Anda di halaman 1dari 4

POLITIK BERSIH UNTUK INDONESIA

YANG LEBIH BAIK

Korupsi di Indonesia sudah seringkali terjadi walaupun hukumannya sudah berat tetapi masih saja
penjabat di Indonesia melakukan hal tersebut. Hukuman bagi para penjabat yang korupsi adalah
Pidana seumur hidup Secara terpisah, menurut anggota Tim Perumus RUU Pemberantasan Korupsi
Indriyanto Seno Adjie, pidana seumur hidup masih berlaku dalam RUU yang akan menggantikan UU
No 31/1999. Yang dikurangi adalah pemidanaan minimum khusus, sebab dinilai tidak bisa
diimplementasikan dengan negara lain yang tidak mengenal sistem pidana khusus. Serta Denda
terhadap koruptor dalam UU Pemberantasan Korupsi Rp 200 juta-Rp 1 miliar. Dalam draf RUU
Pemberantasan Korupsi yang dibuat tim perumus yang diketuai Andi Hamzah, denda bagi koruptor
maksimal Rp 350 juta . Tetapi Pejabat publik yang didakwa korupsi, sesuai dengan Rancangan Undang-
Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, justru diancam dengan pidana yang lebih
ringan dibandingkan ancaman pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Padahal para penjabat di Indonesia ini sudah cukup kaya seharusnya mereka
memikirkan nasib keluarga yang kurang mampu apalagi para pejuang Indonesia yang hidupnya masih
terlantar.

Indonesia ini padahal adalah negara yang maju tetapi hanya para penjabatnya saja yang kurang
memperhatikan rakyat yang menengah ke bawah. Contoh dari penjabat yang korupsi adalah Ketua
Mahkamah Konstitusi (MK) Indonesia, Akil Mochtar. Sesuai dengan berita yang ada Akil Mochtar
dikabarkan menjadi tersangka dua kasus dugaan suap dan menyita barang bukti uang sekitar Rp 3
milyar dalam mata uang asing dan Rupiah. Ketua MK, Akil Mochtar, merupakan pejabat tertinggi
negara yang pertama, sekaligus dari institusi tertinggi penegak hukum di Indonesia yang ditangkap
KPK. Dia diduga menerima suap terkait perkara sengketa pemilihan dua kepala daerah, yakni di
Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah dan Kabupaten Lebak, Banten. Dari kronologi yang
disampaikan oleh pimpinan KPK, penyerahan uang dilakukan langsung di rumah tersangka dalam mata
uang US$ dan SING$ senilai Rp 2 milyar, sementara Rp 1 milyar lainnya disita dari tempat lain.

Inilah contoh daftar penjabat Indonesia yang terlibat masalah korupsi :

Alu Sudirham, AMA

Tanggal putusan : Kamis, 28 Agustus 2008

Jabatan : Karyawan PT. PLN Ranting Selong Cabang Mataram, NTB

Kasus : Korupsi setoran pajak penerangan jalan untuk bulan November 2005 dari kasir PLN Ranting
Selong, Cabang Mataram, NTB

Widjanarko Puspoyo, MA

Tanggal putusan : Kamis, 14 Agustus 2008

Jabatan : Kepala BULOG periode 2001 s/d 2003 / Direktur Utama Perum BULOG, periode 2003 s/d
2007

Kasus : Korupsi PT. Bulog

Drs. Riswandi

Tanggal putusan : Senin, 21 Juli 2008


Jabatan : Pegawai Negeri Sipil / Direktur Utama (Dirut) Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Lombok
Timur (diangkat tanggal 17 Maret 1999) / Direktur Proyek di PDAM Lombok Timur (SK Bupati Lombok
Timur No.10 Tahun 1997)

Kasus : Korupsi bantuan dana untuk proyek pengembangan air bersih dari Asian Development Bank
(ADB) tahun 1999

H. Abdul Latief, S.T., M.H. alias H. Majid bin H. Abdurrahman

Tanggal putusan : Kamis, 12 Juni 2008

Jabatan : Ketua DPRD Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan

Kasus : Korupsi dana pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) Sekolah Menengah Atas Negeri I Labuan
Amas Utara

Drs. Muhammad Bachrum, M.M. bin Muhammad Wasil Prawiro Dirjo

Tanggal putusan : Selasa, 10 Juni 2008

Jabatan : Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman (diangkat tanggal 18 November 2003)

Kasus : Korupsi Pengadaan Buku Teks Wajib SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA Kab. Sleman (tahun 2004-
2005)

Politik indonesia sekarang ini rata-rata sudah tidak ada yang bersih atau jujur lagi contohnya saja partai
,para calon penjabat negara yang berasal dari berbagai partai sudah banyak yang menyogok untuk
terpilih sebagai gubernur,walikota ataupun bupati. Beberapa anak muda seperti Anas Urbaningrum,
Andi Mallarangeng, dan Angelina Sondakh, sebelum masuk ke partai politik, dikenal sebagai sosok
yang cemerlang. Anas pernah menjabat ketua umum organisasi mahasiswa terbesar, yakni Himpunan
Mahasiswa Islam. Angelina Sondakh sebelumnya dikenal sebagai Putri Indonesia. Andi Mallarangeng
sebelumnya dikenal sebagai intelektual hebat. Namun, pribadi-pribadi cemerlang itu tiba-tiba menjadi
sosok-sosok kotor akibat predikat tersangka korupsi yang dilekatkan pada mereka. Itu terjadi setelah
mereka bergabung ke partai politik. Parpol akhirnya dipersepsikan sebagai kubangan kotor politik
yang siap menjebloskan siapa saja ke dalamnya.

Mereka yang idealis sekalipun, yang awalnya bercita-cita mulia melakukan perubahan, justru terseret
derasnya arus politik kotor yang dipraktikkan parpol. Itu terjadi karena parpol memang sudah kotor,
bahkan busuk dalam istilah Komaruddin Hidayat. Politik dan partai politik menjadi tidak menarik bagi
anak-anak muda idealis dan cemerlang. Padahal, di era transisi menuju demokrasi sekarang ini,
Indonesia membutuhkan kaum muda yang bermental bersih, jujur, idealistis, dan intelek. Sosok-sosok
seperti itulah yang akan mengantarkan Indonesia menjadi negara demokrasi sesungguhnya. Oleh
karena itu, parpol mesti menciptakan sistem internal yang menjadikan politik bukanlah sesuatu yang
berongkos mahal. Parpol mesti memperbanyak rekrutmen kader bersih, jujur, idealistis, dan cerdas.
Bila kemampuan finansial sosok-sosok itu terbatas, parpollah yang mengongkosi mereka hingga
mereka menduduki jabatan publik. Itu artinya parpol harus mengubah seratus delapan puluh derajat
paradigma berpolitik mereka. Parpol bukan merekrut orang untuk menjadi ATM partai, melainkan
parpollah yang yang mengongkosi biaya politik kader-kader cemerlang partai politik di Indonesia harus
melakukan introspeksi dan pembenahan internal secara besar-besaran untuk menempatkan kembali
demokrasi kita pada substansi yang seharusnya. Masyarakat atau publik sebagai bagian eksternal dan
eksistensi partai politik tentu saja harus terlibat dalam upaya penyelamatan keberadaan partai politik
saat ini. Munculnya gejala yang cenderung mendelegitimasi partai politik di mata publik saat ini sangat
beralasan. Publik lebih banyak melihat partai politik sebagai sekumpulan oknum yang ambisius, gila
jabatan, dan yang paling menakutkan lagi bermental korup. Dari sekian nama koruptor kelas kakap,
kalau disebutkan, pasti di antara mereka berasal dari partai politik. Hal ini tidak berarti pebisnis atau
birokrat luput dari kasus korupsi, kalau pun ada itu karena akibat persekongkolan dengan aktivis partai
politik.

Kondisi dan pemahaman masyarakat yang antipati terhadap partai politik dan cenderung
mendelegitimasi partai politik tidak dapat dibiarkan tanpa upaya perbaikan, terutama perubahan
mengenai kesejahteraan dalam masyarakat dan bangsa kita. Partai politik adalah unsur penting dalam
sistem demokrasi dan membubarkannya adalah langkah tidak produktif. Partai politik harus didorong
untuk sanggup melakukan proses rekrutmen dan kaderisasi politik dengan baik. Artinya, jangan ada
lagi praktek mengusung calon legislatif dengan mempersyaratkan mahar politik yang akan
menepatkan partai politik sebagai mesin uang. Peneliti politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, menyampaikan bahwa karut marut politik yang terjadi di Indonesia saat ini
akibat partai politik (parpol) sudah dijadikan mesin uang, alat produksi, dan industri uang. Tujuannya
hanya untuk mengeruk keuangan negara. Partai politik seharusnya memiliki peran vital dengan fungsi
yang sangat mulia yaitu terjalinnya kesejahteraan bersama seluruh masyarakat. Bahkan, partai politik
harus menjadi sarana paling sahih untuk memunculkan lebih banyak lagi figur-figur legislator maupun
aparatur birokrasi yang melakukan pengelolaan anggaran negara untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Bukan malah menjadi sarana instan kemunculan politisi-politisi karbitan yang
akhirnya mendegradasi dan mendelegitimasi hakikat demokrasi seperti yang terjadi selama ini. .
Sering kita temui sisa makanan tercecer. Dalam konteks negara, ia adalah dunia usaha dengan mesin
ekonomi bergerak dan mendistribusikan kue ekonomi kepada rakyat. Di dalamnya terdapat banyak
transaksi yang diatur regulasi pemerintah dan standar profesi.

Selanjutnya dapur yang pada umumnya lebih kotor daripada kedua ruang di atas, tempat makanan
diolah. Di sana terdapat sampah, asap, dan tumpahan minyak. Dalam suatu negara, ia adalah
pemerintah dan birokrasi, tempat berbagai kebijakan diterapkan dan dimonitor. Ia memegang otoritas
dan monopoli atas berbagai fungsi negara.

Terakhir adalah kamar kecil. Ia biasanya lebih kotor dibandingkan seluruh ruang yang ada, tempat
berbagai hal yang tidak layak ditonton publik terjadi. Dalam suatu negara, ia adalah dunia politik
tempat berbagai kepentingan bertarung yang pada umumnya melibatkan kontes kekuatan politik dan
lobi.

Meski relatif kotor, kita semua memerlukan proses politik. Sama halnya sebuah rumah perlu kamar
kecil, apalagi dalam sebuah negeri yang terdiri atas beragam kelompok dan kepentingan. Sejarah
membuktikan, proses politik adalah cara paling teruji untuk membicarakan perbedaan, mencari
persamaan, dan menyusun tujuan bersama.

Adalah tuntutan yang berlebih jika berharap dunia politik sama bersih dengan dunia pendidikan atau
dunia usaha. Di berbagai belahan dunia, fakta membuktikan, ruang politik selalu relatif lebih kotor
daripada ruang-ruang yang lain. Di negeri dengan birokrasi dan sektor swasta yang bersih seperti
Jepang, Korea, Swedia, Finlandia, dan Norwegia, dengan mudah kita temukan berbagai skandal
korupsi politik dalam berbagai skala.

Politik punya karakteristik khas dan cenderung koruptif. Mewujudkan dunia politik yang bebas dari
"kotoran" tidaklah mungkin, tetapi perlu diupayakan menjaga agar tingkat kekotoran itu masih bisa
diterima akal sehat dan tak merusak. Banyak hal bisa diterapkan, termasuk membatasi biaya
kampanye, mendorong transparansi keuangan partai, memberikan bantuan dana melalui APBN, dan
lain sebagainya. Namun, cara-cara itu punya banyak loop holes yang dapat dengan mudah
dimanfaatkan.Oligopoli politikMelihat situasi Indonesia saat ini, strategi yang paling mungkin
diterapkan adalah mengurangi monopoli atau oligopoli partai, termasuk proses kaderisasi
kepemimpinan nasional.

Fenomena ekonomi menunjukkan, monopoli dan oligopoli selalu berdampak pada kenaikan harga
yang akan merugikan konsumen. Dalam konteks politik Indonesia, biaya tinggi ini akan merugikan
konsumen tingkat satu, yaitu para politisi. Mereka harus mengeluarkan biaya besar untuk
membangun karier politik. Juga konsumen tingkat kedua, yaitu rakyat yang kepentingannya akan
semakin dikorbankan.

Monopoli dan oligopoli oleh partai besar bisa dikurangi dengan meniadakan ambang batas
pencalonan presiden 20 persen atau dengan melakukan pemilihan presiden dan legislatif pada saat
yang bersamaan. Hal ini akan mengurangi biaya dan memperbaiki proses politik secara keseluruhan.
Upaya ini belum terlambat untuk dilakukan pada Pemilu 2014, yang tentunya diperlukan proses uji
materi di Mahkamah Konstitusi.

Bila ini berhasil diwujudkan, semua pihak akan diuntungkan, terutama rakyat, termasuk para politisi.
Adapun mereka yang akan merasa dirugikan adalah para elite partai besar yang sudah berinvestasi
"membeli" tiket guna bertarung dalam Pilpres 2014. Para elite itu semestinya paham, investasi selalu
mengandung risiko, dan investasi politik adalah investasi yang paling berisiko.

Upaya perbaikan sangat mendesak untuk dilakukan. Kita yang saat ini punya kekuatan untuk
mendorong perubahan harus turut mengupayakannya, atau kita akan dipersalahkan oleh generasi
mendatang sebagai generasi yang melakukan pembiaran atas terjadinya pembusukan politik di negeri
ini. Politik yang relatif bersih masih mungkin kita wujudkan asal kita mau memanfaatkan kesempatan.

Anda mungkin juga menyukai