekula. Setiap rute dialirkan ke sirkulasi vena mata.
b. Pada glaukoma sudut terbuka, aliran humor aquos melalui rute ini terhalang.
c. Pada glakuoma sudut tertutup, posisi abnormal iris sehingga memblok aliran humor
aquos melewati sudut bilik mata depan (iridocorneal).

6. Klasifikasi Glaukoma
Sugar mengklasifikasikan glaukoma menjadi: 4
1) Glaukoma Primer
a. Dewasa
- Glaukoma simpleks (glaukoma sudut terbuka, glaukoma kronis)
- Glaukoma akut (sudut tertutup)
b. Kongenital/Juvenil
2) Glaukoma Sekunder
a. Sudut tertutup
b. Sudut terbuka
1
Klasifikasi Vaughen untuk Glaukoma adalah sebagai berikut:
1) Glaukoma Primer
a. Glaukoma sudut terbuka (glaukoma simpleks)
b. Glaukoma sudut tertutup
2) Glaukoma Kongenital
a. Primer atau infantile
b. Menyertai kelainan kongenital lainnya

9
3) Glaukoma Sekunder
4) Glaukoma Absolut

1) Glaukoma Primer
a. Glaukoma Sudut Terbuka (Glaukoma Simpleks)
Glaukoma simpleks adalah glaukoma bentuk glaukoma yang
penyebabnya tidak diketahui. Merupakan suatu glaukoma primer yang ditandai
dengan sudut bilik mata terbuka. 1
Pada umumnya glaukoma simpleks ditemukan pada usia lebih dari 40
tahun, walaupun penyakit ini kadang kadang ditemukan pada usia muda. Diduga
glaukoma simpleks diturunkan secara dominan atau resesif pada kira-kira 50%
penderita, secara genetik penderitanya adalah homozigot. 1 Pada glaukoma ini,
sudut bilik mata depannya terbuka, hambatan aliran akuos humor mungkin
terdapat pada trabekulum, kanal Schlemn dan pleksus vena di daerah intrasklera.
Pada pemeriksaan patologi anatomi didapatkan proses degenerasi dari
trabekulum dan kanal Schlemn. Terlihat penebalan dan sklerose dari serat
trabekulum, vakuol dalam endotel, dan endotel yang hiperseluler, yang menutupi
trabekulum dan kanal Schlemn. Agaknya proses ketuaan memegang peranan
dalam proses sklerose ini, yang dipercepat bila mata tersebut mempunyai bakat
glaukoma. Terdapat faktor resiko pada seseorang untuk mendapatkan glaukoma
seperti diabetes melitus, hipertensi, pengobatan kortikosteroid yang lama, dalam
keluarga ada penderita glaukoma, dan miopia.4
Mulai timbulnya gejala glaukoma primer sudut terbuka agak lambat yang
kadang-kadang tidak disadari oleh penderita sampai akhirnya berlanjut dengan
kebutaan. Pada keadaan ini glaukoma simpleks tersebut berakhir dengan
glaukoma absolut. 1
Pada glaukoma simpleks tekanan bola mata sehari-hari tinggi atau lebih
dari 20 mmHg. Mata tidak merah atau tidak terdapat keluhan, yang
mengakibatkan terdapat gangguan susunan anatomis dan fungsi tanpa disadari
oleh penderita. Gangguan saraf optik akan terlihat gangguan fungsinya berupa
penciutan lapang pandang. Pada waktu pengukuran bila didapatkan tekanan bola
mata normal sedang terlihat gejala gangguan fungsi saraf optik seperti glaukoma
mungkin akibat adanya variasi diurnal. Dalam keadaan ini maka dilakukan uji

10
provokasi minum air, pilokarpin, uji variasi diurnal, dan provokasi steroid.
Glaukoma primer yang kronis dan berjalan lambat sering tidak diketahui bila
mulainya, karena keluhan pasien amat sedikit atau samar. Misalnya mata sebelah
terasa berat, kepala pening sebelah, kadang-kadang penglihatan kabur dengan
anamnesa yang tidak khas. Pasien tidak mengeluh adanya halo dan memerlukan
kacamata koreksi untuk presbiopi lebih kuat dibanding usianya. Kadang-kadang
tajam penglihatan tetap normal sampai keadaan glaukomanya sudah berat.1
b. Glaukoma Sudut Tertutup
Nama ini didasarkan keadaan sudut yang tampak pada gonioskopi.
Glaukoma primer sudut tertutup, bila terdapat kenaikan mendadak dari tekanan
intraokuler, yang disebabkan penutupan sudut COA yang mendadak oleh akar
iris, sehingga menghalangi sama sekali keluarnya akuos humor yang melalui
trabekula, menyebabkan tingginya tekanan intraokuler, sakit yang sangat di mata
secara mendadak dan menurunnya ketajaman penglihatan secara tiba-tiba,
disertai tanda kongesti di mata seperti mata merah, kelopak mata bengkak.
Karena glaukoma ini timbulnya mendadak disertai tanda-tanda kongesti, maka
disebut pula glaukoma akut kongestif atau glaukoma akut. Glaukoma akut, hanya
timbul pada orang yang mempunyai sudut bilik mata yang sempit. Jadi hanya
pada orang-orang dengan presdiposisi anatomis. Faktor anatomis yang
menyebabkan sudut sempit: 4
a) Bulbus okuli yang pendek. Biasanya pada mata yang hipermetrop. Makin
berat hipermetropnya makin dangkal coa nya
b) Tumbuhnya lensa. Menyebabkan coa menjadi lebh dangkal. Pada umur 25
tahun , dalamnya coa rata-rata 3,6mm, sedang umur 70 tahun 3,15mm
c) Kornea yang kecil. Dengan sendirinya coa nya dangkal
d) Tebalnya iris. Makin tebal iris makin dangkal coa

Pada sudut bilik mata yang sempit, letak lensa menjadi lebih dekat ke
iris, sehinga aliran cairan bilik mata dari bilik mata belakang ke bilik mata depan
terhambat. Inilah yang disebut hambatan pupil. Hal ini dapat menyebabkan
meningkatnya tekanan di dalam bilik mata belakang dan mendorong iris ke
depan. Pada sudut bilik mata depan yang memang sudah sempit, dengan adanya
dorongan ini menyebabkan iris menutupi jaringan trabekula, sehingga cairan
bilik mata tidak dapat atau sukar untuk keluar dan terjadilah glaukoma sudut

11
tertutup. Faktor fisiologis yang dapat menyebabkan coa sempit:4

1) Akomodasi. Dengan akomodasi pars siliaris dari iris maju ke depan


2) Dilatasi pupil. Menyebabkan akar iris menjadi lebih tebal dan sudut
coa menjadi lebih sempit. Dilatasi pupil dapat terjadi bila:
- Diberikan midriatika seperti homatropin. Juga dapat terjadi
bila atropin diberikan sistimik dalam pengobatan muntabee
atau persiapan operasi
- Dalam ruang gelap
3) Lensa letaknya lebih ke depan. Dapat menyebakan hambatan pupil
yang kemudian menimbulkan iris bombe fisiologis, karena tekanan
di bilik mata belakang lebih tinggi dari di depan. Hal ini dapat
menambah sempitnya sudut coa yang dasarnya sudah sempit
4) Kongesti badan siliar. Penyebabnya:
- Neurovaskuler (misal: menangis, jengkel, kelainan emosi
lainnya)
- Penyakit lokal dari traktus respiratorius bagian atas
- Operasi daerah kepala
- Humoral (seperti haid)
Jadi, bila faktor fisiologis ini terjadi pada seseorang yang mempunyai
predisposisi anatomis berupa sudut bilik mata yang sempit, maka ada
kemungkinan timbul glaukoma sudut tertutup. Pendapat lain tentang penyebab
dari glaukoma sudut tertutup, yaitu terjadinya labilitas vasomotoris setempat,
sehingga mempertinggi tekanan di dalam pembuluh darah yang kecil. Jika hal
ini terjadi pada uvea bagian depan, maka menyebabkan penambahan dari cairan
yang dikeluarkan di bilik mata belakang sehingga badan kaca, lensa dan iris
menjadi lebih terdorong ke depan. 4

2) Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang diketahui penyebabnya. Dapat
disebabkan atau dihubungkan dengan keadaan-keadaan atau penyakit yang telah
diderita sebelumnya atau pada saat itu, yang dapat menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan intraokuler. 2

Penyakit-penyakit yang diderita tersebut dapat memberikan kelainan pada :

12
a) Badan siliar : luksasi lensa ke belakang
b) Pupil : seklusio pupil, glaukoma yang diinduksi miotik
c) Sudut bilik mata depan : goniosinekia.
d) Saluran keluar aqueous : miopia
Penyebab yang paling sering ditemukan adalah uveitis. Penyebab lainnya
adalah penyumbatan vena oftalmikus, cedera mata, pembedahan mata dan
perdarahan ke dalam mata. Beberapa obat (misalnya kortikosteroid) juga bisa
menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler.

Pada uveitis, tekanan intraokular biasanya lebih rendah dari normal karena
korpus siliar yang meradang kurang berfungsi baik. Namun juga dapat terjadi
peningkatan tekanan intraokular melalui beberapa mekanisme yang berlainan.
Jalinan trabekular dapat tersumbat oleh sel-sel radang dari kamera anterior,
disertai edema sekunder, atau kadang-kadang terlibat dalam proses peradangan
yang spesifik diarahkan ke sel-sel trabekula (trabekulitis).

Uveitis kronik atau rekuren menyebabkan gangguan permanen fungsi


trabekula, sinekia anterior perifer, dan kadang-kadang neovaskularisasi
sudut,yang semuanya meningkatkan glaukoma sekunder.

a) Glaukoma Sekunder Sudut Terbuka


Glaukoma dimana tidak terdapatnya kelainan pada pangkal iris serta
kornea perifer melainkan terhambatnya aliran humor aquos di jalinan trabekuler.
Bentuk dari glaukoma sekunder sudut terbuka antara lain;9,12

1) Glaukoma pigmentasi
Sindrom ini tampaknya disebabkan oleh degenerasi epitel pigmen
iris dan korpus siliaris. Granula pigmen terkelupas dari iris akibat friksi
dengan serat-serat zonular di bawahnya sehingga terjadi transiluminasi
iris. Pigmen mengendap di permukaan kornea posterior (Krukenberg’s
spindle) dan tersangkut di jalinan trabekular, mengganggu aliran keluar
humor aquos. Sindrom ini terjadi paling sering pada pria miopia usia
antara 25-40 tahun yang memiliki bilik mata depan yang dalam dengan
sudut bilik mata yang lebar.

2) Sindrom pseudo-exfoliasi

13
Pada sindrom eksfoliasi, dijumpai endapan-endapan bahan berserat
mirip serpihan di permukaan lensa anterior (berbeda dengan eksfoliasi
kapsul lensa sejati akibat pajanan terhadap radiasi inframerah, yakni
“katarak glass blower’), prosesus siliaris, zonula, permukaan posterior
iris, dam di jalinan trabekular (disertai peningkatan pigmentasi).
Penyakit ini biasanya dijumpai pada orang berusia lebih dari 65 tahun.

3) Glaukoma akibat steroid


Kortikosteroid topikal dan periokular dapat menimbulkan sejenis
glaukoma yang mirip dengan glaukoma primer sudut terbuka, terutama
pada individu dengan riwayat penyakit ini pada keluarga dan akan
memperparah peningkatan tekanan intraokuler pada para pengidap
glaukoma primer sudut terbuka. Hal ini kemungkinan disebabkan karena
meningkatnya deposit mukopolisakarida yang terdapat pada humor
aquos sehingga drainasenya terganggu.

