Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

“AMELOBLASTOMA”

Disusun oleh :

D.IV Keperawatan Gigi


Kelas 2.A
Kelompok 8 :

1. Nadiah Thahirah AR
2. Nur Madina Jamila
3. Wa Nur Fauziah
4. Sahrul Rustan
5. Annisa Rezky

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR

TAHUN AKADEMIK 2018 – 2019


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga kami berhasil menyelesaikan
makalah ini yang alhamdulillah selesai tepat pada waktunya yang berjudul
“Ameloblastoma”

Makalah ini berisikan tentang Ameloblastoma, bagaimana diharapkan


makalah ini dapat menambahkan pengetahuan kita semua.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.Oleh


karena itu, kritik dan saran dari dosen dan teman-teman yang bersifat
membangun, selalu saya harapkan demi lebih baiknya makalah ini.

Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan semoga
Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita.

Makassar, September 2018

Kelompok 8

i
DAFTAR ISI

Kata pengantar..........................................................................................................i
Daftar isi...................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................2
1.3 Tujuan................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3
A. Defenisi Ameloblastoma..............................................................................3
B. Etiologi dan Pathogenesis............................................................................4
C. Tipe Ameloblastoma....................................................................................5
D. Diagnosis dan Komplikasi...........................................................................9
E. Perawatan Ameloblastoma.........................................................................12
BAB III PEMBAHASAN......................................................................................16
BAB IV PENUTUP...............................................................................................19
Kesimpulan............................................................................................................19
Daftar Pustaka........................................................................................................20

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ameloblastoma adalah tumor jinak odontogenik yang pertumbuhannya
lambat dan bersifat invasif lokal. Ameloblastoma ini berasal dari sisa-sisa epitel
pada masa pembentukan gigi. Tumor ini memperlihatkan tanda-tanda sebagai
tumor jiinak secara histopatologis, sedangkan secara klinis bersifat agresif dan
destruktif. Ameloblastoma dapat tumbuh dari berbagai macam epitel odontogenik
yang tersisa di antara jaringan lunak alveolar dan tulang. Tumor ini tumbuhnya
lambat, agresif secara lokal dan dapat menyebabkan deformitas wajah yang besar.
Ameloblastoma memiliki angka kejadian rekurensi yang tinggi bila tumor ini
tidak dieksisi secara luas dan hati-hati.
Dari semua pembengkakan yang terjadi pada rongga mulut, 9%
merupakan tumor odontogenik dan kira-kira 1% dari lesi tersebut merupakan
ameloblastoma. Ameloblastoma terjadi pada maksila sekitar 20% kasus, paling
sering terjadi pada region kaninus dan antral. Ameloblastoma terjadi pada
manibula sekitar 80% kasus. Yang mana 70% terjadi di daerah moral atau pada
ramus asendens, 20% pada regio premolar dan 10% di regio anterior.
Ameloblastoma biasanya didiagnosa pada pasien yang umurnya antara
dekade empat dan dekade lima, kecuali pada kasus tipe unikistik yang biasanya
terjadi pada pasien yang berusia antara 20 sampai 30 tahun dengan tidak ada
predileksi jenis kelamin. Sekitar 10-15% tumor ini terjadi berhubungan dengan
gigi yang tidak erupsi.
Pasien ameoblastoma dapat dirawat dengan berbagai macam cara.
Perawatan bervariasi mulai dari enukleasi dan kuretase sampai reseksi.
Pembedahan secara radikal merupakan perawatan yang direkomendasikan untuk
ameloblastoma multikistik yang melibatkan reseksi pada bagian rahang yang
terkena tumor dan mengikutkan sekitar 1 sampai 2 cm dari tulang yang sehat.
Perawatan konservetif dengan kuretase atau enukleasi hanya dilakukan pada
perawatan ameloblastoma tipe unikistik. Kuretase dan enukleasi dapat

1
menghemat waktu, fungsi dan penampilan pasien sedangkan perawatang secara
radikal dapat mengakibatkan kerusakan permanen terhadap regio maksilofasial.
Kerugian dari reseksi rahang adalah terjadinya deformitas wajah dan
kehilangan fungsi apabila tidak direkontruksi dengan tepat. Defek pada mandibula
dapat dilakukan rekontruksi segera atau ditunda. Defek pada maksila dapat diatasi
dengan dua cara : yang pertama denggan bedah apabila defek tidak luas dapat
ditutup dengan mukosa bukal dan palatal, sedangkan defek yang sangat luas atau
pasien yang memiliki resiko tinggi melakukan operasi dapat menggunakan
protesa obturator.
Berdasarkan beberrapa literatur, tumor odontogenik menunjukkan adanya
variasi geografi dalam distribusi dan frekuensinya. Beberapa studi dari berbagai
belahan dunia yang berbeda menunjukan adanya perbedaan yang relatif terjadinya
tumor odontogenik.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Ameloblastoma ?
2. Apa etiologi dan pathogenesis dari ameloblastoma ?
3. Apa saja tipe-tipe dari ameloblastoma ?
4. Bagaimana penegakan diagnosis dari ameloblastoma dan apa saja
komplikasi yang dapat terjadi pada ameloblastoma?
5. Bagaimana cara perawatan ameloblastoma ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi dari ameloblastoma


