Anda di halaman 1dari 16

REFERAT

KETUBAN PECAH DINI

Pembimbing:

dr. Pim Gonta, Sp.OG

Disusun Oleh:

Willy Saputra

2016-061-075

HER UJIAN KEPANITERAAN KLINIK


ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIKA ATMA JAYA
PERIODE 21 JANUARI 2019 – 02 FEBRUARI 2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Ketuban Pecah Dini” sebagai
salah satu tugas dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Pim Gonta, Sp.OG atas waktu dan
bimbingan selama proses penyusunan referat ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pembuatan referat ini.
Oleh karena itu, penulis mohon maaf apabila terdapat kekeliruan dalam penulisan referat
ini. Kritik dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan di kemudian hari. Semoga
referat ini dapat membantu pembaca untuk memahami tentang “Ketuban Pecah Dini”. Atas
perhatian yang diberikan, penulis mengucapkan terima kasih.

Jakarta, 26 Januari 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1


1.1. Latar Belakang .................................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................. 2
2.1. Definisi ............................................................................................................. 2
2.2. Epidemiologi..................................................................................................... 2
2.3. Faktor Risiko .................................................................................................... 3
2.4. Patogenesis ....................................................................................................... 4
2.5. Diagnosis .......................................................................................................... 4
2.6. Tatalaksana ....................................................................................................... 5
2.7. Prevetif ............................................................................................................ 11
2.8. Prognosis......................................................................................................... 11
BAB III KESIMPULAN ....................................................................................... 12
3.1. Kesimpulan ....................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 13

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya selaput
ketuban sebelum terjadinya persalinan. Ketuban pecah dini dapat terjadi pada
atau setelah usia gestasi 37 minggu dan disebut KPD aterm atau premature
rupture of membranes (PROM) dan sebelum usia gestasi 37 minggu atau
KPD preterm atau preterm premature rupture of membranes (PPROM).1
Masalah KPD memerlukan perhatian yang lebih besar, karena
prevalensinya yang cukup besar dan cenderung meningkat. Kejadian KPD
aterm terjadi pada sekitar 6,46-15,6% kehamilan aterm dan PPROM terjadi
pada terjadi pada sekitar 2-3% dari semua kehamilan tunggal dan 7,4% dari
kehamilan kembar. PPROM merupakan komplikasi pada sekitar 1/3 dari
semua kelahiran prematur, yang telah meningkat sebanyak 38% sejak tahun
1981. Dapat diprediksi bahwa ahli obstetri akan pernah menemukan dan
melakukan penanganan kasus KPD dalam karir kliniknya.1,2
Delapan puluh lima persen morbiditas dan mortalitas bayi diakibatkan
oleh kelahiran premature. 30-40% kelahiran premature ini terkait dengan
kejadian PPROM dan merupakan penyebab utama kelahiran prematur.
PPROM terjadi pada sekitar 3% dari seluruh kehamilan dan sekitar 150.000
kehamilan per tahunnya di Amerika Serikat. Ketika PPROM terjadi, risiko
morbiditas dan mortalitas pada ibu dan bayi pun meningkat. Untuk itu, klinisi
berperan penting dalam penanganan kejadian PPROM agar tidak terjadi
komplikasi yang berlanjut pada ibu maupun bayi.3

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Ketuban Pecah Dini/KPD (PROM/Premature Rupture of Membranes)
adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Bila KPD
terjadi sebelum usia 37 minggu usia gestasi disebut KPD preterm
(PPROM/Preterm Premature Rupture of Membranes). 4
Dalam keadaan normal, 8-10% perempuan hamil aterm akan
mengalami KPD sedangkan 1% pada kehamilan preterm. Pecahnya selaput
ketuban berkaitan dengan perubahan proses biokimia yang terjadi dalam
kolagen matriks ekstra selular amnion, korion, dan apoptosis membran jani.
Stimuli seperti infeksi dan peregangan selaput ketuban akan merangsang
produksi mediator prostaglandin, sitokinin dan hormon yang meransang
aktivitas “matrix degrading enzyme”.4
Pecahnya ketuban dapat terbukti dengan vaginal pooling, tes nitrazin
dan, tes fern atau IGFBP-1 (+) baik <37 minggu sebelum onset persalinan
(PPROM) ataupun saat >37 minggu (PROM).1

2.2. Epidemiologi
Dalam keadaan normal, 8 hingga 10% perempuan hamil aterm akan
mengalami Ketuban Pecah Dini. Ketuban Pecah Dini Prematur pula terjadi
pada 1% kehamilan. Kejadian Ketuban Pecah Dini pada umur kehamilan
sebelum 34 minggu, kejadiannya sekitar 4%. Dikemukan bahwa kejadian
ketuban pecah dini, 5 % diantaranya segera diikuti oleh persalinan dalam 5-6
jam, sekitar 95 % diikuti oleh persalinan dalam 7-95 jam, dan selebihnya
memerlukan tindakan konservatif atau aktif dengan menginduksi persalinan
atau operatif. 5
Menurut jurnal Acta Medice Iranica, berlaku perbedaan insiden
mengikut ras yaitu, berlaku peningkatan drastis pada wanita kulit hitam yaitu
dari 5.1% ke 12.5% dan pada wanita kulit putih dari 1.5% menjadi 2.2%.
Sosioekonomi rendah belum dapat dijadikan parameter yang mempengaruhi
Ketuban Pecah Dini. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan

2
Indonesia (SDKI) 2002/2003, angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih
berada pada angka 307 per 100.000 kelahiran hidup atau setiap jam terdapat 2
orang ibu bersalin meninggal karena berbagai sebab. Antaranya, 65% adalah
disebabkan komplikasi dari Ketuban Pecah Dini.5

2.3. Faktor Risiko


Berbagai faktor risiko berhubungan dengan KPD, khususnya pada
kehamilan preterm. Pasien berkulit hitam memiliki risiko yang lebih tinggi
bila dibandingkan dengan pasien kulit putih. Pasien lain yang juga berisiko
adalah pasien dengan status sosioekonomi rendah, perokok, mempunyai
riwayat infeksi menular seksual, memiliki riwayat persalinan prematur,
riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya, perdarahan
pervaginam, atau distensi uterus (misalnya pasien dengan kehamilan multipel
dan polihidramnion). Prosedur yang dapat berakibat pada kejadian KPD
aterm antara lain sirklase dan amniosentesis. Tampaknya tidak ada etiologi
tunggal yang menyebabkan KPD. Infeksi atau inflamasi koriodesidua juga
dapat menyebabkan KPD preterm. Penurunan jumlah kolagen dari membran
amnion juga diduga merupakan faktor predisposisi KPD preterm.2
Faktor risiko terjadinya KPD yaitu menurut APEC:6
• Infeksi intramnion.
• Status sosio-ekonomi rendah, studi oleh Arnildo et al mendapatkan
bahwa wanita dengan status sosio-ekonomi rendah memiliki risiko 2
kali lipat terjadinya KPD.
• Merokok, pada studi yang dilakukan oleh England et al, ibu perokok >
10 batang per hari memiliki risiko KPD 2 kali lipat pada usia
kehamilan <37minggu dan 5 kali lipat pada usia kehamilan < 28
minggu.
• BMI rendah < 19,8 kgBB/mm2.
• Riwayat KPD sebelumnya, studi Zhou et al mendapatkan risiko KPD 4
kali lipat pada ibu dengan riwayat KPD sebelumnya.
• Insufiensi servikal.
• Riwayat perdarahan subkorionik / hematoma.

3
2.4. Patogenesis
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh
kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena
terjadinya perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior
rapuh. Perubahan biokimia itu terjadi karena terdapat perubahan
keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraselular matriks baik secara
struktur, jumlah sel dan katabolisme kolagen.4
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metalloproteinase (MMP)
yang dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. Pada
waktu mendekati proses persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1
mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks ekstraselular dan membran
janin. Pada penyakit periodontitis dimana terdapat peningkatan MMP,
cenderung juga terjadi KPD.4
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda dan mulai rapuh
ketika trimester ketiga. Hal ini disebabkan oleh pembesaran uterus, kontrasi
rahim dan gerak janin. Berbeda dengan KPD yang disebabkan oleh faktor
eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina dan sering terjadi pada
polihidramnion, inkompeten serviks dan solusio plasenta.4

2.5. Diagnosis
Diagnosis KPD ditentukan jika memenuhi 2 kriteria dari tanda yakni
adanya akumulasi cairan di ruang vagina, test Nitrazine positif atau Fern test
cairan vagina positif. Diagnosis juga dapat ditegakkan apabila terdapat 1 dari
tanda-tanda:6
• Indigo carmine pooling pada vagina setelah amnioinfusion;
• Terlihat rembesan dari cairan amnion pada cervix;
• Tes biokimia untuk mendeteksi pecahnya membran dengan disertai
riwayat Spontaneous Rupture of Membrane. Spesifitas alat tes
komersil berkisar 78-98% dari penelitian yang ada. Hasil dari tes
biokimia ini sebaiknya disesuaikan dengan riwayat klinis, manifestasi
klinis yang ada dan pemeriksaan penunjang lain (USG, untuk
diagnosis oligohydramnion). Tes biomarker yang paling sering
digunakan secara komersil adah Actim PROM (IGFBP-1) dan

4
AmniSure (PAMG-1) dimana insulin-like growth factor binding
protein 1 merupakan protein yang disintesa oleh sel desidua dan
jaringan hati janin dan dapat dideteksi pada cairan amnion sedangkan
placenta alpha microglobulin 1 juga merupakan protein yang
dihasilkan oleh sel desidua. Hasil penelitian mendapatkan bahwa
kedua test tidak memiliki perbedaan performa.

Diagnosis KPD dengan inspekulo dilihat adaya cairan ketuban keluar


dari kavum uteri. Jika tidak ada dapat dicoba dengan menggerakan sedikit
bagian terbawah janin atau meminta pasien batuk atau mengedan. Penetuan
cairan ketuban dapat dilakukan dengan tes lakmus (Nitrazin test) dimana
terjadi perubahan warna kertas lakmus dari merah menjadi biru. Pemeriksaan
pH vagina perempuan hamil sekitar 4,5. Bila ada cairan ketuban pHnya akan
meningkat sekitar 7,1 – 7,3. Antiseptik yang alkalin akan menaikkan pH
vagina oleh karena itu sebaiknya dipastikan terlebih dahulu cairan keluar
tidak terkontaminasi oleh apapun.4

Pemeriksaan USG diperlukan untuk menentukan usia kehamilan juga


dapat mendeteksi adanya oligohidroamnion. Tentukan juga ada tidaknya
infeksi jika suhu ibu lebih dari 38ºC serta air ketuban keruh dan berbau,
leukosit darah > 15.000/mm3 dan janin yang memiliki takikardia, mungkin
mengalami infeksi intrauterin. Tentukan tanda-tanda persalinan dan skoring
pelvik (Bishop Score). Tentukan juga adanya kontraksi yang teratur.
Pemeriksaan dalam dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif
(terminasi kehamilan). Bila terdapat persalinan dalam kala aktif, korioamnitis,
gawat janin, persalinan diterminasi.4

2.6. Tatalaksana
Terdapat dua manajemen dalam penatalaksanaan KPD, yaitu
manajemen aktif dan ekspektatif. Manajemen ekspektatif adalah penanganan
dengan pendekatan tanpa intervensi, sementara manajemen aktif melibatkan
klinisi untuk lebih aktif mengintervensi persalinan. Berikut ini adalah
tatalaksana yang dilakukan pada KPD berdasarkan masing-masing kelompok
usia kehamilan.
• Ketuban Pecah Dini usia kehamilan <24 minggu

5
Pada usia kehamilan kurang dari 24 minggu dengan KPD preterm
didapatkan bahwa morbiditas minor neonatus seperti hiperbilirubinemia
dan takipnea transien lebih besar apabila ibu melahirkan pada usia
tersebut dibanding pada kelompok usia lahir 36 minggu. Morbiditas
mayor seperti sindroma distress pernapasan dan perdarahan
intraventrikular tidak secara signifikan berbeda (level of evidence III).
Pada saat ini, penelitian menunjukkan bahwa mempertahankan kehamilan
adalah pilihan yang lebih baik. Ketuban Pecah Dini usia kehamilan 24 -
34 minggu. Pada usia kehamilan antara 30-34 minggu, persalinan lebih
baik daripada mempertahankan kehamilan dalam menurunkan insiden
korioamnionitis secara signifikan. Tetapi tidak ada perbedaan signifikan
berdasarkan morbiditas neonatus. Pada saat ini, penelitian menunjukkan
bahwa persalinan lebih baik dibanding mempertahankan kehamilan.
• Ketuban Pecah Dini usia kehamilan 34-38 minggu
Pada usia kehamilan lebih dari 34 minggu, mempertahankan
kehamilan akan meningkatkan resiko korioamnionitis dan sepsis. Tidak
ada perbedaan signifikan terhadap kejadian respiratory distress syndrome.
Pada saat ini, penelitian menunjukkan bahwa mempertahankan kehamilan
lebih buruk dibanding melakukan persalinan.

Berikut tatalaksana konservatif dan aktif untuk kasus ketuban pecah


dini.7

6
➢ Konservatif
Tirah baring untuk mengurangi keluarnya air ketuban sehingga masa
kehamilan dapat diperpanjang. Tirah baring ini juga dapat
dikombinasikan dengan pemberian antibiotic sebagai profilaksis
(mencegah infeksi). Antibiotic yang dianjurkan:
• Ampicillin (untuk infeksi Streptococcus β) 4 x 500 mg atau
eritromicin bila tidak tahan ampicillin dan metronidazol 2 x 500 mg
selama 7 hari.
• Eritrosin dosis tinggi (untuk infeksi Clamydia trachomatis,
ureoplasma, dan lainnya).
Bahaya menunggu terlalu lama adalah kemungkinan infeksi semakin
meningkat sehingga terpaksa harus dilakukan terminasi.

➢ Aktif
Dilakukan untuk memperpanjang usia kehamilan dengan pemberian
kombinasi:
• Kortikosteroid untuk pematangan paru (betametazon IM 12 mg 24
jam atau deksametazon IM 6 mg 12 jam selama 2 hari)
• Tokolitik untuk mengurangi atau menghambat kontraksi uterus, dapat
diberikan pilihan obat berupa Β–Sympathomimetic (Ritodrine),
magnesium sulfat, indometacin, nifedipine, atau atosiban.
• Antibiotik untuk profilaksis infeksi (mengurangi peranan infeksi
sebagai pemicu terjadinya proses persalinan)
Tindakan tatalaksana aktif juga tidak terlalu banyak meningkatkan
maturitas janin dan paru.Dalam keadaan terpaksa harus dilakukan
terminasi kehamilan untuk menyelamatkan janin dan maternal.

7
8
9
Dalam menunda persalinan terdapat lima kriteria yang dapat
dipertimbangkan:4

1. Usia kehamilan <26 minggu. Sulit mempertahankan kehamilan sampai


aterm atau sampai usia kehamilan sekitar 34 minggu. Bahaya infeksi dan
oligohiramnion akan menimbulkan masalah pada janin. Bayi dengan usia
kehamilan kurang dari 26 minggu sulit untuk hidup dan beradaptasi di
luar kandungan.
2. Usia kehamilan 26-31 minggu. Persoalan tentang sikap dan komplikasi
masih sama dengan usia kandungan <26 minggu. Namun pada rumah
sakit yang sudah maju, dimungkinkan adanya perawatan intensif neonatus.
Pertolongan bayi dengan berat <2.000 gram dianjurkan dengan seksio
sesarea.
3. Usia kehamilan 31-33 minggu. Dilakukan amniosintesis untuk menetukan
kematangan paru, atau test busa (bubble test). Memperhatikan
kemungkinan infeksi intrauteri. Bayi dengan berat >2.000 gram sangat
mungkin ditolong.
4. Usia kehamilan 34-36 minggu. BB janin sangat baik sehingga dapat
dilakukan induksi persalinan atau seksio sesarea.
5. Usia kehamilan >36 minggu. Sudah dianggap aterm sehingga dapat hidup
diluar kandungan dan selamat. Kehamilan pada usia ini dapat di induksi
dengan oksitosin. Bila gagal maka dilakukan seksio sesarea. Dapat pula
diberikan misoprostol 25–50 µg intravaginal setiap 6 jam maksimal 4 kali.
Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotik dosis tinggi dan
persalinan diakhiri. Bila pembukaan/skor pelvik <5, lakukan pematangan
serviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan
seksio sesarea. Bila pembukaan / skor pelviks > 5, induksi persalinan.

10
2.7. Preventif
Pencegahan primer
Untuk mengurangi terjadinya pecah ketuban dini, dianjurkan bagi ibu
hamil untuk mengurangi aktivitas pada akhir trimester kedua dan awal
trimester ke tiga, serta tidak melakukan kegiatan yang membahayakan
kandungan selama kehamilan. Ibu hamil juga harus dinasihatkan supaya
berhenti konsumsi rokok dan alkohol. Berat badan ibu sebelum kehamilan
juga harus cukup mengikut Indeks Massa Tubuh (IMT). Selain itu, pasangan
juga diedukasi supaya menghentikan koitus pada trimester akhir kehamilan
bila ada faktor predisposisi.8

Pencegahan sekunder
Mencegah infeksi intrapartum dengan antibiotika spektrum luas:
gentamicin iv 2 x 80 mg, ampicillin iv 4 x 1 mg, amoxicillin iv 3 x 1 mg,
penicillin iv 3 x 1.2 juta IU, metronidazol drip.8
Pemberian kortikosteroid: kontroversi. Di satu pihak dapat
memperburuk keadaan ibu karena menurunkan imunitas, di lain pihak dapat
menstimulasi pematangan paru janin (surfaktan).8

2.8. Prognosis
Prognosis pada ketuban pecah dini sangat variatif tergantung pada:
• Usia kehamilan
• Adanya infeksi / sepsis
• Factor resiko / penyebab
• Ketepatan Diagnosis awal dan penatalaksanaan
Prognosis dari KPD tergantung pada waktu terjadinya, lebih cepat
kehamilan, lebih sedikit bayi yang dapat bertahan. Bagaimanapun, umumnya
bayi yang lahir antara 34 dan 37 minggu mempunyai komplikasi yang tidak
serius dari kelahiran premature.2

11
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Ketuban Pecah Dini/KPD (PROM/Premature Rupture of Membranes)


adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Bila KPD terjadi
sebelum usia 37 minggu usia gestasi disebut KPD preterm (PPROM/Preterm
Premature Rupture of Membranes). Dalam keadaan normal, 8 hingga 10%
perempuan hamil aterm akan mengalami Ketuban Pecah Dini. Ketuban Pecah
Dini Prematur pula terjadi pada 1% kehamilan. Faktor risiko terkait KPD adalah
kulit hitam, status sosioeonomi rendah, perokok, riwayat IMS, riwayat persalinan
premature, riwayat KPD, perdarahan pervaginam, distensi uterus, dan prosedur
medis seperti siklase dan amniosentesis.

Diagnosis KPD ditentukan jika memenuhi 2 kriteria dari tanda yakni


adanya akumulasi cairan di ruang vagina, test Nitrazine positif atau Fern test
cairan vagina positif. Pemeriksaan USG diperlukan untuk menentukan usia
kehamilan juga dapat mendeteksi adanya oligohidroamnion. Terdapat dua
manajemen dalam penatalaksanaan KPD, yaitu manajemen aktif dan ekspektatif.
Tatalaksana KPD juga dilihat berdasarkan usia kehamilan saat terjadinya KPD.
Pencegahan KPD dapat dilakukan baik secara primer maupun sekunder.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. PNPK. Pedman Nasional Pelayanan Kedokteran Ketuban Pecah Dini. Jakarta:


Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia; 2016. 23 p.
2. ACOG Committee on Practice Bulletins-Obstetrics. ACOG Practice Bulletin No.
80: premature rupture of membranes. Clinical management guidelines for
obstetrician-gynecologists. Obstet Gynecol. 2007 Apr;109(4):1007–19.
3. Premature Rupture of Membranes: Overview, Premature Rupture of Membranes
(at Term), Premature Preterm Rupture of Membranes. 2018 Oct [cited 2019 Jan];
Available from: https://emedicine.medscape.com/article/261137-overview
4. Soewarto S. Ketuban Pecah Dini. In: Ilmu Kebidanan. 4th ed. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2014. p. 677–82.
5. The cesarean section rate in cases with premature rupture of membrane (PROM)
at 36th week of pregnancy or later | Acta Medica Iranica [Internet]. [cited 2019
Jan]. Available from: http://acta.tums.ac.ir/index.php/acta/article/view/2586.
6. Premature Rupture of Membrane Guideline APEC 2016. Available from:
http://apecguidelines.org/wp-content/uploads/2016/07/Premature-Rupture-of-
Membranes-9-6-2016.pdf.
7. Cunnigham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe JS, Hoffman BL, et al.
Williams Obstetrics. 24th ed. New York: McGraw-Hill Education; 2014.
8. Fortner, Kimberly B.; Szymanski, Linda M.; Fox, Harold E.; Wallach, Edward E.
Preterm Labor and Premature Rupture of Membranes. Johns Hopkins Manual of
Gynecology and Obstetrics ebooks. 3rd Edition. Lippincott Williams & Wilkins.
2007.

13

Anda mungkin juga menyukai