4) Glaukoma Fakolitik
Sebagian katarak stadium lanjut dapat mengalami kebocoran kapsul
lensa anterior, sehingga protein-protein lensa yang mencair masuk ke
bilik mata depan. Jalinan trabekular menjadi oedema dan tersumbat oleh
protein-protein lensa dan menimbulkan peningkatan mendadak tekanan
intraokular.

b) Glaukoma Sekunder Sudut Tertutup

Glaukoma sekunder sudut tertutup sama halnya dengan glaukoma primer


sudut tertutup, dimana terjadinya peninggian tekanan intraokuler disebabkan
adanya hambatan atau blokade pada trabekular meshwork. Penyebab dari
glaukoma sekunder sudut tertutup antara lain ;

a. Uveitis
Pada uveitis, tekanan intraokuler biasanya lebih rendah daripada normal
karena korpus siliaris yang meradang kurang berfungsi dengan baik. Namun, juga
dapat terjadi peningkatan tekanan intraokuler melalui beberapa mekanisme yang
berlainan. Jalinan trabekular dapat tersumbat oleh sel-sel radang dari bilik mata

14
depan, disertai edema sekunder atau kadang-kadang terlibat dalam proses
peradangan spesifik diarahkan ke sel-sel trabekula (trabekulitis).

Uveitis kronik atau rekuren menyebabkan gangguan permanen fungsi


trabekula, sinekia anterior perifer, dan kadang-kadang neovaskularisasi sudut,
yang semuanya meningkatkan kemungkinan glaukoma sekunder. Sindorm uveitis
yang cenderung timbul karena glaukoma sekunder adalah siklitis heterikromik
Fuchs, uveitis anterior akut terkait HLA-B27, dan uveitis herpes zoster dan herpes
simpleks.

b. Trauma
Cedera kontusio bola mata dapat disertai peningkatan dini tekanan
intraokular akibat perdarahan ke bilik mata depan (hifema). Darah bebas
menyumbat jalinan trabekular, yang juga mengalami edema akibat cedera. 4,9,12

3) Glaukoma Kongenital 1,13


Glaukoma kongenital timbul saat lahir atau dalam tahun pertama dengan gejala
klinis :1,13
 mata berair berlebihan
 peningkatan diameter kornea (buftalmos)
 kornea berawan karena edema epitel, terpisah atau robeknya membrane
descement
 fotofobia sehingga bayi tidak tahan sinar matahari dan menjauhi sinar
dengan menyembunyikan mata
 peningkatan tekanan intraocular
 peningkatan kedalaman kamera anterior
 pencekungan diskus optikus
4) Glaukoma absolut 4
Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma (terbuka/tertutup).
Glaukoma absolut adalah suatu glaukoma yang terbengkalai sampai buta total.
Matanya keras seperti batu, karena tekanan intraokuler yang sangat tinggi, buta
dan sering sakit sekali.
Dengan timbulnya setiap serangan yang tak mendapatkan pengobatan,
keadaan ini menjadi bertambah buruk sampai menjadi buta. Pada stadium ini
tanda kongesti tidak ada, terkecuali injeksi episklera dan injeksi perikornea.

15
Kornea jernih atau keruh oleh sel pigmen dari iris pada endotel, sedikit insensitif.

Pupil: sangat lebar, warna kehijauan, tak bergerak pada penyinaran

Iris: atrofi, tipis, kelabu,

Lensa: mungkin katarak

Bilik mata depan: dangkal, mungkin keruh oleh sel pigmen iris

Tensi intraokuler: sangat tinggi

Fundus: penggaungan dan atrofi dari pail saraf optik

Rasa sakit kadang-kadang hilang, sering sangat sakit, sehingga si sakit


sangat menderita karenanya. Kalau rasa sakitnya sangat hebat, dan tidak dapat
dihilangkan dengan pengobatan sehingga sangat mengganggu, pengobatan satu-
satunya adalah enukleasi bulbi.

Setelah glaukoma ini diderita beberapa lama, mata menjadi degeneratif.


Pada sklera timbul stafiloma sklera anterior, pada daerah sklera antara kornea dan
ekuator bola mata, yang berwarna biru. Korneanya keruh tertutup vesikel, yang
kemudian menjadi bleb. Bila bleb ini pecah, kemudian menjadi ulkus kornea, oleh
infeksi sekunder dapat menjadi perforasi kornea, iridosiklitis, endoftalmitis,
panoftalmia, dan berakhir menjadi ptisis bulbi.

Kadang-kadang didapatkan keadaan dimana penutupan sudut bilik mata


depan terjadi intermitten. Perjalanan penyakitnya berupa serangan singkat yang
hilang timbul. Sesudah setiap serangan, sudut bilik mata depan tidak terbuka
kembali seperti semula. Biasanya pada mata tersebut didapatkan sinekhia anterior
perifer, atrofi iris, serta penyebaran pigmen iris di bilik mata depan yang juga
menempel di kornea.

7. Gejala Klinis
a. Fase prodormal (fase nonkongestif)
1) Pengelihatan kabur.
2) Terdapat halo (gambaran pelangi) sekitar lampu.
3) Sakit kepala.
4) Sakit pada mata.

16
5) Akomodasi lemah.
6) Berlangsung ½ - 2 jam.
7) Injeksi perikornea.
8) Kornea agak suram karena edem.
9) Bilik mata depan dangkal.
10) Pupil melebar
11) Reaksi cahaya lambat
12) Tekanan intraokuler meningkat.
13) Mata dapat normal juga serangan reda.
b. Fase kongestif
1) Sakit kepala yang hebat sampai muntah-muntah.
2) Palpebra bengkak.
3) Konjungtiva bulbi : hiperemia kongestif, kemosis dengan injeksi silier,
injeksi konjungtiva, injeksi episklera
4) Kornea keruh, intensitif karena tekanan pada saraf kornea
5) Bilik mata depan dangkal
6) Iris : gambaran, corak bergaris tidak nyata, karena edema, berwarna
kelabu
7) Pupil : melebar, lonjong, miring agak vertikal, kadang midriasis total,
warna kehijauan, refleksi cahaya menurun sekali atau tidak sama sekali.

