Anda di halaman 1dari 5

Sosok Guru dibelakang Sosok Pelopor Kebangkitan Bangsa

Oleh Antoni Abdul Fattah

Tidak dapat dipungkiri generasi muda memiliki peran penting dalam kebangkitan atau

keruntuhan sebuah bangsa. Dalam setiap masa, para pemuda selalu berada di garis terdepan

perubahan sebuah bangsa. Sedangkan dibelakangnya selalu ada sosok guru yang mendidik

mereka menjadi sosok yang mempengaruhi dunia tempat dia berada.

Dalam khazanah Islam, ada para Sahabat Rasulullah saw yang sebagian besar masih

berusia muda. Mereka ikut mengambil bagian dalam menyebarkan risalah Islam ke seluruh

penjuru dunia. Mush’ab bin Umair berhasil mengislamkan dua kabilah di jazirah Arab, ‘Aus

dan Khazraj sehingga mereka pun menerima dakwah Rasulullah saw dan menjadi pelindung

Islam. Ja’far bin Abi Thalib dengan kemampuan diplomasinya berhasil mengalahkan

diplomasi Amr bin ‘Ash yang meminta mereka pulang ke Mekah pasca hijrah ke Habasyah.

Akhirnya suaka politik dan perlindungan dari Raja Najasyi pun mereka peroleh. Amr bin

‘Ash pun kembali ke Mekah dengan tangan kosong. Padahal dia dikenal di kalangan bangsa

Arab sebagai negosiator ulung. Saat memeluk Islam, dengan kepiawaian berdiplomasi, Amr

berhasil menaklukkan Mesir.

Selanjutnya, ada Usamah bin Zaid. Di usianya yang masih belia (17 tahun), ia

ditugaskan oleh Rasulullah saw sebagai panglima perang. Kemudian ada Singa yang tertidur,

Sa’ad bin Abi Waqash yang memeluk Islam pada umur 17 tahun. Sa’ad turut andil dalam

perluasan dakwah Islam. Semua itu terjadi, disebabkan oleh keberhasilan Rasulullah saw

dalam mendidik dan mengkader para sahabat menjadi pribadi-pribadi tangguh dengan

menanamkkan kekuatan nafsiyyah dan shakshiyyah islamiyah pada diri pribadi mereka.

Ada pula, Shalahuddin al-Ayyubi, pada usia 23 tahun berhasil membebaskan Alquds

(Yerusalem) dari serangan Ksatria Templar pada Perang Salib II. Shalahuddin juga berhasil

menggulingkan pemerintahan Daulah Fathimiyyah di Mesir dan menyatukan Mesir kembali


dalam kekhilafahan Daulah Abbasiyah. Di balik sosok Shalahuddin ada Nurruddin Mahmud

Zengki, sosok inspirasi sekaligus guru dan teladan baginya. Di masa Daulah Utsmaniyah ada

Khalifah Muhammad II yang berhasil menyambut janji (bisyarah) Rasulullah Muhammad

saw sebagai panglima terbaik dengan pasukan terbaik dalam menaklukkan Konstantinopel,

sebuah imperium besar dimasanya yang benteng pertahanannya amat sulit ditembus. Melalui

strategi menyeberangkan kapal-kapal perangnya lewat bukit Galata, di usia 21 tahun, ia

berhasil menaklukan Konstantinopel dan mengubah ibukotanya menjadi “Islambul.”

Muhammad II pun dijuluki sebagai “al-Fatih” (Sang Penakluk).

Dalam sejarah negeri ini, kita mengenal Semaoen dan Darsono yang berhasil

memecahbelah Syarikat Islam (SI) menjadi dua, kubu putih (Islam) dan merah (komunis).

Awalnya Semaoen adalah Ketua Cabang SI Semarang. Namun pertemuannya dengan orang

Belanda, Sneevliet membuatnya tertarik pada paham Sosialisme. Selanjutnya, ia pun

mendirikan Central Komunis Indonesia pada tanggal 23 Mei 1920, bertempat di Gedung SI di

Semarang. Berhasilnya Semaoen dan beberapa teman-temannya dari Syarikat Islam

memecahbelah organisasi muslim terbesar itu hingga terbentuk Central Komunis Indonesia,

tidak terlepas dari peran guru mereka, Sneevliet yang berhasil mendidik dan mengkader

Semaoen dkk dengan baik. Ideologi Sosialis-Marxis yang dibawa Sneevliet dari Belanda

berhasil ditancapkan ke dalam Semaoen dkk dengan kokoh.

Lalu ada Syarikat Atjeh yaitu kumpulan putera-putera Aceh yang pulang kembali ke

tanah kelahirannya setelah mengenyam pendidikan di Belanda untuk melakukan

restrukturisasi dan modernisasi pendidikan di Aceh. Pada masa akhir Daulah Utsmaniyah,

Khalifah Abdul Hamid II sebagai penggerak gerakan Pan-Islamisme berusaha

mengembalikan pendidikan sebagai salah satu pilar negara saat itu. Namun, usaha Khalifah

yang disegani oleh negara Barat itu belum membuahkan hasil lantaran saat itu para pemuda
telah mulai mengadopsi pemikiran liberal, seperti kelompok Pemuda Turki (Young Turk/

Turki Fatat).

Munculnya berbagai generasi muda yang terlibat dalam proses kebangkitan ini tidak

terlepas dari keinginan untuk terlepas dari keterpurukan. Pemikiran ini terpancar dari sebuah

ideologi yang diyakini oleh para pemuda tersebut. Selain itu, dibarengi dengan suksesnya

pengkaderan yang dilakukan oleh seorang guru melalui proses pendidikan yang intensif.

Muhammad al-Fatih menjadi penakluk Konstantinopel terjadi karena kesuksesan seorang

guru yang berhasil dalam mendidiknya dengan baik. Sosok guru itu bernama Syaikh Aaq

Syamsuddin (1389-1459 M). Dengan penuh kesabaran, Syeikh Syamsuddin berhasil

mengajarkannya tsaqafah Islam hingga belajar tiga bahasa. Beliau adalah orang yang begitu

dihormati oleh Khalifah Muhammad II.

Lantas bagaimana dengan proses kebangkitan Islam? Salah satu poin penting dari

bangkitnya peradaban Islam di masa lalu dikarenakan para penguasa dan rakyatnya mencintai

Islam, ilmu dan menghormati para ulama atau guru.

Bila kita merujuk kepada proses belajar mengajar pada masa berlangsungnya

peradaban Islam di masa lalu, maka setidaknya ada beberapa poin penting tujuan pendidikan

Islam. Seperti yang dipaparkan oleh Ash-Shallabi (2007). Diantaranya adalah mewujudkan

keikhlasan dalam beribadah kepada Allah SWT. Dalam hal ini berupaya untuk

memaksimalkan pelaksanaan takklif-taklif syariat yang beragam. Hal itu dikarenakan bahwa

simbol-simbol, ajaran agama dan hukum-hukum agama tidak dikenali dengan baik dan jelas

kecuali melalui pendidikan Islam yang benar. Pendidikan yang benar merupakan jalan paling

ideal untuk mewujudkan tujuan Allah SWT. “Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab

(Alquran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira

bagi orang-orang yang berserah diri.” (An-Nahl: 89).


Selanjutnya Pendidikan Islam bertujuan mempersiapkan (dan mencetak individu

menjadi generasi dengan kepribadian Islam) agar mampu mengamalkan amar makruf,

mendukung dan melaksanakannya, dan nahi mungkar dengan menyerukan untuk

meninggalkannya setelah tujuan pada dirinya terpenuhi, dimana dia telah melaksanakan

perintah ini atau menjauhi larangannya. Lalu, memperluas cakrawala pemikiran para siswa.

Dan terakhir adalah mempersiapkan generasi-generasi yang kreatif dan berkompeten juga

bertanggungjawab untuk mengerjakan tugas yang beragam, baik dalam lembaga-lembaga

pemerintahan maupun lainnya. Seperti perbuatan yang dilakukan oleh Syeikh Aaq

Syamsuddin kepada Muhammad al-Fatih.

Disinilah tugas penting para pendidik, baik guru di sekolah, para ustadz/ustadzah,

para ulama dan tengku untuk mendidik para generasi penerus bangsa menjadi para pelopor

kebangkitan yang berlandaskan pada Syariat Islam. Apalagi syariat Islam telah final di Aceh

sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara. Ustadz Abdul Somad dalam

ceramahnya pada Ahad (25/11/2018) di Masjid Baiturrahman menjelaskan Provinsi Aceh

adalah pioner bagi pelaksanaan dan penerapan syariat Islam di Indonesia. Bila Aceh sukses

menjalankannya, maka hal ini akan menjadi inspirasi dan semangat bagi daerah lain untuk

turut serta meniru Aceh dalam pelaksanaan syariat Islam tersebut. Tak lupa peran orangtua,

bunda dan ayah, sebagai guru yang utama bagi generasi yang akan menyebarkan Islam

rahmatan lil ‘alamin. Sehingga pada akhirnya umat Islam akan kembali menjadi rujukan

masyarakat dunia dalam setiap aspek kehidupan. Seperti pernah terjadi pada 13 abad yang

lalu.

BIODATA PENULIS:

Nama Penulis: Antoni Abdul Fattah

Pekerjaan: Blogger, peminat sejarah, anggota Gerakan Mahasiswa (GEMA) Pembebasan

periode 2014-2015 dan anggota REUSAM Institute


Alamat: Lorong Tgk Di Balee No. 3 Meunasah Papeun, Lamreung, Kec. Krueng Barona

Jaya, Aceh Besar

Email: raito.arcadia@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai