Anda di halaman 1dari 5

TRALI

Cedera paru akut akibat transfusi (TRALI) adalah komplikasi transfusi darah serius
yang ditandai dengan onset akut edema paru non-kardiogenik setelah transfusi produk darah.
Meskipun insiden TRALI telah menurun dengan praktik transfusi yang dimodifikasi, TRALI
merupakan penyebab utama kematian terkait transfusi di Amerika Serikat dari tahun 2008
sampai dengan tahun 2012.

Definisi
TRALI didefinisikan sebagai cedera paru akut sementara yang terkait dengan
transfusi darah biasanya terjadi dalam enam jam pertama setelah transfusi. Hal ini biasanya
terkait dengan komponen plasma dalam unit donor seperti platelet dan plasma beku segar
(FFP), meskipun terdapat juga kasus pada unit sel darah merah yang dikemas (PRC) karena
masih adanya beberapa plasma residu dalam sel yang dikemas. TRALI adalah sindroma umum
yang disebabkan oleh adanya antibodi leukosit pada plasma transfusi. TRALI terjadi pada kira-
kira satu dari setiap 5000 transfusi. Pada paru resipien dapat terjadi leukoaglutinasi dan pooling
granulosit dengan pelepasan isi granula leukosit sehingga mengakibatkan cedera pada
membran sel, permukaan endothelial, dan parenkim paru. Pada kebanyakan kasus,
leukoaglutinasi menyebabkan dispnea ringan dan infiltrat pulmonal dalam waktu sekitar 6 jam
setelah transfusi, dan secara spontan dapat sembuh. Filter leukosit dapat mencegah terjadinya
TRALI pada pasien yang cedera paru-paru karena reaksi leukoagglutinasi dari sel darah putih
donor, namun karena kebanyakan TRALI disebabkan oleh antibodi donor terhadap leukosit
resipien, maka filter tidak membantu dalam pencegahan TRALI. Plasma transfusi (dari sumber
komponen) juga mengandung antibodi yang dapat bereaksi silang dengan platelet resipien,
sehingga biasanya mengakibatkan purpura post transfusi ringan atau agregasi platelet setelah
transfusi. Bentuk lain dari komplikasi transfusi imunologis adalah imunosupresi ringan sampai
sedang akibat transfusi. Efek transfusi ini tidak sepenuhnya dipahami, namun tampaknya lebih
umum terjadi pada transfusi seluler.

Epidemiologi

Kejadian TRALI yang sebenarnya tidak diketahui karena sulitnya membuat diagnosis
dan karena kurang adanya laporan. Diperkirakan TRALI terjadi pada 1:1300 sampai 1:5000
transfusi produk yang mengandung plasma. TRALI adalah penyebab utama kematian terkait
dengan transfusi di Amerika Serikat; lebih dari 20 kasus dilaporkan per tahun dari tahun 2003
sampai 2005.

Penyebab

Penyebab TRALI saat ini belum sepenuhnya dipahami. Reaksi TRALI diperkirakan
dimediasi oleh sistem kekebalan tubuh, yaitu antibodi terhadap human leucocyte antigen
(HLA) atau human neutrophil antigen (HNA). Wanita yang multipara mengembangkan
antibodi ini melalui paparan darah janin; transfusi komponen darah yang diperoleh dari donor
ini diperkirakan membawa risiko lebih tinggi untuk menginduksi TRALI yang dimediasi oleh
kekebalan. Transfusi atau transplantasi sebelumnya juga dapat menyebabkan sensitisasi donor.
Untuk dapat terjadinya reaksi TRALI, dalam drah resipien harus mengekspresikan reseptor
HLA atau neutrofil spesifik yang nantinya akan bereaksi dengan antibodi donor. Terdapat
hipotesis yang menerengkan penyebab terjadinya TRALI seperti hipotesis two-hit, dimana
patologi paru yang sudah ada sebelumnya (yaitu hit yang petama) menyebabkan peningkatan
neutrofil ke mikrovaskular paru. Hit kedua terjadi ketika antibodi donor tersebut ditransfusikan
dan menempel dan mengaktifkan neutrofil, akan menyebabkan pelepasan sitokin dan zat
vasoaktif yang menyebabkan edema paru non-kardiak.