8. Diagnosis

1. Anamnesis14
Anamnesis pada pasien ditanyakan spesifik pada
a. Keluhan Utama
b. Keluhan Tambahan
c. Riwayat Penyakit Sekarang
 Glaukoma primer sudut terbuka : penurunan ketajaman
penglihatan progresif, sakit kepala, sakit mata, halo/pelangi
disekitar lampu.3,6
 Glaukoma primer sudut tertutup : penurunan ketajaman
penglihatan mendadak, nyeri hebat periorbita, pusing, mual

17
muntah, mata merah, bengkak, berair, halo/pelangi disekitar
lampu.1,12
 Glaukoma sekunder : keluhan mengarah pada penyakit/keadaan
lain yang dapat menjadi penyebab peningkatan TIO.12
 Glaukoma kongenital : mata berair berlebihan, bola mata
membesar, silau, bayi tidak tahan sinar matahari dan menjauhi
sinar dengan menyembunyikan mata.1,13
 Glaukoma absolut : kebutaan total, mata lelah, mata keras
seperti batu, nyeri periorbita.6
d. Riwayat Penyakit Dahulu6
 Riwayat penyakit mata seperti mata merah, gangguan lapang
pandang, katarak, uveitis, retinopati diabetic, oklusi vascular dan
trauma
 Riwayat penyakit dahulu seperti operasi mata
 Riwayat penyakit sistemik hipertensi, DM, penyakit CVS
e. Riwayat Penyakit Keluarga6
Glaukoma, miopi, penyakit CVS, DM, migraine, Hipertensi,
vasospasme.
f. Riwayat Pengobatan6
Antihipertensi dan steroid topical
g. Riwayat Alergi

2. Pemeriksaan Fisik Oftamologis14


a. Visus
Ketajaman penglihatan dapat normal atau menurun secara
progresif tetapi terjadi penurunan ketajaman penglihatan mendadak
pada glaukoma akut.
b. Kornea
Edema dan keruh
c. Kamera Okuli Anterior
 Glaukoma sudut terbuka : normal
 Glaukoma sudut tertutup : dangkal
 Glaukoma kongenital : dalam sekali
d. Pupil

18
Reflex cahaya pupil dapat poitif atau negative.
e. Lensa
Bisa keruh dan adanya iris shadow

9. Pemeriksaan Penunjang6,13,15

a. Pemeriksaan Tekanan Bola Mata


Pemeriksaan tekanan bola mata dilakukan dengan alat yang
dinamakan tonometer. Pemeriksaan tekanan yang dilakukan dengan
tonometer pada bola mata dinamakan tonometri. Tindakan ini dapat
dilakukan oleh dokter umum dan dokter spesialis lainnya. Pengukuran
tekanan bola mata sebaiknya dilakukan pada setiap orang berusia di
atas 20 tahun pada saat pemeriksaan fisik medic secara umum. Dikenal
beberapa alat tonometer seperti alat tonometer Schiotz dan tonometer
aplanasi Goldman.
- Tonometri Palpasi

Gambar 2.6 Tonometri Palpasi


Pemeriksaan ini adalah untuk menentukan tekanan bola
mata dengan cepat yaitu dengan memakai ujung jari pemeriksa
tanpa memakai alat khusus. Dengan menekan bola mata dengan
jari pemeriksa diperkirakan besarnya tekanan di dalam bola mata.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara sebagai berikut :
 Penderita disuruh melihat ke bawah
 Kedua telunjuk pemeriksa diletakka pada kulit kelopak
tarsus atas penderita
 Jari-jari lain bersandar pada dahi penderita
 Satu telunjuk mengimbangi tekanan sedangkan telunjuk
lain menekan bola mata.

19
Penilaian dilakukan dengan pengalaman sebelumnya yang
dapat menyatakan tekanan mata N+1, N+2, N+3 atau N-1, N-2,
N-3 yang menyatakan lebih tinggi atau lebih rendah daripada
normal. Cara ini sangat baik pada kelainan mata bila tonometer
tidak dapat dipakai atau dinilai seperti pada sikatrik kornea,
kornea irregular dan infeksi kornea. Cara pemeriksaan ini
memerlukan pengalaman pemeriksaan karena terdapat faktor
subyektif

- Tonometri Schiotz

Gambar 2.6 Tonometri Schiotz


Tonometri Schiotz merupakan alat yang praktis sederhana.
Pengukuran bola mata dinilai secara tidak langsung yaitu dengan
teknik melihat daya tekan alat pada kornea karena itu dinamakan
juga tonometry indentasi Schiotz. Dengn tonometer Schiotz
dilakukan indentasi penekanan terhadap kornea.
Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien ditidurkan dengan
posisi horizontal dan mata ditetesi dengan obat anestesi topical
atau pantokain 0,5%. Penderita diminta melihat lurus ke jari
jempol yang diacungkan ke atas. Pemeriksa berdiri di sebelan
kanan penderita. Kelopak mata dibuka lebar dengan bantuan jari
pemeriksa dan perlahan tonometer diletakkan di atas kornea.

20
Tonometer Schiotz kemudian diletakkan di atas permukaan
kornea, sedangkan mata yang lainnya berfiksasi pada satu titik.
Jarum tonometer akan menunjuk pada suatu angka di atas skala.
Iap angka pada skalai disediakan pada tiap tonometer. Apabila
dengan beban 5,5gr (standar) terbaca angka 3 atau kurang, perlu
diambil beban 7,5 atau 10 gr. Untuk tiap beban memiliki kolom
tabel tersendiri
- Tonometer aplanasi

Gambar 2.7 Tonometer aplanasi


Cara mengukur tekanan intraocular yang lebih canggih dan
lebih dapat dipercaya dan cermat bisa dikerjakan dengan
Goldman atau dengan tonometer tentengan Draeger. Pasien
duduk di depan slit lamp. Pemeriksa hanya memerlukan waktu
beberapa detik setelah diberi anastesi. Yang diukur adalah gaya
yang diperlukan untuk menampakkan daerah kornea yang
sempit.
Setelah mata ditetesi anastesi dan flouresein, prisma
tonometer aplanasi di letakkan pada kornea. Mikrometer
disetting untuk menaikkan tekanan pada mata sehingga gambar
sepasang setengah lingkaran simeteris berpendar karena
flouresein tersebut. Ini menunjukkan bahwa di semua bagian

21
kornea yang bersinggungan dengan alat ini sudah teraplanasi.
Dengan melihat melalui mikroskop slit lamp dan dengan
memutar tombol, ujung dalam kedua setengah lingkaran
berpendar tersebut diatur agar bertemu yang menunjukkan
besarnya tekanan intraocular. Hasil pemeriksaan dapat dibaca
langsung dari skala micrometer dalam mmHg.

b. Gonioskopi

Gambar 2.8 Pemeriksaan Gonioskopi

Pemeriksaan gonioskoi adalah tindakan untuk melihat pertemuan


iris dengan kornea disudut bilik mata digunakan goniolens dengan
suatu sistem prisma dan penyinaran yang dapat menunjukkan keadaan
sudut bilik mata. Gonioskopi adalah suatu cara untuk melihat langsung
keadaan patologik sudut bilik mata, juga untuk melihat hal-hal yang
terdapat pada sudut bilik mata seperti benda asing. Dengan gonioskopi
dapat ditentukan klasifikasi glaukoma penderita apakah glaukoma
terbuka atau glaukoma sudut tertutup dan dapat menerangkan
penyebab suatu glaukoma sekunder.
Dapat dinilai besar atau terbukanya sudut :
i. Derajat 0, bila tidak terlihat struktur sudut dan terdapat kontak,
kornea dengan iris, disebut sudut tertutup

22
ii. Derajat 1, bila tidakterlihat ½ bagian trabekulum sebelah
belakang, dan garis Schwalbe terlihat disebut sudut sangat
sempit. Sudut sangat smpit sangat mungkin menjadi sudut
tertutup
iii. Derajat 2, bila sebagian kanal Schlemm terlihat disebut sudut
sempit sedang kelainan ini mempunyai kemampuan untuk
tertutup
iv. Derajat 3, bila bagian belakang kanal Schlemm masih terlihat
termasuk scleral spur, disebut sudut terbuka. Pada keadaan ini
tidak akan terjadi sudut tertutup
v. Derajat 4, bila badan siliar terlihat, disebut sudut terbuka

Gambar 2.9 Skala penilaian gonioskopi

c. Oftalmoskopi
Oftalmoskopi adalah pemeriksaan ke mata bagian dalam dengan
memakai alat yang disebut oftalmoskop. Dengan oftalmoskop dapat
dilihat saraf optic di dalam mata dan akan dapat ditentukan apakah
tekanan bola mata telah mengganggu saraf optic. Saraf optic dapat
dilihat secara langsung. Warna serta bentuk dari mangkok saraf optic
pun dapat menggambarkan ada atau tidak ada kerusakan akibat
glaukoma yang sedang diderita.
Kelainan pada pemeriksaan oftalmoskopi dapat dilihat :
i. Kelainan papil saraf optic
 Saraf optic pucat atau atrofi
 Saraf optic bergaung
ii. Kelainan serabut retina, serat yang pucat atau atrofi akan
berwarna hijau
iii. Tanda lainnya seperti perdarahan peripapilar

23
Gambar 2.10 Nervus optikus normal dan lesi glaukoma nervus
optikus

d. Pemeriksaan Lapang Pandang


Pemeriksaan ini penting baik untuk menegakkan daignosa
maupun untuk meneliti perjalanan penyakitnya, juga bagi menetukan
sikap pengobatan selanjutnya. Harus selalu diteliti keadaan lapang
pandangan perifer juga sentral. Pada glaukoma yang masih dini, lapang
pandang perifer belum menunjukkan kelainan, tetapi lapang
pandangan sentral sudah menunjukkan adanya bermacam-macam
skotoma. Jika glaukomanya sudah lanjut, lapang pandang perifer juga
memberikan kelainan berupa penyempitan yang dimula dari bagian
nasal atas. Yang kemudian akan bersatu dengan kelainan yang ada
ditengah yang dapat menimbulkan tunnel vision, seolah-olah lihat
melalui teropong untuk kemudian menjadi buta.
Pemeriksaan yang digunakan adalah perimetri.

e. Tes Provokasi
i. Tes minum air

24
Penderita disuruh berpuasa, tanpa pengobatan selama 24
jam. Kemudian disuruh minum 1L air dalam 5 menit. Lalu
tekanan intraocular diukur setiap 15 menit selama 1,5 jam.
Kenaikan 8 mmHg atau lebih, dianggap mengidap glaukoma.
ii. Pressure Congestive test
Pasang tensimeter pada ketinggian 50-60mmHg, selama 1
menit. Kemudian ukur tensi intraokularnya. Kenaikan 9 mmHg
atau lebih mencurigakan, sedang bila bila lebih dari 11 mmHg
pasti patologis.
iii. Kombinasi tes air minum dengan pressure congestive test
Setengah jam setelah tes minum air dilakukan pressure
congestive test. Kenaikan 11mmHg dianggap mencurigakan,
sedangkan kenaikan 39mmHg atau lebih pasti patologis.
iv. Tes steroid
Diteteskan larutan deksametason 3-4 dd gt 1, selama 2
minggu. Kenaikan TIO 8 mmHg menunjukkan glaukoma

f. Pachymetry
Pachymetry adalah suatu tes untuk mengukur ketebalan dari
kornea. Setelah mata diberikan anestesi, ujung dari pachymeter
disentuhkan dengan ringan pada permukaan depan mata (kornea).
Ketebalan kornea pusat dapat mempengaruhi pengukuran tekanan
intraocular. Kornea yang lebih tebal dapat memberikan pembacaan
tekanan mata yang tinggi secara salah dan kornea yang lebih tipis dapat
memberikan pembacaan tekanan yang rendah secara salah. Lebih jauh,
kornea-kornea tipis mungkin adalah suatu faktor risiko tambahan untuk
glaucoma

10. Gejala Klinis4


a. Fase prodormal (fase nonkongestif)
1) Pengelihatan kabur.
2) Terdapat halo (gambaran pelangi) sekitar lampu.
3) Sakit kepala.
4) Sakit pada mata.

25
5) Akomodasi lemah.
6) Berlangsung ½ - 2 jam.
7) Injeksi perikornea.
8) Kornea agak suram karena edem.
9) Bilik mata depan dangkal.
10) Pupil melebar
11) Reaksi cahaya lambat
12) Tekanan intraokuler meningkat.
13) Mata dapat normal juga serangan reda.

b. Fase kongestif
8) Sakit kepala yang hebat sampai muntah-muntah.
9) Palpebra bengkak.
10) Konjungtiva bulbi : hiperemia kongestif, kemosis dengan injeksi
silier, injeksi konjungtiva, injeksi episklera
11) Kornea keruh, intensitif karena tekanan pada saraf kornea
12) Bilik mata depan dangkal
13) Iris : gambaran, corak bergaris tidak nyata, karena edema,
berwarna kelabu
14) Pupil : melebar, lonjong, miring agak vertikal, kadang midriasis
total, warna kehijauan, refleksi cahaya menurun sekali atau tidak
sama sekali.

11. Diagnosis Banding1


Iritis akut dan konjungtivitis harus dipertimbangkan sebagai diagnosis
banding pada glaukoma sudut tertutup bila ada radang mata akut, meskipun
pada kedua hal tersebut di atas jarang disertai bilik mata depan yang dangkal
atau tekanan yang meninggi.

1) Pada iriditis akut terdapat lebih banyak fotofobia, tetapi rasa nyerinya
kurang jika dibandingkan dengan glaukoma ( rasa nyeri sedang sampai
berat). Tekanan intraokular dapat normal atau rendah, pupil kecil dengan
reaksi lambat atau absen, kornea jernih (namun kadang terlihat dengan

26
deposit pada permukaan posterior kornea). Serangan timbul perlahan, visus
nya dapat menurun sedikit.
2) Pada konjungtivitis akut rasa sakit membakar dan gatal. Injeksi
konjungtival, yaitu lebih pada forniks dan berkurang ke arah limbus. Mata
menjadi putih dengan epinefrin 1;1000, pembuluh superfisial, bergerak
dengan konjungtiva, warna merah bata dan masing-masing pembuluh darah
jelas terlihat. Terdapat sekresi pus bergetah, pupil normal, kornea jernih dan
tekanan intraokular normal. Serangan timbul perlahan, visus normal.
3) Iridosiklitis dengan glaukoma sekunder kadang-kadang sukar dibedakan.
Gonioskopi untuk menentukan jenis sudut sangatlah membantu. Jika
pengamatan terganggu dengan adanya kekeruhan kornea atau kekeruhan
didalam bilik mata depan, maka untuk memastikan diagnosis bisa
dilakukan gonioskopi pada mata lainnya, dan ini sangat membantu.

12. Penatalaksanaan 1,2,12,14,15


Sasaran utama pengobatan glaukoma adalah untuk menurunkan tekanan
intraokuler sehingga dapat mencegah terjadinya penurunan lapangan pandang
dan ketajaman penglihatan lebih lanjut yang berujung pada kebutaan dengan
cara mengontrol tekanan intraokuler supaya berada dalam batasan normal.
Penatalaksanaan glaukoma terdiri dari tiga macam, yaitu
medikamentosa, pembedahan dan laser. Pembedahan dan laser dilakukan jika
obat-obatan tidak mampu mengontrol tekanan intraokuler.
a. Terapi Medikamentosa1,3,6,7
Prinsip dari tatalaksana glaukoma adalah untuk menurunkan tekanan
intraocular.

27
Gambar 2.11 Terapi Medikamentosa Glaukoma

1) Beta blockers
Farmakodinamik : Menurunkan produksi humor aqueous
Reduksi TIO: 20-25%
Efek Samping : Toksisitas kornea, reaksi alergi, bronkospasme,
bradikardi, depresi, impotensi
Kontraindikasi : PPOK (nonselektif), asma (nonselektif), gagal
jantung kongestif, bradikardia, hipotensi, blok jantung lebih dari
derajat I
Contoh Obat :
 Timolol larutan 0,25% dan 0,5%; gel 0,25% dan 0,5%; 1-2x/hari,
12-24 jam
 Betaksolol larutan 0,5%; suspensi 0,25%; 2x/hari, 12-18 jam
 Levobunolol larutan 0,25% dan 0,5%; 1-2x/hari, 12-24 jam
 Metipranolol 0,3%

28
2) Karbonik anhydrase inhibitor
Farmakodinamik : Menurunkan produksi humor aqueous
Reduksi TIO : 15-20%
Efek Samping :
 Topikal  sensasi rasa metalik, dermatitis atau konjungtivitis
alergi, edema kornea
 Oral  Sindrom Steven-Johnson, malaise, anoreksia, depresi,
ketidakseimbangan elektrolit serum, batu ginjal, diskrasia darah
(anemia aplastic, trombositopenia), rasa metalik
Kontraindikasi : Alergi sulfonamide, batu ginjal, anemia aplastic,
trombositopenia, penyakit anemia sel sabit
Contoh obat :
Topikal :
 Dorzolamide larutan 2%; 2-3x/hari, 8-12 jam
 Brinzolamide suspensi 1%; 2-3x/hari, 8-12 jam
Sistemik :
 Asetazolamid 250 mg tab; ½-4 tab/hari, 6-12 jam
3) Agonis alfa adrenergic
Farmakodinamik :
 Non-selektif : memperbaiki aliran aqueous
 Selektif : menurunkan produksi aqueous humor, menurunkan
tekanan vena apisklera atau meningkatkan aliran keluar
uveosklera
Reduksi TIO : 20-25%
Efek Samping : Injeksi konjungtiva, reaksi alergi, kelelahan,
somnolen, nyeri kepala
Contoh obat :
 Brimonidine 0,2% 2x/hari, 8-12 jam
 Apraclonidine 1% dan 0,5%; jangka pendek
4) Agen Parasimpatomimetik (Miotika)
Farmakodinamik : meningkatkan aliran keluar trabekula
Reduksi TIO : 20-25%

29
Efek Samping : Peningkatan myopia, nyeri pada mata atau dahi,
penurunan tajam penglihatan, katarak, dermatitis kontak periokuler,
toksisitas kornea, penutupan sudut paradoksal
Kontraindikasi : Glaukoma neovskular, uveitis, atau keganasan
Contoh obat :
 Pilocarpine larutan 0,5%, 1%, 2%, 3%, 4%, 6%; 2-4x/hari, 4-12
jam
 Carbachol larutan 1,5%, 3%; 2-4x/hari, 4-12 jam
5) Analog prostaglandin
Farmakodinamik : meningkatkan aliran keluar uveosklera atau
trabecular
Reduksi TIO : 25-33%
Efek Samping : cystoid macular edema (CME), injeksi konjungtiva,
peningakatan pertumbuhan bulu mata, hiperpigmentasi periokular,
perubahan warna iris, uveitis, kemungkinan aktivasi virus herpes
Kontraindikasi : macular edema, riwayat keratitis herpes
Contoh obat :
 Latanoprost, 0.005%, 1X/hari, 24-36 jam
 Travoprost, 0.004%, 1X/hari, 24-36 jam
 Bimstoprost, 0.03%, 1X/hari, 24-36 jam
 Unoprostone, 0.15%, 1X/hari, 12-18 jam
6) Obat lainnya :
 Dipivefrine, larutan 0,1%, 2/hari, 12-18 jam; adrenergic;
meningkatkan keluarnya aquos humor melalui saluran uveo-
sklera
7) Gabungan tetap
 Timolol/dorzolamide, 0,5%/2%, 2/hari, 12 jam
 Timolol/latanoprost, 0,5%/0.005%, 1X/hari, 24 jam
8) Neuroprotektor
Obat neuroprotektif dimasukkan kedalam kelompok berikut :
 Anti radikal bebas
 Obat anti eksitotoksik
 Anti apoptosis

30
 Obat anti radang
 Faktor neurotrofik
 Metal ion chelators
 Ion channel modulators
 Terapi gen

b. Terapi Bedah
Indikasi terapi bedah :

 TIO tidak dapat dipertahankan dibawah 22 mmHg


 Lapang pandang terus mengecil
 Pasien yang tidak dapat dipercaya pengobatannya
 Tidak mampu membeli obat seumur hidup
 Tidak tersedia obat yang diperlukan

Prinsip operasi : fistulasi, mebuat jalan baru untuk mengeluarkan


humor aqueous, kaena jalan yang normal tidak dapat digunakan lagi

c. Trabekulopati Laser (LTP)1


Penggunaan laser (biasanya argon) untuk menimbulkan luka bakar
pada trabecular meshwork dan kanal Schlemm sehingga mempermudah
aliran keluar humor aqueous. Rediksi tekanan yang terjadi membuat
berkurangnya terapi obat-obatan serta penundaan operasi glaukoma. Teknik
ini biasanya digunakan sebagai terapi awal glaukoma sudut terbuka primer.
Indikasi :
 Glaukoma sudut terbuka dengan TIO yang masih belum
terkontrol setelah pemberian terapi medikamentosa yang
maksimal
 Terapi primer pada pasien dengan kepatuhan terhadap
pengobatan medikamentosa rendah
 Untuk glaukoma sudut terbuka bersamaan dengan dilakukannya
bedah drainase dimana diperlukan penurunan TIO lebih lanjut.
 Sebelum ekstrasi katarak pada pasien glaukoma sudut terbuka
dengan control yang buruk

31
Kontraindikasi :

 Sudut tertutup atau sangat sempit


 Edema kornea yang menutupi pandangan sehingga sudut tidak
dapat dinilai
 Glaukoma lanjut dan progresif cepat dengan kepatuhan
medikamentosa rendah
 Inflamasi intraocular atau terdapat darah pada bilik mata
anterior
 Usia kurang dari 25 tahun
d. Iridektomi dan Iridotomi perifer1
Sumbatan pupil pada glaukoma sudut tertutup dapat ditatalaksana
dengan membentuk komunikasi langsung antara kamera okuli anterior dan
posterior yang menghilangkan perbedaan tekanan di antara keduanya. Hal ini
dapat dicapai dengan laser neodinium : YAG atau argon (iridotomi perifer)
atau dengan tindakan iridektomi perifer. Cincin laser membakar iris perifer
sehingga mengkontraksikan stroma it is, membuka kamera okuli anterior
secara mekanis.
Indikasi :
 Glaukoma sudut tertutup
 Mata yang lain dimana mata yang satu telah terserang
glaukoma akut
 Sudut sempit
 Penutupan sudut sekunder dengan sumbatan pupil
 Glaukoma sudut terbuka dengan sudut sempit

Kontraindikasi :

 Edema kornea
 Bilik mata depan dangkal
e. Bedah drainase1
Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drainase
normal, sehingga terbentuk akses langsung humor aqueous dari kamera
anterior ke jaringan subkonjungtiva atau orbita dapat dibuat dengan
trabekulotomi atau insersi selang drainase.

32
Trabekulektomi adalah prosedur yang paling sering dilakukan.
Komplikasi trabekulektomi adalah kegagalan fibrosis pada jaringan episklera
menutup jalur drainase yang baru. Biasanya terjadi pada pasien berusia
muda, berkulit hitam dan pasien yang pernah menjalani bedah drainase atau
tindakan bedah lain yang melibatkan jarngan episklera. Terapi ajuvan dengan
antimetabolite biasanya fluorourasil dan mitomisin berguna untuk
memperkecil risiko ini.
Apabila trabekulektomi tidak efektif, dapat dilakukan penanaman suatu
selang silicon untuk membentuk saluran keluar permanen humor aqueous.
Jenis operasi lainnya yaitu sklerostomi, goniotomi, viskokanalostomi
untuk menatalaksana glaukoma kongenital dimana terjadi sumbatan drainase
humor aqueous di bagian dalam jaringan trabecular.
f. Siklodestruktif1,6
TIO diturunkan dengan cara merusak epitel sekretorik dari badan siliar.
Kegagalan terapi medis dan bedah dapat menjadi pertimbangan untuk
dilakukannya destruksi korpus siliaris dengan laser atau bedah untuk
mengontrol tekanan intraocular. Metode yang digunakan adalah : krioterapi,
diatermik, utrasonografi frekuensi tinggi, terapi laser neodinium : YAG
termal mode atau laser diode.

Edukasi12

b. Pasien tidak boleh minum sekaligus banyak, karena dapat menaikkan


tekanan
c. Memberitahu keluarga bahwa kepatuhan pengobatan sangat penting
untuk keberhasilan pengobatan glaukoma
d. Memberitahu pasien dan keluarga agar pasien dengan riwayat
glaukoma pada keluarga untuk memeriksakan matanya secara teratur

13. Komplikasi 12
A. Sinekia anterior perifer
Iris perifer melekat pada jalinan trabekel dan menghambat aliran mata keluar.
Apabila terapi tertunda, iris perifer dapat melekat ke jalinan trabekular
(sinekiaanterior), sehingga menimbulkan sumbatan ireversibel sudut kamera

33
anterior dan menghambat aliran aqueous humor keluar. Kerusakan saraf pada
glaukoma umumnya terjadi karena terjadi peningkatan tekanan dalam bola mata.
Bola mata normal memiliki kisaran tekanan antara 10 – 20 mmHg sedangkan
penderita glaukoma memiliki tekanan mata yang lebih dari normal bahkan
terkadang dapat mencapai 50 – 60 mmHg pada keadaan akut. Tekanan mata yang
tinggi akan menyebabkan kerusakan saraf, semakin tinggi tekanan mata akan
semakin berat kerusakan saraf yang terjadi.
B. Katarak
Lensa kadang-kadang melekat membengkak, dan bisa terjadi katarak. Lensa
yang membengkak mendorong iris lebih jauh kedepan yang akan menambah
hambatan pupil dan pada gilirannya akan menambah derajat hambatan sudut.
Glaukoma, pada keadaan tekanan bola mata yang sangat tinggi, maka akan
terjadi gangguan permeabilitas kapsul lensa sehingga terjadi kekeruhan lensa.
a. Atrofi retina dan saraf optic
Daya tahan unsure-unsur saraf mata terhadap tekanan intraokular yang
tinggi adalah buruk. Terjadi gaung glaukoma pada pupil optik dan atrofi
retina, terutama pada lapisan sel-sel ganglion.
b. Kebutaan
Kontrol tekanan intraokular yang jelek akan menyebabkan semakin
rusaknya nervus optik dan semakin menurunnya visus sampai terjadi
kebutaan.
c. Glaukoma kronik
Penatalaksanaan yang tidak adekuat dapat menyebakan perjalan progesif
dari glaucoma yang lebih parah.

14. Prognosis
Tanpa pengobatan, glaukoma dapat mengakibatkan kebutaan total. Apabila obat tetes
anti glaukoma dapat mengontrol tekanan intraokular pada mata yang belum
mengalami kerusakan glaukomatosa luas, prognosis akan baik. Apabila proses
penyakit terdeteksi dini sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani dengan
baik.1,2

34
BAB III

KESIMPULAN

Glaukoma merupakan sekelompok penyakit neurooptic yang menyebabkan kerusakan


serat optik (neuropati optik), yang ditandai dengan kelainan atau atrofi papil nervus opticus
yang khas, adanya ekskavasi glaukomatosa, serta kerusakan lapang pandang dan biasanya
disebabkan oleh efek peningkatan tekanan intraokular sebagai faktor resikonya.

Camera occuli anterior (COA) dan produksi humor aquous merupakan struktur penting
dalam hubungannya dengan pengaturan tekanan intraokuler. Camera occuli anterior dibentuk
oleh persambungan antara kornea perifer dan iris. Bagian mata yang penting dalam glaukoma
adalah sudut filtrasi. Sudut filtrasi ini berada dalam limbus kornea. Bagian terpenting dari sudut
filtrasi adalah trabekula

Tiga Proses Produksi Humor Aquous oleh proc. Ciliar (epitel ciliar) yaitu: Transport
aktif (sekresi), ultrafiltrasi dan difusi. Humor akuous keluar dari Camera occuli anterior melalui
dua jalur konvensional (jalur trabekula) dan jalur uveosklera (jalur non trabekula).

Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang diketahui penyebabnya. Dapat disebabkan


atau dihubungkan dengan keadaan-keadaan atau penyakit yang telah diderita sebelumnya atau
pada saat itu, yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intaokuler. Glaukoma
sekunder dibagi dua : Glaukoma Sekunder sudut Tertutup dan Glaukoma Sekunder Sudut
Terbuka.

Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan visus, Tonometri, Genioskopi, Lapang pandang,


Oftalmoskopi, Tonografi, Tes provokasi. Penatalaksaan Glaukoma dapat melalui Terapi
Medikamentosa dan Tindakan Pembedahan.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Glaukoma dalam ilmu penyakit mata. Ed 3. Cetakan ke 4. Jakarta: Balai


Penerbit FKUI; 2007. Hal: 8, 167-170, 212-216
2. Vaughan DG, Eva RP, Asbury T. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika.
Jakarta. 2000.
3. Ilyas S. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
4. Wijana Nana. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke 3; 1983. Hal: 167-187
5. Glaucoma. Available: https://en.wikipedia.org/wiki/Glaucoma Accesed July, 03th
2018
6. Glaucoma. Available: http://www.webmd.com/eye-health/glaucoma-eyes Accesed
July, 03th 2018
7. Glaucoma. Available: http://www.ahaf.org/glaucoma/about/glabout.html Accesed
July, 03th 2018
8. James B, Chew C, Bron A. Anatomi dalam Oftalmologi. Edisi IX.Erlangga. Jakarta
2006;1-17
9. American Academy of Ophthalmology : Basic and clinical science course 2003 - 2004.
10. Jerald A Bell.. Ocular Hypertension. In : E - Medicine [online]. 2008. Available from :
http://www.emedicine.com/ocularhipertention.html
11. Jane O, Lorraine C. Ophthalmology at a glance. Blsckwell sciene. 2005.
12. Glaucoma. Available:
http://biomed.brown.edu/Courses/BI108/2006108websites/group02glaucoma/glaucom
a.html#glaucoma Accesed July, 03th 2018
13. Kanski JJ. The Glaucomas, in Clinical Ophthalmology Third edition. Butterworth
Heineann. London. 1994; 233-279
14. Gerhard KL, Oscar, Gabriele, Doris, Peter. Ophtalmology a short textbook. Second
edition. Thieme Stuttgart : New York. 2007.
15. Khaw PT, Elkington AR. AC Of Eyes. Edisi ke-4. BMJ Book: London

36
37

Anda mungkin juga menyukai