Tidak dapat dipungkiri generasi muda memiliki peran penting dalam kebangkitan atau
keruntuhan sebuah bangsa. Dalam setiap masa, para pemuda selalu berada di garis terdepan
perubahan sebuah bangsa. Sedangkan dibelakangnya selalu ada sosok guru yang mendidik
Dalam khazanah Islam, ada para Sahabat Rasulullah saw yang sebagian besar masih
berusia muda. Mereka ikut mengambil bagian dalam menyebarkan risalah Islam ke seluruh
penjuru dunia. Mush’ab bin Umair berhasil mengislamkan dua kabilah di jazirah Arab, ‘Aus
dan Khazraj sehingga mereka pun menerima dakwah Rasulullah saw dan menjadi pelindung
Islam. Ja’far bin Abi Thalib dengan kemampuan diplomasinya berhasil mengalahkan
diplomasi Amr bin ‘Ash yang meminta mereka pulang ke Mekah pasca hijrah ke Habasyah.
Akhirnya suaka politik dan perlindungan dari Raja Najasyi pun mereka peroleh. Amr bin
‘Ash pun kembali ke Mekah dengan tangan kosong. Padahal dia dikenal di kalangan bangsa
Arab sebagai negosiator ulung. Saat memeluk Islam, dengan kepiawaian berdiplomasi, Amr
Selanjutnya, ada Usamah bin Zaid. Di usianya yang masih belia (17 tahun), ia
ditugaskan oleh Rasulullah saw sebagai panglima perang. Kemudian ada Singa yang tertidur,
Sa’ad bin Abi Waqash yang memeluk Islam pada umur 17 tahun. Sa’ad turut andil dalam
perluasan dakwah Islam. Semua itu terjadi, disebabkan oleh keberhasilan Rasulullah saw
dalam mendidik dan mengkader para sahabat menjadi pribadi-pribadi tangguh dengan
menanamkkan kekuatan nafsiyyah dan shakshiyyah islamiyah pada diri pribadi mereka.
Ada pula, Shalahuddin al-Ayyubi, pada usia 23 tahun berhasil membebaskan Alquds
(Yerusalem) dari serangan Ksatria Templar pada Perang Salib II. Shalahuddin juga berhasil
Zengki, sosok inspirasi sekaligus guru dan teladan baginya. Di masa Daulah Utsmaniyah ada
saw sebagai panglima terbaik dengan pasukan terbaik dalam menaklukkan Konstantinopel,
sebuah imperium besar dimasanya yang benteng pertahanannya amat sulit ditembus. Melalui
Dalam sejarah negeri ini, kita mengenal Semaoen dan Darsono yang berhasil
memecahbelah Syarikat Islam (SI) menjadi dua, kubu putih (Islam) dan merah (komunis).
Awalnya Semaoen adalah Ketua Cabang SI Semarang. Namun pertemuannya dengan orang
mendirikan Central Komunis Indonesia pada tanggal 23 Mei 1920, bertempat di Gedung SI di
memecahbelah organisasi muslim terbesar itu hingga terbentuk Central Komunis Indonesia,
tidak terlepas dari peran guru mereka, Sneevliet yang berhasil mendidik dan mengkader
Semaoen dkk dengan baik. Ideologi Sosialis-Marxis yang dibawa Sneevliet dari Belanda
Lalu ada Syarikat Atjeh yaitu kumpulan putera-putera Aceh yang pulang kembali ke
restrukturisasi dan modernisasi pendidikan di Aceh. Pada masa akhir Daulah Utsmaniyah,
mengembalikan pendidikan sebagai salah satu pilar negara saat itu. Namun, usaha Khalifah
yang disegani oleh negara Barat itu belum membuahkan hasil lantaran saat itu para pemuda
telah mulai mengadopsi pemikiran liberal, seperti kelompok Pemuda Turki (Young Turk/
Turki Fatat).
Munculnya berbagai generasi muda yang terlibat dalam proses kebangkitan ini tidak
terlepas dari keinginan untuk terlepas dari keterpurukan. Pemikiran ini terpancar dari sebuah
ideologi yang diyakini oleh para pemuda tersebut. Selain itu, dibarengi dengan suksesnya
pengkaderan yang dilakukan oleh seorang guru melalui proses pendidikan yang intensif.
guru yang berhasil dalam mendidiknya dengan baik. Sosok guru itu bernama Syaikh Aaq
mengajarkannya tsaqafah Islam hingga belajar tiga bahasa. Beliau adalah orang yang begitu
Lantas bagaimana dengan proses kebangkitan Islam? Salah satu poin penting dari
bangkitnya peradaban Islam di masa lalu dikarenakan para penguasa dan rakyatnya mencintai
Bila kita merujuk kepada proses belajar mengajar pada masa berlangsungnya
peradaban Islam di masa lalu, maka setidaknya ada beberapa poin penting tujuan pendidikan
Islam. Seperti yang dipaparkan oleh Ash-Shallabi (2007). Diantaranya adalah mewujudkan
keikhlasan dalam beribadah kepada Allah SWT. Dalam hal ini berupaya untuk
memaksimalkan pelaksanaan takklif-taklif syariat yang beragam. Hal itu dikarenakan bahwa
simbol-simbol, ajaran agama dan hukum-hukum agama tidak dikenali dengan baik dan jelas
kecuali melalui pendidikan Islam yang benar. Pendidikan yang benar merupakan jalan paling
ideal untuk mewujudkan tujuan Allah SWT. “Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab
(Alquran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira
menjadi generasi dengan kepribadian Islam) agar mampu mengamalkan amar makruf,
meninggalkannya setelah tujuan pada dirinya terpenuhi, dimana dia telah melaksanakan
perintah ini atau menjauhi larangannya. Lalu, memperluas cakrawala pemikiran para siswa.
Dan terakhir adalah mempersiapkan generasi-generasi yang kreatif dan berkompeten juga
pemerintahan maupun lainnya. Seperti perbuatan yang dilakukan oleh Syeikh Aaq
Disinilah tugas penting para pendidik, baik guru di sekolah, para ustadz/ustadzah,
para ulama dan tengku untuk mendidik para generasi penerus bangsa menjadi para pelopor
kebangkitan yang berlandaskan pada Syariat Islam. Apalagi syariat Islam telah final di Aceh
sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara. Ustadz Abdul Somad dalam
adalah pioner bagi pelaksanaan dan penerapan syariat Islam di Indonesia. Bila Aceh sukses
menjalankannya, maka hal ini akan menjadi inspirasi dan semangat bagi daerah lain untuk
turut serta meniru Aceh dalam pelaksanaan syariat Islam tersebut. Tak lupa peran orangtua,
bunda dan ayah, sebagai guru yang utama bagi generasi yang akan menyebarkan Islam
rahmatan lil ‘alamin. Sehingga pada akhirnya umat Islam akan kembali menjadi rujukan
masyarakat dunia dalam setiap aspek kehidupan. Seperti pernah terjadi pada 13 abad yang
lalu.
BIODATA PENULIS:
Email: raito.arcadia@gmail.com