2. Untuk mengetahui etiologi dan pathogenesis dari ameloblastoma
3. Untuk mengetahui tipe-tipe ameloblastoma
4. Untuk mengetahui cara penegakan diagnosis dari ameloblastoma dan
mengetahui apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada ameloblastoma
5. Untuk mengetahui bagamana cara perawatan amelobastoma

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI AMELOBLASTOMA
Ameloblastoma ialah tumor yang berasal dari jaringan organ
enamel yang tidak mengalami diferensiasi membentuk enamel. Tumor ini
merupakan tumor jinak odontogenetik yang pertumbuhannya lambat,
bersifat lokal dan destruktif sehingga seringkali tidak disadari oleh pasien
sampai ditemukan adanya pembekakan pada rahang. Sehingga sebagian
besar dari tumor ini bersifat jinak. Hal ini telah dijelaskan sangat tepat
oleh Robinson bahwa tumor ini biasannya unisentrik, nonfungsional,
pertumbuhannya bersifat intermiten, secara anatomis jinak dan secara
klinis bersifat persisten. Menurut Reichart dan Philipsen, rata-rata
penderita ameloblastoma berusia 40 tahun dengan perbandingan laki-laki
dan wanita adalah 1:1,6.
- Ameloblastoma merupakan tumor yang berasal dari epithelial,
gingival mucosa atau gengivomaxillary yang muncul pada gigi (Price,
Sylvia A, 2006).
- Ameloblastoma merupakan tumor odontogenetik yang paling
sering terjadi di mandibula dan maksila. Tumor ini berasal dari epitelium
yang terlibat dalam proses pembentukan gigi, akan tetapi pemicu
transformasi neoplastik pada epitel tersebut belum diketahui dengan pasti.
Secara mikroskopis, ameloblastoma tersusun atas pulau-pulau epitelium di
dalam stroma jaringan ikat kolagen. Ameloblastoma juga mempunyai
beberapa variasi dari tampilan histopatpologis, akan tetapi tipe yang paling
sering terlihat yaitu tipe folikular dan pleksiform. Pada ameloblastoma
biasanya asimptomatik, tumbuh lambat, dan dapat mengekspansi rahang
(Arif, 2001).

3
B. ETIOLOGI DAN PATHOGENESIS

Ameloblastoma merupakan tumor jinak rahang yang terbentuk dari sel


pembentuk email gigi yang gagal berkembang. Pada saat ini sebagian penulis
mempertimbangkan bahwa tumor ini tumbuh dari berbagai asal, walaupun
rangsangan awal dari proses pembentukan tumor ini belum diketahui.
Tumor ini berasal dari :
 Sisa sel dari enamel organ atau sisa-sisa dental lamina. Struktur
mikroskopis dari beberapa spesimen dijumpai pada area epiteal sel
yang terlihat pada perifer berbentuk kolumnar dan berhubungan
dengan ameloblast yang pada bagian tengah mengalami degenerasi
serta menyerupai retikulum stelata.
 Sisa-sisa dari epitel Malassez. Sisa-sisa epitel yang biasanya
terdapat pada membran periodontal dan kadang-kadang dapat
terlihat pada tulang spongiosa yang mungkin menyebabkan
pergeseran gigi dan menstimulasi terbentuknya kista odontogenik .
 Epitelium dari kista odontogenik, terutama kista dentigerous dan
odontoma. Pada kasus yang dilaporkan oleh Cahn (1933), Ivy
(1958), Hodson (1957) mengenai ameloblastoma yang berkembang
dari kista periodontal atau kista dentigerous tapi hal ini sangat
jarang terjadi. Setelah perawatan dari kista odontogentik, terjadi
perkembangan dan rekurensi menjadi ameloblastoma.
 Basal sel dari epitelium permukaan dari tulang rahang. Siegmund
dan Weber (1926) pada beberapa kasus ameloblastoma
menemukan adanya hubungan dengan epitelium oral.
Jadi Ameloblastoma adalah suatu tumor berasal dari sel – sel embrional
dan terbentuk dari sel – sel berpontesial bagi pembentukan enamel. Tumor ini
biasanya tumbuh dengan lambat, secara histologis jinak tetapi secara klinis
merupakan neoplasma malignan, terjadi lebih sering pada badan atau ramus
mandibula dibanding pada maksila dan dapat berkapsul atau tidak berkapsul.

4
C. TIPE AMELOBLASTOMA

Ada tiga tipe subtipe secara klinis untuk tujuan perawatan antara lain tipe
solid/multikistik (92%), tipe unikistik (6%), dan tipe ekstraosseus/periferal (2%).1

1. Tipe solid atau multikistik

Tumor ini tumbuh invasif secara lokal dan memiliki angka


rekurensi yang tinggi. Tumor ini menyerang pasien pada seluruh lapisan
umur. Tidak ada predileksi jenis kelamin yang signifikan menegnai jenis
kelamin. Tumor ini jarang terjadi pada usia 10 sampai 19 tahun. Tumor ini
menunjukkan angka prevalensi yang sama pada usia dekade ketiga sampai
dekade ketujuh. Sekitar 85% tumor ini jarang terjadi pada mandibula,
paling sering daerah molar di sekitar ramus asendens. Sekitar 15% tumor
ini terjadi pada maksila biasanya pada regio posterior. Gambaran klinik
yang sering muncul adalah pembengkakan atau ekspansi rahang yang
tidak terasa sakit. Jika tidak dirawat, lesi akan tumbuh lambat membentuk
massa yang masif. Rasa sakit dan parastesia jarang terjadi bahkan pada
tumor yang besar.

Tumor ini muncul dengan berbagai macam gambaran histologis


antara lain variasi dalam bentuk folikular, pleksiform dan sel granular.
Walaupun terdapat bermacam tipe histologis tapi hal ini tidak
mempengaruhi perawatan maupun prognosis.

5
Tipe solid atau multikistik invasif secara lokal memiliki angka
kejadian rekurensi yang tinggi bila tidak diangkat secara tepat tapi dari sisi
lain tumor ini memiliki kecenderungan yang rendah untuk bermetastasis.
Ameloblastoma tipe solid mukltikistik ini ditandai dengan angka terjadi
rekurensi sampai 50% selama 5 tahun pasca perawatan. Oleh karena itu,
ameloblastoma tipe solid atau multikistik harus dirawat secara radikal
(reseksi dengan margin jaringan normal disekeliling tumor). Pemeriksaan
rutin jangka panjang bahkan seumur hidup diindikasikan untuk tipe ini.

Gambar 1. Adanya Tampilan Multilokular Ameloblastoma besar pada


sudut mandibula, dengan ekspansi ekstensif (panah solid) dan resorpsi gigi
yang bersebelahan panah terbuka). (Sumber: Whaites E. Essentials of
Dental Radiography and Radiology. 4 ed. United Kingdom: Elsevier
Health Sciences; 2006)
2. Tipe Unikistik

Ameloblastoma unikistik sering terjadi pada pasien muda, 50%


dari tumor ini ditemukan pada pasien yang berada pada dekade kedua.
Lebih dari 90% ameloblastoma unikisik ditemukan pada mandibula regio
posterior.
Ameloblastoma tipe unikistik umumnya membentuk kista
dentigerous secara klinik maupun secara radigrafis walaupun beberapa
diantarannya tidak berhubungan dengan gigi yang tidak erupsi.

6
Tipe ini umumnya menyerang bagian posterior mandibula diikuti
dengan regio parasimfisi dan anterior maksila. Tipe ini sulit untuk
didiagnosa karena pada umumnya terdiri dari komponen kista. Sebuah
variasi yang disebut sebagai ameloblastoma unikstik pertama sekali
disebut pada tahun 1977 oleh Robinson dan Martinez. Mereka melaporkan
bahwa tipe unikistik ini kurang agresif dan menyarankan enukleasi simple
sebagai perawatannya. Studi menunjukkan seacara klinis enukleasi simple
pada ameloblastoma tipe unikistik sebenanrnya menunjukkan angka
rekurensi yang tinggi yaitu sekitar 60%. Dengan demikian enukleasi
simple merupakan perawatan yang tidak sesuai untuk lesi ini dan
perawatan yang lebih radikal dengan osteotomi periferal atau terapi krio
dengan cairan nitrogen atau keduanya lebih sesuai untuk tumor ini.

Gambar 2. Unikistik Ameloblastoma (Sumber: Whaites E. Essentials of


Dental Radiography and Radiology. 4 ed. United Kingdom: Elsevier
Health Sciences; 2006.)

3. Tipe periferal/ekstraosseus

Periferal ameloblastoma tipe ini sering disebut sebagai


ekstraosseus ameloblastoma atau ameloblastoma jaringan lunak. Biasanya
terjadi pada gingiva atau mukosa alveolar. Tipe ini menginfiltrasi jaringan
di sekelilingnya yaitu jaringan ikat gingiva dan tidak ada keterlibatan
tulang di bawanya. Tumor ini mungkin muncul dari sisa-sisa epitel
odontogenik dibawah mukosa oral atau dari sel basal epitek permukaan.
Perifal ameloblastoma ini umumnya tidak sakit, kaku, pertumbuhan
eksofitik yang biasanya halus atau granular.

7
Tumor ini diyakini mewakili 2% sampai 10% dari seluruh kasus
ameloblastoma yang didiangnosa. Tumor ini pernah dilaporkan terjadi
pada semua rentang umur dari 9 sampai 92 tahun. Kasus-kasus
melaporkan bahwa tumor ini terjadi kebanyakan pada pria dari pada
wanita dengan perbandingan 1,9 dengan 1. 70% dari ameloblastoma tipe
periferal ini terjadi pada mandibula, dari bagian ramus dari anterior
mandibula sampai foramen mandibula paling sering terkena. Beberapa
penulis lebih suka mengklasifikasikan mereka ke dalam hamartoma
daripada neoplasma dan tumor ini biasanya bersifat jinak, tidak mengalami
rekurensi setelah eksis simpel komplit.

Perawatan yang direkomendasikan untuk tumor ini berbeda dengan


perawatan tumor tipe lainya karna tumor ini biasanya kecil dan bersifat
lokal pada jaringan lunak supervisial. Kebanyakan lesi berhasil di rawat
dengan eksisi lokal dengan mengikut sertakan sebagian kecil dari margin
jaringan yang normal. Margin inferior harus di ikutkan periosteum untuk
meyakinkan penetrasi sel tumor ke tulang tidak terjadi.

Gambar 3. Periferal Ameloblastoma (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP.


Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri :
Mosby, 1997: 136-143)

8
D. DIAGNOSIS DAN KOMPLIKASI

 DIAGNOSIS

1. Gambaran klinis

Ameloblastoma sering timbul pada daerah gigi yang tidak erupsi.


Gejalanya diawali dengan rasa sakit, disusul dengan deformitas wajah. Rasa sakit
terkadang menyebar sampai ke struktur lain disertai dengan terdapatnya ulkus
dan pelebaran jaringan periodontal (gum disease). Lesi ini dapat terlihat lebih
awal pada pemeriksaan gigi secara rutin, dan biasanya penderita merasakan
adanya asimetri wajah secara bertahap. Pasien tidak mengalami keluhan rasa
sakit, parestesi, fistula, formation ulcer, atau mobilitas gigi. Apabila lesi
membesar, dengan pemeriksaan palpasi terasa sensasi seperti tulang yang tipis.
Jika telah meluas merusak tulang, maka abses terasa fluktuasi, kadang-kadang
erosi dapat terjadi melalui kortikal plate yang berdekatan dengan daerah invasi,
dan berlanjut ke jaringan lunak yang berdekatan.
Terdapat dugaan bahwa lesi ini lebih sering muncul pada ras kulit hitam.
Telah ditemukan pada individu usia tiga tahun, bahkan dilaporkan pernah terjadi
pada usia 80 thn. Namun sebagian besar terjadi pada usia rata-rata 40 thn.
Ameloblastoma berkembang secara perlahan dan beberapa kasus ditemukan 95%
keluhan utama, yaitu berupa abses pipi, gingival dan palatum durum, sedangkan
pada ameloblastoma maksilaris belum sering ditemukan.
Lesi yang timbul di maxilla sekitar 75% terutama didaerah ramus, hal ini
pulalah yang terkadang menyebabkan deformitas antara maxilla dan mandibula.
Apabila terjadi di maxilla, dapat meluas hingga dasar hidung dam sinus. Lesi ini
memiliki tendensi untuk menyerang tulang cortical karena berjalan sangat lambat
merangsang jaringan periosteum membentuk thin shell of bone sejalan dengan
meluasnya lesi. Hal ini merupakan sesuatu hal penting dalam menegakkan
diagnosa selain dengan radiografi.
Lesi yang tidak diobati dapat berkembang menjadi lebih besar, terutama bila
terjadi pada maksila, dapat meluas ke struktur vital seperti mencapai dasar kranial,
bahkan ke sinus paranasal, orbital, nasopharyng sampai dasar tengkorak.

9
(a) (b)
Gambar 1. Lesi Ameloblastoma di maxilla (a) dan mandibula (b) (1)
2. Radiologis
Pada pasien dengan pembengkakan di rahang, langkah pertama dalam
diagnosis adalah radiografi panoramik. Tampak radiolusen unilokular atau
multilokular dengan tepi berbatas tegas. Tulang yang terlibat digantikan oleh
berbagai daerah radiolusen yang berbatas jelas dan lesi memberi suatu bentuk
seperti sarang lebah atau gelembung sabun . namun, jika pembengkakan yang
keras dan fixed dengan jaringan yang berdekatan, CT-scan disarankan. Meskipun
dosis radiasi jauh lebih tinggi di CT-scan, perlunya mengidentifikasi kontur lesi,
isinya dan ekstensinya ke dalam, membuatnya lebih dipilih untuk diagnosis . foto
polos tidak menunjukan interfaces antara tumor dan soft tissues yang normal,
hanya interface antara tumor dan tulang yang normal yang dapat dilihat. Aksial
view dalam gambar CT-scan dengan kontras dan koronal juga aksial view dalam
magnetic resonance imaging (MRI) jelas menunjukan kedua jenis interface.
Meskipun tidak ada perbedaan yang cukup antara MRI dan CT untuk mendektesi
komponen kistik tumor, untuk menvisualisasikan proyeksi papiler ke dalam
rongga kistik, MRI sedikit lebih unggul. MRI sangat penting untuk mengetahui
gambaran yang tepat dari suatu ameloblastoma maksilaris yang advanced dan
dengan demikian dapat menentukan prognesis dari oprasi.

10
3. Pemeriksaan patologi anatomi
i. insisi Biopsi
insisi biops idiindikasikan pada lesi yang lebih besar 1-2 cm dan untuk lesi besar
yang berkapsul atau neoplasma yang berpotensi keganasan. Dengan insis biopsi
karakteristik dari suatu neoplasma dapat dintentukan dengan baik, seperti
diferensasi dan kemampuan invasi. Teknik insisi biopsi meliputi anestesi
reprentarif dari lesi diambil, umumnya dari perfier lesi yang meluas ke jaringan
normal.
ii. Fine-Needle Aspirartion Biopsi (FNAB)
merupakan metode untuk mengevaluasi lesi subkutan atau yang terletak dalam
lagi. Prosedur ini paling banyak dipakai dalam menentukan sifat massa pada
kelenjar saliva dan leher.
 KOMPLIKASI
Harus diperhatikan kecendurungan neoplasma yang dapat menyerang
tulang/jaringan yang berdekatan, sehingga terjadi perluasan kejaringan atau organ
penting pada daerah wajah dan leher. Dengan CT dan MRI, dapat menetukan
tingkat tumor secara akurat. Ameloblastoma yang besar dapat membuat hilangnya
fungsi rahang dan kesulitan menelan makan. Selanjutnya, kurangnya nutrisi dapat
menyebabkan hipoproteinemi. Pasien juga berisiko perdarahan karena ulserasi
dan dapat menunjukan gejala anemia.
Dua faktor yang diasumsikan menjadi penyebab hipoproteinemi pada
ameloblastoma kistik yang besar. Dinding kista bertindak sebagai membran
semipermeabel; dan kebocoran cairan intrakistik secara langsung melalui lubang
pada dinding kista. Beberapa penulis mengemukakan bahwa kista odontogenetik
berkualitas membran semipermeabel dan memiliki kemampuan untuk mentransfer
protein secara positif. Kadar albumin cairan kista odontogenik hampir sama
dengan serum albumin. Hal ini mungkin berdasarkan berat molekul lbumin yang
lebih kecil dari globulin; sehingga mudah berpindah melalui membran.
Ameloblastoma bersifat odontogenik juga dan formasi kista sering ditemukan
pada pasien dengan kelainan tersebut. Dalam kondisi ini, mungkin protein diserap
melalui dinding kista dan ditransfer ke dalam rongga kista.

11
E. PERAWATAN AMELOBLASTOMA
Perawatan tumor ini beragam mulai dari kuretase sampai reseksi tulang
yang luas, dengan atau tanpa rekonstruksi radioterapi tidak diindikasikan karena
lesi ini radioresisten. Pada beberapa literatur juga dikemukakan indikasi untuk
dielektrokauterisasi, bedah krio dan penggunaan agen sklorosan sebagai pilihan
perawatan. Pemeriksaan kembali (follow up pasca operasi) penting karena hampir
50% kasus rekurensi terjadi pada lima tahun pertama pasca operasi.
Perawatan untuk tumor ini harus dieksisi dan harus meliputi neoplasma
sampai jaringan sehat yang berada dibawah tumor. Setelah itu, harus dilanjutkan
dengan elektrodesikasi atau dengan dirawat lukanya dengan larutan karnoy.
Kemungkinan untuk terjadi rekuensi ada dan pasien harus diinstruksikan
untuk mengikuti pemeriksaan secara berkala sampai bertahun tahun setelah
operasi. Iradiasi paska operasi ditujukan untuk mengurangi insiden rekurensi dan
harus dilakukan secara rutin. Kebanyakan ahli bedah melakukan reseksi komplit
pada daerah tulang yang terlibat tumor dan kemudian dilakukan bone graft.
Tumor ini tidak bersifat radiosensitif tapi dengan terapi X-ray dan radium
mempunyai efek dalam menghambat pertumbuhan lesi ini.
Beberapa prosedur operasi yang digunakan untuk mengobati
ameloblastoma antara lain:
1. Enukleasi
Enukleasi merupakan prosedur yang kurang aman untuk dilakukan. Pada
suatu diskusi menyatakan walaupun popular, kuretase merupakan prosedur yang
paling tidak efisien untuk dilakukan. Enukleasi menyebabkan kasus rekurensi
hampir tidak dapat dielakkan, walaupun sebuah periode laten dari pengobatan
yang berbeda mungkin memberikan hasil yang salah. Kuretase tumor dapat
meninggalkan tulang yang sudah diivansi oleh sel tumor.
Teknik enukleasi diawali dengan insisi, flap mukoperiostal dibuka. Kadang-
kadang tulang yang mengelilingi lesi tipis. Jika dinding lesi melekat pada
periosteum, maka harus dipisahkan. Dengan pembukaan yang cukup, lesi
biasanya dapat diangkat dari tulang. Gunakan sisi yang konveksi dari kuret
dengan tarikan yang lembut. Saraf dan pembuluh darah biasanya digeser ke
samping dan tidak berada pada daerah operasi. Ujung tulang yang tajam

12
dihaluskan dan daerah ini harus diirigasi dan diperiksa. Gigi-gigi yang berada di
daerah tumor jinak biasanya tidak diperlukan perawatan khusus. Jika devitalisasi
diperlukan, perawatan endodontik sebelum operasi dapat dilakukan.
2. Eksisi Blok
Kebanyakan ameloblastoma harus dieksisi daripada dienukleasi. Eksisi
sebuah bagian tulang dengan adanya kontinuitas tulang mungkin
direkomendasikan apabilah ameloblastomanya kecil. Insisi dibuat pada mukosa
dengan ukuran yang meliputi semua bagian yang terlibat tumor. Insisi dibuat
menjadi flap supaya tulang dapat direkseksi dibawah tepi yang terlibat tumor.
Lubang bur ditempatkan pada outline osteotomi, denganbur leher panjang
henahan. Oesteotomi digunakan untuk melengkapi pemotongan. Sesudah itu,
segen tulang yang terlibat tumor dibuang dengan tepi yang aman dari tulang
normal dan tanpa merusak border tulang.
Setelah melakukan flap untuk menutup tulang, dilakukan penjahitan untuk
mempertahankan posisinya. Dengan demikian eksisi tidak hanya mengikutkan
tumor saja tetapi juga sebagian tulang normal yang mengelilinginya. Gigi yang
terlibat tumor dibuang bersama an dengan tumor. Gigi yang terlibat tidak
diekstraksi secara terpisah.

3. Hemimandibulektomi
Merupakan pola yang sama dengan eksisi blok yang diperluas yang
mungkin saja melibatkan pembungkus angulus, ramus atau bahkan pada beberapa
kasus dilakukan pembuangan kondilus. Pembuangan bagian anterior mandibula
sampai regio simfisis tanpa menyisakan border bawah mandibula akan

13
mengakibatkan perubahan bentuk wajah yang dinamakan “Andy Gump
Deformity”
Reseksi mandibula dilakukan setelah trakeostomi dan diseksi leher radikal
(bila diperluka) telah dilakukan. Akses biasanya diperoleh dengan insisi splitting
bibir bawah. Bibir bawah dipisahkan dan sebuah insisi vertikel dibuat sampai ke
dagu. Insisi itu kemudain dibelokkan secara horizontal sekitar ½ inchi dibawah
border bawah mandibula. Kemudian insisi diperluas mengikuti angulus bahwa
mandibula sampai mastoid. Setelah akses diperoleh, di dekat foramen mentale
mungkin saja dapat terjadi perdarahan karena adanya neurovascular.

LAPORAN PENDAHULUAN AMELOBLASTOMA

4. Hemimaksilektomi
Akses ke maksila biasanya diperoleh dengan insisi Weber Fergusson.
Pemisahan bibir melalui philtrum rim dan pengangkatan pipi dengan insisi
paranasal dan infraorbital menyediakan eksposure yang luas dari wajah dan aspek
lateral dari maksila dan dari ethmoid.

14
LAPORAN PENDAHULUAN AMELOBLASTOMA

Setelah diperoleh eksposure yang cukup, dilakukan pemotongan jaringan


lunak dan ekstraksi gigi yang diperlukan. Kemudian dilakukan pemotongan
dengan ascillating saw dari lateral dinding maksila ke infraorbital rim kemudian
menuju kavitas nasal melalui fossa lakrimalis. Dari kavitas nasal dipotong menuju
alveolar ridge. Setelah itu, dilakukan pemotongan pada palatum keras. Kemudian
pemotongan lateral dinding nasal yang menghubungkan lakrimal dipotong ke
nasofaring dengan menggunakan chisel dan gunting mayo dan kemudian
dilakukan pemotongan posterior. Pembuangan spesimen dan packing kavitas
maksilektomi yang tepat diperlukan untuk mengontrol perdarahan.

15
BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarkan judul makalah oleh penulis mengenai “Ameloblastoma”
maka diperlukan penjelasan mengenai defenisi ameloblastoma, etilogi
pathogenesis, tipe-tipe, diagnosis, komplikasi, dan perawatan penyakit
ameloblastoma.
1) Defenisi Ameloblastoma
Ameloblastoma merupakan tumor jinak odontogenik yang berasal
dari sisa-sisa epitel pada masa pembentukan gigi. Ameloblastoma dapat
tumbuh dari berbagai macam epitel odontogenik yang tersisa di antara
jaringan lunak alveolar dan tulang. Tumor ini tumbuhnya lambat, agresif
secara lokal dan dapat menyebabkan deformitas wajah yang besar.
2) Etiologi dan pathogenesis

Ameloblastoma merupakan tumor jinak rahang yang terbentuk dari


sel pembentuk email gigi yang gagal berkembang.

Tumor ini dapat berasal dari :

 Sisa sel dari enamel organ atau sisa-sisa dental lamina.


 Sisa-sisa dari epitel Malassez.
 Epitelium dari kista odontogenik, terutama kista dentigerous
dan odontoma.
 Basal sel dari epitelium permukaan dari tulang rahang.

Jadi Ameloblastoma adalah suatu tumor berasal dari sel – sel


embrional dan terbentuk dari sel – sel berpontesial bagi pembentukan
enamel. Tumor ini biasanya tumbuh dengan lambat, secara histologis jinak
tetapi secara klinis merupakan neoplasma malignan, terjadi lebih sering
pada badan atau ramus mandibula dibanding pada maksila dan dapat
berkapsul atau tidak berkapsul.

16
3) Tipe Ameloblastoma
Ada tiga tipe subtipe secara klinis untuk tujuan perawatan
antara lain tipe solid/multikistik (92%), tipe unikistik (6%), dan tipe
ekstraosseus/periferal (2%).
4) Diagnosis dan Komplikasi

 DIAGNOSIS

1. Gambaran klinis

Ameloblastoma sering timbul pada daerah gigi yang tidak


erupsi. Gejalanya diawali dengan rasa sakit, disusul dengan deformitas
wajah. Rasa sakit terkadang menyebar sampai ke struktur lain
disertai dengan terdapatnya ulkus dan pelebaran jaringan periodontal
(gum disease). Lesi ini dapat terlihat lebih awal pada pemeriksaan
gigi secara rutin, dan biasanya penderita merasakan adanya asimetri
wajah secara bertahap.

2. Radiologis

Pada pasien dengan pembengkakan di rahang, langkah pertama


dalam diagnosis adalah radiografi panoramik. Tampak radiolusen
unilokular atau multilokular dengan tepi berbatas tegas. Tulang yang
terlibat digantikan oleh berbagai daerah radiolusen yang berbatas jelas
dan lesi memberi suatu bentuk seperti sarang lebah atau gelembung
sabun . namun, jika pembengkakan yang keras dan fixed dengan
jaringan yang berdekatan, CT-scan disarankan.

3. Pemeriksaan patologi anatomi


 i. insisi Biopsi

Insisi biops idiindikasikan pada lesi yang lebih besar 1-2 cm


dan untuk lesi besar yang berkapsul atau neoplasma yang berpotensi
keganasan. Teknik insisi biopsi meliputi anestesi reprentarif dari lesi
diambil, umumnya dari perfier lesi yang meluas ke jaringan normal.

17
 ii. Fine-Needle Aspirartion Biopsi (FNAB)

Merupakan metode untuk mengevaluasi lesi subkutan atau


yang terletak dalam lagi. Prosedur ini paling banyak dipakai dalam
menentukan sifat massa pada kelenjar saliva dan leher.
 KOMPLIKASI
Dengan CT dan MRI, dapat menetukan tingkat tumor secara
akurat. Ameloblastoma yang besar dapat membuat hilangnya fungsi
rahang dan kesulitan menelan makan. Selanjutnya, kurangnya nutrisi
dapat menyebabkan hipoproteinemi. Pasien juga berisiko perdarahan
karena ulserasi dan dapat menunjukan gejala anemia. Dua faktor
yang diasumsikan menjadi penyebab hipoproteinemi pada
ameloblastoma kistik yang besar.
5) Perawatan Ameloblastoma

Sebelum melakukan operasi Ameloblastoma dirawat terlebih


dahulu. Perawatan tumor ini beragam mulai dari kuretase sampai
reseksi tulang yang luas, dengan atau tanpa rekonstruksi radioterapi
tidak diindikasikan karena lesi ini radioresisten.

Beberapa prosedur operasi yang digunakan untuk mengobati


ameloblastoma antara lain:

1. Enukleasi

2. Eksisi Blok

3. Hemimandibulektomi
4. Hemimaksilektomi

18
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Ameloblastoma merupakan tumor jinak odontogenik yang berasal dari
sisa-sisa epitel pada masa pembentukan gigi. Ameloblastoma dapat tumbuh dari
berbagai macam epitel odontogenik yang tersisa di antara jaringan lunak alveolar
dan tulang. Tumor ini tumbuhnya lambat, agresif secara lokal dan dapat
menyebabkan deformitas wajah yang besar. Ameloblastoma memiliki angka
kejadian rekurensi yang tinggi bila tumor ini tidak dieksisi secara lokal dan dapat
menyebabkan deformitas wajah yang besar. Ameloblastoma memiliki angka
kejadian rekurensi yang tinggi bila tumor ini tidak dieksisi secara luas dan hati-
hati.1

Pasien ameloblastoma dapat dirawat dengan berbagai macam cara.


Perawatan bervariasi mulai dari enukleasi dan kuretase sampai reseksi.3
Pembedahan secara radikal merupakan perawatan yang direkomendasikan untuk
ameloblastoma multikistik yang melibatkan reseksi pada bagian rahang yang
terkena tumor dan mengikutkan sekitar 1 sampai 2 cm dari tulang yang sehat.
Perawatan konservatif dengan kuretase atau enukleasi hanya dilakukan pada
perawatan ameloblastoma tipe unikistik. Kuretase dan enukleasi dapat menghemat
waktu, fungsi dan penampilan pasien sedangkan perawatan secara radikal dapat
mengakibatkan kerusakan permanen terhadap regio maksilofasial.4

19
DAFTAR PUSTAKA
Ernawati (1994) Hubungan gigi Impaksi Dengan Ameloblastoma.
KPPIKG X. FKG UI. Jakarta, Oktober 1994 : 29 – 32.

Fanny. (2015). Makalah BM (Ameloblastoma) [online],


https://www.scribd.com/document/367230759/Makalah-
BM-Ameloblastoma (diakses 23 September 2018)

Regezi, (2003) Oral Pathology, Clinical Pathology Correlation. 4th


ed. USA: W.B. Saunders Co; 2003: p. 267-74, 284-6.

Ritchie, AC. (1990) Boyd’s Text Book of Pathology. 9th ed. UK: Lea &
Febiger Ltd; 1990: p.982-3.

Ruslan,Endang. (2015).Makalah Ameloblastoma [online],http:// endang


ruslan. blogspot.com/2015/11/makalah-ameloblastoma.html
(diakses 23 September 2018)

Setiono,Wiwing. (2014). Laporan Pendahuluan Ameloblastoma [online],


http://lpkeperawatan.blogspot.com/2014/01/laporanpendah
uluan-ameloblastoma.html#.W6d5mccRXIU (diakses 23
September 2018)

Soamers, JV. (1993) Oral Pathology. 2nd ed. USA: Oxford University
Press Inc; 1993: p.263-6.

Tjiptono TP. (1989) Ilmu Bedah Mulut. Edisi 3, Medan: Percetakan


Cahaya Sukma. 1989 : 145 – 6. 258 – 9.

20

Anda mungkin juga menyukai