Tanda dan gejala


Pada orang dewasa, sulit sekali untuk membedakan TRALI dari sindrom gangguan
pernafasan akut (ARDS) orang dewasa. Gejala khas TRALI adalah dispnea yang mendadak,
hipoksemia berat (saturasi O2 <90% di ruangan), hipotensi, dan demam yang berkembang
dalam waktu 6 jam setelah transfusi dan biasanya sembuh dengan perawatan supportif dalam
48 sampai 96 jam. Meskipun hipotensi dianggap sebagai salah satu tanda penting dalam
mendiagnosa TRALI, hipertensi dapat terjadi pada beberapa kasus.

Patofisiologi

Mekanisme yang tepat dari sindrom kebocoran kapiler di TRALI belum sepenuhnya
ditentukan, namun dua hipotesis utama telah diajukan. Satu melibatkan TRALI yang dimediasi
antibodi sel darah putih dan TRALI yang dimediasi sitokin lainnya. Yang pertama
menunjukkan bahwa TRALI sering merupakan hasil reaksi dari antibodi donor terhadap HLA
class I atau kelas II atau human neutrophil antigen (HNAs). Setelah transfusi, antibodi ini
bereaksi dengan neutrofil dalam mikrovaskular paru sehingga neutrofil menjadi aktif dan
merusak endotelium. Akibatnya terjadi kebocoran vaskular ke dalam ruang alveolar sehingga
terjadinya edema paru kemudian. Dalam 90 persen kasus yang dilaporkan, antibodi terdapat
dalam plasma donor; dalam 10 persen kasus antibodi tedapat di plasma penerima. Hipotesis
kedua menerangkan bahwa terjadi penumpukan neutrofil menumpuk pada mikrovaskular paru
pasien sebagai akibat dari peradangan sistemik yang sudah ada sebelumnya. Neutrofil ini
kemudian akan diakitifkan oleh lipid atau mediator lainnya, seperti CD40L, yang terakumulasi
dalam komponen darah seluler donor selama penyimpanan. Akibatnya terjadi kerusakan
endotel pada pasien ini yang pada akhirnya menyebabkan kebocoran vaskular dan edema paru.
Namun, dikarenakan 20 persen komponen darah donor mengandung antibodi HLA namun
angka kejadian TRALI relatif jarang terjadi, dicurigai terdapat faktor tambahan lain berperan
dalam terjadinya TRALI.

Pengobatan

Perawatan suportif adalah terapi utama untuk TRALI. Suplementasi oksigen digunakan
pada semua kasus TRALI dan dukungan pernapasan yang agresif diperlukan pada 72 persen
pasien. Pemberian cairan intravena, serta vasopressor, sangat penting untuk menjaga tekanan
darah. Penggunaan diuretik, yang ditunjukkan dalam pengelolaan transfusi yang terkait dengan
transfusion associated circulatory overload (TACO), harus dihindari pada pasien dengan
TRALI. Kortikosteroid dikatakan dapat bermanfaat untuk menekan reaksi peradangan.
INDIKASI TRANSFUSI

Secara umum, berbagai guidline telah merekomendasikan agar transfusi tidak


diindikasikan pada pasien dengan hemoglobin > 10 g/dL, namun ambang bawahnya bervariasi
dari 6 g/dL menjadi 8 g/dL. Sebagai contoh, pedoman AABB 2016 mencakup rekomendasi
berikut untuk pasien yang stabil secara hemodinamik tanpa pendarahan aktif. [9]:

Pedoman tersebut juga menekankan bahwa keputusan untuk melakukan transfusi


tidak boleh hanya didasarkan pada tingkat hemoglobin tetapi harus memasukkan karakteristik
dan gejala pasien individual. Penilaian klinis sangat penting dalam keputusan untuk transfusi;
Oleh karena itu, transfusi sel darah merah di atas atau di bawah ambang batas hemoglobin yang
ditentukan dapat didikte oleh konteks klinis. Demikian pula, keputusan untuk tidak menularkan
sel darah merah ke pasien dengan kadar hemoglobin di bawah ambang batas yang
direkomendasikan juga merupakan masalah penilaian klinis.
DAFTAR PUSTAKA

1. Gajic, Ognjen; Moore, S. Breanndan (2005). "Transfusion-Related Acute Lung Injury".


Mayo Clinic Proceedings. 80 (6): 766770.
2. Iyer SS, Shah J. Red blood cell transfusion strategies and Maximum surgical blood
ordering schedule. Indian J Anaesth. 9. Jnner 2014;58(5):581.

Anda mungkin juga menyukai