Anda di halaman 1dari 3

Bulan Ramadhan, Bulan Perubahan

Oleh Antoni Abdul Fattah

Bulan Ramadhan sebentar lagi akan meninggalkan kita. Bulan penuh berkah ini dapat

kita jadikan sebagai ajang untuk memperbaiki diri. Bila dijalankan dengan benar, puasa dapat

menjadi pakaian takwa bagi para pelakunya. Puasa juga dapat menjadi benteng dan perisai

bagi segala macam tindak kejahatan atau kemaksiatan kepada Allah SWT. Karena sejatinya

bulan puasa adalah bulan penggemblengan yang datang langsung dari Allah SWT. Maka

tidak mengherankan bila bulan ini dapat melahirkan individu–individu mukmin bertakwa.

Puasa dapat dijadikan ajang melatih diri dalam melawan hawa nafsu dan syahwat yang liar.

Begitupula puasa dapat melatih diri ini semakin sabar dan pantang menyerah. Rasa lapar juga

dapat menekan laju setan dalam menggoda diri kita. Rasulullah saw bersabda,

“Sesungguhnya setan itu berjalan dalam diri manusia melalui tempat peredaran darah, karena

itu persempitlah jalan-jalan setan dengan rasa lapar.” (HR. Muttafaq’alaih).

Selain itu, puasa adalah bulan tadabbur Al-Qur’an. Al-Qur’an sendiri diturunkan di

bulan Ramadhan. Allah SWT berfirman, “Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya

diturunkan Al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi umat manusia dan penjelasan-penjelasan

mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan batil).” (QS. Al-Baqarah: 185).

Tidak dipungkiri membaca Al-Qur’an dapat memberikan pahala bagi yang membacanya.

Setiap huruf yang kita baca akan bernilai pahala. Tentunya, membaca Al-Qur’an saja tidak

cukup harus ada usaha dari kita pribadi untuk mengamalkan isi dari surat-surat di Al-Qur’an.

Meskipun hanya satu ayat saja. Selain diamalkan tentu akan menarik bila dapat kita

dakwahkan kepada keluarga atau pun teman kita. Hal ini diperintahkan Allah kepada kita,

hamba-Nya untuk merenungi ayat-ayatnya dan memahami pesan-pesan-Nya. Allah

berfirman, “Apakah mereka tidak mendalami Al-Qur’an? Kalau sekiranya Al-Qur’an itu
bukan dari sisi Allah, tentulah mereka dapati banyak pertentangan di dalamnya.” (QS An-

Nisa’: 82).

Tidak sampai disitu saja, kita harus juga dapat meningkatkan pemahaman kita dalam

memahami ayat Al-Qur’an dengan cara saat membacanya seolah-olah Al-Qur’an itu

diturunkan kepada kita seorang. Selain itu, memahami Al-Qur’an dapat dilakukan dengan

cara memperhatikan bagaimana proses penciptaan alam semesta juga dengan melihat tanda-

tanda kekuasan Allah, serta memanfaatkan informasi ilmu dan teknologi serta cara

pemahamannya untuk melakukan tugas sebagai khalifah di muka bumi.

Meningkatkan pemahaman ayat Al-Qur’an dan tanda-tanda alam ini akan

mengantarkan kita pada “tingkat membaca yang paling baik” terhadap kedua kitab, yaitu

kitab yang tertulis (Al-Qur’an) dan kitab yang terlihat (alam raya). “Tingkat membaca yang

paling baik” itu sendiri adalah membaca Al-Qur’an yang menembus batas bunyi dan lafal

serta menembus ruang dan waktu. Ia mengantarkan kita untuk mendengarkan ayat Al-Qur’an

seolah langsung dari Penuturnya Yang Azali karena jiwa yang jernih dan perasaan yang

sensitif besar pengaruhnya dalam membaca atau mendengarkan Al-Qur’an. Dengan

demikian, cahaya Al-Qur’an akan tampak bagi orang yang membaca atau mendengarkannya.

(Prof Dr Ahmad Fuad Pasya, “Dimensi Sains Al-Qur’an: Menggali Kandungan Ilmu

Pengetahuan dari Al-Qur’an,” hal. 27-29).

Di bulan yang suci ini pula umat Islam dituntut harus lebih giat lagi mempelajari dan

mengkaji Islam. Karena Islam mengharuskan pemeluknya untuk membaca dan belajar.

Seperti yang Allah SWT perintahkan dalam Surat Al-‘Alaq. Mengucapkan dua kalimat

syahadat saja tidaklah cukup bagi seorang muslim. Dia harus mengkaji dan memperkaya

tsaqafah Islam secara mendalam, jernih dan penuh kesadaran. Tentunya harus dituntun oleh

ustadz-ustadz yang berkompeten. Alhamdulillah saat ini di Aceh masih banyak ulama dan

ustadz dari dayah yang dapat kita jadian rujukan dan dapat kita jumpai setiap saat, baik dalam
kajian-kajian sehabis subuh, magrib dan di hari-hari biasa. Penelaahan ini akan memperluas

cakrawala pemikiran seorang muslim, menumbuhkan pengetahuan, menguatkan pola

pikirnya serta membangkitkan pemikirannya dalam membahas hukum-hukum syara’,

menggalinya dan menyelesaikan semua permasalahan yang bersangkutan dengan hukum

syara’. Dengan demikian Islam telah mengkristal dalam dirinya untuk selamanya, saat ia

meyakininya dengan pasti dan memahami hukum-hukumnya serta menerapkannya. Bahkan,

dengan ilmunya ini dapat menjadikannya sebagai pengajar untuk orang lain.

Terakhir, puasa dapat dijadikan ajang intropeksi diri. Bila di hari-hari biasa kita sering

menginstropeksi diri saat menjalankan shalat tahajud. Maka, di bulan puasa ini, harus lebih

ditingkatkan lagi. Muhasabah ini dapat menciptakan pada diri kita perasaan lemah di hadapan

Allah SWT sehingga jauh dari kesombongan. Sekaligus dapat mengaktifkan radar hati dalam

mengontrol diri dari perbuatan maksiat. Dari sinilah selanjutnya diri ini selalu bertaubat

kepada Allah. Sebab dengan taubat, seseorang akan menginstropeksi dirinya dari perbuatan

yang telah ia kerjakan dan berusaha memperbaiki segala kesalahan selama hidupnya. Di

mulai dari Ramadhan ini, mari kita berusaha untuk membenahi diri kita masing-masing.

BIODATA PENULIS:

Nama Penulis: Antoni Abdul Fattah

Pekerjaan: Blogger, peminat sejarah dan anggota REUSAM Institute

Alamat: Lorong Tgk Di Balee No. 3 Meunasah Papeun, Lamreung, Kec. Krueng Barona

Jaya, Aceh Besar

Email: raito.arcadia@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai